Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KESEHATAN MASYARAKAT

“Konsep Program Kesehatan Dalam Meningkatkan Pelayanan KIA


Dan Konsep JKN”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kesehatan Mayarakat

Dosen pengampu :
Dr.Hariyanti,SKM,MKM

Disusun oleh:

Kelas 1A Kelompok 6
Fitri Nur Lestari (P17124020006)
Jessenia Zafira (P17124020010)
Kharisma Reza Amelia (P17124020013)
Risca Indah Rayani (P17124020030)
Syifana Khairany (P17124020037)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMESKES JAKARTA 1
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah “Konsep Program Kesehatan Dalam Meningkatkan Pelayanan KIA
dan Konsep JKN” dapat selesai pada waktunya. Sehubungan dengan itu kami ingin
menyampaikan terimakasih sebanyak banyaknya kepada:
1. Kedua orang tua kami yang memberikan dukungan serta doa yang tak henti
hentinya.
2. Dosen pembimbing mata kuliah Promosi Kesehatan yang telah membantu kami
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jakarta, 14 Januari 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii

BAB I (PENDAHULUAN)................................................................................................ 4

A. Latar Belakang....................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...............................................................................................4

C. Tujuan Masalah..................................................................................................5

D. Manfaat Penulisan..............................................................................................5

BAB II (PEMBAHASAN)................................................................................................. 6

2.1 Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga(PIS-PK).....................6

2.2 Expanding Maternal and Neonatal Hasil Survival (EMAS)..............................8

2.3 100 Hari Pertama Kelahiran............................................................................10

2.4 MDGs DAN SDGs...........................................................................................13

2.5 Kepersertaan JKN.............................................................................................17

2.6 Pemeriksaan JKN...............................................................................................18

2.7 Persalinan JKN.................................................................................................21

2.7 Rujukan JKN....................................................................................................21

BAB III (PENUTUP)........................................................................................................24

A. Kesimpulan.......................................................................................................24

B. Saran.................................................................................................................24

ii
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................25

LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................................26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas
utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab
terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin dan bayi neonatal.
Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit
pada ibu dan anak melalui peningkatan mutu pelayanan dan menjaga
kesinambungan pelayanan kesehatan ibu dan prenatal di tingkat pelayanan
dasar dan pelayanan rujukan primer (Sistriani, 2014).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan
salah satu indikator status Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dapat
menggambarkan kualitas dan aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan
(Kemenkes, 2014). Japan International Cooperation Agency (JICA) menyusun
Buku Kesehatan Ibu dan Anak pada tahun 1947, dan terbukti efektif
menurunkan AKI dan AKB karena dapat mendeteksi kehamilan resiko tinggi
sejak awal (Wijhati, 2017).

Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di


Inggris pada tahun 1911 (yang didasarkan pada mekanisme jaminan kesehatan
sosial yang pertama kali diselenggarakan di Jerman tahun 1883). Setelah itu
banyak negara lain menyelenggarakan JKN seperti Kanada (1961), Taiwan
(1995), Filipina (1997) , dan Korea Selatan (2000) (World Bank, 2007).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme
asuransi kesehatan sosial yang kepesertaannya bersifat wajib (mandatory).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Apa pengertian Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluargaa
(PIS-PK)?
2. Apa saja bentuk dari Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluargaa (PIS-PK)?
3. Apa pengertian Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS)?
4. Apa saja tahapan 1000 Hari Pertama Kelahiran?

4
5. Apa pengertian MDGs dan SDGs?
6. Apa perbedaan MDGs dan SDGs?
7. Bagaimana Konsep Kepersertaan Sistem JKN?
8. Bagaimana Konsep Pemeriksaan dan Persalinan Sistem JKN?
9. Bagaimana Konsep Rujukan Sistem JKN?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendokumentasian hasil
promosi kesehatan.
2. Untuk mengetahui tujuan pendokumentasian hasil promosi kesehatan
3. Untuk mengetahui manfaat pendokumentasian hasil promosi kesehatan
4. Untuk mengetahui jenis - jenis pendokumentasian hasil promosi kesehatan
5. Untuk mengetahui teknik pendokumentasian hasil promosi kesehatan
6. Untuk mengetahui konsep kepersertaan sistem JKN
7. Untuk mengetahui konsep pemeriksaan dan persalinan sistem JKN
8. Untuk mengetahui konsep rujukan sistem JKN

D. Manfaat Penulis
Adapun manfaat dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan
informasi dan pengetahuan tentang pendokumentasian hasil promosi
kesehatan dan konsep JKN

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Program Kesehatan Dalam Meningkatkan Pelayanan KIA


2.1 Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK)
Keluarga adalah suatu lembaga yang merupakan unit terkecil dari
masyarakat. Karena merupakan unit dari masyarakat, keluarga memiliki peran
yang cukup signifikan dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat.
Tinggi rendahnya derajat kesehatan keluarga akan sangat menentukan tinggi
rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Sangat tepat Kementerian Kesehatan RI dalam menetapkan pendekatan
keluarga untuk mencapai keberhasilan pembangunan kesehatan. Pendekatan
keluarga sebagai satuan terkecil masyarakat dinilai akan lebih efektif dalam
mengatasi berbagai persoalan kesehatan seperti gizi buruk, sanitasi buruk,
penyebaran penyakit menular seperti tuberkolusis, HIV/AIDS, malaria serta
pengendalian penyakit tidak menular seperti obesitas, darah tinggi, diabetes
dan lain-lain.
Sesuai amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang
hidup dalam lingkungan yang sehat. Menurut Friedman (1998), terdapat lima
fungsi keluarga yang salah satunya adalah fungsi perawatan atau pemeliharaan
kesehatan (The Health Care Function). Fungsi ini adalah untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di
bidang kesehatan. Setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsinya
masing-masing untuk mempertahankan kondisi kesehatan di dalam keluarga.
Kondisi kesehatan yang dipertahankan mencakup pencegahan, perawatan,
pemeliharaan, termasuk upaya membangun hubungan timbal balik antara
keluarga dengan fasilitas kesehatan.

A.Puskesmas Sebagai PenentuKeberhasilan Program Pendekatan Keluarga


Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No.
39 Tahun 2016 tentang "Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga", pemerintah telah menetapkan bahwa pelaksana

6
dari program ini adalah pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).
Puskesmaslah ujung tombak dan penentu keberhasilan program ini. Adapun
area prioritas/sasaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui program
ini adalah penurunan angka kematian ibu/angka kematian bayi (AKI dan
AKB), penurunan prevalensi balita pendek (stunting), penanggulangan
penyakit menular dan penanggulangan penyakit tidak menular.
Pelaksanaannya melalui pendekatan upaya promotif dan preventif tanpa
mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan puskesmas yang
menggabungkan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan
masyarakat (UKM) tingkat pertama secara berkesinambungan dengan
didasarkan kepada data dan informasi dari profil kesehatan keluarga.
Kedepan, puskesmas sebagai ujung tombak dari pelayanan kesehatan milik
pemerintah harus lebih proaktif lagi dalam melaksanakan program-program
kesehatannya. Program preventif dan promotif harus kembali digalakkan.
Melalui pendekatan keluarga, diharapkan puskesmas dapat menangani
masalah-masalah kesehatan individu secara siklus hidup (life cycle). Ini
artinya penanganan masalah kesehatan dilakukan sejak fase dalam kandungan,
proses kelahiran, tumbuh kembang masa bayi-balita, usia sekolah dasar,
remaja, dewasa sampai usia lanjut. Fokusnya adalah pada kesehatan individu-
individu dalam keluarga. Hal ini sesuai dengan Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015 -- 2019 dimana penerapan pelayanan
kesehatan harus terintegrasi dan berkesinambungan (continuum of care).

B.Contoh Kegiatan Program Pendekatan Keluarga


Salah satu bentuk dari pendekatan keluarga yang dapat dilakukan oleh
puskesmas adalah melalui kegiatan kunjungan rumah secara rutin dan
terjadwal. Dengan kunjungan rumah, puskesmas dapat memperoleh data profil
kesehatan keluarga (prokesga) yang berguna untuk mengenali secara lebih
menyeluruh (holistic) masalah-masalah kesehatan di keluarga. Selain itu,
kegiatan promotif dan preventif terhadap keluarga juga dapat terlaksana
dengan kunjungan rumah.
Kombinasi dari profil kesehatan keluarga dan upaya promotif-preventif
tentu akan lebih efektif dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan di
keluarga. Program pendekatan keluarga yang dilaksanakan puskesmas juga
secara langsung akan menguatkan manajemen puskesmas secara internal, yang
mencakup sumber daya manusia, pendanaan, sarana prasarana, program
kesehatan, sistem informasi dan jejaring dengan pihak terkait di lingkup
wilayah kerjanya seperti puskesmas pembantu (pustu), puskesmas keliling
(pusling), pos pelayanan terpadu (posyandu), bidan desa dan lain-lain.

C.HalYang Mempengaruhi Keberhasilan Program Pendekatan Keluarga

7
Keberhasilan program ini tentunya memerlukan pemahaman dan
komitmen yang sungguh-sungguh, sistematis dan terencana dari seluruh
petugas puskesmas. Kesamaan pemahaman dan komitmen yang kuat akan
menghasilkan tercapainya target area prioritas/sasaran dari program ini.
Komitmen untuk bekerja di dalam dan di luar gedung puskesmas tentu juga
perlu didukung oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten/Kota sebagai induk
dari puskesmas.
Salah satu bentuk dukungan dari Dinkes adalah melalui alokasi anggaran
berupa dana operasional puskesmas. Walaupun puskesmas sudah memiliki
dana kapitasi dari BPJS Kesehatan yang dapat digunakan untuk pelaksanaan
program ini, dukungan alokasi anggaran dari Dinkes tentu juga diharapkan
tetap didapatkan. Terlebih kegiatan kunjungan rumah yang memerlukan
pengorbanan ekstra dari petugas puskesmas. Kunjungan rumah yang
dilakukan harus mempertimbangkan jumlah petugas puskesmas, jumlah
keluarga di wilayah kerja puskesmas, kondisi geografis dan juga pendanaan.

Bila diperlukan, puskesmas dapat merekrut petugas tambahan dari kader-


kader kesehatan di wilayah kerjanya. Rekrutmen ini tentu merupakan hasil
analisis kebutuhan dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas.
Kunjungan rumah yang dilakukan juga dapat menjadi sarana penyampaian
pesan-pesan kesehatan kepada individu-individu dalam keluarga. Maka
petugas dapat memberikan leaflet/flyer tentang keluarga berencana,
pemeriksaan kehamilan, asi eksklusif, imunisasi, gizi seimbang, pencegahan
penyakit menular, pencegahan penyakit tidak menular, bahaya merokok, cara
mencuci tangan yang baik, jaminan kesehatan nasional dan lain-lain.

Profil kesehatan keluarga (prokesga) yang dibawa pada saat kunjungan


rumah mengacu pada indikator keluarga sehat yang telah ditetapkan
Kementerian Kesehatan RI. Hal ini untuk menyeragamkan pendataan agar
efektif dan tepat sasaran. Data prokesga didapat dari kunjungan rumah
merupakan data yang sangat berharga bagi puskesmas. Analisis yang akurat
terhadap prokesga akan berguna untuk mengidentifikasi dan menetapkan
intervensi kesehatan apa saja yang dibutuhkan terhadap suatu keluarga. Setiap
keluarga tentu akan menghasilkan intervensi kesehatan yang berbeda dengan
keluarga lain. Perbedaan ini akan dapat dibaca sebagai hasil yang akurat
dengan adanya keseragaman indikator. Sehingga hasil akhir yang diharapkan
adalah tercapainya area prioritas/sasaran dari program ini.

2.2 Expanding Marternal and Neonata Survival ( EMAS)


A.Pengertian Expanding Marternal and Neonata Survival ( EMAS)
Expanding Maternal And Neonatal Survival (EMAS) adalah program
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang didanai oleh United

8
States Agency for International Development (USAID), yang diluncurkan
pada tahun 2011. Program 5 tahun (2011-2016) ini bekerja untuk
mengurangi kematian ibu dan bayi baru lahir di enam provinsi di Indonesia
yang berkontribusi terhadap 50% kematian ibu dan bayi baru lahir. Enam
provinsi tersebut adalah Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Jawa Timur (Kemenkes, 2016).
Demi peningkatan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, program
EMAS bermitra dengan instansi pemerintah (nasional, provinsi, dan
kabupaten), organisasi kemasyarakatan, fasilitas kesehatan milik negara dan
swasta, organisasi kesehatan profesional, serta sektor swasta. Program
EMAS sendiri merupakan jalinan kemitraan dari lima organisasi yaitu:
Johns Hopkins Program for International Education in Gynecology and
Obstetrict (JHPIEGO), Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan (LKBK),
Muhammadiyah, Save the Children, dan Research Triangle Institut (RTI)
(Kemenkes, 2016). Program EMAS berupaya menurunkan Angka Kematian
Ibu dan Bayi dengan cara :
1. Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir
minimal di 150 Rumah Sakit PONEK dan 300 Puskesmas/Balkesmas
PONED.
2. Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas
dan Rumah Sakit (Kemenkes, 2016)

B.Tujuan
Tujuan program EMAS Program EMAS memiliki dua tujuan yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Secara umum tujuan program EMAS adalah ikut
berkontribusi dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir
sbesar 25%. Secara khusus, program EMAS bertujuan untuk perbaikan
kualitas, penguatan rujukan dan penguatan akuntabilitas. Tiga tujuan ini
merupakan parameter dalam pelaksanaan program EMAS yang dinilai
dengan alat pantau kinerja klinis (APKK) dan alat pantau kinerja rujukan
(APKR) (Rahmi et al., 2016).
C.Target
Adapun target dari pelaksaan program EMAS yaitu :
1. Meningkatkan kualitas pelayan kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir di fasilitas kesehatan.
2. Meningkatkan sistem rujukan yang efektif, efisien, berkualiitas dan aman
dalam kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
3. Angka kematian ibu dan bayi akan turun pada tahun 2015 dan akan
memenuhi target dari MDGs (Effek Alamsyah, 2012).

9
2.3 1000 Hari Pertama Kelahiran

Masalah gizi di Indonesia bukanlah menjadi hal baru. Saat ini, Indonesia
sedang menghadapi beban ganda masalah gizi yaitu masalah gizi kurang
dan gizi lebih. Berdasarkan data di Indonesia pada tahun 2013, presentase
gizi lebih pada balita sebesar 11,9%. Selain itu prevalensi pendek (stunted)
secara nasional tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti terjadi peningkatan
dibandingkan tahun 2010 (35,6%)dan 2007 (36,8%), terdiri dari 18%
sangat pendek (severely stunted) dan 19,2% pendek (stunted). Untuk
prevalensi sangat kurus (severely wasted) secara nasional tahun 2013 masih
cukup tinggi yaitu 5,3%. Sedangkan prevalensi berat- kurang adalah 19,6%
yang terdiri dari gizi buruk sebesar 5,7% dan gizi kurang 13,9%. Jika
dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan
tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat (Riskesdas, 2013: 211). Seiring
dengan masalah-masalah gizi tersebut, gerakan perbaikan gizi dengan focus
terhadap kelompok 1000 hari pertama kehidupan pada tataran global
disebut Scalling Up Nutrition (SUN) dan di Indonesia disebut dengan
Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka Percepatan Perbaikan Gizi
Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 Hari Pertama
Kehidupan dan disingkat Gerakan 1000 HPK). Scalling Up Nutrition
(SUN) merupakan upaya global dari berbagai negara dalam rangka
memperkuat komitmen dan rencana aksi percepatan perbaikan gizi,
khususnya penanganan gizi sejak 1000 hari pertama kehidupan. Gerakan
1000 Hari Pertama Kehidupan merupakan suatu gerakan percepatan
perbaikan gizi yang diadopsi dari gerakan Scaling Up-Nutrition (SUN)
Movement. Gerakan Scaling Up-Nutrition (SUN) Movement merupakan
suatu gerakan global di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal PBB. Tujuan
global dari SUN Movement adalah untuk menurunkan masalah gizi pada
1000 HPK yakni dari awal kehamilan sampai usia 2 tahun. Di Indonesia,
Gerakan scaling up nutrition dikenal dengan Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi dalam rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan

10
1000 HPK) dengan landasan berupa Peraturan Presiden (Perpres) nomor 42
tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Periode
1000 hari pertama sering disebut window of opportunities atau sering juga
disebut periode emas (golden period) didasarkan pada kenyataan bahwa
pada masa janin sampai anak usia dua tahun terjadi proses tumbuh
kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi pada kelompok usia lain.
Pemenuhan asupan gizi pada 1000 HPK anak sangat penting. Jika pada
rentang usia tersebut anak mendapatkan asupan gizi yang optimal maka
penurunan status gizi anak bisa dicegah sejak awal. Untuk mencapai
percepatan perbaikan gizi ini dibutuhkan dukungan lintas sektor. Kontribusi
sector kesehatan hanya menyumbang 30%, sedangkan sector non kesehatan
berkontribusi sebesar 70% dalam penangulangan masalah gizi5. Dalam
gerakan 1000 HPK telah dijelaskan bahwa untuk menanggulangi masalah
kurang gizi diperlukan intervensi yang spesifik dan sensitif. Intervensi
spesifik dilakukan oleh sector kesehatan seperti penyediaan vitamin,
makanan tambahan, dan lainnya sedangkan intervensi sensitive dilakukan
oleh sektor nonkesehatan seperti penyediaan sarana air bersih, ketahanan
pangan, jaminan kesehatan, pengentasan kemiskinan dan sebagainya
(Rosha BC dkk, 2016). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas tahun 2010), persentase BBLR di Indonesia sebesar 8,8 persen,
anak balita pendek sebesar 35,6 persen, anak balita kurus sebesar 13,3
persen, anak balita gizi kurang sebesar 17,9 persen, dan anak balita gizi
lebih sebesar 12,2 persen. Dengan demikian Indonesia menghadapi masalah
gizi ganda, di satu pihak mengalami kekurangan gizi di pihak lain
mengalami kelebihan gizi (Pedoman Perencanaan Program Gerakan 1000
HPK, 2012). Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi
tersebut diatas, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan
otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme
dalam tubuh. Sedangkan, dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat
ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,
menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi
untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan
pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua. Kesemuanya
itu akan menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia,
11
produktifitas, dan daya saing bangsa (Pedoman Perencanaan Program
Gerakan 1000 HPK, 2012). Status gizi pada 1000 HPK akan berpengaruh
terhadap kualitas kesehatan, intelektual, dan produktivitas pada masa yang
akan datang. Ibu dan bayi memerlukan gizi yang cukup dan berkualitas
untuk menjamin status gizi dan status kesehatan; kemampuanmotorik,
sosial, dan kognitif; kemampuan belajar dan produktivitasnya pada masa
yang akan datang. Anak yang mengalami kekurangan gizi pada masa 1000
HPK akan mengalami masalah neurologis, penurunan kemampuan belajar,
peningkatan risiko drop out dari sekolah, penurunan produktivitas dan
kemampuan bekerja, penurunan pendapatan, penurunan kemampuan
menyediakan makananan yang bergizi dan penurunan kemampuan
mengasuh anak. Selanjutnya akan menghasilkan penularan kurang gizi dan
kemiskinan pada generasi selanjutnya (USAID, 2014). Mempertimbangkan
pentingnya gizi bagi 1000 HPK, maka intervensi gizi pada 1000 HPK
merupakan prioritas utama untuk meningkatkan kualitas kehidupan
generasi yang akan dating (BAPPENAS, 2012). Kebutuhan zat gizi sangat
tinggi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang cepat
selama kehidupan janin dan 2 tahun pertama kehidupan setelah lahir
(Dewey & Begum, 2011). Gizi kurang dan kesehatan yang buruk pada ibu
dan anak selama periode tersebut memberikan dampak buruk bagi
kehidupan bayi di masa dewasa yang bersifat permanen dan tidak dapat
dikoreksi (PAHO-WHO, 2003; Barker, 2008; Black et al. 2008).

Kegiatan 1000 HPK


Pedoman Perencanaan Program Gizi pada 1000 HPK menjelaskan bahwa
gizi 1000 HPK terdiri dari 2 jenis kegiatan, yaitu intervensi spesifik dan
intervensi sensitif. Kedua intervensi ini sangat baik bila mampu berjalan
beriringan karena akan berdampak sustainable dan jangka panjang.
Beberapa kegiatan tersebut adalah penyediaan air bersih, sarana sanitasi,
berbagai penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi,
fortifikasi pangan, pendidikan dan KIE Gizi, pendidikan dan KIE
Kesehatan, kesetaraan gender, dan lain-lain.
1. Kegiatan Intervensi Spesifik

12
Tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus
untuk kelompok 1000 HPK. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh
sektor kesehatan, seperti pada kelompok khusus ibu hamil dilakukan
kegiatan suplementasi besi folat, pemberian makanan pada ibu KEK,
penanggulangan kecacingan pada ibu hamil, pemberian kelambu
berinsektisida dan pengobatan bagi ibu hamil yang postif malaria
2. Kegiatan Intervensi Sensitif
Intervensi gizi sensitif merupakan berbagai kegiatan yang berada di luar
sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk
1000 HPK. Namun apabila dilaksanakan secara khusus dan terpadu dengan
kegiatan spesifik, dampaknya terhadap keselamatan proses pertumbuhan
dan perkembangan kelompok 1000 HPK akan semakin baik.

2.4 MDGs dan SDGs

1.MDGs

A.Pengertian MDGs

Millenium Development Goals atu MDGs merupakan “deklarasi milenium”


hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pad abulan September 2000, di New
York. Ada delapan tujuan dalam MDGs yang akan dicapai pada tahun
2015. MDGs memiliki target, yaitu tercapainya kesejahteraan rakyat dan
pembangunan masyarakat pada tahun 2015.

Pemerintah Indonesia pun turut menghadiri acara "Pertemuan Puncak


Milenium", di New York, dan menandatangani "Deklarasi Milenium".
Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-
pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang
menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan
pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan gender pada semua
tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3, dan

13
mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air
bersih pada tahun 2015.

B.Tujuan MDGs

MDGs mempunyai 8 tujuan yang memiliki satu atau beberapa target yang
harus tercapai pada tahun 2015 dengan dasar situasi dunia pada tahun 1990.

Kedelapan tujuan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan Target untuk 2015:


Mengurangi setengah dari penduduk dunia yang berpenghasilan kurang dari
1 US$ sehari dan mengalami kelaparan.
2. Mencapai Pendidikan Dasar secara Universal Target 2015: Memastikan
bahwa setiap anak laki dan perempuan mendapatkan dan menyelesaikan
tahap pendidikan dasar.
3. Mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan Target
2005 dan 2015: Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam
pendidikan dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk
semua tingkatan pada tahun 2015
4. Mengurangi tingkat kematian anak Target 2015: Mengurangi tingkat
kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun hingga dua-pertiga
5. Meningkatkan Kesehatan Ibu Target 2015: Mengurangi rasio kematian
ibu hingga 75% dalam proses melahirkan
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya Target 2015:
Menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDS dan gejala
malaria penyakit berat lainnya.
7. Menjamin keberkelanjutan lingkungan Target:
a. Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan
dalam kebijakan setiap negara dan program serta merehabilitasi sumber
daya lingkungan yang hilang
b. Pada tahun 2015 mendatang diharapkan jumlah orang yang tidak
memiliki akses air minum yang layak dikonsumsi berkurang setengahnya

14
c. Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai perbaikan
kehidupan yang signifikan bagi sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di
daerah kumuh
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

C.Target MDGs
a. Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem
keuangan yang melibatkan komitmen terhadap pengaturan manajemen yang
jujur dan bersih, pembangunan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara
nasional dan internasional.
b. Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara tertinggal, dan
kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauankepulauan
kecil.
c. Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah
utang negaranegara berkembang.
d. Mengembangkan usaha produktif yang baik dijalankan untuk kaum
muda
e. Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan
keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan
komunikasi.

2.SDGs

A.Pengertian SDGs

Sustainable Development Goals atau SDGs. Pada sidang umum PBB


tahun 2015, di New York, Amerika Serikat, menjadi titik sejarah baru
dalam pembangunan global. Sidang tersebut menyepakati agenda
pembangunan universal baru yang tertuang dalam dokumen yang berjudul
“Transforming Our World: the 2030 Agenda for Sustainable
Development”. Dokumen tersebut disepakati 193 kepala negara dan
pemerintahan dunia. Dalam dokumen berisi 17 tujuan dan 169 sasaran yang
berlaku dengan istilah Sustainable Development Goals atau SDGs.

B.Prinsip-Prinsip Dasar SDGs

15
SDG's membawa 5 prinsip-prinsip mendasar yang menyeimbangkan
dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan, yaitu
1. People (manusia)
2. Planet (bumi)
3. Prosperity (kemakmuran)
4. Peace (perdaiaman)
5. Partnership (kerja sama).
Kelima prinsip dasar ini dikenal dengan istilah 5P yang menaungi 17 tujuan
dan 169 sasaran yang tidak dapat dipisahkan, saling terhubung, dan terintegrasi
satu sama lain guna mencapai kehidupan manusia yang lebih baik.
Di Indonesia SDG's dipopulerkan dengan nama "Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan" atau disingkat dengan TPB. Pada bulan Desember 2015, Koalisi
Masyarakat Sipil Indonesia untuk SDG's bertemu Presiden Republik Indonesia,
Joko Widodo. Dalam kesempatan tersebut, CSO menuntut tiga hal kepada
presiden, yaitu
1. Menyusun payung hukum untuk pelaksanaan SDG's;
2. Menyusun Rencana Aksi Nasional bagi pelaksanaan SDG's; dan
3. Membentuk panitia bersama bagi pelaksanaan SDG's.

B.Konsep JKN
Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN )
Program JKN merupakan implementasi dari Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk mencapai
UHC. Jaminan kesehatan yang meyeluruh harus mencakup 3 (tiga) akses:
1.Akses Fisik
Di mana ketersediaan layanan kesehatan yang baik, terjangkau dari segi jarak,
jam buka yang tersedia pada saat dibutuhkan.
2. Keterjangkauan Keuangan
Memperhitungkan kemampuan membayar pasien, tidak hanya dari biaya
pelayanan kesehatan, tapi juga opportunity cost yang terjadi.
3. Akseptabilitas
Kesediaan orang untuk mencari layanan. Penerimaan pasien terhadap layanan
rendah ketika melihat layanan tidak efektif atau ketika faktor-faktor sosial dan
budaya seperti bahasa atau usia, jenis kelamin, dan etnis/agama dari penyedia
kesehatan mencegah mereka mencari layanan tersebut

16
2.5 Kepersertaan
1) Berdasarkan Permenkes No. 28 mengenai Pedoman Pelaksanaan Program
JKN yang dikategorikan peserta adalah :
a. Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam)
bulandi Indonesia, yang telah membayar iuran.
b. Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdiri atas 2 kelompok
yaitu: Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Peserta
bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan.
c. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan adalah fakir
miskin dan orang tidak mampu.
d. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan kesehatan adalah
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima
Upah dan anggota keluarganya, serta bukan Pekerja dan anggota keluarganya.
2)Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberikan nomor identitas
tunggal oleh BPJS Kesehatan. Bagi peserta: Askes sosial dari PT. Askes
(Persero), jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) dari PT. (Persero) Jamsostek,
program Universitas Sumatera Utara 15 Jamkesmas dan TNI/POLRI yang
belum mendapatkan nomor identitas tunggal peserta dari Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), tetap dapat mengakses pelayanan
dengan menggunakan identitas yang sudah ada.
3)Anak pertama sampai dengan anak ketiga dari peserta pekerja penerima upah
sejak lahir secara otomatis dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS Kesehatan).
4)Bayi baru lahir dari :
a. peserta pekerja bukan penerima upah
b. peserta bukan pekerja
c. peserta pekerja penerima upah untuk anak keempat dan seterusnya, harus
didaftarkan selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan
dirawat atau sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari).
Jika sampai waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan
nomor identitas peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum.
5)Menteri Sosial berwenang menetapkan data kepesertaan Penerima Bantuan
Iuran (PBI).Selama seseorang ditetapkan sebagai peserta Penerima Bantuan

17
Iuran (PBI), maka yang bersangkutan berhak mendapatkan manfaat pelayanan
kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
6. Sampai ada pengaturan lebih lanjut oleh Pemerintah tentang jaminan
kesehatan bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) maka
gelandangan, pengemis, orang terlantar dan lain-lain menjadi tanggung jawab
pemerintah Universitas Sumatera Utara 16 daerah. Demikian juga untuk
penghuni panti-panti sosial serta penghuni rutan/lapas yang miskin dan tidak
mampu.

2.6 Pemeriksaan
Mulai 1 Januari 2014 negara kita sudah memiliki program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) sebagai salah satu wujud dari Jaminan Sosial Nasional yang
diamanatkan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Melalui program ini, setiap warga negara bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan yang komprehensif yang mencakup promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitative dengan biaya yang ringan karena menggunakan
sistem asuransi.
Dengan menjadi peserta program JKN ini, pada saat berobat kita hanya perlu
mengikuti prosedur yang ditetapkan dan menunjukan kartu kepesertaan untuk
mendapatkan layanan kesehatan sesuai kebutuhan.
Prosedur dimaksud adalah, setiap peserta yang membutuhkan pelayanan
kesehatan harus terlebih dahulu memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan
tingkat pertama; seperti puskesmas, klinik swasta, atau klinik TNI-Polri yang
bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Pelayanan kesehatan dari fasilitas kesehatan yang lebih tinggi seperti rumah
sakit baru boleh di akses atas dasar rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat
pertama, kecuali kondisi darurat. Pengabaian terhadap prosedur ini maka
pembiayaan yang timbul tidak menjadi tanggungan program JKN.
Jika membutuhkan pelayanan kesehatan, berobatlah ke fasilitas kesehatan
tingkat pertama. Jangan langsung ke rumah sakit, KECUALI KONDISINYA
DARURAT.
Adapun pelayanan kesehatan yang bisa didapat di fasilitas kesehatan tingkat
pertama, sebagai berikut :
1.Mendapat pemeriksaan kesehatan, Pengobatan, dan Melakukan konsultasi
medis.
2.Mendapat tindakan medis yang tidak masuk dalam bidang kompetensi dokter
spesialis.
3.Mendapat transfusi darah sesuai kebutuhan medis.
4.Mendapat pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama.

18
5.Mendapat pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
medis.

Jika kondisi pasien membutuhkan penanganan kesehatan tingkat lanjut maka


fasilitas kesehatan tingkat pertama akan merujuk pasien ke fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan, yakni rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Adapun layanan kesehatan yang bisa didapat di rumah sakit adalah sebagai
berikut:
1.Mendapat pemeriksaan diri, Pengobatan, dan, Melakukan konsultasi medis
dengan dokter spesialis.
2.Mendapat tindakan medis dari dokter spesialis sesuai dengan indikasi medis.
3.Mendapat rehabilitasi medis serta transfusi darah.
4.Mendapat pelayanan rawat inap di ruang non intensif maupun di ruang
intensif.

Namun demikian, tidak semua pelayanan kesehatan dijamin oleh JKN,


misalnya :
1.Pelayanan kesehatan yang tidak mengikuti prosedur yang ditetapkan.
2.Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS.
3.Pelayanan kesehatan di luar negeri.
4.Pelayanan kesehatan untuk mendapatkan keturunan.
5.Pelayanan kesehatan untuk tujuan kecantikan.
6.Gangguan kesehatan atau penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau
alkohol, serta Pengobatan alternatif.

Peserta JKN tahap pertama, adalah:


1.Anggota TNI dan PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan beserta
anggota keluarganya
2.Anggota Polri dan PNS di lingkungan Polri beserta anggota keluarganya
3.Peserta ASKES; yakni semua PNS di Indonesia; beserta anggota keluarganya
4.Peserta Jamsostek beserta anggota keluarganya

19
5.Penerima Bantuan Iuran (PBI)

Bagi peserta di luar kelima kelompok diatas,yaitu : Kelompok pegawai swasta


lainnya, pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja; pendaftaran dapat di
lakukan sendiri di kantor BPJS Kesehatan terdekat.

Caranya, Datangi kantor BPJS Kesehatan untuk mengisi formulir registrasi.


Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan memberi anda informasi tentang virtual
account. Dari situ, lakukan pembayaran ke BANK BNI46 atau BRI atau
Mandiri atau ke Kantor Pos dengan mempergunakan virtual account tersebut.
Setelah melakukan pembayaran, anda kembali ke kantor BJPS Kesehatan untuk
konfirmasi pembayaran iuran dan akan diberikan kartu keanggotaan JKN.
Masyarakat miskin dan tidak mampu masuk dalam kelompok Penerima
Bantuan Iuran (PBI) yang iuran preminya ditanggung pemerintah.

Pada saat mendaftar, ada tiga kategori iuran JKN yang bisa dipilih:
1. Iuran 59.500 rupiah per jiwa per bulan untuk mendapat pelayanan di ruang
perawatan rumah sakit kelas I.
2. Iuran 42.500 rupiah jiwa per bulan untuk mendapat pelayanan di ruang
perawatan rumah sakit kelas II.
3. 1uran 25.500 rupiah jiwa per bulan untuk mendapat pelayanan di ruang
perawatan rumah sakit kelas III.

Persyaratan pendaftaran, yang harus diserahkan pada saat mendaftar:


1. Formulir pendaftaran yang tersedia di kantor BJPS Kesehatan dan sudah
diisi
2. KTP/SIM/Paspor dan kartu Keluarga (asli dan fotocopy)
3. Pas foto berwarna ukuran 3 X 4 sebanyak 2 lembar.
4. Kartu Askes atau Jamkesmas atau JPK Jamsostek; yang masih berlaku.
(khusus bagi mereka yang menjadi peserta Askes atau Jamkesmas atau
Jamsostek)

20
2.7 Persalinan
A.Persyaratan
1) Menunjukkan Kartu/Nomor Kepesertaan JKN-KIS/BPJS Kesehatan a. Bagi
peserta Program JKN–KIS (BPJS Kesehatan)
2) Menunjukkan Kartu Identitas (KTP/SIM/KK) Asli/Fotokopi
3) Membawa Kartu Berobat (bagi pasien lama)
B.Prosedur
a. Pasien Persalinan datang ke Puskesmas dengan membawa persyaratan
pelayanan
b. Petugas melakukan identifikasi pasien
c. Petugas melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik ke
sasaran (berat badan, tinggi badan, pernapasan, denyut nadi dan temperature
badan).
d. Petugas merencakan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan setelah
melakukan pemeriksaan
e. Petugas unit persalin melakukan asuhan persalinan normal sesuai prosedur
terhadap pasien yang dapat bersalin normal.
f. Petugas memberikan resep (bila diperlukan).
g. Petugas merujuk pasien bila dari hasil pemeriksaan ditemukan kemungkinan
pasien tidak dapat bersalin secara normal.

2.8 Rujukan
A.Pengertian
Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan wujud penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas-tugas dan tanggung
jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik, baik vertikal maupun
horizontal, struktural maupun fungsional terhadap kasus-kasus penyakit atau
masalah penyakit atau permasalahan kesehatan.
Rujukan medis adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk
masalah kedokteran sebagai respon terhadap ketidakmampuan fasilitas
kesehatan untuk memenuhi kebutuhan para pasien dengan tujuan untuk pasien.

21
Rujukan pelayanan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan primer dan
diteruskan ke jenjang pelayanan sekunder dan tersier yang hanya dapat
diberikan jika ada rujukan dari pelayanan primer atau sekunder.

B.Karakteristik Sistem Rujukan


Pelaksanaan sistem rujukan medis di era JKN sudah lebih baik daripada
sebelum JKN, terutama pada:
a. Aspek kepatuhan tenaga kesehatan terhadap SOP dan kebijakan rujukan
b. Aspek komunikasi antar fasilitas kesehatan;
c. Aspek ketentuan (kelengkapan pengisian) formulir rujukan (yang tidak
melalui Puskesmas pengampu)dan
d. Aspek ketepatan dalam merujuk.

Hal ini dikarenakan ketentuan BPJS yang ketat dalam prosedur rujukan
berjenjang dan dampak yang timbul bila prosedur tersebut tidak
dilaksanakan, berupa tidak dapat dijaminnya biaya kesehatan oleh BPJS.
Pelaksanaan JKN tidak membawa perubahan pada beberapa aspek, sehingga
diperlukan perbaikan, yaitu:
a. Aspek ketentuan (kelengkapan pengisian) formulir rujukan pada pasien
yang transit ke Puskesmas pengampu
b. Aspek ketentuan penjamin terhadap sistem rujukan
c. Aspek akses ke fasilitas kesehatan rujukan dan
d. Aspek ketentuan rujuk balik.
Di beberapa aspek, yaitu aspek kelengkapan fasilitas kesehatan rujukan,
keterjangkauan biaya kesehatan, dan aspek prosedur rujukan pada kasus
kegawatan telah dilaksanaan dengan baik sejak sebelum era JKN penjamin
terhadap sistem rujukan, akses ke fasilitas kesehatan rujukan dan pada
ketentuan rujuk balik.
Hal-hal yang dianggap sebagai penghambat jalannya sistem rujukan medis
diantaranya:
1. Masalah SDM dimana masih kurangnya disiplin kerja para tenaga
kesehatan dan kurangnya rasa tanggung jawab dari tenaga kesehatan.
2. Kurang lancarnya komunikasi pra rujukan antara RSUD dengan fasilitas
kesehatan rujukan
3. Ketentuan pemerintah yang longgar terkait dengan asuransi komersial dan
masyarakat bukan peserta asuransi sosial pada sistem rujukan, sehingga
sistem rujukan belum dapat berjalan baik di era JKN ini

22
4. Masih kurangnya peran pemerintah daerah dalam memfasilitasi kelayakan
akses menuju RSUD
5. Kurangnya informasi dari BPJS kesehatan kepada para dokter tentang
sistem rujukan balik menjadi penyebab munculnya perbedaan persepsi yang
pada akhirnya berakibat pada tidak optimalnya aktivitas rujukan balik di
RSUD dan
6. Tidak efektifnya cara untuk mendapatkan obat bagi para pasien yang
dirujuk balik ke PPK I, membuat pasien yang telah dirujuk balik harus
kembali ke RSUD.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) Sesuai amanat
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pembangunan keluarga adalah
upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.
Puskesmas Sebagai PenentuKeberhasilan Program Pendekatan Keluarga
Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan puskesmas yang menggabungkan
upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) tingkat
pertama secara berkesinambungan dengan didasarkan kepada data dan informasi dari
profil kesehatan keluarga.
Expanding Maternal And Neonatal Survival (EMAS) adalah program
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang didanai oleh United States Agency
for International Development (USAID), yang diluncurkan pada tahun 2011. Program
5 tahun (2011-2016) ini bekerja untuk mengurangi kematian ibu dan bayi baru lahir di
enam provinsi di Indonesia yang berkontribusi terhadap 50% kematian ibu dan bayi
baru lahir.
SDGs merupakan seperangkat tujuan, sasaran, dan indikator pembangunan
yang berkelanjutan yang bersifat universal. SDGs merupakan kelanjutan dan
perluasan dari Millennium Development Goals (MDGs) yang telah dilakukan oleh
negara-negara sejak 2001 hingga akhir 2015.
Program JKN merupakan implementasi dari Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk mencapai UHC

3.2 Saran

24
Selepasnya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-kekurangan
pembahasan yang dikarenakan oleh berbagai macam keterbatasan waktu, oleh karena
itu kepada pembaca agar mengerti maksud dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Situasi kesehatan ibu. Kemenkes.
2014
Syafrawati. 2006. Pencapaian Tujuan MDGs Bidang Kesehatan Di Indonesia.
Sumatera Barat: Universitas Andalas
Rina Sari, Amd. Keb., SKM., MKM. 2019. Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat
untuk Mahasiswa Kebidanan. P.T Pustaka Baru: Deepublish
Friedman, M.R., 1998 Family Nursing : Research, Theory and Practice,
Pearson (1665)

25
Jamila ,nurul.2017. “Evaluasi Kinerja Kebijakan Kesehatan Ibu dan
Anak”:Universitas Airlangga
Kurniati,wati.2018. ENTIFIKASI PENYEBAB RENDAHNYA KEPESERTAAN
JKN PADA PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KAWASAN
PEDESAAN:Universitas Airlangga
Republik Indonesia, 2014 Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah,
Jakarta : Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 2015 Peraturan Presiden tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 -- 2019, Jakarta : Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 2016 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga,
Jakarta : Kementerian Kesehatan

LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah perkuliahan dengan pokok bahasan “Konsep Program Kesehatan Dalam


Meningkatkan Pelayanan KIA dan Konsep JKN”. Telah dikoreksi oleh dosen
penanggung jawab dan telah dilakukan revisi oleh tim.

26
Jakarta, 14 Januari 2021

Dosen Penanggung Jawab

Dr.Hariyanti,SKM
,MKM

27

Anda mungkin juga menyukai