Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI

Dosen pengampuh : Oktavianis S.ST., M.Biomed

Kelompok II:

Indah Afrillia

Yasrida Fitria

PROGRAM STUDI MEGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS FORT DE KOCK

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun

Makalah mata kuliah Kesehatan Reproduksi

Selama penyusunan Makalah ini tidak lepas dari peran dan dukungan

berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan

terimakasih kepada bapak/ibu dosen pengampuh mata kuliah dan teman – teman

kelompok yang sudah berperan dalam pembuatan makalah. Penulis menyadari

bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun demi

kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat untuk menambah wawasan

dan ilmu pengetahuan.

Bukittinggi, Februari 2022

penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR........................................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................................... 1

C. Tujuan................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Reproduksi ...................................................................... 3

B. Faktor Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi.................................. 3

1. Faktor Demografi - Ekonomi................................................ 3

2. Faktor Budaya dan Lingkungan ........................................... 4

3. Faktor Psikologis................................................................... 4

4. Faktor Biologis...................................................................... 4

C. Hubungan Kemiskinan dengan Kesehatan Reproduksi.................... 4

D. Pelayanan Pada Ibu Hamil................................................................ 5

ii
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................... 10

B. Saran ................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi adalah keadaan fisik yang lengkap, mental dan
kesejahteraan sosial dan bukan hanya karena tidak adanya kelemahan atau
penyakit, tetapi mencakup semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi,
fungsi reproduksi dan proses reproduksi.
Data dari Unicef tahun 2013, masih terdapat banyak anak gadis atau
lebih tepatnya anak-anak perempuan yang menikah sebelum mencapai umur 18
tahun. Prevalensi tersebut di tentukan berdasarkan pada prosentase perempuan
berumur 20-24 tahun yang sudah menikah sebelum mereka berumur 18 tahun.
Pernikahan anak hingga saat ini masih menjadi persoalan serius secara
global. Data UNICEF menyebut di tahun 2010, 60% anak perempuan di dunia
menikah di usia kurang dari 18 tahun. Sementara di Indonesia, sebanyak 34,5%
anak perempuan menikah dibawah usia 19 tahun. Selain belum selarasnya satu
peraturan dengan peraturan lain, UU Perlindungan Anak, UU Perkawinan juga
Konvensi Hak Anak dan Konvensi Anti Diskriminasi terhadap Perempuan
yang telah dirativikasi Pemerintah Indonesia, faktor ekonomi, interprestasi
terhadap ajaran agama dan masih kuatnya budaya patriarkhi menjadi penyebab
terjadi dan tingginya praktik pernikahan anak. Disamping pada putusnya akses
pendidikan, pernikahan anak juga berdampak secara psikologis, ekonomi dan
kesehatan reproduksi.
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab perkawinan anak. Anak
perempuan perdesaan dari keluarga miskin yang tidak mendapat pendidikan
kesehatan reproduksi, rentan menjadi korban perkawinan anak dan melahirkan
anak stunting.
Sedangkan dampak stunting bagi pertumbuhan penduduk tidak langsung
terjadi dalam jangka pendek melainkan jangka panjang. Subandi menjelaskan
2

bahwa Balita dengan stunting menurunkan produktivitas sumber daya manusia


ketika berada pada usia produktif.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana Kesehatan Reproduksi
2. Bagaimana faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi
3. Bagaimana hubungan kemiskinan dengan kesehatan reproduksi
4. Bagaimana pelayanan kesehatan pada ibu hamil

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Kesehatan reproduksi
2. Untuk mengetahui faktor yang mempenfaruhi kesehatan reproduksi
3. Untuk mengetahui pelayanan kesehatan ibu hamil
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Kesehatan Reproduksi
Konsep Kesehatan Reproduksi menggunakan pendekatan siklus
kehidupan perempuan (life-cycle-approach) atau pelayanan kesehatan
reproduksi dilakukan sejak dari janin sampai liang kubur (from womb to tomb)
atau biasa juga disebut dengan “Continuum of care women cycle“. Kesehatan
reproduksi menggunakan pendekatan sepanjang siklus kehidupan perempuan
hal ini disebabkan status kesehatan perempuan semasa kanak kanak dan remaja
mempengaruhi kondisi kesehatan saat memasuki masa reproduksi yaitu saat
hamil, bersalin, dan masa nifas. Hambatan sosial, budaya, dan ekonomi yang
dialami sepanjang hidup perempuan merupakan akar masalah yang mendasar
yang menyebabkan buruknya kesehatan perempuan saat hamil, bersalin, dan
masa nifas. Tingkat pendidikan, kualitas dan kuantitas makanan, nilai dan
sikap, sistem kesehatan yang tersedia dan bisa diakses, situasi ekonomi, serta
kualitas hubungan seksualnya mempengaruhi perempuan dalam menjalankan
masa reproduksinya.
B. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi. Faktor-
faktor tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat
golongan yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi, yaitu:
1. Faktor Demografis - Ekonomi
Faktor ekonomi dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi yaitu
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi, usia pertama melakukan
hubungan seksual, usia pertama menikah, usia pertama hamil. Sedangkan
faktor demografi yang dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi adalah
akses terhadap pelayanan kesehatan, rasio remaja tidak sekolah ,
lokasi/tempat tinggal yang terpencil.
4

2. Faktor Budaya dan Lingkungan


Faktor budaya dan lingkungan yang mempengaruhi praktek tradisional yang
berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak
banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan
anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain,
pandangan agama, status perempuan, ketidaksetaraan gender, lingkungan
tempat tinggal dan cara bersosialisasi, persepsi masyarakat tentang fungsi,
hak dan tanggung jawab reproduksi individu, serta dukungan atau komitmen
politik
3. Faktor Psikologis
Sebagai contoh rasa rendah diri (“low self esteem“), tekanan teman sebaya
(“peer pressure“), tindak kekerasan dirumah/ lingkungan terdekat dan
dampak adanya keretakan orang tua dan remaja, depresi karena ketidak
seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang
membeli kebebasan secara materi.
4. Faktor Biologis
Faktor biologis mencakup ketidak sempurnaaan organ reproduksi atau cacat
sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual,
keadaan gizi buruk kronis, anemia, radang panggul atau adanya keganasan
pada alat reproduksi. Dari semua faktor yang mempengaruhi kesehatan
reproduksi diatas dapat memberikan dampak buruk terhadap kesehatan
perempuan, oleh karena itu perlu adanya penanganan yang baik, dengan
harapan semua perempuan mendapatkan hak-hak reproduksinya dan
menjadikan kehidupan reproduksi menjadi lebih berkualitas.
C. Hubungan Kemiskinan dengan Reproduksi dan Kesehatan Anak
Kemiskinan adalah suatu keadaan kekurangan yang absolut (tiadamya
kebutuhan pokok untuk bertahan hidup). Kemiskinan yang absolut dari mereka
yang tidak punya apa – apa, orang yang hidupnya senantiasa ditengah bahaya
berupa kekurangan sumber daya pokok untuk bertahan hidup.
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab perkawinan anak. Anak
perempuan perdesaan dari keluarga miskin yang tidak mendapat pendidikan
5

kesehatan reproduksi, rentan menjadi korban perkawinan anak dan melahirkan


anak stunting.
Sedangkan dampak stunting bagi pertumbuhan penduduk tidak langsung
terjadi dalam jangka pendek melainkan jangka panjang. Balita dengan stunting
menurunkan produktivitas sumber daya manusia ketika berada pada usia
produktif.
Hasil penelitian dari Wulandari dan Sarwititi Sarwoprasodjo memperkuat
bahwa status ekonomi keluarga terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap
motif menikah dini dan menunjukkan bahwa setiap kenaikan status ekonomi
keluarga akan menurunkan rata-rata motif menikah dini. Hasil analisis tersebut
sejalan dengan data yang diperoleh di lapangan, yakni sekitar 80 persen
responden berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah
dengan pengeluaran keluarga rata-rata sekitar kurang dari Rp1.360.000
perbulan. Status ekonomi tersebut sebenarnya berkaitan dengan tingkat
pendidikan remaja dimana sekitar 66.6 persen responden hanya berpendidikan
hingga SLTP saja, itu pun tidak seluruh responden berstatus tamat SLTP.
Sekitar 23.3 persen responden hanya menempuh pendidikan hingga kelas dua
SLTP saja. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan orangtua dalam
membiayai pendidikan responden, sehingga responden secara terpaksa putus
sekolah dan lebih memilih menikah untuk menghindari hal-hal yang tidak
diharapkan.

D. Pelayanan Kepada Ibu Hamil


Pelayanan antenatal adalah pelayanan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai standar pelayanan antenatal
yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) (Kementrian
Kesehatan, 2012). Pelayanan antenatal adalah suatu program yang terencana
berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil untuk
memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan
memuaskan. Tujuan antenatal adalah untuk menjaga kesehatan ibu selama
kehamilan, persalinan dan nifas serta menjaga agar bayi yang dilahirkan sehat,
6

memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan dan merencanakan


penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko tinggi serta
menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin perinatal (Klara, 2014).
Tujuan khususnya adalah : a. Menyediakan pelayanan antenatal terpadu,
komprehensif dan berkualitas, termasuk konseling kesehatan dan gizi ibu
hamil, konseling KB dan pemberian ASI. b. Menghilangkan “missed
opportunity” pada ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan antenatal terpadu,
komprehensif, dan berkualitas. c. Mendeteksi secara dini kelainan / penyakit /
gangguan yang diderita ibu hamil. d. Melakukan intervensi terhadap
kelainan/penyakit/gangguan pada ibu hamil sedini mungkin. e. Melakukan
rujukan kasus ke fasiltas pelayanan kesehatan sesuaidengan sistem rujukan
yang ada.
Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus
memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri dari:
1. Timbang berat badan Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan
antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan
janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama
kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan
adanya gangguan pertumbuhan janin.
2. Ukur lingkar lengan atas (LiLA). Pengukuran LILA hanya dilakukan pada
kontak pertama untuk skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis
(KEK). Kurang energy kronis disini maksudnya ibu hamil yang
mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa
bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK
akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
3. Ukur tekanan darah. Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan
antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah
e”140/90 mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai
edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria)
4. Ukur tinggi fundus uteri Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali
kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai
7

atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan
umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin.Standar
pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.
5. Hitung denyut jantung janin (DJJ) Penilaian DJJ dilakukan pada akhir
trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat
kurang dari 120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit menunjukkan
adanya gawat janin.
6. Tentukan presentasi janin Menentukan presentasi janin dilakukan pada
akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan
antenatal.Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika,
pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin
belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau
ada masalah lain.
7. Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT) Untuk mencegah terjadinya tetanus
neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak
pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi TT-nya. Pemberian
imunisasi TT pada ibu hamil, disesuai dengan status imunisasi ibu saat ini.
8. Beri tablet tambah darah (tablet besi), Untuk mencegah anemia gizi besi,
setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama
kehamilan diberikan sejak kontak pertama.
9. Periksa laboratorium (rutin dan khusus) Pemeriksaan laboratorium
dilakukan pada saat antenatal meliputi:
a. Pemeriksaan golongan darah, Pemeriksaan golongan darah pada ibu
hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu
melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang
sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawat daruratan.
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb) Pemeriksaan kadar
hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester
pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk mengetahui ibu hamiltersebut menderita anemia atau tidak
8

selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi


proses tumbuh kembang janin dalam kandungan.
c. Pemeriksaan protein dalam urin Pemeriksaan protein dalam urin pada
ibu hamil dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada
ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya
preeclampsia pada ibu hamil.
d. Pemeriksaan kadar gula darah. Ibu hamil yang dicurigai menderita
Diabetes Melitus harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama
kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada
trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga (terutama pada akhir
trimester ketiga).
e. Pemeriksaan darah Malaria Semua ibu hamil di daerah endemis
Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining
pada kontakpertama.Ibu hamil di daerah non endemis Malaria
dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.
f. Pemeriksaan tes Sifilis Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah
dengan risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan
Sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.
g. Pemeriksaan HIV Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan
risiko tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV.
Ibu hamil setelah menjalani konseling kemudian diberi kesempatan
untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV.
h. Pemeriksaan BTA Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang
dicurigai menderita Tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi
Tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin. Selain
pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan.
10. Tatalaksana/penanganan Kasus Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di
atas dan hasil pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan
9

padaibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan


tenaga kesehatan.
10

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab perkawinan anak. Anak
perempuan perdesaan dari keluarga miskin yang tidak mendapat pendidikan
kesehatan reproduksi, rentan menjadi korban perkawinan anak dan
melahirkan anak stunting. Sedangkan dampak stunting bagi pertumbuhan
penduduk tidak langsung terjadi dalam jangka pendek melainkan jangka
panjang. Subandi menjelaskan bahwa Balita dengan stunting menurunkan
produktivitas sumber daya manusia ketika berada pada usia produktif.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Hana Ike Dameria Purba, DKK. Studi Kebijakan, Perencanaan Dan Pelaksanaan

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3rs) Di Rumah Sakit

Umum (Rsu) Mitra Sejati Medan Tahun 2018 Jurnal Mutiara Kesehatan

Masyarakat, 2018; 3 (2): 113-124

Galis Olii, DKK. Gambaran Penerapan Standar Pelayanan Keselamatan Dan

Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3rs) Di Rsud Datoe Binangkang

Kabupaten Bolaang Mongondow, Jurnal KESMAS, Vol. 8, No. 6, Oktober

2019

file:///D:/S2%20KESMAS/kesling%20&%20kesker/Infodatin-K3.pdf

file:///D:/S2%20KESMAS/kesling%20&%20kesker/Kesehatan-dan-Keselamatan-

Kerja-Komprehensif.pdf

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1087 / Menkes / Sk /

Viii / 2010 Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit.

Link : file:///D:/S2%20KESMAS/kesling%20&%20kesker/kmk-no-1087-

2010-ttg-standar-k3rs(1).pdf

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit. Link :

file:///D:/S2%20KESMAS/kesling%20&%20kesker/Permenkes

%20Nomor%2066%20Tahun%202016.pdf
12

Anda mungkin juga menyukai