Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENELITIAN

Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Terhadap Kesehatan Reproduksi


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Program Studi D III Kebidanan Tasikmalaya

Disusun Oleh :
Viana Nur’aini Zahra
(P20624119036)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur hanya milik Allah SWT, shalawat serta salam mari kita
panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga atas nikmat dan karunia-Nya
kami diberi kelancaran dalam penyusunan proposal penelitian dengan judul
”Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Terhadap Kesehatan Reproduksi” yang
berisi tentang penjelasan mengenai pengetahuan remaja terhadap kesehatan
reproduksi.
Proposal penelitian ini telah saya buat dengan semaksimal mungkin,
namun demikian mungkin saja terdapat kesalahan di sana-sini baik dari segi
pembahasan maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, sepatutnyalah penulis
meminta maaf kepada semua pihak yang berkesempatan membaca proposal
penelitian ini.

Hal yang paling mendasar bagi kami dalam penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Dian Indihadi, M.Pd selaku dosen koordinator mata kuliah
Bahasa Indonesia
2. Rekan-rekan yang tak lelah saling bekerjasama dalam pengerjaan makalah
ini.
Harapan penulis mudah-mudahan Proposal Penelitian ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri juga bagi siapa saja yang memerlukan referensi tentang
hubungan tingkat pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi

Tasikmalaya, 7 September
2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2
D. Manfaat Penulisan ....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Seks dan Gender .....................................................................3


1. Pengertian Seks ....................................................................................3
2. Pengertian Gender ................................................................................3
B. Teori Gender .............................................................................................5
C. Perbedaan Seks dan Gender......................................................................7
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................10
B. Saran..........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang
menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja.
Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas
dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Fauzi,
2008). Sekitar 1 milyar manusia atau 1 dari 6 manusia di bumi ini adalah
remaja dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang (UNFPA, 2000).
Banyak sekali remaja yang sudah aktif secara seksual meski bukan atas
pilihannya sendiri. Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan
risiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi seperti kehamilan
remaja, penyakit menular seksual dan HIV/AIDS.
Permasalahan remaja saat ini sangat kompleks dan mengkhawatirkan.
Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya pengetahuan remaja tentang
kesehatan reproduksi. Remaja perempuan dan laki-laki yang tahu tentang masa
subur baru mencapai 29,0 % dan 32,3 %. Remaja perempuan dan remaja laki-
laki yang mengetahui risiko kehamilan jika melakukan hubungan seksual
sekali, masing-masing baru mencapai 49,5 % dan 45,5 %.
Risiko kesehatan reproduksi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berhubungan misalnya kebersihan organ-organ reproduksi, hubungan seksual
pranikah, akses terhadap pendidikan kesehatan, kekerasan seksual, pengaruh
media massa, gaya hidup yang bebas, penggunaan NAPZA, akses terhadap
pelayanan kesehatan reproduksi yang terjangkau, dan kurangnya Kedekatan
remaja dengan kedua orangtuanya dan keluarganya (PATH, 2000). Pentingnya
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, remaja perlu mendapat informasi
yang cukup, sehingga mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan dan yang
seharusnya dihindari (Wardah, 2007). Dengan mengetahui tentang kesehatan
reproduksi remaja secara benar, kita dapat menghindari hal-hal yang negatif
yang mungkin akan dialami oleh remaja yang tidak mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang kesehatan reproduksi remaja (Wardah, 2007).
Remaja juga perlu menyadari akan pentingnya pembuatan keputusan
untuk menolak setiap kegiatan seksual yang rentan terjadi pada masa remaja
karena setiap kegiatan seksual mempunyai risiko negatif tentang kesehatan
reproduksinya. Hubungan atau kontak seksual pada remaja di bawah 17 tahun
juga berisiko terhadap tumbuhnya sel kanker pada mulut rahim, penyakit
menular seksual, HIV/AIDS, melakukan aborsi, dan lebih jauh dapat
menyebabkan komplikasi berupa ganguan mental dan kepribadian pada remaja
(Ernawati, 2007).
Remaja putri paling rentan dalam menghadapi masalah kesehatan sistem
reproduksinya. Hal ini dikarenakan secara anatomis, remaja putri lebih mudah
terkena infeksi dari luar karena bentuk dan letak organ reproduksinya yang
dekat dengan anus. Segi fisiologis, remaja putri akan mengalami menstruasi,
sedangkan masalah-masalah lain yang mungkin akan terjadi adalah kehamilan
di luar nikah, aborsi, dan perilaku seks di luar nikah yang berisiko terhadap
kesehatan reproduksinya. Segi sosial, remaja putri sering mendapatkan
perlakuan kekerasan seksual. Risiko kesehatan reproduksi remaja ini dapat
ditekan dengan pengetahuan yang baik tentang Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR).
Pengetahuan tentang KRR ini dapat ditingkatkan dengan pendidikan
kesehatan reproduksi yang dimulai dari usia remaja. Pendidikan kesehatan
reproduksi di usia remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ
reproduksi, tetapi juga bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular
seksual dan kehamilan yang tidak diharapkan atau kehamilan berisiko tinggi
(BKKBN, 2005).
Data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menunjukan ditahun
2011 penderita HIV mencapai 15.589 penderita dan AIDS sebanyak 1805
penderita (Kemenkes, 2011). Di Jawa Tengah pengidap HIV/AIDS berkisar
909 penderita (Dinkes Profinsi Jawa Tengah, 2011). Di Kabupaten Banyumas
terdapat 224 pengidap HIV dan AIDS 108 kasus dengan penderita 51 warga
Banyumas meninggal dunia (DKK Banyumas, 2011).

2
B. Rumusan Masalah
“Adakah perbedaan tingkat pengetahuan remaja sebelum dan sesudah
pemberian pendidikan kesehatan reproduksi remaja ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hasil penelitian mengenai perbedaan tingkat
pengetahuan remaja sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan
reproduksi remaja
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa itu remaja dan bagaimana perkembangan pada
masa remaja
b. Untuk mengetahui apa itu kesehatan reproduksi pada remaja

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai apa-apa saja yang perlu diketahui oleh remaja mengenai
kesehatan reproduksi pada remaja.
2. Manfaat Praktis
a. Bidan
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan asuhan pada remaja
mengenai kesehatan reproduksi pada remaja
b. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini di harapkan memberikan informasi dan dapat berguna
sebagai bahan tambahan acuan untuk penelitian pemberian asuhan pada
remaja mengenai kesehatan reproduksi remaja.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja
1. Definisi Remaja
[ CITATION Rah17 \l 1033 ] Remaja adalah masa transisi antara masa
anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-
ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan
psikologik serta kognitif
Masa remaja merupakan bagian dari proses tumbuh kembang, yaitu
masa peralihan dari anak menuju dewasa. Pada tahap ini, anak mengalami
percepatan pertumbuhan, perubahan-perubahan baik fisik maupun
psikologis. Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah

psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial (Iskandarsyah, 2006; Rahayu, 2017).
[ CITATION Rah17 \l 1033 ] Masa remaja adalah masa transisi yang
ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja antara
usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi
manusia, dan sering disebut masa pubertas.
2. Karekteristik Remaja
[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Perkembangan atau karakteristik remaja
dapat dilihat melalui:
a. Perubahan fisik.
[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Fisik yang dimaksud adalah organ reproduksi
remaja yang sudah mencapai tingkat kematangan. Secara spesifik,
perubahan fisik pada remaja dapat dibedakan menjadi:
1) Perubahan hormonal pada pubertas
[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Pubertas terjadi sebagai akibat
peningkatan sekresi gonadrotopin releasing hormone (GnRH) dari
hipotalamus, diikuti oleh sekuens perubahan sistem endokrin yang
kompleks yang melibatkan sistem umpan balik negatif dan positif.

4
Selanjutnya, sekuens ini akan diikuti dengan timbulnya tanda-tanda
seks sekunder, pacu tumbuh, dan kesiapan untuk reproduksi.
Gonadrotopin releasing hormone disekresikan dalam jumlah cukup
banyak pada saat janin berusia 10 minggu, mencapai kadar puncaknya
pada usia gestasi 20 minggu dan kemudian menurun pada saat akhir
kehamilan.
2) Perubahan fisik pada pubertas
[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Pada fase pubertas terjadi perubahan
fisik sehingga pada akhirnya seorang anak akan memiliki kemampuan
bereproduksi. Terdapat lima perubahan khusus yang terjadi pada
pubertas, yaitu pertambahan tinggi badan yang cepat (pacu tumbuh),
perkembangan seks sekunder, perkembangan organ-organ reproduksi,
perubahan komposisi tubuh, serta perubahan sistem sirkulasi dan
sistem respirasi yang berhubungan dengan kekuatan dan stamina
tubuh.
b. Perkembangan kognitif
[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Remaja cenderung berpikir abstrak dan
suka memberikan kritik, selain itu rasa ingin tahu remaja terhadap hal-hal
baru cenderung meningkat.
c. Perubahan social dan emosional
[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Remaja cenderung lebih sensitif dengan
keadaan sekitarnya, hal-hal yang dapat mempengaruhi emosi remaja
bermacammacam salah satunya adalah keluarga dan lingkungan. Hal ini
akan mempengaruhi sikap dan tindakan remaja pada suatu kejadian atau
hal-hal di sekitarnya. Seorang remaja berada pada batas peralihan
kehidupan anak dan dewasa. Tubuhnya kelihatan sudah “dewasa” akan
tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa ia akan gagal menunjukkan
kedewasaannya. Pengalaman mengenai alam dewasa masih belum
banyak karena itu sering terlihat pada mereka berbagai hal seperti :
1) Kegelisahan
2) Pertentangan
3) Berkeinginan besar mencoba segala hal yang belum diketahuinya.

5
4) Penyaluran yang bermanfaat dapat menghasilkan penemuan alat-alat
baru atau modifikasi
5) Khayalan dan fantasi, pada remaja putra banyak berkisar mengenai
prestasi dan tangga karier.
6) Aktivitas berkelompok, antara keinginan yang satu dengan keinginan
yang lain sering timbul tantangan, hal ini jelas tidak dapat dibiarkan
sehingga perlu usaha mencari jalan keluar dari keadaan seperti ini.
Keinginan berkelompok ini tumbuh
3. Klasifikasi Remaja
[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Klasifikasi remaja pada umumnya
didasarkan pada perubahan psikososial pada remaja. Perubahan fisik yang
cepat dan terjadi berkelanjutan pada remaja menyebabkan para remaja sadar
dan lebih sensitif terhadap bentuk tubuhnya dan mencoba membandingkan
dengan teman-teman sebaya. Jika perubahan tidak berlangsung secara lancar
maka berpengaruh terhadap perkembangan psikis dan emosi anak, bahkan
terkadang timbul ansietas, terutama pada anak perempuan bila tidak
dipersiapkan untuk menghadapinya. Sebaliknya pada orangtua keadaan ini
dapat menimbulkan konflik bila proses anak menjadi dewasa ini tidak
dipahami dengan baik.
[ CITATION Noo20 \l 1033 ] Dalam tumbuh kembangnya menuju
dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja
akan melewati tahapan sebagai berikut:
a. Masa remaja awal/dini (early adolescence) : umur 10 – 13 tahun
karakteristik periode remaja awal ditandai oleh terjadinya perubahan-
perubahan psikologis seperti :
1) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya
2) Tampak dan merasa ingin bebas
3) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya
dan mulai berfikir khayal (abstrak)
4) Krisis identitas,
5) Jiwa yang labil,
6) Meningkatnya kemampuan verbal untuk ekspresi diri,

6
7) Bekurangnya rasa hormat terhadap orang tua, kadang-kadang berlaku
kasar,
8) Menunjukkan kesalahan orangtua,
9) Mencari orang lain yang disayang selain orangtua,
10) Kecenderungan untuk berlaku kekanak-kanakan, dan
11) Terdapatnya pengaruh teman sebaya (peer group) terhadap hobi dan
cara berpakaian.

[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Pada fase remaja awal mereka hanya


tertarik pada keadaan sekarang, bukan masa depan, sedangkan secara
seksual mulai timbul rasa malu, ketertarikan terhadap lawan jenis tetapi
masih bermain berkelompok dan mulai bereksperimen dengan tubuh
seperti masturbasi. Selanjutnya pada periode remaja awal, anak juga
mulai melakukan eksperimen dengan rokok, alkohol, atau narkoba. Peran
peer group sangat dominan, mereka berusaha membentuk kelompok,
bertingkah laku sama, berpenampilan sama, mempunyai bahasa dan kode
atau isyarat yang sama.

b. Masa remaja pertengahan (middle adolescence): umur 14 – 16 tahun


1) Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri
2) Ada keinginan untuk berkencan atau tertarik pada lawan jenis
3) Timbul perasaan cinta yang mendalam
4) Kemampuan berfikir abstrak (berkhayal) makin berkembang
5) Berkhayal mengenai hal-hal yang bekaitan dengan seksual
[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Pada periode middle adolescent mulai
tertarik akan intelektualitas dan karir. Secara seksual sangat
memperhatikan penampilan, mulai mempunyai dan sering berganti-ganti
pacar. Sangat perhatian terhadaplawan jenis. Sudah mulai mempunyai
konsep role model dan mulai konsisten terhadap cita-cita.
c. Masa remaja lanjut (late adolescence): umur 17 –19 tahun
1) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri
2) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif
3) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya

7
4) Dapat mewujudkan perasaan cinta
5) Memiliki kemampuan berfikir khayal atau abstrak
[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Pada fase remaja akhir lebih
memperhatikan masa depan, termsuk peran yang diinginkan nantinya.
Mulai serius dalam berhubungan dengan lawan jenis, dan mulai dapat
menerima tradisi dan kebiasaan lingkungan.
B. Kesehatan Reproduksi Remaja
1. Pengertian
World Health Organization (WHO) menyatakan kesehatan reproduksi
ialah keadaan sehat secara fisik terlihat dari kondisi tubuhnya, secara mental
bisa terlihat dari psikis dan jiwanya dan secara sosial yang utuh, masyarakat
yang utuh tidak hanya terbebas dari berbagai penyakit atau kecacatan dalam
segala aspek yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya
(Rejeki, 2008; Setyaningsih, Hasanah, Romlah, & Riselia, 2021).
Kesehatan reproduksi remaja merupakan suatu kondisi sehat yang
menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi pada remaja termasuk
sehat secara mental serta sosial kultural (Damayanti, 2014; Senja &
Widiastuti, 2020).

2. Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja


[ CITATION Pri17 \l 1033 ] Upaya promosi dan pencegahan masalah
kesehatan reproduksi juga perlu diarahkan pada masa remaja, dimana terjadi
peralihan dari masa anak menjadi dewasa, dan perubahan-perubahan dari
bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam waktu relatif cepat. Hal ini ditandai
dengan berkembangnya tanda seks sekunder dan berkembangnya jasmani
secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik mampu melakukan fungsi
proses reproduksi tetapi belum dapat mempertanggung jawabkan akibat dari
proses reproduksi tersebut.Informasi dan penyuluhan, konseling dan
pelayanan klinis perlu ditingkatkan untuk mengatasi masalah kesehatan
reproduksi remaja ini. Selain itu lingkungan keluarga dan masyarakat harus
ikut peduli dengan kondisi remaja ini sehingga dapat membantu
memberikan jalan keluar bila remaja mengalami masalah tidak malah di

8
salahkan, tetapi perlu diarahkan dan dicarikan jalan keluar yang baik dengan
mengenalkan tempat–tempat pelayanan kesehatan reproduksi remaja untuk
mendapatkan konseling ataupun pelayanan klinis sehingga remaja masih
dapat melanjutkan kehidupanya.
3. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
[ CITATION Pri17 \l 1033 ] Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan reproduksi. Faktor-faktor tersebut secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi empat golongan yang dapat berdampak buruk bagi
kesehatan reproduksi, yaitu:
a. Faktor Demografis – Ekonomi
Faktor ekonomi dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi yaitu
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi, usia pertama melakukan
hubungan seksual, usia pertama menikah, usia pertama hamil. Sedangkan
faktor demografi yang dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
adalah akses terhadap pelayanan kesehatan, rasio remaja tidak sekolah ,
lokasi/tempat tinggal yang terpencil.
b. Faktor Budaya dan Lingkungan
Faktor budaya dan lingkungan yang mempengaruhi praktek
tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi,
kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi
reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling
berlawanan satu dengan yang lain, pandangan agama, status perempuan,
ketidaksetaraan gender, lingkungan tempat tinggal dan cara
bersosialisasi, persepsi masyarakat tentang fungsi, hak dan tanggung
jawab reproduksi individu, serta dukungan atau komitmen politik.
c. Faktor Psikologis
Sebagai contoh rasa rendah diri (“low self esteem“), tekanan teman
sebaya (“peer pressure“), tindak kekerasan dirumah/ lingkungan terdekat
dan dampak adanya keretakan orang tua dan remaja, depresi karena
ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria
yang membeli kebebasan secara materi.

9
d. Faktor Biologis
Faktor biologis mencakup ketidak sempurnaaan organ reproduksi
atau cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit
menular seksual, keadaan gizi buruk kronis, anemia, radang panggul atau
adanya keganasan pada alat reproduksi. Dari semua faktor yang
mempengaruhi kesehatan reproduksi diatas dapat memberikan dampak
buruk terhadap kesehatan perempuan, oleh karena itu perlu adanya
penanganan yang baik, dengan harapan semua perempuan mendapatkan
hak-hak reproduksinya dan menjadikan kehidupan reproduksi menjadi
lebih berkualitas.
4. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
[ CITATION Pri17 \l 1033 ] Ruang lingkup kesehatan reproduksi
mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir sampai mati (life
cycle approach) agar di peroleh sasaran yang pasti dan komponen pelayanan
yang jelas serta dilaksanakan secara terpadu dan berkualitas dengan
memperhatikan hak reproduksi perorangan dan bertumpu pada program
pelayanan yang tersedia.
a. Konsepsi
Perlakuan sama antara janin laki-laki dan perempuan, Pelayanan
ANC, persalinan, nifas dan BBL yang aman.
b. Bayi dan Anak
PemberianASI eksklusif dan penyapihan yang layak, an pemberian
makanan dengan gizi seimbang, Imunisasi, Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) dan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM),
Pencegahan dan penanggulangan kekerasan pada anak, Pendidikan dan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang sama pada anak laki-
laki dan anak perempuan.
c. Remaja
Pemberian Gizi seimbang, Informasi Kesehatan Reproduksi yang
adequate, Pencegahan kekerasan sosial, Mencegah ketergantungan
NAPZA, Perkawinan usia yang wajar, Pendidikan dan peningkatan

10
keterampilan, Peningkatan penghargaan diri,. Peningkatan pertahanan
terhadap godaan dan ancaman.
d. Usia Subur
Pemeliharaan Kehamilan dan pertolongan persalinan yang aman,
Pencegahan kecacatan dan kematian pada ibu dan bayi, Menggunakan
kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran dan jumlah kehamilan,
Pencegahan terhadap PMS atau HIV/AIDS, Pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkualitas, Pencegahan penanggulangan masalah
aborsi, Deteksi dini kanker payudara dan leher rahim, Pencegahan dan
manajemen infertilitas.
e. Usia Lanjut
Perhatian terhadap menopause/andropause, Perhatian terhadap
kemungkinan penyakit utama degeneratif termasuk rabun, gangguan
metabolisme tubuh, gangguan morbilitas dan osteoporosis, Deteksi dini
kanker rahim dan kanker prostat. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
secara “lebih luas“, meliputi: Masalah kesehatan reproduksi remaja yaitu
pada saat pertama anak perempuan mengalami haid/menarche yang bisa
beresiko timbulnya anemia, perilaku seksual bila kurang pengetahuan
dapat terjadi kehamilan diluar nikah, abortus tidak aman, tertular
penyakit menular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS. Remaja saat
menginjak masa dewasa dan melakukan perkawinan, dan ternyata belum
mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memelihara kehamilannya
maka dapat mengakibatkan terjadinya risiko terhadap kehamilannya
(persalinan sebelum waktunya) yang akhirnya akan menimbulkan risiko
terhadap kesehatan ibu hamil dan janinnya. Dalam kesehatan reproduksi
mengimplikasikan seseorang berhak atas kehidupan seksual yang
memuaskan dan aman. Seseorang berhak terbebas dari kemungkinan
tertular penyakit infeksi menular seksual yang bisa berpengaruh pada
fungsi organ reproduksi, dan terbebas dari paksaan. Hubungan seksual
dilakukan dengan saling memahami dan sesuai etika serta budaya yang
berlaku.
5. Masalah Remaja Terkait Kesehatan Reproduksi

11
Masa remaja seringkali menjadi masa dimana remaja melakukan
perilaku-perilaku seksual. Perilaku seksual dapat didefinisikan sebagai
bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis
maupun sejenis. Menurut Simkin, perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun
dengan sesame jenis. Bentuk tingkah laku ini beraneka ragam mulai dari
perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan
bersenggama. (Amrillah, 2006 : 10; Hapsari, 2019).
[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Beberapa perilaku seksual remaja
menyebabkan banyak timbulnya permasalahan. Permasalahan tersebut
biasanya diawali dengan perilaku seksual pranikah hingga terjadi kehamilan
dan aborsi. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang lebih dalam
melihat permasalahan-permasalahan remaja yang ada. Beberapa
permasalahan remaja yang perlu diperhatikan tersebut, diantaranya:
a. Seks Pra Nikah
Perilaku seksual remaja, terutama perilaku seks pranikah masih
mendominasi perdebatan dari sisi moral, psikologis, dan fisik (Rahyani,
2012; Hapsari, 2019). Perilaku seks pranikah merupakan permasalahan
dan sekaligus fenomena social yang kian lazim dijumpai di dalam
masyarakat (Rahardjo dkk, 2017; Hapsari, 2019). Seks pra nikah pada
dasarnya merupakan suatu aktivitas seksual yang dilakukan oleh individu
dengan orang lain sebelum menikah. Free sex atau seks bebas dilakukan
dengan pasangan atau pacar yang berganti-ganti. Seks bebas pada remaja
secara medis dapat memperbesar kemungkinan terkena penyakit menular
seksual dan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus), selain itu juga
dapat merangsang tumbuhnya sel kanker pada rahim remaja perempuan.
Sebab pada remaja perempuan usia 12-17 tahun mengalami perubahan
aktif pada sel dalam mulut rahimnya (Aisyaroh, 2014; Hapsari, 2019).
Perilaku seksual pranikah remaja adalah segala tingkah laku
seksual yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya, yang
dilakukan oleh remaja sebelum mereka menikah (Soetjiningsih, 2008;
Hapsari, 2019). Menurut Soetjiningsih (2008), bentuk-bentuk perilaku

12
seksual umumnya bertahap, dimulai dari tingkat yang kurang intim
sampai dengan hubungan seksual. Simanjuntak (dalam Prastawa &
Lailatushifah, 2009) juga menyatakan bahwa, perilaku seksual pranikah
adalah segala macam tindakan seperti bergandengan tangan, berciuman
sampai dengan bersenggama yang dilakukan dengan adanya dorongan
hasrat seksual yang dilakukan sebelum adanya ikatan pernikahan yang
sah. Dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah adalah perilaku
yang mengarah pada keintiman heteroseksual yang merupakan
manifestasi dari adanya dorongan seksual yang dapat diamati secara
langsung melalui perbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap perilaku
seksual yang meliputi segala macam tindakan seksual seperti berkencan,
bergandengan tangan, berciuman, hingga bersenggama yang melibatkan
dua orang dengan jenis kelamin yang berbeda tanpa melalui proses
pernikahan yang sah menurut agama dan kepercayaan tiap-tiap individu.
[ CITATION Hap19 \l 1033 ] Seks aktif pra nikah pada remaja berisiko
terhadap kehamilan remaja dan penularan penyakit menular seksual.
Kehamilan yang tidak direncanakan pada remaja perempuan dapat
berlanjut pada aborsi dan pernikahan remaja. Keduanya akan berdampak
pada masa depan remaja tersebut, janin yang dikandung dan keluarganya.
b. Pernikahan Usia Muda
Menurut united nation development economic and social affairs
(UNDESA, 2010; Hapsari, 2019), Indonesia termasuk Negara ke-37
dengan persentase pernikahan usia muda yang tinggi kedua di ASEAN
setelah kamboja. Pada Tahun 2010, terdapat 158 negara dengan usia
minimal perempuan 18 tahun ke atas, namun di Indonesia batas minimal
untuk perempuan 16 Tahun. Pernikahan usia muda berisiko karena belum
cukupnya kesiapan dari aspek kesehatan, mental emosial, Pendidikan
social ekonomi dan reproduksi. Pendewasaan usia perkawinan juga
berkaitan dengan pengendalian kelahiran karena lamanya masa subur
perempuan terkait dengan banyaknya anak yang dilahirkan.
Usia ideal pernikahan pertama bagi perempuan menurut sebagaian
besar (37%) remaja perempuan usia 15-19 tahun adalah usia 24-25 tahun,

13
sedangkan menurut sebagian besar remaja laki-laki (33%) adalah 20-21
tahun. Usia ideal pernikahan pertama bagi laki-laki menurut sebagian
besar remaja laki-laki (49%) maupun perempuan adalah kurang dari 20
tahun, terutama bagi perempuan.
c. Kehamilan Tidak Diinginkan dan Aborsi pada Remaja
Kehamilan tidak diinginkan adalah kehamilan yang dialami oleh
seorang perempuan yang sebenarnya belum menginginkan atau sudah
tidak menginginkan hamil (BKKBN, 2009 Hapsari, 2019). Sedangkan
menurut PKBI, kehamilan tidak diinginkan merupakan suatu kondisi
dimana pasangan tidak menghendaki adanya proses kelahiran akibat dari
kehamilan. Kehamilan juga merupakan akibat dari suatu perilaku seksual
yang bisa dicegah maupun tidak disengaja. Banyak kasus yang
menunjukkan bahwa tidak sedikit orang yang tidak bertanggungjawab
atas kondisi ini. Kehamilan yang tidak diinginkan ini dapat dialami baik
oleh pasangan yang sudah menikah maupun pasangan yang belum
menikah (PKBI, 1998; Hapsari, 2019).
Kehamilan yang berakhir dengan aborsi dapat diasumsikan sebagai
kehamilan yang tidak diinginkan (Santelli, 2003). Definisi kehamilan
yang tidak diinginkan menurut didefinisikan sebagai kehamilan yang
terjadi pada saat tidak menginginkan anak pada saat itu (mistimed
pregnancy) dan kehamilan yang tidak diharapkan sama sekali (unwasted
pregnancy) (Hussain, dkk, 2012; Hapsari, 2019).
Kehamilan tidak diinginkan berhubungan dengan meningkatnya
resiko morbiditas wanita dan dengan perilaku kesehatan selama
kehamilan yang berhubungan dengan efek yang buruk. Sebagai contoh,
wanita yang mengalami kehamilan tidak diinginkan cenderung menunda
ke pelayanan prenatal untuk memeriksakan bayinya sehingga pada
akhirnya akan mempengaruhi kesehatan bayinya (Pranata, 2012; Hapsari,
2019). Kehamilan tidak diinginkan (KTD) pada remaja akan memberikan
dampak negatif baik dari segi fisik, psikologi, sosial, dan spiritual.
Dampak dari segi fisik akan membahayakan ibu maupun janin yang
dikandungnya atau ibu akan mencoba melakukan aborsi yang bisa

14
berujung pada kematian. Dari sisi psikologi, ibu akan berusaha melarikan
diri dari tanggungjawab atau tetap melanjutkan kehamilannya dengan
keterpaksaan. Sedangkan dilihat dari dampak sosial, masyarakat akan
mencemooh dan juga mengucilkan (Husaeni, 2009 Hapsari, 2019).
Menurut penelitian dari Ismawarti dan Istri Utami (2017),
menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian
kehamilan tidak diinginkan yaitu:
1) Rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi remaja
2) Sikap permisif remaja sehingga mudah terpengaruh pergaulan bebas
3) Mudahnya akses pornografi dari media massa
4) Pengaruh teman dekat dalam pergaulan yang mendorong pada
perilaku seks bebas
5) Pola asuh orangtua yang cenderung membiarkan anak dalam
pergaulan

15
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif

karena bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah yang sedang

terjadi pada masa sekarang dan sedang berlangsung.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dalam penelitian ini yaitu Dsn. Babakanjaya Desa

Kedungwuluh Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dilaksanakan sejak

tanggal dikeluarkannya ijin penelitian dalam kurun waktu kurang lebih 1

bulan, 2 minggu pengumpulan data dan 2 minggu pengolahan data

C. Data dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah tuturan masyarakat remaja

Dsn. Babakanjaya Desa Kedungwuluh Kec.Padaherang Kab. Pangandaran

yang direkan dari hasil observasi, selain dari tuturan dan data tertulis, yang

dibutuhkan adalah angkat yang diisi melalui pengamatan yang berisi penyataan

sikap bahasa. Data yang dirakam akan dibuat korpus data untuk memudahkan

pengkajian.

Data yang diperlukan bersumber dari masyarakat remaja yang berada di

lingkungan Dsn. Babakanjaya Desa Kedungwuluh Kec. Padaherang Kab.

16
Pangandaran. Alas an melakukan penelitian di sana adalah, masyarakat di sana

merupakan masyarakat dengan remaja terbanyak dan masih kekurangan

informasi dan edukasi mengenai kesehatan reproduksi pada masa remaja.

Tabel 3.1

Data Jumlah Remaja Dsn. Babakanjaya

Desa Kedungwuluh Kec. Padaherang Kab

Pangandaran

Jenis Kelamin
RW Jumlah
Laki-Laki Perempuan
01 17 26 43
02 20 32 52
03 19 30 49
04 24 33 57
05 22 30 52
Jumlah 102 151 253

Jumlah Keseluruhan masyarakat remaja Dsn. Babakanjaya Desa Kedungwuluh

adalah 253 orangterdiri dari 102 laki-laki dan 151 perempuan. Namun, yang

dijadikan sampel hanyalah berjumlah 50 orang yang terdiri dari laki-laki 20 orang

dan perempuan 30 orang dari kalangan SMP dan SMA.

D. Pengumpulan Data

Teknik pengumpul data merupakan proses penting dalam penelitian.

Teknik pengumpulan data yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini

yaitu Tes Hasil Belajar.

Tes hasil belajar menurut Arikunto (2010:194) “Tes yang digunakan

untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu”. Tes

bentuk pilihan ganda merupakan bentuk tes objektif yang paling banyak

17
digunakan karena banyak sekali materi yang telah dicakup, Arikunto

(2009;168).

Tes hasil belajar dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur sejauh

mana pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi setelah diberikan

penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi.

E. Analisis Data

Analisis data dimaksudkan untuk mengkaji dan menguji variabel yang


telah dikemukakan. Analisis data bertujuan untuk mengolah data mentah dari
hasil pengukuran menjadi data yang dapat diinterpretasikan, sehingga dapat
memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut. Langkah-langkah yang
ditempuh dalam teknik analisa data meliputi :

1. Verifikasi Data
Instrumen penelitian disebarkan kepada 40 responden yang
merupakan remaja peserta penyuluhan kesehatan reproduksi Di Desa
Selaawi Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi.
2. Tabulasi Data
Tabulasi data bertujuan untuk memprediksi jawaban mengenai
frekuensi tiap item option dalam tiap item, sehingga terlihat jelas frekuensi
jawaban redponden. Pertama, responden hanya dapat memilih salah satu
alternatif jawaban, sehingga jumlah frekuensi jawaban sama dengan jumlah
responden (n). Kedua, responden tidak boleh menjawab lebih dari satu
jawaban, sehingga jawaban dalam kriteria kedua ini menunjukan jumlah
frekuensi jawaban yang sama. Jawaban yang benar diberi skor (1)
sedangkan jawaban yang salah diberi skor (0).

3. Persentase Data
Persentase data ini digunakan untuk melihat perbandingan besar
kecilnya frekuensi jawaban yang telah diisi oleh responden, karena jumlah
jawaban responden pada setiap item berbeda. Perhitungan ini menggunakan

18
rumus presentasi.
Rumus persentase sebagaimana yang dikemukakan oleh Ali
(1985:184) bahwa rumus untuk menghitung persentase yaitu:

f
P= x 100 %
n

Keterangan : P = Persentase (jumlah persentase yang dicari)


f = Frekuensi jawaban responden
n = Jumlah responden
100% = Bilangan tetap
4. Penafsiran
Penafsiran data pada penelitian ini yaitu jawaban dan pertanyaan
instrumen tes hasil belajar ini yang boleh di jawab hanya satu kemungkinan
jawaban, sehingga jumlah frekuensi jawaban sama dengan jumlah
responden. Penafsiran data yang dilakukan untuk memperoleh gambaran
yang jelas terhadap pertanyaan yang diajukan. Kriteria penafsiran data
dalam penelitian ini mengacu pada batasan yang dikemukakan oleh
Muhammad Ali (1985:184) yaitu:
100% = Seluruhnya
76% - 99% = Sebagian Besar
51% - 75% = Lebih dari Setengahnya
50% = Setengahnya
26% - 49% = Kurang dari setengahnya
1% - 25% = Sebagian kecil
0% = Tidak seorangpun

Data yang dianalisis selanjutnya ditafsirkan dengan menggunakan


batasan- batasan sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Ali
(1985:184), yaitu :
81% - 100% = Sangat baik
61% - 80% = Baik
41% - 61% = Cukup baik
21% - 40% = Kurang baik
0% - 20% = Sangat kurang baik

Kriteria yang dikemukakan oleh Muhammad Ali di atas dijadikan


rujukan oleh penulis dengan bahasa penafsiran menurut penulis yaitu

19
sebagai berikut :
81% - 100% : Penguasaan pengetahuan kesehatan reproduksi pada
remaja
peserta PIK-Remaja sangat tinggi
61% - 80% : Penguasaan pengetahuan kesehatan reproduksi
pada remaja peserta PIK-Remaja tinggi
41% - 61% : Penguasaan pengetahuan kesehatan reproduksi
pada remaja peserta PIK-Remaja cukup tinggi
21% - 40% : Penguasaan pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja
peserta PIK-Remaja rendah
0% - 20% : Penguasaan pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja
peserta PIK-Remaja sangat rendah

DAFTAR PUSTAKA

20
Hapsari, A. (2019). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Modul Kesehatan
Reproduksi Remaja. Malang: Wineka Media.

Noor, M. S., Rahayu, A., Yulidasa, F., Rahman , F., & Putri, A. O. (2020). Buku
Ajar Kesehatan Reproduksi Remaja dan Lansia . Yogyakarta: CV Mine.

Prijatni, I., & Rahayu, S. (2017). Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana.
Jakarta: BPPSDM.

Rahayu, A. (2017). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Remaja dan Lansia.


Surabaya: Airlangga University Press .

Senja , A. O., & Widiastuti, Y. P. (2020). Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang


Kesehatan Reproduksi. Jurnal Keperawatan, 86-92.

Setyaningsih, P. H., Hasanah, U., Romlah, S. N., & Riselia, E. (2021). Hubungan
Tingkat Pengetauan Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual
Remaja Pada Siswa Siswi Di Smk Sasmita Jaya 1 Pamulang. Edu Dharma
Journal: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, 87-96.

Iskandarsyah, A. 2006. Remaja dan Permasalahannya: Perspektif Psikologi


Terhadap Permasalahan Remaja dalam Bidang Pendidikan. Fakultas
Psikologi, Universitas Padjajaran.

Damayanti, Rahmi. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Kesehatan


Reprodksi Remaja Dengan Sikap Seks Pranikah pada Mahasiswa
Semester 4 Program Studi DIV Bidan Pendidik STIKES ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Amrillah. 2006. Perilaku Seksual Wabal Di Tinjau Dari Kualitas Komunikasi


Orang Tua-Anak Tentang Seksualitas, Skripsi, UMS,Surakarta.
Rahyani, Yuni Komang; Utarini, Adi; Wilopo, Agus Siswanto; Hakimi,
Mohammad. 2012. Perilaku Seks Pranikah Remaja. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. 7(4): 180-186.

21
Rahardjo, Wahyu; Citra, Furida Ajeng; Saputra, Maizar; Damariyanti, Meta;
Ayuningsih, Maharani Aprillia; Siahay, Martha Marcia. Perilaku Seks
Pranikah pada Mahasiswa Memiliki Peran Harga Diri, Komitmen
Hubungan, dan Sikap terhadap Perilaku Seks Pranikah. Jurnal Psikologi.
138-153.
Aisyaroh, Noveri. 2014. Kesehatan Reproduksi Remaja. (Online)
(http://research.unissula.ac.id/file/publikasi/210104090/635Kespro_Remaj
a.pdf)
Soetjiningsih. 2017. Tumbuh Kembang Anak Ed 2. Jakarta: EGC
PKBI. 1998. KTD (Kehamilan yang Tidak Diinginkan): Seri Kesehatan
Reproduksi Perempuan. Jakarta.
BKKBN. 2009. Analisis Lanjutan SDKI 2007: Kelangsungan Pemakaian
Kontrasepsi. Jakarta: BKKBN.
Hussain, R, dkk. 2012. Intended and Unintended Pregnancies Worldwide in 2012
and Recent Trends (dalam Jurnal Kehamilan Tidak Diinginkan di
Indonesia: Analisis Data Sekunder Riskesdas, 2013).
Pranata, S Sadewo. 2012. Kejadian Keguguran, Kejadian Tidak Direncanakan,
dan Pengguguran di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan
15(2): hlm. 180-192.

22

Anda mungkin juga menyukai