Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SOSIAL BUDAYA

“Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Sehat Dalam Kaitannya dengan
Status Kesehatan Ibu, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah dan Keluarga”

Dosen pembimbing:

Rizky Dwiyanti Y S.Psi.,SST.,M.KM

Disusun oleh :

Cintya Wahyuriani I (1540118005)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PRODI DIII KEBIDANAN

KRIKILAN – GLENMORE - BANYUWANGI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Sehat Dalam Kaitannya dengan
Status Kesehatan Ibu, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah dan Keluarga”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai salah satu metode
pembelajaran bagi mahasiswa-mahasiswi Sekolah Tinggi D III Kebidanan Rustida Krikilan.
Terima kasih kepada:

1. Ibu ketua prodi D III Kebidanan Rizky Dwiyanti Y S.Psi.,SST.,M.KM


2. Ibu Rizky Dwiyanti Y S.Psi.,SST.,M.KM selaku dosen pembimbing
3. Teman-teman yang membantu terselesaikannya makalah ini.

Adapun makalah ini kami susun berdasarkan pengamatan kami dari buku. Dalam
penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dai adanya bantuan pihak tertentu. Oleh karena
itu, kami tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu kami menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya
serta jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, harapan kami agar tulisan ini dapat diterima
dan dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalh ini.

Krikilan, 20 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
C. Tujuan.............................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................
A. Pengaruh aspek sosial budaya dengan status kesehatan ibu ..........................................
B. Pengaruh aspek sosial budaya dengan status kesehatan bayi.........................................
C. Pengaruh aspek sosial budaya dengan status kesehatan balita.......................................
D. Pengaruh aspek sosial budaya dengan status kesehatan anak pra sekolah ....................
E. Pengaruh aspek sosial budaya dengan status kesehatan keluarga..................................
BAB III PENUTUP..............................................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selain angka kematian, masalah kesehatan ibu, bayi, balita, anak pra sekolah,
dan keluarga juga menyangkut angka kesakitan atau morbiditas. Penyakit-penyakit
tertentu seperti ISPA, diare dan tetanus yang sering diderita oleh bayi dan anak cakap
kali berakhir dengan kematian. Demikian pula dengan penyakit-penyakit yang
diderita oleh ibu hamil seperti anemia, hipertensi, hepatitis dan lain-lain dapat
membawa resiko kematian ketika akan sedang atau setelah persalina. Program-
program pembangunan kesehatan di Indonesia ditunjukkan pada penanggulangan
masalah-masalah kesehtan ibu dan anak. Pada dasarnya program-program tersebut
lebih menitik beratkan pada upaya-upaya penurunan angka kematian bayi dan anak,
angka kelahiran kasar. Namun tidak demikian angka kematian ibu (MMR) yang
selama dua dekade ini tidak menunjukkan penurunan yang berarti. Baik masalah
kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari
faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan didalam masyarakat dimana mereka
berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat
antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktauan, seringkali
membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatn ibu dan anak.
Misalny, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana pean
kebudaaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan
tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan
akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman pengaruh aspek sosial budaya dengan status kesehatan pada ibu?
2. Bagaiman pengaruh aspek sosial budaya dengan status kesehatan pada bayi?
3. Bagaiman pengaruh aspek sosial budaya dengan status kesehatan pada balita?
4. Bagaiman pengaruh aspek sosial budaya dengan status kesehatan pada anak pra
sekolah?
5. Bagaiman pengaruh aspek sosial budaya dengan status kesehatan pada keluarga?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswi mampu mengetahui pengaruh aspek sosial pada ibu, bayi, balita,
anak pra sekolah, dan keluarga
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswi mampu mengetahui pengaruh aspek sosial pada ibu
b. Agar mahasiswi mampu mengetahui pengaruh aspek sosial pada bayi
c. Agar mahasiswi mampu mengetahui pengaruh aspek sosial pada balita
d. Agar mahasiswi mampu mengetahui pengaruh aspek sosial pada anak pra
sekolah
e. Agar mahasiswi mampu mengetahui pengaruh aspek sosial pada keluarga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengaruh Aspek Sosial Budaya Pada Ibu


Aspek sosial utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di
Indonesia adalah masih tingginya angka persallinan memghadapi masalah ini maka
pada bula me 1988 dicanangkan proses Motherhood yang mempuyai prioritas pada
peningkatan pelayanan kesehatan wanita terutama pada masa kehamilan, persainan,
dan pasca persalinan.
1. Perawatan kehamilan
Perawatan kehamian merupakan salah satu faktor yang amat perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadina komplikasi dan kematian ketika
persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin.
2. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ANC)
Memahami perilaku perawatan kehamilan adalah penting untuk menetahui
dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Pada berbagai kalangan masyarakat di
Indonesia masih banyak ibu-ibu menganggap kehamilan sebagai hal ang biasa,
alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara
rutin ke bidan atau dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari
pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-
faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru
diketahui saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat
dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.
3. Menikah usia muda
Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan
permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga
oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah
pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya prefensi terhadap jenis kelamin
anak khusuna pada beberapa sku yang menyebabkan istri mengalami kehamilan
yang berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu
mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan.
4. Gizi wanita hamil dengan kebudayaan
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah
masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan
pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat
dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap
kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurag gizi pada wanita
hamil cukup tinggi terutama daerah pedesaan. Di Jawa Tengah, ada kepercayaan
hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantangan
makanan daging karena akan menebabkan perdarahan yang banyak. Tentunya
hal ini sangat mempengaruhi daa tahan dan kesehatan bayi. Selai itu, larangan
untuk memakan buah-buahan, seperti pisang, nanas, ketimun dan lain-lain bagi
wanita hami juga dianut oleh beberapa masyarakat terutama masyarakat di
daerah peesaan.
5. Ibu hamil lebih mempercayyai dukun beranak
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu
hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan
selamat atau kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini
mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong
persalinan, keterjangkauan penolong persalinan, keterjangkauan dan
ketersediaan pelayanan kesehatan, kemapuan penolong persalinan sampai sikap
keluarga dalam menghadapi keadaan gawat. Di daerah pedesaan, kebanyakan
ibu hamil masih mempcayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang
biasanya dilakukan dirumah. Bebrapa penelitian yang pernah dilakukan
mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun
yang dapat membahayakan ibu. Menunjukkan beberapa tindakan yang
membahayakan si ibu seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan minyak
kelapa untuk memperlancar persalinan). “Kodok” (memasukkan tangan
kedalam vagina dan uterus untuk mengeluarkan plasenta) atau “nyanda” (setelah
persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandarkan kaki diluruskan keepan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya
disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat biaya murah,
mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan
kelahiran anak serta merawat ibu dan bai sampai 40 hari. Disamping itu juga
masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun
sudah banyak dukun beranak yang dilatih, naun praktek-praktek tradisional
tertentu masih dilakukan. Interaksi antara kondisi kesehtan ibu hamil dengan
kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu
kematian atau bertahan hidup. Secara medis penyebab klasik kematian ibu
akibat melahirkan adalah perdarahan infeksi dan eklamsia. Kondisi-kondisi
tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal
bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak
hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor
keterlambatan pengambilan keputusan keluarga. Umumnya, terutama di daerah
pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus
dengan persetujuan kerabat yang lebih tua atau keputusan berada di tangan
suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi.
6. Jauhnya pelayanan kesehatan
Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat
menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang
pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi
keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor
geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup
jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana
ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang
mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor
geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan
juga oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa
segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.
7. Anjuran – anjuran pasca melahirkan
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih
diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini
biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada
makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi
ASI ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat
mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang
dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan
kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk
mengembalikan rahim ke posisi semulamemasukkan ramuan-ramuan seperti
daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan
cairan yang keluar karena proses persalinanatau memberi jamu tertentu untuk
memperkuat tubuh
B. Aspek Sosial Budaya Pada Bayi
1. Tradisi Pemberian Makanan Pada Bayi
Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
bayi adalah makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-
aturan yang menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang
seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah
tangga, sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi
tertentu. Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan
untuk mengkonsumsi makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari
nafkah berhak mendapat jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang
lebih baik daripada anggota keluarga yang lain atau anak laki-laki diberi makan
lebih dulu daripada anak perempuan. Walaupun pola makan ini sudah menjadi
tradisi ataupun kebiasaan,namun yang paling berperan mengatur menu setiap
hari dan mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah ibudengan kata lain
ibu mempunyai peran sebagai gate- keeper dari keluarga.
2. Masa pemberian ASI
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi
budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan
pada bayi yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh,
pemberian ASI menurut konsep kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan
selama 2 (dua) tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat
sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun.
Namun, pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin selain
memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu)
kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa
apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara
pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi
bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula kebiasaan
memberi roti, pisang, nasi yangsudah dilumatkan ataupun madu, teh manis
kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Demikian pula halnya dengan
pembuangan colostrum (ASI yang pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat
tradisional, colostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tak baik
diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada
yang menganggap bahwa colostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan
masuk angin pada bayi. Sementara, colostrum sangat berperan dalam
menambah daya kekebalan tubuh bayi.
3. Pola Pemberian ASI
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan
permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI,
namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak
sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada
kesehatan dan pertumbuhan bayi. Disamping pola pemberian yang salah,
kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap
makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah
melahirkan. Sebagai contoh, pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang
menyusui pantang untuk mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka.
Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk
memakan telur. Adanya pantangan makanan ini merupakan gejala yang hampir
universal berkaitan dengan konsepsi “panas-dingin” yang dapat mempengaruhi
keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air.
Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan
menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur
tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani
pengobatan yang bersifat lebih “dingin” atau sebaliknya. Pada, beberapa suku
bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan
“dingin” sehingga ia harus memakan makanan yang “panas” dan menghindari
makanan yang “dingin”. Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang
hamil
D. Pengobatan dan penyakit
Menurut Foster dan Anderson (1978: 37), masalah kesehatan selalu
berkaitan dengan dua hal yaitu sistem teori penyakit dan sistem perawatan
penyakit. Sistemteori penyakit lebih menekankan pada penyebab sakit, teknik-
teknik pengobatan pengobatan penyakit. Sementara, sistem perawatan penyakit
merupakan suatu institusi sosial yang melibatkan interaksi beberapa orang, paling
tidak interaksi antar pasien dengan si penyembuh, apakah itu dokter atau dukun.
Persepsi terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya.
Penyebab penyakit dapat dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu personalistik
dan naturalistik. Penyakit-penyakit yang dianggap timbul karena adanya intervensi
dari agen tertentu seperti perbuatan orang, hantu, mahluk halus dan lain-lain
termasuk dalam golongan personalistik. Sementara yang termasuk dalam golongan
naturalistik adalah penyakit- penyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti
cuaca, makanan, debu dan lain-lain.
Dari sudut pandang sistem medis moderen adanya persepsi masyarakat yang
berbeda terhadap penyakit seringkali menimbulkan. permasalahan. Sebagai contoh
ada masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami
kejang- kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang
dapat menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh
demam yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan dengan
cara yang tepat dapat menimbulkan kematian.
Kepercayaan-kepercayaan lain terhadap demam dan diare pada bayi
adalah karena bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada
pula yang menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak
disebabkan karena pengaruh udara, yang sering dikenal dengan istilah “masuk
angin”. Karena persepsi terhadap penyebab penyakit berbeda-beda, maka
pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah dianggap bahwa diare
ini disebabkan karena “masuk angin” yang dipersepsikan sebagai “mendinginnya”
badan anak maka perlu diobati dengan bawang merah karena dapat memanaskan
badan si anak.
Sesungguhnya pola pemberian makanan pada anak, etiologi penyakit dan tindakan
kuratif penyakit merupakan bagian dari sistem perawaatan kesehatanumum dalam
masyarakat (Klienman, 1980). Dikatakan bahwa dalam sistem perawatan kesehatan
ini terdapat unsur-unsur pengetahuan dari sistem medis tradisional dan moderen.
Hal ini terlihat bila ada anak yang menderita sakit, maka si ibu atau anggota
keluarga lain akan melakukan pengobatan sendiri (self treatment) terlebih dahulu,
apakah itu dengan menggunakan obat tradisional ataupun obat moderen. Tindakan
pemberian obat ini merupakan tindakan pertama yang paling sering dilakukan
dalam upaya mengobati penykit dan merupakan satu tahap dari perilaku mencari
penyembuhan atau kesehatan yang dikenal sebagai “health seeking behavior”. Jika
upaya ini tidak berhasil, barulah dicari upaya lain misalnya membawa ke petugas
kesehatan seperti dokter, mantri dan lain-lain.

C. Pengaruh Aspek Sosial Budaya Pada Balita


Permasalahan gizi pada balita memberikan dampak yang cukup serius pada
masalah tumbuh kembang anak. Balita dengan malnutrisi cenderung memiliki daya
tahan tubuh yang lemah dan mudah sakit, sehingga kehilangan waktu untuk
mendapatkan stimulasi yang sangat diperlukan pada masa golden periode-nya.
Upaya untuk menangani masalah gizi pada anak sudah diterapkan oleh pemerintah
secara menyeluruh. Namun, masih saja ditemukan anak dengan status gizi buruk
atau kurang. Ini tentunya tidak bisa terlepas dari pengaruh faktor lingkungan dan
praktik pemberian makan pada balita yang kurang tepat.

Praktik pemberian makan pada Balita sangat erat kaitannya dengan


kebiasaan masyarakat secara turun temurun atau budaya yang diterapkan. Faktor
budaya pada lingkungan masyarakat tertentu akan memengaruhi bagaimana cara
seseorang dalam menyikapi kebutuhan kesehatan sehari hari, termasuk bagaimana
menerapkan pola pemberian makan pada anak balita mereka. Hal ini sesuai dengan
teori keperawatan berbasis budaya atau transcultural nursing yang menyebutkan
bahwa budaya, nilai, keyakinan, akan mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang.

Ibu memiliki peran penting dalam pengasuhan anak dan memberikan


asupan makanan bagi anak. Kebiasaan ibu sehari-hari dalam perawatan anak
seringkali mengacu pada budaya masyarakat dimana ibu tersebut tinggal. Salah
satu contoh kebiasaan yang masih ditemukan adalah memberikan makan “lotek”
atau makanan dari nasi yang dilumat dengan pisang pada bayi sebelum waktunya
dan anggapan bahwa anak gemuk adalah anak yang sehat.

Upaya untuk menangani masalah gizi pada anak sudah diterapkan oleh
pemerintah secara menyeluruh. Namun, masih saja ditemukan anak dengan status
gizi buruk atau kurang. Ini tentunya tidak bisa terlepas dari pengaruh faktor
lingkungan dan praktik pemberian makan pada balita yang kurang tepat.

Praktik pemberian makan pada Balita sangat erat kaitannya dengan


kebiasaan masyarakat secara turun temurun atau budaya yang diterapkan. Faktor
budaya pada lingkungan masyarakat tertentu akan memengaruhi bagaimana cara
seseorang dalam menyikapi kebutuhan kesehatan sehari hari, termasuk bagaimana
menerapkan pola pemberian makan pada anak balita mereka. Hal ini sesuai dengan
teori keperawatan berbasis budaya atau transcultural nursing yang menyebutkan
bahwa budaya, nilai, keyakinan, akan mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang.

Ibu memiliki peran penting dalam pengasuhan anak dan memberikan


asupan makanan bagi anak. Kebiasaan ibu sehari-hari dalam perawatan anak
seringkali mengacu pada budaya masyarakat dimana ibu tersebut tinggal. Salah
satu contoh kebiasaan yang masih ditemukan adalah memberikan makan “lotek”
atau makanan dari nasi yang dilumat dengan pisang pada bayi sebelum waktunya
dan anggapan bahwa anak gemuk adalah anak yang sehat.

1. Contoh aspek sosial budaya Madura di pesisir Surabaya pada balita


Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu suku Madura yang tinggal di
daerah pesisir kota Surabaya, yang memiliki balita dengan malnutrisi. Faktor-
faktor berbasis budaya yang diukur dalam penelitian ini adalah faktor pendidikan
dan nilai budaya. Faktor pendidikan terdiri dari pendidikan terakhir dan
pengetahuan ibu, sedangkan faktor nilai budaya terdiri dari keyakinan pemenuhan
gizi dengan tepat, gaya hidup, dan norma di masyarakat. Peneliti memperoleh data
resonden dari posyandu, kemudian peneliti mengunjungi rumah masing-masing
responden untuk memberikan kuesioner penelitian. Faktor nilai budaya
berdasarkan hasil penelitian ini memengaruhi bagaimana praktik pemberian makan
ibu pada balita, terutama pada aspek keyakinan dan gaya hidup terkait budaya,
sedangkan norma masyarakat tidak memengaruhi praktik pemberian makan ibu
pada balita.Keyakinan yang menjadi pegangan secara turun menurun pada
masyarakat berdampak pada pemberian makan pada balita. Responden yang
memiliki anak malnutrisi dalam penelitian ini sebagian besar masih menganut
keyakinan yang kurang tepat dalam memberikan makan pada Balita.Selain
keyakinan masyarakat, gaya hidup juga memberikan kontribusi pada praktik
pemberian makan pada balita sesuai hasil penelitian ini. Gaya hidup merupakan
penerapan dari budaya pemberian makan yang ada pada masyarakat di daerah
pesisir ini.

Ibu dengan hasil penelitian gaya hidup yang kurang tepat cenderung masih
menerapkan kebiasaan pemberian makan pada balita yang kurang tepat. Seperti
masih memberikan lotek pada bayi awal kelahiran dan membiarkan anak balita
mengkonsumsi makanan dengan kandungan gizi yang kurang sesuai. Kebudayaan
mempengaruhi keyakinan dan membentuk gaya hidup seseorang, yang kemudian
dapat mengendalikan seseorang dalam bersikap dan berperilaku. Sehingga,
diperlukan pendidikan kesehatan yang berfokus pada aspek budaya masyarakat
yang tinggal di daerah pesisir.

D. Pengaruh Aspek Sosial Budaya Pada Anak Pra Sekolah


Aspek tumbuh kembang pada anak prasekolah dewasa ini adalah salah satu
aspek yang diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut
merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, baik
secara fisik maupun psikososial. Namun, sebagian orang tua belum memahami hal
ini, terutama orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi
yang relatif rendah. Mereka menganggap bahwa selama anak tidak sakit, berarti
anak tidak mengalami masalah kesehatan termasuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Sering kali para orang tua mempunyai pemahaman bahwa
pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian yang sama ( Nursalam,
2005).
Berikut ini merupakan mitos yang berkembang berkaitan dengan tumbuh kembang
anak prasekolah:
1. Setiap anak yang mengalami diare, demam dan rewel biasanya oleh orang tua
sering mengaitkannya dengan perubahan tumbuh kembang anak tersebut.
Contohnya : Tumbuhnya gigi, mulai belajar berjalan, mulai belajar berbicara
2. Jika anak mengalami step atau demam tinggi biasanya orang tua yang masih
kental dengan adat dan budayanya sering menyikapi hal tersebut dengan
mengibaskan sapu ijuk dimuka anak tersebut

E. Pengaruh Aspek Sosial Budaya Pada Keluarga


Sebagaimana kita keahui bbahwa masyarakat Indonesia terdiri dari banyak
suku bansa ang mempunyai akar budaya yang beranekaragam. Lingkungan budaya
tersebut sangat mempengaruhi tingkah laku manusia yang memiliki budaya tersebt,
sehingga dengan beraneka ragam budaya, menimbukan variasi dalam perilaku
manusia dalam segala hal, termasuk dalam perilaku kesehatan. Dengan masalah
tersebut maka petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehtan kepada
masyarakat denga latar budaya yang beranekaragam, perlu sekali mengetahui
budaya dan masyarakat yang dilayani nya, agar pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada masyarakat akan memberikan hasil yang optimal yaitu
meningkatkan kesehatan masyarakat. Manusia adalah mahluk sosial yang dalam
kehidupannya tidak bisa hidup sendiri sehingga membentuk kesatuan hidup yang
dinamakan masyarakat. Dengan definis tersebut ternyata pengertian masyarakat
masih dirasakan luas dan bastrak sehingga u tukk lebih konkret maka ada beberapa
unsur masyarakat, unsur masyarakat dibagi 2 bagian yaitu:
1. Kesatuan sosial dan
2. Pranata sosial
Menurut G.M aspek budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang antara
lain:
1. Tradisi
Ada beberapa tradisi dalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadip
kesehatan masyarakat, misalnya di New Guinea, pernah tejadi wabah penyakit
kuru penyakit ini menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus
penderita hanya terbatas pada anak-anak dan wanita setelah dilakukan penelitian
ternyata penyakit ini menyebar karena adanya tradisi kanibalisme.
2. Sikap fatalism
Hal ini adalah sikap fatilism yang juga mempengaruhi perilaku kesehtan
beberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok yang beberapa percaya
bahwa anak adala titipan Tuhan, dan sakit atau mati itu adalah takdir, sehingga
masyarakat kurang berusaha untuk mencari pertolongan pengobatan bagi
anaknya ang sakit, atau menyelamatkan seseorang dari kematian.
3. Pengaruh norma terhadap perilaku kesehatan
Seperti halnya dengan rasa bangga terhadap statusnya norma dimasyarkat sangat
mempegaruhi perilaku kesehatan dari anggota masyarakatnya yang mendukung
norma tersebut. Sebagai contoh, untuk menurunkan angka kematian ibu dan
bayi banyak mengalami hambatan karena adanya norma yang melarang
hubungan antara dokter sebagai pemmberi pelayanan dengan ibu hamil sebagai
pengguna layanan.
BAB III
PENUTUP
A. Penutup
Untuk mencapai status kesehatan yang baik, fisik, mental, maupun kesejahteraan,
sosial, setiap individu atau kelompok harus mengidentifikasi setiap aspirasi untuk
memenuhi kebutuhan, untuk mengubah atau mengantisipasi keadaan lingkungan
agar menjadi lebih baik. Kesehatan, sebagai sumber kehidupan sehari-hari, bukan
sekedar tujuan hidup. Kesehatan merupakan konsep yang positif yang menekan
pada sumber-sumber sosial, budaya, dan personal.

B. SARAN
Melihat kondisi kesehatan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, maka
perlu peran aktif semu pihak dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat.
Penyedia layanan kesehatan, masyarakat, pemerintah dan perusahaan perlu
menjabarkan peta jalan pengmbangan kesehatan masyarakat secara terpadu dan
berkelanjutan. Kerjasama dalam merumuskan dan mengembangkan program
kesehatan masyarakat sesuai karakteristik daerah setempat sehingga tahap
perubahan menuju masyarakat sehat dalam pengelolaan kesehatan masyaratak
menjadi bagian kesadaran dan pengatahuan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
https://emirzamsevty16.wordpres.com/2015/03/03/aspek-sosial-dalam-kesehatan-ibu-dan-
anak/
https://news.unair.ac.id/2019/08/07faktor-budaya-pengaruhi-nutrisi-pada-balita/
https://id.scribd.com/doc/145406677/Makalah-Aspek-Sosial-Budaya-Yang-Mempengaruhi-
Kesehatan-Dalam-Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai