Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

“RUMOR DAN FAKTA YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN IBU DAN


ANAK SERTA PERAN DAN TUGAS BIDAN DALAM PRIMARY HEALTH
CARE (PCH) UNTUK KESEHATAN WANITA”

Dosen Pengampu:
Linda Yulyani, S.ST., M. Keb

Disusun Oleh Kelompok 3:


1. Tri Wulandari F0G022002
2. Fitri Suci Anggraini F0G022018
3. Ervi Juliani F0G022022
4. Pipi Sulaiman Putri F0G022026
5. It Aprilia F0G022027
6. Mellyana Destia Ananda F0G022032
7. Fera Zulita Putri F0G022034

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Kesehatan
Wanita Sepanjang Siklus Kehidupan “ Makalah ini disusun sebagai salah satu
tugas mata kuliah Kesehatan Perempuan Dan Perencanaan Keluarga. Dalam
penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya
kepada bunda Deni Maryani, S.ST., M.Keb. selaku dosen mata kuliah Kesehatan
Perempuan Dan Perencanaan Keluarga.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi para pelajar. Dan juga
semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kedepannya bagi kita semua.
Sebelumnya kami mohon maaf sebesar-besarnya Kami menyadari bahwa
penyelesaian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam segi
pembahasan, penulisan dan penyusunan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritikan dan saran dari dosen pembimbing mata kuliah Kesehatan Perempuan Dan
Perencanaan Keluarga. untuk menyempurkan makalah ini. jika ada kesalahan
dalam penyusunan kata. Tak ada yang sempurna di dunia ini terkecuali sang Maha
Pencipta.

Bengkulu, 25 Februari 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHUAN............................................................................................iii
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN DALAM PHC..................3
1. Pengertian Dan Sejarah PHC................................................................3
2. Kesehatan Reproduksi Remaja..............................................................5
3. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja, Wanita Usia Subur, dan
Lansia..................................................................................................10
4. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Remaja, WUS, dan Lansia..12
5. Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja, WUS, Lansia.................13
6. Peran Bidan dalam Menanggulangi Masalah Kesehatan Reproduksi.15
B. RUMOR DAN FAKTA TENTANG KESEHATAN IBU DAN ANAK
KHUSUSNYA PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI...........................17
BAB III PENUTUP................................................................................................20
A. Kesimpulan................................................................................................20
B. Saran...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan primer atau PHC merupakan pelayanan kesehatan
essensial yang dibuat dan bisa teeerjangkau secara universal oleh individu
dan keluarga di dalam masyarakat. Fokus dari pelayanan kesehatan primer
luas. jangkauannya dan merangkum beerbagai aspek masyarakat dan
kebutuhan kesehatan. PHC merupakan pola penyajian pelayanan kesehatan
dimana konsumen pelayanan kesehatan menjadi mitra dengan profesi dan ikut
serta mencapai tujuan umum kesehatan yang lebih baik.
Akses ke pelayanan kesehatan merupakan hak asasi manusia dan negara
bertanggung jawab untuk memenuhinya. Di beberapa negara di dunia,
termasuk Indonesia, pelayanan kesehatannya tumbuh menjadi industri yang
tak terkendali dan menjadi tidak manusiawi. Mengalami hal yang oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) sebagai "the commercialization of health care in
unregulated health. systems". Kondisi ini ditandai dengan maraknya
komersialisasi pelayanan dan pendidikan, yang dipicu oleh pembiayaan
kesehatan yang belum baik. Setelah. deklarasi Alma Ata (1978), program
kesehatan menjadi gerakan politik universal. Deklarasi ini telah menjadi
tonggak sejarah peradaban manusia. Kesehatan diakui sebagai hak asasi
manusia tanpa memandang status sosial ekonomi, ras dan kewaranegaraan,
agama serta gender.
Sebagai hak asasi manusia, kesehatan menjadi sektor yang harus di
perjuangkan, serta meningkatkan bahwa kesehatan berperan sebagai alat
pembangunan sosial dan bukan sekadar hasil dari kemajuan pembangunan
ekonomi semata. Kesadaran ini melahirkan konsep primary health care (PHC)
yang intinya: pertama, menggalang potensi pemerintah swasta masyarakat
lintas sektor, mengingat kesehatan adalah tanggung jawab bersama. Kedua,
menyeimbangkan layanan kuratif dan preventif serta menolak dominasi elite
dokter yang cenderungf mengutamakan pelayanan rumah sakit, peralatan
canggih dan mahal. Ketiga memanfaatkan teknologi secara tepat guna pada

1
setiap tingkat pelayanan. Berbagai negara di belahan dunia, seperti Uni
Eropa, Amerika Latin, serta di beberapa negara Asia, berhasil menata
kembali sistem kesehatannya dengan kembali menerapkan primary health
care (PHC) sebagai ujung tombak. pembangunan kesehatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Peran dan tanggung jawab bidan dalam PHC ?
Apa Pengertian Dan Sejarah PHC ?
2. Apa itu Kesehatan Reproduksi Remaja ?
3. Bagaimana Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja, Wanita Usia Subur,
dan Lansia ?
4. Apa Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Remaja, WUS, dan Lansia ?
5. Bagaimana Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja, WUS, Lansia ?
6. Bagaimana Peran Bidan dalam Menanggulangi Masalah Kesehatan
Reproduksi ?
7. Apa Rumor Dan Fakta Tentang Kesehatan Ibu Dan Anak Khususnya
Pada Ibu Nifas Dan Menyusui ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Apa Peran dan tanggung jawab bidan dalam PHC
2. Untuk Mengetahui Pengertian Dan Sejarah PHC
3. Untuk Mengetahui Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Untuk Memahami Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja, Wanita Usia
Subur, dan Lansia
5. Untuk Memahami Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja, WUS,
Lansia
6. Untuk Mengetahui Peran Bidan dalam Menanggulangi Masalah
Kesehatan Reproduksi
7. Untuk Mengetahui Rumor Dan Fakta Tentang Kesehatan Ibu Dan Anak
Khususnya Pada Ibu Nifas Dan Menyusui

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN DALAM PHC


1. Pengertian dan Sejarah PHC
a. Pengertian
Primary Health Care (PHC) adalah pelayanan kesehatan pokok
yang berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan
sosial yang dapat diterima secara umum baik oleh individu maupun
keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi mereka sepenuhnya,
serta biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk
memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat
untuk hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasib sendiri (self
determination).
Pelayanan kesehatan primer / PHC merupakan strategi yang dapat
dipakai untuk menjamin tingkat minimal dari pelayanan kesehatan
untuk semua penduduk. PHC menekankan pada perkembangan yang
bisa di terima, terjangkau, pelayanan kesehatan yang diberikan adalah
essensial bisa diraih dan mengutamakan pada peningkatan serta
kelestarian yang di sertai percaya pada diri sendiri disertai partisipasi
masyarakat dalam menentukan sesuatu tentang kesehatan.
b. Sejarah PHC
World Health Essembly tahun 1977 telah menghasilkan
kesepakatan global untuk mencapai "Kesehatan Bagi Semua atau
Health for All". Pada tahun 2000 (KBS 2000/HFA by The Year 2000),
yaitu tercapainya suatu derajat kesehatan yang optimal yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif baik secara sosial
maupun ekonomi. Selanjutnya pada tahun 1978, konferensi di Alma
Ata menetapkan Primary Health Care (PHC) sebagai pendekatan atau
strategi global untuk mencapai kesehatan bagi semua (KBS) atau
Health for All by The Year 2000 (HFA 2000). Dalam konferensi
tersebut Indonesia juga ikut menandatangani dan telah mengambil

3
kesepakatan global pula dengan menyatakan bahwa untuk mencapai
kesehatan bagi semua tahun 2000. (HFA 2000) kuncinya adalah PHC
(Primary Health Care) dan bentuk operasional dari PHC tersebut di
Indonesia adalah PKMD (Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Desa).
Hal tersebut disadari bahwa kesehatan adalah kebutuhan dasar dan
modal utama untuk hidup, karena setiap manusia berhak untuk hidup
dan memiliki kesehatan. Kenyataannya tidak semua orang
memperoleh atau mampu memiliki derajat kesehatan yang optimal,
karena berbagai masalah bersama secara global, diantaranya adalah
kesehatan lingkungan yang buruk, sosial ekonomi yang rendah yang
menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan gizi,
pemeliharaan kesehatan, pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan
lainnya. Oleh karena itu Primary Health Care merupakan salah satu
pendekatan dan alat untuk mencapai Kesehatan Bagi Semua Pada
Tahun 2000 sebagai tujuan pembangunan kesehatan semesta dalam
mencapai derajat kesehatan yang optimal. Di Indonesia bentuk
operasional PHC adalah PKMD dengan berlandasakan kepada Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang merupakan ketetapan MPR
untuk dilaksanakan dengan melibatkan kerjasama lintas sektoral dari
instansi- instansi yang berwenang dalam mencapai derajat kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat.
Pada tahun 1981 setelah diidentifikasi tujuan kesehatan untuk
semua dan strategi PHC untuk merealisasikan tujuan, WHO membuat
indikator global untuk pemantauan dan evaluasi yang dicapai tentang
sehat untuk semua pada tahun 1986, indikator tersebut adalah:
a. Perkembangan sosial dan ekonomi
b. Penyediaan pelayanan kesehatan status kesehatan
c. Kesehatan sebagai objek atau bagian dari perkembangan sosial
ekonomi
Pemimpin perawat yang menjadi kunci dalam mencetuskan usaha
perawatan PHC adalah Dr. Amelia Maglacas pada tahun 1986.

4
2. Kesehatan Reproduksi Remaja
Masa remaja (usia 11-20 tahun) adalah masa yang khusus dan penting,
karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia. Masa
remaja disebut juga masa pubertas, merupakan masa transisi yang unik
ditandai dengan berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Remaja
berada dalam situasi yang sangat peka terhadap pengaruh nilai baru,
terutama bagi mereka yang tidak mempunyai daya tangkal. Mereka
cenderung lebih mudah melakukan penyesuaian dengan arus globalisasi
dan arus informasi yang bebas yang dapat menyebabkan terjadinya
perubahan perilaku menyimpang karena adaptasi terhadap nilai- nilai yang
datang dari luar. Masalah yang paling menonjol dilakangan remaja saat ini,
misalnya masalah seksualitas, sehingga hamil di luar nikah dan melakukan
aborsi. Kemudian rentan terinfeksi penyakit menular seksual (IMS), HIV
dan AIDS serta penyalahgunaan Narkoba. Adanya motivasi dan
pengetahuan yang memadai untuk menjalani masa remaja secara sehat,
diharapkan remaja mampu untuk memelihara. kesehatan dirinya sehingga
mampu memasuki masa kehidupan berkeluarga dengan reproduksi sehat.
a. Definisi
Kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental
dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistim reproduksi,
serta fungsi dan prosesnya. Remaja atau adolescence, berasal dari
bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh kearah kematangan.
Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik
saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Masa remaja
adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi
dan psikis. Masa remaja adalah suatu periode masa pematangan organ
reproduksi manusia, dan sering disebut masa peralihan. Masa remaja
merupakan periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa.
b. Tahapan Remaja

5
Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan
psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut:
1) Masa remaja awal/dini (early adolescence) umur 11-13 tahun.
Dengan ciri khas ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya,
mulai berfikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan
tubuhnya,
2) Masa remaja pertengahan (middle adolescence) umur 14-16 tahun.
Dengan ciri khas: mencari identitas diri, timbul keinginan untuk
berkencan, berkhayal tentang seksual, mempunyai rasa cinta yang
mendalam.
3) Masa remaja lanjut (late adolescence)umur 17-20 tahun.
4) Dengan ciri khas: mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam
mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat
mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri.
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing
individu. Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak
mempunyai batas yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan
secara berkesinambungan. Terdapat ciri yang pasti dari pertumbuhan
somatik pada remaja, yaitu peningkatan massa tulang, otot, massa
lemak, kenaikan berat badan, perubahan biokimia, yang terjadi pada
kedua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan walaupun
polanya berbeda. Selain itu terdapat kekhususan (sex specific), seperti
pertumbuhan payudara pada remaja perempuan dan rambut muka
(kumis, jenggot) pada remaja laki-laki.
c. Perubahan Fisik Pada Masa Remaja
Perubahan fisik dalam masa remaja merupakan hal yang sangat penting
dalam kesehatan reproduksi, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan
fisik yang sangat cepat untuk mencapai kematangan, termasuk organ-
organ reproduksi sehingga mampu melaksanakan fungsi reproduksinya.
Perubahan yang terjadi yaitu

6
1) Munculnya tanda-tanda seks primer, terjdi haid yang pertama
(menarche) pada remaja perempuan dan mimpi basah pada remaja
laki-laki.
2) Munculnya tanda-tanda seks sekunder, yaitu:
a) Pada remaja laki-laki; tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar
bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, suara
bertambah besar, dada lebih besar, badan berotox, tumbuh
kumis diatas bibir, cambang dan rambut di sekitar kemaluan dan
ketiak.
b) Pada remaja perempuan; pinggul melebar, pertumbuhan rahim
dan vagina, tumbuh rambut di sekitar kemaluan dan ketiak,
payudara membesar.
d. Tugas Perkembangan Remaja
Setiap tahap perkembangan akan terdapat tantangan dan kesulitan-
kesulitan yang membutuhkan suatu ketrampilan untuk mengatasinya.
Pada masa remaja, mereka dihadapkan kepada dua tugas utama, yaitu:
1) Mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua.
Pada masa remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik
antara remaja dengan orang tuanya. Pada saat ini ikatan emosional
menjadi berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan
emosional dari orang tua, misalnya dalam hal memilih teman
ataupun melakukan aktifitas. Sifat remaja yang ingin memperoleh
kebebasan emosional sementara orangtua yang masih ingin
mengawasi dan melindungi anaknya dapat menimbulkan konflik
diantara mereka. Pada usia pertengahan, ikatan dengan orang tua
semakin longgar dan mereka lebih banyak menghabiskan waktunya
bersama teman sebayanya. Pada akhir masa remaja, mereka akan
berusaha mengurangi kegelisahannya dan meningkatkan integritas
pribadinya, identitas diri lebih kuat, mampu menunda pemuasan,
kemampuan untuk menyatakan pendapat menjadi lebih baik, minat
lebih stabil dan mampu membuat keputusan dan mengadakan
kompromi. Akhir masa remaja adalah tahap terakhir perjuangan

7
remaja dalam mencapai identitas diri. Bila tahap awal dan
pertengahan dapat dilalui dengan baik, yaitu adanya keluarga dan
kelompok sebaya yang suportif maka remaja akan mempunyai
kesiapan untuk mampu mengatasi tugas dan. tanggungjawab
sebagai orang dewasa. Membentuk identitas untuk tercapainya
integrasi diri dan kematangan pribadi.
2) Proses pembentukan identitas diri merupakan proses yang panjang
dan kompleks, yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu,
sekarang dan yang akan datang dari kehidupan individu, dan hal ini
akan membentuk kerangka berfikir untuk mengorganisasikan dan
mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai bidang kehidupan.
e. Kebutuhan Rill Remaja
Kebutuhan riil remaja terkait hak mendapatkan informasi akurat tentang
seksualitas dan kesehatan reproduksi ini kadang juga dibedakan
berdasarkan variasi kelompok. Misalnya, kebutuhan remaja desa
berbeda dengan remaja kota. Kerentanan terhadap Infeksi Menular
Seksual (IMS) antara remaja jalanan (anak jalanan) dan remaja sekolah
juga berbeda. Remaja yang bekerja sebagai buruh pabrik juga
mempunyai karakteristik dan masalah- masalah yang berbeda dengan
remaja yang bekerja di sektor informal, dan sebagainya. Sehingga
pemenuhan kebutuhan ini butuh disesuaikan dengan konteks sosial dan
budaya yang dihadapi masing-masing remaja. Namun demikian, secara
umum kebutuhan riil menyangkut hak dasar remaja akan informasi
terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi itu, antara lain sebagai
berikut:
1) Penyediaan layanan yang ramah dan mudah diakses bagi remaja,
tanpa memandang usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan
situasi keuangan mereka.
2) Adanya dukungan terpenuhinya hak setiap remaja untuk menikmati
seks dan ekspresi seksualitas mereka dalam cara-cara yang mereka
pilih sendiri.

8
3) Penyediaan informasi dan pemberian hak mendapatkan pendidikan
mengenai reproduksi dan seksualitas. Informasi dan pendidikan
yang diberikan ini harus mendorong terjadinya independensi dan
keyakinan diri remaja, dan memberikan pengetahuan agar mereka
bisa membuat keputusan sendiri terkait reproduksi dan seksual
mereka.
4) Adanya jaminan kerahasiaan dalam relasi sosial dan seluruh aspek
dari seksualitas mereka.
5) Penyediaan informasi yang bisa diakses sesuai dengan
perkembangan remaja. 6. Setiap remaja yang aktif secara seksual
atau tidak; dan yang memiliki keragaman orientasi seksual bisa
mendapatkan informasi agar mereka merasa nyaman dengan tubuh
dan seksualitas mereka sendiri.
6) Setiap remaja mendapatkan persiapan untuk memiliki ketrampilan
melakukan negosiasi dalam relasi sosialnya, termasuk dalam masa
pacaran dan dalam melakukan tindakan seks yang lebih aman (bagi
yang seksual aktif).
f. Hak-Hak Remaja Terkait Dengan Kesehatan Reproduksi
Selain kebutuhan-kebutuhan tersebut, remaja juga memiliki hak-hak
mendasar terkait kesehatan reproduksinya. Hak-hak itu juga harus
terpenuhi sebagai kebutuhan dasar mereka. Hak-hak itu adalah:
1) Hak hidup. Ini adalah hak dasar setiap individu tidak terkecuali
remaja, untuk terbebas dari resiko kematian karena kehamilan,
khususnya bagi remaja perempuan.
2) Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan. Termasuk dalam
hal ini adalah perlindungan privasi, martabat, kenyamanan, dan
kesinambungan.
3) Hak atas kerahasiaan pribadi. Artinya, pelayanan kesehatan
reproduksi bagi remaja dan setiap individu harus menjaga
kerahasiaan atas pilihan-pilihan mereka.
4) Hak atas informasi dan pendidikan. Ini termasuk jaminan kesehatan
dan kesejahteraan perorangan maupun keluarga dengan adanya

9
informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi yang memadai
tersebut. termasuk hak kebebasan berpendapat, terbebas dari
5) Hak atas kebebasan berpikir. Ini penafsiran ajaran yang sempit,
kepercayaan, tradisi, mitos-mítos, dan filosofi yang dapat
membatasi kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan
reproduksi dan seksual
6) Hak berkumpul dan berpartisipasi dalam politik. Hal ini termasuk
mendesak pemerintah dan parlemen agar menempatkan masalah
kesehatan reproduksi menjadi prioritas kebijakan negara.
7) Hak terbebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk. Hal ini
terutama bagi anak-anak dan remaja untuk mendapatkan
perlindungan dari eksploitasi, pelecehan, perkosaan, penyiksaan,
dan kekerasan seksual.
8) Hak mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan terbaru Yaitu hak
mendapatkan pelayan kesehatan reproduksi yang terbaru, aman,
dan dapat diterima.
9) Hak memutuskan kapan punya anak, dan punya anak atau tidak.
10) Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi. Ini
berarti setiap individu dan juga remaja berhak bebas dari segala
bentuk diskriminasi termasuk kehidupan. keluarga, reproduksi, dan
seksual.
11) Hak untuk memilih bentuk keluarga, Artinya, mereka berhak
merencanakan, membangun, dan memilih bentuk keluarga (hak
untuk menikah atau tidak menikah).
12) Hak atas kebebasan dan keamanan. Remaja berhak mengatur
kehidupan seksual dan reproduksinya, sehingga tidak seorang pun
dapat memaksanya untuk hamil, aborsi, ber-KB dan sterilisasi.

3. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja, Wanita Usia Subur, dan Lansia


a. Masalah Kesehatan Reproduksi pada Remaja
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat
dikelompokkan menjadi:

10
1) Kehamilan Tidak Diinginkan, yang seringkali menjurus kepada
aborsi yang tidak aman dan komplikasinya;
2) Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko
kesakitan dan kematian ibu;
3) Masalah PMS, termasuk infeksi HIV/AIDS. Masalah kesehatan
reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat
berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan
ekonomi serta kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Dampak
jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap remaja
itu sendiri, tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa
pada akhirnya
b. Masalah Kesehatan Reproduksi pada Wanita Usia Subur (WUS)
Besarnya proporsi penduduk produktif (rentang 15–64 tahun)
dalam evolusi kependudukan yang akan dialami dan diperkirakan
terjadi pada tahun 2020–2030. Untuk mengantisipasi kemungkinan
timbulnya masalah akibat lonjakan proporsi penduduk produktif,
pemerintah mempersiapkan kondisi ini dengan Program Keluarga
Berencana yang ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan ibu
dan kesejahteraan keluarga. Calon suami-istri agar merencanakan hidup
berkeluarga atas dasar cinta kasih, serta pertimbangan rasional tentang
masa depan yang baik bagi kehidupan suami istri dan anak-anak mereka
dikemudian hari. Keluarga berencana bukan hanya sebagai
upaya/strategi kependudukan dalam menekan pertumbuhan penduduk
agar sesuai dengan daya dukung lingkungan tetapi juga merupakan
strategi bidang kesehatan dalam upaya meningkatan kesehatan ibu
melalui pengaturan kapan ingin mempunyai anak, mengatur jarak anak
dan merencanakan jumlah kelahiran nantinya. Sehingga seorang ibu
mempunyai kesempatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta kesejahteraan dirinya. Pelayanan yang berkualitas juga
perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan pandangan klien
terhadap pelayanan kesehatan yang ada (Rahayu dkk, 2017).
c. Masalah Kesehatan Reproduksi pada Lanjut Usia (Lansia)

11
Masalah kesehatan usia lanjut semakin meningkat bersamaan
dengan bertambahnya presentase penduduk usia lanjut. Masalah
prioritas pada kelompok ini antara lain meliputi gangguan pada masa
menopause, osteoporisis, kanker prostat, dan penyakit kardiovaskular
serta penyakit degeneratif, yang dapat berpengaruh terhadap organ
reproduksi. Di samping itu, kekurangan gizi dan gangguan otot serta
sendi sering memperburuk keadaan tersebut. Melengkapi siklus
kehidupan keluarga, komponen ini akan mempromosikan peningkatan
kualitas penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan setelah akhir
kurun usia reproduksi (menopouse/adropause). Upaya pencegahan
dapat dilakukan melalui skrining keganasan organ reproduksi misalnya
kanker rahim pada wanita, kanker prostat pada pria serta pencegahan
defesiensi hormonal dan akibatnya seperti kerapuhan tulang dan lain-
lain (Rahayu dkk, 2017).

4. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Remaja, WUS, dan Lansia


a. Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja
Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga
perlu diarahkan pada masa remaja, dimana terjadi peralihan dari masa
anak menjadi dewasa, dan perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi
tubuh terjadi dalam waktu relatif cepat. Hal ini ditandai dengan
berkembangnya tanda seks sekunder dan berkembangnya jasmani
secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik mampu melakukan
fungsi proses reproduksi tetapi belum dapat mempertanggung jawabkan
akibat dari proses reproduksi tersebut.Informasi dan penyuluhan,
konseling dan pelayanan klinis perlu ditingkatkan untuk mengatasi
masalah kesehatan reproduksi remaja ini. Selain itu lingkungan
keluarga dan masyarakat harus ikut peduli dengan kondisi remaja ini
sehingga dapat membantu memberikan jalan keluar bila remaja
mengalami masalah tidak malah di salahkan, tetapi perlu diarahkan dan
dicarikan jalan keluar yang baik dengan mengenalkan tempat–tempat
pelayanan kesehatan reproduksi remaja untuk mendapatkan konseling

12
ataupun pelayanan klinis sehingga remaja masih dapat melanjutkan
kehidupanya (Rahayu dkk, 2017).
b. Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi WUS
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung
jawab atas pemberian informasi dan pelaksanaan edukasi mengenai
kesehatan reproduksi bagi masyarakat khususnya generasi muda.
Diantaranya informasi dan edukasi mengenai keluarga berencana dan
metode kontrasepsi sangat perlu ditingkatkan. Dengan informasi dan
edukasi tersebut, diharapkan dapat menurunkan kejadian premarital
seks, seks bebas serta angka kehamilan yang tidak diinginkan yang
dapat menjurus ke aborsi dan infeksi menular seksual termasuk
penularan HIV dan AIDS. Dalam dunia kedokteran, penanganan
masalah infertilitas dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan.
Paket pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas yang menjawab
kebutuhan wanita maupun pria. Kontrasepsi (termasuk strerilisasi) yang
aman dan efektif. Kehamilan dan persalinan yang direncanakan dan
aman. Penanganan tindakan pengguguran kandungan tidak aman.
Pencegahan dan penanganan sebab kemandulan (ISR/PMS).
c. Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Lansia
Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan
mempromosikan peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada saat
menjelang dan setelah akhir kurun usia reproduksi
(menopouse/andropause). Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui
skrining keganasan organ reproduksi misalnya kanker rahim pada
wanita, kanker prostat pada pria serta pencegahan defesiensi hormonal
dan akibatnya seperti kerapuhan tulang dan lain-lain. Hasil yang
diharapkan dari pelaksanaan kesehatan reproduksi tersebut adalah
peningkatan akses informasi secara menyeluruh mengenai seksualitas
dan reproduksi, masalah kesehatan reproduksi, manfaat dan resiko obat,
alat, perawatan, tindakan intervensi, dan bagaimana kemampuan
memilih dengan tepat sangat diperlukan. Informasi secara menyeluruh
termasuk dampak terhadap otot dan tulang, libido, dan perlunya

13
skrining keganasan (kanker) organ reproduksi. Pengukuran adanya
perubahan yang positif terhadap hasil akhir diatas akan menunjukkan
kemajuan pencapaian tujuan pelayanan kesehatan reproduksi yang
menjawab kebutuhan kesehatan reproduksi individu, suami-istri dan
keluarga Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja, WUS, dan Lansia

5. Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja, WUS, Lansia


a. Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja
Pendidikan KRR berbasis sekolah merupakan salah satu alternatif
strategi yang tepat karena dapat mencakup semua tantangan
permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Pendidikan KRR yang
dilakukan oleh sekolah merupakan salah satu upaya untuk membimbing
remaja mengatasi konflik seksualnya. Oleh berbagai pihak, sekolah dan
guru dianggap sebagai pihak yang layak memberikan pendidikan KRR
ini (Depkes RI, 2003). Pendidikan KRR untuk memberikan bekal
pengetahuan kepada remaja mengenai anatomi dan fisiologi reproduksi,
proses perkembangan janin, dan berbagai permasalahan reproduksi
seperti kehamilan, PMS, HIV/AIDS, Kehamilan Tidak Diinginkan
(KTD) dan dampaknya, serta pengembangan perilaku reproduksi sehat
untuk menyiapkan diri melaksanakan fungsi reproduksi yg sehat (fisik,
mental, ekonomi, spiritual). Pendidikan KRR dapat diwujudkan dalam
penyuluhan, bimbingan dan konseling, pencegahan, penanganan
masalah yang berkaitan dengan KRR termasuk upaya mencegah
masalah perinatal yang dapat dialami oleh ibu dan anak yang dapat
berdampak pada anggota keluarga lainnya (Depkes RI, 2005).
b. Pembinaan Kesehatan Reproduksi WUS
Pemeliharaan Kehamilan dan pertolongan persalinan yang aman,
Pencegahan kecacatan dan kematian pada ibu dan bayi, Menggunakan
kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran dan jumlah kehamilan,
Pencegahan terhadap PMS atau HIV/AIDS, Pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkualitas, Pencegahan penanggulangan masalah

14
aborsi, Deteksi dini kanker payudara dan leher rahim, Pencegahan dan
manajemen infertilitas.
c. Pembinaan Kesehatan Reproduksi Lansia
Pelayanan kesehatan yang diberikan baik di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama, maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan akan disesuaikan dengan kebutuhan kondisi kesehatan lanjut
usia sesuai pengelompokan tersebut di atas. Khusus untuk lanjut usia
yang sehat harus diberdayakan agar dapat tetap sehat dan mandiri
selama mungkin. Salah satu upaya untuk memberdayakan lanjut usia di
masyarakat adalah melalui pembentukan dan pembinaan Kelompok
Lanjut Usia yang di beberapa daerah disebut dengan Kelompok Usia
Lanjut (Poksila), Pos Pelayanan Terpadu Lanjut Usia (Posyandu
Lansia) atau Pos Pembinaan Terpadu Lanjut Usia (Posbindu Lansia).
Pelaksanaan Kelompok Lanjut Usia ini, selain mendorong peran aktif
masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat, juga harus melibatkan
lintas sektor terkait (Kemenkes, 2016).

6. Peran Bidan dalam Menanggulangi Masalah Kesehatan Reproduksi


Peran bidan dalam masalah Kesehatan reproduksi, dapat dioptimalkan pada
upaya preventif. Upaya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Kesehatan Reproduksi memiliki dua tujuan yaitu:
a. Peningkatan pengetahuan;
b. Perubahan perilaku ketompok sasaran tentang semua aspek Kesehatan
Reproduksi. Dengan tercapainya dua tujuan, diharapkan dapat
membantu tercapainya tujuan akhir kegiatan pelayanan Kesehatan
Reproduksi, yaitu meningkatkan derajat Kesehatan Reproduksi
masyarakat. Ada tiga strategi yang biasa digunakan sebagai dasar
melaksanakan kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi, yaitu:
1) Advokasi Mencari dukungan dan para pengambil keputusan untuk
melakukan perubahan tata nhtai atau peraturan yang ada untuk
meningkatkan mutu pelayanan Kesehatan Reproduksi, sehingga
tujuan KIE (peningkatan pengetahuan yang dilkuti perubahan

15
perilaku) dapat tercapai. Kelompok sasaran untuk strategi advokasi
tnt biasa dikenal dengan istilah “kelompok sasaran tersier”. Bentuk
operasional dan strategi advokasi mi biasanya berupa pendekatan
kepada pimpinan/institusi tertinggi setempat dengan memanfaatkan
cara komunikasi modern dan formal, misalnya Dokter Puskesmas
menghadap Bapak Camat untuk mendapat dukungan terhadap
peiayanan Kesehatan Reproduksi Remaja berupa kesediaan Camat
memberi bantuan anggaran dan mencanangkan program
“Puskesmas Peduli Remaja”;
2) Bina Suasana Membuat lingkungan sekitar bersikap positif
terhadap tujuan KIE yang ingin dicapai yaitu peningkatan
pengetahuan yang diikuti perubahan perilaku. Strategi ini biasanya
digunakan untuk kelompok sasaran para pimpinan masyarakat
dan/atau orang- orang yang mempunyal pengaruh besar terhadap
pengetahuan dan perilaku kelompok sasaran utama. Kelompok
sasaran untuk strategi bina suasana itu biasa dikenal dengan tistilah
“kelompok sasaran sekunder”. Bentuk operasional dan strategi ini
biasanya berupa pelatihan, sosialisasi program, pertemuan-
pertemuan, yang dapat memanfaatkan metode komunikasi modern
dan formal maupun metode sederhana (tatap muka) dan informal,
misalnya pertemuan antara Pimpinan RS setempat untuk menjalin
kemitraan dalam meningkatkan mutu pelayanan Kesehatan
Reproduksi Esensial;
3) Gerakan Masyarakat Membuat pengetahuan kelompok sasaran
utama (yaitu mereka yang memiliki masalah) pengetahuan
meningkat yang diikuti dengan perubahan perilaku mereka
sehingga dapat mengatasi masalah yang dihadapi. Kelompok
sasaran untuk strategi Gerakan Masyarakat ini umumnya
merupakan kelompok sasaran utama dan dikenal dengan istilah
“kelompok sasaran primer”, yaitu mereka yang pengetahuan dan
perilakunya hendak diubah. Bentuk operasional dan strategi ini
biasanya berupa tatap muka langsung, atau penyuluhan kelompok,

16
dan lebih sering memanfaatkan metode komunikasi yang lebih
sederhana dan informal, misalnya melakukan latihan bagi kader-
kader PKK sehingga mereka menjadi tahu tentang Kesehatan
Reproduksi atau pelayanan Kesehatan Reproduksi yang tersedia
sehingga dapat memberi tahu masyarakat di lingkungannya untuk
memanfaatkan pelayanan tersebut.

B. RUMOR DAN FAKTA TENTANG KESEHATAN IBU DAN ANAK


KHUSUSNYA PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI
Di kalangan masyarakat di pedesaan, terdapat beberapa mitos, rumor, dan
fakta yang berkembang seputar masa nifas (pasca persalinan). Berikut beberapa
di antaranya:
1. Rumor: Menyusui membuat payudara kendur.
Fakta: Menyusui sebenarnya tidak menyebabkan payudara menjadi
kendur. Perubahan bentuk dan kekencangan payudara setelah menyusui
adalah bagian alami dari proses penuaan dan faktor genetic. (Berutu et al.,
2021)
2. Rumor: Mandi setelah persalinan dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Fakta: Mandi setelah persalinan tidak menyebabkan masalah kesehatan.
Mandi yang baik dan higienis justru penting untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan ibu setelah persalinan. Namun, ada beberapa tradisi yang
menyarankan untuk menghindari mandi selama beberapa hari setelah
persalinan, tetapi ini lebih berkaitan dengan kebiasaan budaya daripada
faktor medis. (Khofiyah, 2019)
3. Rumor : ibu nifas dilarang makan ikan karena menyebabkan darah berbau
amis dan memperlama proses pemulihan
Fakta : Nutrisi terutama protein untuk sangat diperlu- kan membantu
proses penggantian jaringan yang mati atau rusak dengan jaringan yang
baru
4. Rumor : Ibu nifas tidak boleh banyak bergerak karena melawan pantangan

17
Fakta : Mobilisasi dini atau gerakan sesegera mung-kin memperlancar
aliran darah dan memper-cepat proses pengembalian Rahim
5. Rumor : Membasuh kemauan dengan mengguna kan rebusan daun sirih ,
dapat menghilangkan bau tidak sedap dan juga menghilangkan rasa gatal
pada kemaluan serta dapat mengurangi keputihan
Fakta : Keluarnya cairan dari kemaluan ibu nifas yang di sebut lokhea
normal jika berbau amis dan tidak perlu untuk menggunakan ramuan atau
obat untuk membasuh kemaluan.bau yang di keluarkan bersamaan dengan
cairan dari alat reproduksi ibu nifas akan berangsur-angsung hilang dengan
berakhirnya masa nifas.
6. Rumor : saya masih menggunakan stagen atau centing yang saya ikat pada
pinggang saya atau perut saya agar tearasa lebih nyaman , ibu juga sering
mengkonsumsi jamu tradisional seperti suruh kunci yang menurutnya
dapat menghilangkan bau tidak sedap pada badan dan darah yang keluar
Fakta : Fakta memang seorang perempuan setelah melahirkan seorang bayi
memang perut akan terasa longkar akan tetapi akan lebih baik jika tidak
menggunkan stagen, karena dapat menghambat sirkulasi darah pada
uterus. Di pertegas oleh teori diatas bahwa uterus ibu nifas akan berangsur-
angsur akan kembali seperti sebelum hamil sampai masa habisnya masa
nifas yanitu 40 hari.
7. Mitos: Menyusui bayi tidak perlu selama masa nifas karena belum
menghasilkan susu yang cukup.
Fakta: Menyusui segera setelah persalinan sangat penting untuk
merangsang produksi ASI (Air Susu Ibu) dan memenuhi kebutuhan nutrisi
bayi. ASI awal yang diberikan pada bayi memiliki banyak manfaat
kesehatan, termasuk membantu bayi mengonsumsi kolostrum yang kaya
akan antibodi.
8. Mitos: Ibu tidak boleh mandi atau mencuci rambut selama masa nifas
karena dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Fakta: Mandi dan menjaga kebersihan diri selama masa nifas sangat
penting untuk mencegah infeksi dan mempercepat pemulihan. Mandi atau

18
mencuci rambut dengan air bersih dan sabun tidak akan menyebabkan
masalah kesehatan jika dilakukan dengan hati-hati.
9. Mitos: Ibu harus makan makanan "panas" atau berkaldu yang kaya akan
lemak dan protein untuk mempercepat pemulihan.
Fakta: Nutrisi yang seimbang penting untuk pemulihan setelah persalinan,
namun tidak ada makanan tertentu yang secara khusus diperlukan. Penting
untuk mengonsumsi makanan yang kaya akan vitamin, mineral, protein,
dan serat untuk membantu tubuh pulih dengan baik.
10. Mitos: Ibu harus tetap di dalam rumah dan tidak beraktivitas selama masa
nifas agar tubuhnya pulih dengan baik.
Fakta: Sedikit aktivitas fisik ringan dan bergerak secara teratur dapat
membantu meningkatkan sirkulasi darah, mempercepat pemulihan, dan
mengurangi risiko pembekuan darah. Namun, istirahat yang cukup juga
penting untuk pemulihan yang optimal.
11. Mitos: Ibu harus menghindari kontak dengan air selama masa nifas karena
dapat menyebabkan "masuk angin" atau gangguan kesehatan lainnya.
Fakta: Kontak dengan air bersih saat mandi atau mencuci diri tidak akan
menyebabkan masuk angin atau masalah kesehatan lainnya. Mandi dengan
air hangat bahkan dapat membantu meredakan ketegangan otot dan
meningkatkan perasaan relaksasi

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Primary Health Care (PHC) merupakan hasil pengkajian, pemikiran,
pengalaman dalam pembangunan kesehatan di banyak negara yang diawali
dengan kampanye massal pada tahun 1950-an dalam pemberantasan
penyakit menular, karena pada waktu itu banyak negara. tidak mampu
mengatasi dan meenanggulangi wabah penyakit TBC, campak, diare dan
sebagainya. Primary Health Care (PHC) adalah pelayanan kesehatan pokok
yang berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial
yang dapat diterima secara umum baik oleh individu maupun keluarga
dalam masyarakat melalui partisipasi mereka sepenuhnya, serta dengan
biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk memelihara
setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri
(self reliance) dan menentukan nasib sendiri (Self determination).
Di Indonesia, pelaksanaan Primary Health Care secara umum.
dilaksanakan melalui pusat kesehatan dan di bawahnya (termsuk sub-pusat
kesehatan, pusat kesehatan berjalan) dan banyak kegiatan berbasis
kesehatan masyarakat seperti Rumah Bersalin Desa dan Pelayanan
Kesehatan Desa seperti Layanan Pos Terpadu (ISP atau Posyandu). Secara

20
administratif, indonesia terdiri dari 33 provinsi, 349 Kabupaten dan 91
Kotamadya, 5.263 Kecamatan dan 62.806 Desa.
Di Indonesia, PHC memiliki tiga strategi utama, yaitu kerjassama
multisektoral, partisipasi masyarakat dan penerapan teknologi yang sesuai
dengan kebutuhan dengan pelaksanaan di masyarakat. Sampai saat ini
semua penerapan itu telah berjalan meskipun ada beberapa hambatan dalam
pelaksanaannya

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami banyak
berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Bangun, S. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Pemakaian


Alat Kontrasepsi
Implan Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Pangkalan Masyur Tahun
2017. Jurnal Ilmiah PANNMED,
Bobak, Lowdermilk Jensen. Maternity Nursing. Diterjemahkan oleh Wijayarini,
Maria A, dkk. Dengan judul Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4;
Jakarta: EGC, 2019.
BKKBN, (2017), Pedoman pelaksanaan Pelayanan KB Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang. (2017). Jakarta: BKKBN.
Mega, Wijayanegara H. (2017). Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana. Jakarta:
CV. Trans Info Media.
Manuaba I.B.G. (2019). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mulyani S.N, dan Rinawati M. (2017). Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Priyanti, S., & Syalfina, A. D. (2017). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Dan
Keluarga Berencana. CV Kekata Group
Proverawati A. (2020). Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha
Medika;

22
Saifuddin, Abdul Bari, dkk. (2017). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Cet.II; Jakarta: Tridase Printer; Yayasan Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Siti Maryam. 2021. Budaya Masyarakat yang merugikan kesehatan pada ibu nifas
dan bayi. Jurnal Kebidanan Vol. 10 No(1)
Stellata Alyxia Gita, dkk. 2023. Kesehatan Perempuan Dan Perencanaan
Keluarga. Bandung : Kaizen Media Publishing

23

Anda mungkin juga menyukai