Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Makassar 15 november 2022
penulis DAFTAR ISI BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
pengembangan kawasan Agropolitan sebagai acuan untuk
pengembangan,lemahnya koordinasi dan komunikasi antar anggota tim koordinasi sehingga tujuan dan sasaran pengembangan program kurang diketahui oleh anggota tim koordinasi serta belum tersusunnya SOP pengembangan kawasan sehingga masih terlihat egosektoral dalam penentuan program pengembangan,pengembangan kawasan belum sepenuhnya dapat diimplementasikan dengan baik yang disebabkan kurangnya sosialisasi program sehingga menyebabkan sikap resisten petani terhadap beberapa program pengembangan, tidak dil333k4ibatkannya petani dalam perumusan program sehingga petani kurang memiliki komitmen dalam melaksanakan program pengembangan.
Pembangunan di seluruh sektor kehidupan merupakan salah satu upaya
pemanfaatan potensi dan kekayaan alam Indonesia yang hasilnya, diharapkan, dapat dinikmati oleh setiap masyarakat Indonesia secara merata. Untuk itu, pembangunan semestinya dapat dilaksanakan secara merata di seluruh penjuru negeri ini sehingga pembangunan dapat menyentuh sampai ke daerah perdesaan, terpencil, pelosok, hingga kawasan perbatasan. Namun, dalam pelaksanaannya, pembangunan lebih difokuskan pada wilayah perkotaan. Pembangunan berjalan demikian pesat di sejumlah kota dan menjadikan kota tersebut sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya. Ketidakberhasilan dalam pemerataan pembangunan ini, tentu saja akan menimbulkan kesenjangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Hal inilah yang memicu terjadinya percepatan urbanisasi di Indonesia hingga sampai pada tingkat urbanisasi yang tidak terkendali. Akibat percepatan urbanisasi, sektor pertanian menjadi terdesak sehingga menurunkan produktivitas pertanian.Pembangunan yang berorientasi pertumbuhan (growth) telah membawa sejumlah perubahan yang cukup signifikan. Angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan sejumlah prestasi pun banyak yang diraih. Masyarakat miskin semakin banyak, meningkatnya pengangguran, arus urbanisasi yang tinggi, beban hutang luar negeri yang semakin meningkat dan berbagai ketimpangan baik ketimpangan pembangunan maupun ketimpangan pendapatan merupakan hasil akhir yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan itu sendiri. Terdapat persoalan yang sebenarnya memerlukan penanganan serius dan sangat penting, yakni adanya kesenjangan antar desa-kota (khususnya antara sektor pertanian dan industri) serta kesenjangan antar daerah. Wilayah pedesaan sebagai sentra produksi pertanian mengalami ketertinggalan sedangkan kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi mengalami pembangunan yang cepat. Di wilayah pedesaan terdapat kantong-kantong kemiskinan yang menjadi akar kemiskinan pada wilayah perkotaan. Peran antara desa dan kota dalam perekonomian sama pentingnya. Wilayah pedesaan mempunyai peranan dalam kegiatan utama pertanian, termasuk dalam penyediaan sumber daya untuk industri dalam perkotaan.Sementara perkotaan mempunyai peranan sebagi pusat pertumbuhan ekonomi melalui industri dan jasa. Daerah pedesaan mengalami kekurangan sumber daya karena aliran sumber daya ke daerah perkotaan yang tidak seimbang, baik itu sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya modal. Pembangunan lebih terfokus pada daerah perkotaan (industri) dan pada akhirnya daerah pedesaan (pertanian) menjadi semakin tertinggal,Ketika si petani kaya lewat, penduduk desa menundukkan badan seakan menghormat seraya diam-diam kentut.
Namun semua fenomena ini sesungguhnya tidak menjelaskan mengapa
para petani ini tidak memberontak? Scott memberikan setidaknya dua penjelasan.
1. bekerjanya hegemoni. Kaum kaya ini berkuasa secara hegemonik.
Mereka tidak saja menguasai basis material namun juga simbolik. Mereka tidak hanya menguasai tanah dan produksi padi, tetapi juga menjadi penguasa agama dan kebudayaan (perguruan pencak silat, misalnya). 2. kesadaran palsu. Sebagaimana pemikiran Marxian, pemberontakan dapat dicegah ketika kaum yang tertindas gagal mengenali kondisi-kondisi obyektif yang membuat mereka menderita. Kesadaran palsu ini adalah kabut yang disebabkan oleh mitos-mitos ntele dan doktrin keagamaan. Orang dibuat menerima nasib apa adanya.Intinya, masyarakat petani tidak diatur oleh moral atau norma. Masyarakat diatur oleh kepentingan- kepentingan yang rasional. Dengan cara itu masyarakat mengatasi ntelect kolektifnya.
Perdebatan antara pendekatan moral/normative dengan pendekatan rasional
ini kemudian menjadi klasik dalam ilmu-ilmu ntele.Para penduduknya hidup bebas dari negara. Mereka menghindari negara khususnya untuk dua hal: pajak dan wajib militer (conscription). Strategi untuk menghindar dari negara inilah yang menjadi fokus penelitian Scott. Dia menunjukan bahkan pilihan makanan, dan dengan demikian pilihan jenis tanaman, adalah untuk menghindar dari negara. Suku-suku pegunungan ini juga menghindar untuk memiliki huruf yang mungkin akan mengintegrasikan mereka dengan negara.
Perjalanan intelektual dan akademis Scott sangat panjang. Namun selalu
saja satu tema besar muncul dari setiap karyanya. Menurut saya, itu adalah dominasi dan bagaimana resistensi terhadapnya. Scott selalu menunjukkan ruang untuk melakukan resistensi. Seringkali itu tidak dilakukan secara terbuka dan konfrontatif. Ia biasa dilakukan secara anonim dan dalam kegelapan. BAB II PEMBAHASAN A. kerangka konsep
B. Kebijakan Kawasan Agropolitan
Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Pengembangan Kawasan Agropolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian yang dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada, yang utuh dan menyeluruh, berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat, dan difasilitasi oleh pemerintah. Secara umum tujuan pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan berkelanjutan (tidak merusak lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan Masyarakat) di kawasan agropolitan. Dalam kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan (PKA) yang menjadi target group atau kelompok sasaran adalah para masyarakat pelaku agribisnis dan petani yang memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan (PKA). Pengembangan Kawasan Agropolitan yang sepenuhnya memanfaatkan potensi lokal merupakan konsep Agropolitan yang sangat mendukung perlindungan dan pengembangan budaya sosial lokal. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), pengembangan Kawasan Agropolitan haruslah mendukung pengembangan kawasan andalan. Oleh karena itu, pengembangannya tidak bisa terlepas dari pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Sementara itu, kondisi negeri ini sangat memungkinkan untuk dikembangkannya Kawasan Agropolitan. Kondisi yang dimaksud adalah adanya ketersediaan lahan pertanian dan tenaga kerja yang murah di Indonesia. Menurut Murty et al., (2016) implementasi pengembangan kawasan agropolitan adalah tersusunnya masterplan kawasan dan respon masyarakat serta adanya resistensi petani. Sebagian besar petani juga telah memiliki kemampuan (skills) dan pengetahuan (knowledge) yang didukung oleh keberadaan jaringan sektor hulu dan hilir serta kesiapan institusi. dalam Penelitian kawasan agropolitan cukup berhasil untuk mendapatkan gambaran kondisi spasial dengan menggunakan algoritma penataan ruang secara objektif dengan metode ANN model MLP (Priyadi et al, 2020) C. Resistensi sosial resistensi telah menjadi trend dalam menelaah kasus-kasus yang mudah diamati serta bersifat empiris. Bagi para peneliti sosial, resistensi dianggap berciri kultural, sebab ia mucul melalui ekspresi serta tindakan keseharian masyarakat. Analisa resistensi sendiri terhadap suatu fenomena banyak melihat hal-hal yang ada dalam keseharian masyarakat baik berupa kisahkisah, tema pembicaraan, umpatan, serta pujian dan perilaku yang lainnya sehingga resistensi menjadi gayung bersambut dalam keilmuan sosial. Hall menegaskan bahwa resistensi bukan suatu kualitas tindakan yang tetap melainkan sebagai sesuatu yang relasional dan kunjungtural. Artinya resistensi tidak dipahami sebagai sesuatu yang tunggal dan universal. Resistensi adalah sesuatu yang terbentuk oleh berbagai repertoar yang maknanya bersifat khas untuk waktu, tempat, dan hubungan sosial tertentu. Berdasarkan pendapat Hall, maka pengertian resistensi seharusnya didasarkan pada pemahaman tentang konteks dan historis masyarakatnya. Scott (2000: 385- 386) meninjau pengertian resistensi secara umum yang melihat situasi sebenarnya di masyarakat. Resistensi diartikan sebagai sesuatu yang bersifat 1. organik, sistematik dan kooperatif. 2. berprinsip tidak mementingkan diri sendiri. 3. berkonsekuensi revolusioner. 4. mencakup gagasan atau maksudmaksud yang meniadakan basis belakang seputar kehidupan keluarga. James Scott mengungkapkan bahwa resistensi memfokuskan pada bentuk-bentuk perlawanan yang benar-benar ada dan terjadi di sekitar kehidupan seharihari yang digambarkan secara jelas bagaimana bentuk perlawanan kaum minoritas lemah yaitu mereka yang tidak memiliki kekuatan dalam melakukan penolakan terbuka. Menurut James Scott, terdapat dua bentuk resistensi,yaitu: a. Resistensi terbuka (protes sosial atau demonstrasi), adalah bentuk resistensi yang terorganisasi, sistematis, dan berprinsip. Manifestasi yang digunakan dalam resistensi merupakan cara-cara kekerasan seperti pemberontakan. b. Resistensi tertutup (simbolis atau ideologis), merupakan penolakan terhadap kategori-kategori yang dipaksakan kepada masyarakat. Misalnya; gossip, fitnah, atau penarikan kembali rasa hormat kepada pihak penguasa. Berdasarkan pemaparan di atas, James C. Scott berpandangan bahwa perlawanan dilakukan karena adanya penindasan yang terjadi dalam keseharian masyarakat. Perlawanan digunakan oleh masyarakat yang tertindas sebagai alat untuk membela hak yang ada pada diri mereka. Hal tersebut yang menjadi alasan bagi kaum yang merasa ditindas untuk mempertahankan subsistensi yang sudah ada dengan cara menolak perubahan yang ditetapkan melalui gerakan perlawanan. Berikut adalah penjabaran konsep teori resistensi James C. Scott. BAB III PENUTUP Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA