Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“RESISTENSI SOSIAL TERHADAP KAWASAN AGROPOLITAN”

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

HASDI (52105046)

ST.AISYAH JAM’AR (52105019)

ALFI KHAERIA (52105053)

NITA AYU ANSARI (52105001)

IRENA ANERI TRIRBO (52105012)

GEOFANI T YUSTEN (52105031)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS PANCA SAKTI MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2022-2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar 15 november 2022

penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

pengembangan kawasan Agropolitan sebagai acuan untuk


pengembangan,lemahnya koordinasi dan komunikasi antar anggota tim
koordinasi sehingga tujuan dan sasaran pengembangan program kurang
diketahui oleh anggota tim koordinasi serta belum tersusunnya SOP
pengembangan kawasan sehingga masih terlihat egosektoral dalam penentuan
program pengembangan,pengembangan kawasan belum sepenuhnya dapat
diimplementasikan dengan baik yang disebabkan kurangnya sosialisasi program
sehingga menyebabkan sikap resisten petani terhadap beberapa program
pengembangan, tidak dil333k4ibatkannya petani dalam perumusan program
sehingga petani kurang memiliki komitmen dalam melaksanakan program
pengembangan.

Pembangunan di seluruh sektor kehidupan merupakan salah satu upaya


pemanfaatan potensi dan kekayaan alam Indonesia yang hasilnya, diharapkan,
dapat dinikmati oleh setiap masyarakat Indonesia secara merata. Untuk itu,
pembangunan semestinya dapat dilaksanakan secara merata di seluruh penjuru
negeri ini sehingga pembangunan dapat menyentuh sampai ke daerah
perdesaan, terpencil, pelosok, hingga kawasan perbatasan. Namun, dalam
pelaksanaannya, pembangunan lebih difokuskan pada wilayah perkotaan.
Pembangunan berjalan demikian pesat di sejumlah kota dan menjadikan kota
tersebut sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya.
Ketidakberhasilan dalam pemerataan pembangunan ini, tentu saja akan
menimbulkan kesenjangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Hal inilah
yang memicu terjadinya percepatan urbanisasi di Indonesia hingga sampai pada
tingkat urbanisasi yang tidak terkendali. Akibat percepatan urbanisasi, sektor
pertanian menjadi terdesak sehingga menurunkan produktivitas
pertanian.Pembangunan yang berorientasi pertumbuhan (growth) telah
membawa sejumlah perubahan yang cukup signifikan. Angka pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan sejumlah prestasi pun banyak yang diraih. Masyarakat
miskin semakin banyak, meningkatnya pengangguran, arus urbanisasi yang
tinggi, beban hutang luar negeri yang semakin meningkat dan berbagai
ketimpangan baik ketimpangan pembangunan maupun ketimpangan pendapatan
merupakan hasil akhir yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan itu sendiri.
Terdapat persoalan yang sebenarnya memerlukan penanganan serius dan
sangat penting, yakni adanya kesenjangan antar desa-kota (khususnya antara
sektor pertanian dan industri) serta kesenjangan antar daerah. Wilayah
pedesaan sebagai sentra produksi pertanian mengalami ketertinggalan
sedangkan kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi mengalami pembangunan
yang cepat. Di wilayah pedesaan terdapat kantong-kantong kemiskinan yang
menjadi akar kemiskinan pada wilayah perkotaan. Peran antara desa dan kota
dalam perekonomian sama pentingnya. Wilayah pedesaan mempunyai peranan
dalam kegiatan utama pertanian, termasuk dalam penyediaan sumber daya
untuk industri dalam perkotaan.Sementara perkotaan mempunyai peranan
sebagi pusat pertumbuhan ekonomi melalui industri dan jasa. Daerah pedesaan
mengalami kekurangan sumber daya karena aliran sumber daya ke daerah
perkotaan yang tidak seimbang, baik itu sumber daya alam, tenaga kerja dan
sumber daya modal. Pembangunan lebih terfokus pada daerah perkotaan
(industri) dan pada akhirnya daerah pedesaan (pertanian) menjadi semakin
tertinggal,Ketika si petani kaya lewat,  penduduk desa menundukkan badan
seakan menghormat seraya diam-diam kentut.

Namun semua fenomena ini sesungguhnya tidak menjelaskan mengapa


para petani ini tidak memberontak? Scott memberikan setidaknya dua
penjelasan.

1. bekerjanya hegemoni. Kaum kaya ini berkuasa secara hegemonik.


Mereka tidak saja menguasai basis material namun juga simbolik. Mereka
tidak hanya menguasai tanah dan produksi padi, tetapi juga menjadi
penguasa agama dan kebudayaan (perguruan pencak silat, misalnya).
2. kesadaran palsu. Sebagaimana pemikiran Marxian, pemberontakan dapat
dicegah ketika kaum yang tertindas gagal mengenali kondisi-kondisi
obyektif yang membuat mereka menderita. Kesadaran palsu ini adalah
kabut yang disebabkan oleh mitos-mitos ntele dan doktrin keagamaan.
Orang dibuat menerima nasib apa adanya.Intinya, masyarakat petani
tidak diatur oleh moral atau norma. Masyarakat diatur oleh kepentingan-
kepentingan yang rasional. Dengan cara itu masyarakat mengatasi
ntelect kolektifnya.

Perdebatan antara pendekatan moral/normative dengan pendekatan rasional


ini kemudian menjadi klasik dalam ilmu-ilmu ntele.Para penduduknya hidup
bebas dari negara. Mereka menghindari negara khususnya untuk dua hal: pajak
dan wajib militer (conscription). Strategi untuk menghindar dari negara inilah
yang menjadi fokus penelitian Scott. Dia menunjukan bahkan pilihan makanan,
dan dengan demikian pilihan jenis tanaman, adalah untuk menghindar dari
negara. Suku-suku pegunungan ini juga menghindar untuk memiliki huruf yang
mungkin akan mengintegrasikan mereka dengan negara.

Perjalanan intelektual dan akademis Scott sangat panjang. Namun selalu


saja satu tema besar muncul dari setiap karyanya. Menurut saya, itu adalah
dominasi dan bagaimana resistensi terhadapnya. Scott selalu menunjukkan
ruang untuk melakukan resistensi. Seringkali itu tidak dilakukan secara terbuka
dan konfrontatif. Ia biasa dilakukan secara anonim dan dalam kegelapan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. kerangka konsep

B. Kebijakan Kawasan Agropolitan


Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Pengembangan
Kawasan Agropolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian
yang dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang
ada, yang utuh dan menyeluruh, berdaya saing, berbasis kerakyatan,
berkelanjutan, dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat,
dan difasilitasi oleh pemerintah. Secara umum tujuan pengembangan
kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah
dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong
berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing
berbasis kerakyatan berkelanjutan (tidak merusak lingkungan) dan
terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan
Masyarakat) di kawasan agropolitan.
Dalam kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan (PKA)
yang menjadi target group atau kelompok sasaran adalah para
masyarakat pelaku agribisnis dan petani yang memiliki pengaruh yang
sangat signifikan dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan (PKA).
Pengembangan Kawasan Agropolitan yang sepenuhnya
memanfaatkan potensi lokal merupakan konsep Agropolitan yang sangat
mendukung perlindungan dan pengembangan budaya sosial lokal. Sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),
pengembangan Kawasan Agropolitan haruslah mendukung
pengembangan kawasan andalan. Oleh karena itu, pengembangannya
tidak bisa terlepas dari pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan di
tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Sementara itu, kondisi negeri ini
sangat memungkinkan untuk dikembangkannya Kawasan Agropolitan.
Kondisi yang dimaksud adalah adanya ketersediaan lahan pertanian dan
tenaga kerja yang murah di Indonesia. Menurut Murty et al., (2016)
implementasi pengembangan kawasan agropolitan adalah tersusunnya
masterplan kawasan dan respon masyarakat serta adanya resistensi
petani. Sebagian besar petani juga telah memiliki kemampuan (skills) dan
pengetahuan (knowledge) yang didukung oleh keberadaan jaringan
sektor hulu dan hilir serta kesiapan institusi. dalam Penelitian kawasan
agropolitan cukup berhasil untuk mendapatkan gambaran kondisi spasial
dengan menggunakan algoritma penataan ruang secara objektif dengan
metode ANN model MLP (Priyadi et al, 2020)
C. Resistensi sosial
resistensi telah menjadi trend dalam menelaah kasus-kasus yang
mudah diamati serta bersifat empiris. Bagi para peneliti sosial, resistensi
dianggap berciri kultural, sebab ia mucul melalui ekspresi serta tindakan
keseharian masyarakat. Analisa resistensi sendiri terhadap suatu
fenomena banyak melihat hal-hal yang ada dalam keseharian masyarakat
baik berupa kisahkisah, tema pembicaraan, umpatan, serta pujian dan
perilaku yang lainnya sehingga resistensi menjadi gayung bersambut
dalam keilmuan sosial. Hall menegaskan bahwa resistensi bukan suatu
kualitas tindakan yang tetap melainkan sebagai sesuatu yang relasional
dan kunjungtural. Artinya resistensi tidak dipahami sebagai sesuatu yang
tunggal dan universal. Resistensi adalah sesuatu yang terbentuk oleh
berbagai repertoar yang maknanya bersifat khas untuk waktu, tempat,
dan hubungan sosial tertentu. Berdasarkan pendapat Hall, maka
pengertian resistensi seharusnya didasarkan pada pemahaman tentang
konteks dan historis masyarakatnya.
Scott (2000: 385- 386) meninjau pengertian resistensi secara
umum yang melihat situasi sebenarnya di masyarakat.
Resistensi diartikan sebagai sesuatu yang bersifat
1. organik, sistematik dan kooperatif.
2. berprinsip tidak mementingkan diri sendiri.
3. berkonsekuensi revolusioner.
4. mencakup gagasan atau maksudmaksud yang meniadakan basis
belakang seputar kehidupan keluarga.
James Scott mengungkapkan bahwa resistensi
memfokuskan pada bentuk-bentuk perlawanan yang benar-benar
ada dan terjadi di sekitar kehidupan seharihari yang digambarkan
secara jelas bagaimana bentuk perlawanan kaum minoritas lemah
yaitu mereka yang tidak memiliki kekuatan dalam melakukan
penolakan terbuka.
Menurut James Scott, terdapat dua bentuk resistensi,yaitu:
a. Resistensi terbuka (protes sosial atau demonstrasi), adalah
bentuk resistensi yang terorganisasi, sistematis, dan
berprinsip. Manifestasi yang digunakan dalam resistensi
merupakan cara-cara kekerasan seperti pemberontakan.
b. Resistensi tertutup (simbolis atau ideologis), merupakan
penolakan terhadap kategori-kategori yang dipaksakan
kepada masyarakat. Misalnya; gossip, fitnah, atau penarikan
kembali rasa hormat kepada pihak penguasa.
Berdasarkan pemaparan di atas, James C. Scott
berpandangan bahwa perlawanan dilakukan karena adanya
penindasan yang terjadi dalam keseharian masyarakat.
Perlawanan digunakan oleh masyarakat yang tertindas
sebagai alat untuk membela hak yang ada pada diri mereka.
Hal tersebut yang menjadi alasan bagi kaum yang merasa
ditindas untuk mempertahankan subsistensi yang sudah ada
dengan cara menolak perubahan yang ditetapkan melalui
gerakan perlawanan. Berikut adalah penjabaran konsep teori
resistensi James C. Scott.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai