Anda di halaman 1dari 36

MINI RESEARCH

“GAMBARAN HASIL ANALISIS DATA KELUARGA DAN


ANGGOTA KELUARGA DI DESA BANGUNJIWO KASIHAN
BANTUL”

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Stase Ilmu Kedokteran Masyarakat Pada Program
Profesi Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

INTAN HANIFAH MUTMAINNAH (20164011205)

ANTONIUS DIMAS WP (20164011150)

RULY DWI RINTAYANI (20164011119)

WILDAN FARIK ALKAF (20164011161)

AMALIA FAHMI WIDOWATI (20164011199)

PROGRAM PROFESI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Segala pujian serta kesyukuran hanya milik Allah SWT., Sholawat beserta
salam semoga selalu tercurah limpahkan kehadirat Nabi Muhammad saw., manusia
sempurna yang merubah kaumnya dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang, beserta keluarganya, para sahabat serta para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Alhamdulillahirabbil’alamin, berkat-Nya dan atas kehendak-Nya, MINI
RESEARCH dengan judul “Gambaran Hasil Analisis Data Keluarga dan
Anggota Keluarga Di Desa Bangunjiwo Kasihan Bantul” telah diselesaikan.
Maksud dari pembuatan Mini Research ini adalah memenuhi tugas di
Stase Ilmu Kedokteran Masyarakat pada Program Profesi Kedokteran Umum di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadyah Yogyakarta.
Penulis ingin berterimakasih atas dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak dalam proses pembuatan proposal ini kepada :
1. Dr. dr. Titiek Hidayati, selaku dosen pembimbing

2. dr. Ratna Ikawati, selaku Kepala Puskesmas Kasihan 1

3. dr. Siti Marlina, selaku dokter Preseptor Puskesmas Kasihan 1

4. Bapak Aceng Mutholib, SKM, Selaku Kepala Bagian Badan Diklat

5. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dan tidak dapat
disebutkan satu persatu, Jazakumullahu khairan katsiran.
Betapa banyaknya keterbatasan dan kekurangan dalam menyelesaikan
Mini research ini, semoga Allah SWT memberikan Barokah selalu untuk semua
pihak.
Billahittaufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yogyakarta, 9 November 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam kategori

negara sedang berkembang, dimana keadaan kesehatan masyarakat dan

lingkungannya merupakan hal yang masih perlu mendapatkan perhatian karena

sangat berkaitan terhadap peningkatan status kesehatan masyarakat yang

sedang menghadapi perbaikan. Kesehatan merupakan aspek penting yang harus

memperoleh perhatian dimana pengelolaannya harus dilakukan oleh seluruh

masyarakat. Langkah paling sederhana yang menjaga kesehatan dapat

dilakukan melalui tindakan preventif dan promotif (PROMKES Pusat Promosi

Kesehatan, 2013).

Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda

ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia.

Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia

Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera. Program

Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama Pembangunan Kesehatan

yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui Rencana Strategis

(Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui

Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015 (PMK

RI nomor 39, 2016).

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 fokus pada Program

Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi

masyarakat melalui tiga pilar utama, yaitu: (1) penerapan paradigma sehat, (2)

penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan Jaminan Kesehatan

1
Nasional (JKN) upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan tahun

2015-2019 dalam Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan

mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari pemerintah pusat,

provinsi, kabupaten/kota, swasta, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan

dimulai dari unit terkecil pada masyarakat, yaitu keluarga (PMK RI nomor 19,

2017).

Pemerintah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui

pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, untuk mendukung keluarga

agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Kementerian Kesehatan

menetapkan strategi operasional pembangunan kesehatan melalui Program

Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Pendekatan keluarga merupakan

salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan

mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya

dengan mendatangi keluarga. Pendekatan keluarga pengembangan dari

kunjungan rumah oleh Puskesmas dan perluasan dari upaya Perawatan

Kesehatan Masyarakat (Perkesmas). Melalui program ini, Puskesmas tidak

hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, tetapi juga di

luar gedung di wilayah kerjanya (PMK RI nomor 19, 2017).

B. Perumusan Masalah

Bagaimana gambaran tentang keluarga dan anggota keluarga pada Program

Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di Desa Bangunjiwo?

2
C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran tentang keluarga dan anggota keluarga pada

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di Desa Bangunjiwo.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya mengenai Program

Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

b. Mengetahui pencapaian Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga di Desa Bangunjiwo.

2. Manfaat praktis

Bagi fasilitas pelayanan kesehatan dan pemerintah, penelitian ini

dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap hasil pencapaian Program

Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka

1. Program Indonesia Sehat

Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari

Agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia

Indonesia. Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu

Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja dan Program Indonesia

Sejahtera. Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama

Pembangunan Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya

melalui rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang

ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor

HK.02.02/Menkes/52/2015. Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah

meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang disukung dengan

perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan noon kesehatan. Program

Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu :

(1) penerapan paradigm sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan dan (3)

pelaksanaan jaminan kesehatan (JKN).

2. Puskesmas

a. Definisi Puskesnas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya

4
promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat

yang setinggi-tingginya diwilayah kerjanya, sesuai dengan peraturan

yang mengatur tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Puskesmas

bertanggung jawab atas satu wilayah administrasi pemerintahan, yakni

kecamatan atau bagian dari kecamatan. Disetiap kecamatan harus

terdapat minimal satu puskesmas. Untuk membangun dan menentukan

wilayah kerja puskesmas, factor wilayah, kondisi geografis dan

kepadatan / jumlah penduduk merupakan dasar pertimbangan.

b. Fungsi Puskesmas

Kebijakan Kementerian Kesehatan menetapkan adanya dua

fungsi sebagai berikut :

1) Penyelenggaraan UKM tingkat pertama, yakni kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan

menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran

keluarga, kelompok dan masyarakat.

2) Penyelenggaraan UKP tingkat pertama, yakni kegiatan dan/ atau

serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk

peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan

penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan

perseorangan.

5
c. Pelaksanaan Pendekatam Keluarga Oleh Puskesmas

Dalam Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga,

peran Puskesmas adalah sebagai pelaksana. Pelaksanaan Program

Indonesia Sehat Dengan pendektan keluarga di tingkat puskesmas

dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1) Melakukan pendataan kesehatan keluarga menggunakan Prokesga

oleh Pembina Keluarga (dapat dibantu oleh kader kesehatan)

2) Membuat dan mengelola pangkalan data Puskesmas oleh tenaga

pengelola puskesmas

3) Menganalisis, merumuskan intervensi masalah kesehatan dan

menyusun rencana Puskesmas dan menyusun rencana Puskesmas

oleh Pimpinan Puskesmas

4) Melaksanakan penyuluhan kesehatan melalui kunjungan rumah oleh

Pembina Keluarga

5) Melaksanakan pelayanan professional

6) Melaksanakan system informasi dan pelaporan puskesmas oleh

tenaga pengelola data puskesmas.

3. Pendekatan Keluarga

a. Definisi keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh

kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi

dirinya sebagai bagian dari keluarga. Karena definisi ini bersifat luas,

definisi ini mencakup berbagai hubungan dan luar perspektif legal,

6
termasuk didalamnya adalah keluarga yang tidak ada hubungan darah,

pernikahan, atau adopsi dan tidak hanya terbatas pada keanggotaan

dalam suatu rumah tangga (Friedman et al., 2013). Pengertian keluarga

menurut Undang-undang No. 10 tahun 1992 adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anaknya,

atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.

b. Fungsi Keluarga

Anggota keluarga mampu untuk memberikan ketenangan,

kekuatan dan keberanian untuk pasien, yang membuat merasa aman dan

didukung dalam perjalanan penyakit (Urizzi, 2005).Fungsi keluarga

secara umum didefinisikan sebagai hasil akhir atau akibat dari struktur

keluarga. Lima fungsi keluarga menjadi saling berhubungan erat pada

saat mengkaji dan melakukan intervensi dengan keluarga, antara lain :

1) Fungsi afektif (fungsi mempertahankan kepribadian): Memfasilitasi

stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan

psikologis anggota keluarga.

2) Fungsi sosialisasi dan status sosial : Memfasilitasi sosialisasi primer

anak yang bertujuan menjadikan anak sebagai anggota masyarakat

yang produktif serta memberikan status pada anggota keluarga.

3) Fungsi reproduksi : Mempertahankan kontinuitas keluarga selama

beberapa generasi dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.

4) Fungsi ekonomi : Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan

efektifitas alokasinya.

7
5) Fungsi perawatan kesehatan : Menyediakan kebutuhan fisik-

makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan. (Friedman

et al., 2013)

c. Peran Keluarga

Peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori :

Peran formal atau terbuka dan peran informal atau tertutup. Sementara

peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur

peran keluarga (ayah-suami, ibu-istri, dll), peran informal bersifat

implisit, seringkali tidak tampak pada permukaan dan diharapkan

memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarga dan atau memelihara

keseimbangan keluarga (Friedman et al., 2013).

d. Pendekatan Keluarga

Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk

meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan / meningkatkan akses

pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga.

Keluarga dijadikan fokus dalam pendekatan pelaksanaan program

Indonesia Sehat karena menurut Friedman (1998), terdapat lima fungsi

keluarga, yaitu :

 Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk

mnegajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota

keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan

untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga

8
 Fungsi social yaitu proses perkembangan dan perubahan yang

dilalui individu yang menghasilkan interaksi social dan belajar

berperan dalam lingkungan sosialnya

 Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan

keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan

kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga.

 Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan adalah untuk

mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap

memiliki produktivitas yang tinggi.

Pendekatan keluarga yang dimaksud adalah pedoman umum ini

merupajan pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dari

perluasan dari upaya Perwatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang

meliputi kegiatan berikut

1) Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data profil

kesehatan keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan

datanya

2) Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebgaia

upaya promotif dan preventif

3) Kunjungan keluarga untuk menindaklanjuti pelayanan kesehatan

dalam gedung

4) Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga

untuk pengorganisasian/ pemberdayaan masyarakat dan

manajemen Puskesmas

9
Untuk menyatakan bahwa suatu keluarga sehat atau tidak

digunakan sejumlah penanda atau indicator. Dalam rangka pelaksanaan

Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12 indikator utama

untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas indicator

utama tersebut adalah sebagai berikut.

1) Keluarga mengikuti program Keluarga berencana (KB)

2) Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan

3) Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap

4) Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif

5) Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan

6) Penderita tuberculosis paru mendapatkan pengobatan sesuai

standar

7) Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur

8) Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak

ditelantarkan

9) Anggota keluarga tidak ada yang merokok

10) Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN)

11) Keluarga mempunyai akses sarana air bersih

12) Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat.

(Taher, et al, 2017)

10
B. Kerangka Konsep

C. Hipotesis

Gambaran tentang keluarga dan anggota keluarga pada program Indonesia

Sehat dengan Pendekatan Keluarga di Desa Bangunjiwo diketahui dari 12

indikator penanda status kesehatan

11
BAB III

METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan penelitian deskriptif
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh warga di desa Bangunjiwo yang terdata
di PISPK 2017 dan Sampelnya adalah diambil 5 Keluarga dari setiap dusun.
C. Kriteria Inklusi dan eksklusi
Inklusi : Keluarga yang mempunya kartu keluarga dan menetap di desa
bangunjiwo dan keluarga yang terdaftar di data puskesmas kasihan 1.
Eksklusi : data kuesioner PISPK 2017 yang tidak terisi lengkap
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini di Desa Bangunjiwo Kasihan bantul dan Waktu penelitian
dilakukan pada tanggal 31 Oktober – 4 November 2017
E. Instrumen penelitian
Data Sekunder berupa kuesioner hasil wawancara pada PISPK 2017
F. Cara Pengambilan Data
Menggunakan Kuesioner “data keluarga dan anggota keluarga” dari kemenkes
 melakukan wawancara  Mengumpulkan data.
G. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menguraikan data - data yang
dapat dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data yang didapat
dihitung presentasenya dan hasilnya disajikan dalam bentuk diagram pie.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keluarga sehat adalah suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan keluarga yang terdiri dari individu-individu yang dikepalai oleh
seorang kepala keluarga yang tinggal dalam satu lingkungan atau satu rumah dapat
hidup secara sosial dan ekonomis. Keluarga sehat dapat dinilai dengan
menggunakan indeks keluarga sehat dari 12 indikator. Gambaran data keluarga dan
anggota keluarga dapat dinilai dari beberapa indikator yang bertujuan untuk
menentukan keluarga yang dinilai termasuk kedalam keluarga sehat atau tidak
sehat.

Hasil mini research di wilayah desa bangunjiwo didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Usia Berdasarkan Indikator

No. Usia Frekuensi Presentase


1 >15 tahun 63 84
2 5-15 tahun 8 10,7
3 2-59 bulan 4 5,03
4 7-23 bulan 0 0
5 12-23 bulan 0 0
6 <12 bulan 0 0
Jumlah 100 100

Data menunjukkan terdapat 63 orang dengan usia >15 tahun, 8 orang dengan usia
antara 5-15 tahun, 4 orang dengan 2-59 bulan, dan tidak terdapat anggota keluarga
yang <12 bulan – 23 bulan.

13
Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi Presentase


1 Laki-laki 36 48
2 Perempuan 39 52
Jumlah 75 100

Dari data diatas terdapat 36 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan 39 orang
yang berjenis kelamin perempuan.

Tabel 3. Distribusi Wanita yang Menikah (10-54 tahun)

No. Status Frekuensi Presentase


1 Menikah 11 28,2
2 Belum Menikah 19 48,7
3 Lansia 9 23,1
Jumlah 39 100

14
WANITA YANG MENIKAH (10-54
TAHUN)
Menikah Belum menikah Lansia

23%
28%

49%

Dari data diatas terdapat 11 anggota keluarga yang menikah, 19 orang anggota
keluarga belum menikah, dan 9 orang lansia.

Tabel 4. Karakteristik keluarga yang mengikuti KB berdasarkan keluarga yang


sudah menikah (usia 10-54 tahun)

No KB Jumlah Presentasi
1 Ikut 2 18,2
2 Tidak 9 81,8
Jumlah 11 100

KELUARGA YANG MENGIKUTI KB


BERDASARKAN KELUARGA YANG
SUDAH MENIKAH (USIA 10-54
TAHUN)
Ikut Tidak ikut

18%

82%

Dari indikator keluarga yang mengikuti program keluarga berencana (KB)


didapatkan sebesar 18,2% mengikuti KB dan 81,8 % tidak mengikuti KB. Hasil

15
menunjukkan bahwa banyak keluarga yang belum melaksanakan program keluarga
berencana. Program ini dilaksanakan untuk menurunkan angka mortalitas dan
morbiitas, tetapi masalah yang terjadi masih belum tertasi. Saat ini masih terjadi
laju pertumbuhan yang sangat tinggi, fertilitas relatif masih tinggi dengan
penyebaran yang tidak merata. Tetapi banyak masyarakat yang masih beropini
bahwa program keluarga berencana tidak terlalu penting karena banyak orang yang
masih berfikiran “banyak anak banyak rezeki”. Padahal dari permasalahan laju
pertumbuhan penduduk di Indonesia dari tahun 2010 tercatat 237,6 juta jiwa dengan
laju pertumbuhan 1,49 persen pertahun dan jika tetap pada angka itu, pada 2045
jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 450 juta jiwa. Peningkatan yang
terus menerus inilah yang akan mengakibatkan permasalahan dan salah satu
solusinya yaiu dengan program keluarga berencana.

Tabel 5. Karakteristik ibu yang yang melakukan persalinan di fasilitas kesehatan


berlaku untuk keluarga yang hamil di Desa Bangunjiwo

No Hamil/Tidak hamil Frekuensi Presentase


1 Hamil 0 0
2 Tidak hamil 11 100
Jumlah 11 100

IBU YANG YANG MELAKUKAN


PERSALINAN DI FASILITAS
KESEHATAN
Hamil Tidak hamil

100%

Dari indikator ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan, didapatkan


sebesar 100% wanita tidak hamil. Dalam upaya pemerataan jangkauan pelayanan
kesehatan yang dititikberatkan pada pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan

16
secara terpadu melalui Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, Posyandu serta
pelayanan rujukan melalui rumah sakit, pemerintah telah membangun Puskesmas
dan jaringannya di seluruh Indonesia. Rata-rata setiap kecamatan mempunyai dua
Puskesmas, setiap tiga desa mempunyai satu Puskesmas pembantu dan di setiap
desa memiliki satu Polindes. Puskesmas telah melaksanakan kegiatan dengan hasil
yang nyata, status kesehatan masyarakat semakin meningkat, ditandai dengan
menurunnya angka kematian ibu, makin meningkatnya status gizi masyarakat dan
umur harapan hidup (Depkes 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan sudah
hampir terpenuhi terutama untuk melakukan persalinan di fasilitas kesehatan.

Tabel 6. Karakteristik bayi yang mendapat imunisasi lengkap berlaku untuk usia
12- 23 bulan di Desa Bangunjiwo

No Imunisasi Frekuensi Presentase


1 Imunisasi 0 0
2 Tidak 0 0
Jumlah 0 0

Dari indikator bayi mendapat imunisasi dasar lengkap, tidak terdapat anak
usia 12-23 bulan sehingga presentase 0%. Imunisasi merupakan salah satu investasi
kesehatan yang paling cost-effective (murah), karena terbukti dapat mencegah dan
mengurangi kejadian sakit, cacat dan kematian akibat PD3I yang diperkirakan 2
hingga 3 juta kematian tiap tahunnya. Di indonesia, program imunisasi mewajibkan
setiap bayi (usia 0-11 bulan) mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari
1 dosis hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB-Hib, 4 dosis polio tetes, dan 1
dosis campak. Dibandingkan 2008-2011 cakupan imunisasi dasar lengkap periode
tahun 2012-2015 di indonesia mengalami penurunan. Proporsi imunisasi dasar
lengkap menurut survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 (53,8%) dan
2013 (59,2%) belum mencapai target yang ditetapkan pada tahun tersebut. Hal-hal
berikut terjadi karena beberapa masalah diantaranya pelaksanaan program belum
dilaksanakan secara optimal sesuai standart WHO, serta masih ditemukannya
penolakan imunisasi di masyarakat dan penentuan target belum sesuai dengan
sasaran yang ada.

17
Tabel 7. Bayi mendapat ASI Eksklusif berlaku untuk umur 7-23 bulan di Desa
Bangunjiwo

No ASI Ekslusif Frekuensi Presentase


1 ASI Eksklusif 0 0
2 Tidak ASI Eksklusif 0 0
Jumlah 0 0

Dari indikator bayi mendapat ASI ekslusif, tidak didapatkan anak usia 7-23
bulan sehingga presentase 0%. Menurut penelitian yang dilakukan di wilayah
bangunjiwo puskesmas kasihan 1, hasil menunjukan tidak terdapat data di keluarga
yang mempunyai anak berusia 7-23 bulan, sehingga indikator bayi yang mendapat
asi ekslusif memiliki angka 0%
Millenium Development Goals (MDG’S) indonesia menargetkan pada
tahun 2015 angka kematian bayi dan angka kematian balita menurun sebesar dua
pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Menghadapi tantangan dari MDGS tersebut
maka perlu adanya program kesehatan anak yang mampu menurunkan angka
kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Salah satu program dalam proses
penurunan angka kematian bayi dan angka kematian balita adalah program asi
eksklusif, dan penyediaan konsultan asi eksklusif di puskesmas atau rumah sakit
(Badan Pusat Statistik, 2007). Berdasarkan pemantauan status gizi tahun 2016 bayi
di indonesia yang mendapatkan asi ekslusif sampai usia 6 bulan sebesar 29,5%
(Kemenkes RI, 2017)
Penelitian yang dilakukan oleh Siswono dkk tentang gambaran pemberian
asi eksklusif yang terdapat di wilayah puskesmas sindang barang, bogor barat, kota
bogor tahun 2014 mendapatkan jumlah dari 99 responden yang memberikan asi
eksklusif adalah sebanyak 53,5%. Jumlah ini hanya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan responden yang tidak memberikan asi eksklusif, yaitu
sebanyak 46,5%. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa didapatkan
hubungan antara dukungan suami dengan pemberian asi eksklusif di wilayah
kelurahan sindang barang, dimana ibu yang mendapatkan dukungan yang kuat dari
suami cenderung untuk menyusui asi eksklusif pada bayi 3,47 kali lebih besar

18
dibandingkan dengan ibu yang kurang mendapatkan dukungan dari suami.
Penelitian lainnya oleh Fjeld,. (2008) menyebutkan bahwa orang tua ibu yang tidak
memiliki pengetahuan yang baik tentang asi eksklusif sangat mempengaruhi
perilaku ibu dalam memberikan asi esklusif kepada anaknya. Menurut Amiruddin
dan Rostia (2007), kurangnya dukungan dari keluarga merupakan salah satu faktor
terhambatnya pemberian asi eksklusif sehingga walaupun ibu pernah menerima
atau tidak pernah menerima informasi asi eksklusif dari petugas kesehatan tidak
akan mempengaruhi tindakan ibu untuk memberikan asi eksklusif pada bayi
mereka.

Tabel 8. Balita mendapat pemantauan pertumbuhan berlaku untuk anggota


berumur 2-59 bulan di Desa Bangunjiwo.

No Pemantauan Frekuensi Presentasi


Pertumbuhan
1 Pemantauan 2 50
2 Tidak 2 50
dilakukan
pemantauan
Jumalah 4 100

BALITA MENDAPAT PEMANTAUAN


PERTUMBUHAN BERLAKU UNTUK
ANGGOTA BERUMUR 2-59 BULAN
Pemantauan Tidak dilakukan pemantauan

50% 50%

Dari indikator bayi mendapat pemantauan pertumbuhan, didapatkan sebesar


50% bayi mendapat pemantauan pertumbuhan dan 50% tidak dilakukan

19
pemantauan. Berdasarkan data UNICEF bahwa indonesia merupakan peringkat
kelima tertinggi di dunia, anak pendek (7,6 juta), anak kurus (2,8 juta) dan kurang
gizi (3,8 juta). Menurut hasil yang diperoleh dari 4 keluarga yang mempunyai balita
usia 2-59 bulan didapatkan sebesar 50.% dilakukan pemantauan pertumbuhan dan
50 % tidak dilakukan pemantauan. Pemantauan pertumbuhan balita sangat penting
dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan (growth faltering)
secara dini. Anak umur 12-59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan
pertumbuhan setiap bulan, minimal 8x dalam setahun yang tercatat di kms, atau
buku pencatatan lainnya. Penimbangan balita dan penilaian status gizi merupakan
suatu bentuk pemantauan yang dapat dilakukan diberbagai tempat seperti
poskesdes, posyandu, puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan lainnya.
Terdapat beberapa permasalahan yang terkait dengan pemantauan pertumbuhan
balita di layanan kesehatan terutama posyandu yaitu, kehadiran balita di posyandu
yang berkurang. Berdasarkan data Riskesdas (2010) selama enam bulan terakhir
anak umur 6-59 bulan yang ditimbang secara rutin (4 kali atau lebih), ditimbang 1-
3 kali dan yang tidak pernah ditimbang berturut-turut 49,4%, 26,9%, dan 23,8%.
Berdasarkan informasi data kementrian RI penimbangan balita yang
dilakukan di Indonesia mengalami penurunan dari 80,8% pada tahun 2014 menjadi
72.4 % pada tahun 2015 sedangkan target yang harus dicapai untuk tahun 2015
adalah 80%. Selain itu, pada tahun 2015 kementerian kesehatan melaksanakan
pemantauan status gizi (PSG), didapatkan sebesar 29% balita indonesia termasuk
kategori pendek. Menurut WHO prevalensi balita pendek menjadi masalah
kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Hasil Riskesdas tahun
2007 menunjukkan bahwa alasan utama rumah tangga tidak memanfaatkan
posyandu walaupun sebenarnya membutuhkan adalah karena ; pelayanan tidak
lengkap (49,6%), lokasi jauh (26%) dan tidak tersedianya posyandu (24%).selain
itu, frekuensi kunjungan balita ke posyandu semakin berkurang dengan semakin
meningkatnya umur anak.

Tabel 9. Karakteristik pernah didiagnosa TB berdasarkan anggota keluarga


berumur (>15 tahun) di Desa Bangunjiwo

No TB Frekuensi Presentase

20
1 TB 0 0
2 Tidak TB 63 100
Jumlah 63 100

KARAKTERISTIK PERNAH
DIDIAGNOSA TB BERDASARKAN
ANGGOTA KELUARGA BERUMUR
(>15 TAHUN)
TB Tidak TB

100%

Dari indikator anggota keluarga berumur (>15 tahun) yang pernah di


diagnosa penyakit TB didapatkan sebanyak 100% tidak menderita TB. Hasil
menunjukan bahwa 63 orang yang berusia > 15 tahun tidak pernah didiagnosis TB
sebanyak 100%. Faktanya berdasarkan data dari WHO Global Tuberculosis Report
2016 menyatakan bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk 254.831.222,
menempati posisi kedua dengan beban TB tertinggi di dunia. TB di indonesia juga
merupakan penyebab nomor empat kematian setelah penyakit kardiovaskular.
Berdasarkan data dan informasi dari Kemenkes RI, menurut kelompok jenis
kelamin jumlah kasus baru tuberkulosis paru BTA positif di indonesia tahun 2016
didapatkan hasil laki-laki lebih banyak dibanding wanita yaitu mencapai 95.382
orang sedangkan wanita mencapai 61.341 orang. Sedangkan kelompok umur, pada
umur 45-54 mencapai 19,82 % yang memiliki tuberkulosis paru BTA postif. Hal
tersebut dikarenakan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang TB
dan bagaimana mengakses pengobatan. Belum baiknya pengetahuan masyarakat
tentang TB dan adanya pengobatan gratis bisa mengakibatkan terlambatnya mereka
mencari pengobatan atau tidak berobat yang berkontribusi pada tingginya
prevalensi TB.

21
Tabel 10. Karakteristik didiagnosa HT berdasarkan usia > 15 tahun di desa
Bangunjiwo

No HT Frekuensi Presentase
1 HT 2 3,2
2 Tidak HT 61 96,8
Jumlah 63 100

KARAKTERISTIK DIDIAGNOSA HT
BERDASARKAN USIA > 15
HT Tidak HT

3%

97%

Dari indikator keluarga yang pernah di diagnosa HT didapatkan sebesar


3,2% pernah didiagnosa HT dan 96,8% tidak pernah di diagnosa HT. Hasil
menunjukkan bahwa yang pernah didiagnosis hipertensi sebanyak 2 orang dari
jumlah 63 orang yaitu 3,17 %. Menurut Riskesdas 2013, Penyakit hipertensi terjadi
penurunan dari 31,7 persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Asumsi
terjadi penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang
berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke
fasilitas kesehatan. Terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan
wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6
persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013. Pada analisis hipertensi terbatas
pada usia 15-17 tahun menurut JNC VII 2003 didapatkan prevalensi nasional
sebesar 5,3 persen (laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%) lebih
tinggi dari perkotaan (5,1%).

22
Tabel 11. Karakteristik penderita gangguan jiwa di Desa Bangunjiwo

No Gangguan Jiwa Frekuensi Presentase


1 Ada 0 0
2 Tidak ada 75 100
Jumalah 75 100

KARAKTERISTIK PENDERITA
GANGGUAN JIWA DI DESA
BANGUNJIWO
Ada Tidak ada

100%

Dari indikator penderita gangguan jiwa didapatkan sebesar 100% tidak


terdapat gangguan jiwa. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat penderita
gangguan jiwa di Desa Bangunjiwo. Faktanya, satu dari empat orang dewasa akan
mengalami masalah kesehatn jiwa pada satu waktu dalam hidupnya. Bahkan, setiap
40 detik di suatu tempat di dunia ada seseorang yang meninggal karena bunuh diri
(WFMH, 2016). Data WHO (2016) menunjukkan, terdapat sekitar 35 juta orang
terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia serta 47,5 juta terkena demensia.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2013,
prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala
depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang
atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa
berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per
1000 penduduk. Merujuk pada data tersebut, maka masalah kesehatan jiwa
seseorang tidak bisa dianggap mudah.

23
Tabel 12. Karakteristik anggota keluarga yang merokok

No Merokok/tidak merokok Frekuensi Presentase


1 Merokok 26 34,6
2 Tidak merokok 49 65,3
Jumlah 75 100

KARAKTERISTIK ANGGOTA
KELUARGA YANG MEROKOK
Merokok Tidak merokok

35%

65%

Dari indikator keluarga yang merokok didapatkan sebesar 34,6% anggota


keluarga yang merokok dan 65,3% anggota keluarga yang tidak merokok. Hasil
menunjukkan bahwa anggota keluarga yang merokok sebanyak 26 orang dari 75
orang yaitu 34,6% anggota keluarga yang merokok. Di Indonesia, rerata proporsi
perokok umur 10 tahun ke atas adalah 29,3%. Proporsi perokok umur 10 tahun ke
atas terbanyak di Kepulauan Riau dengan perokok setiap hari 27,2% dan kadang-
kadang merokok 3,5%. Perilaku merokok penduduk dengan umur 15 tahun ke atas
masih belum mengalami penurunan dari tahun 2007 hingga 2013, justru cenderung
meningkat dari 34,2% tahun 2007 menjadi 36,3% tahun 2013. Laki-laki 64,9% dan
perempuan 2,1% masih menghisap rokok. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap
hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4%, pada laki-laki lebih banyak
dibandingkan dengan perokok perempuan (47,5% banding 1,1%) (Riskesdas,
2013). Di Yogyakarta, penggunaan tembakau juga cukup tinggi yaitu mencapai
21,2% merokok setiap harinya dan 5,7% merokok kadang-kadang dengan rata- rata

24
penggunaan rokok 9,9 batang perhari (Riskesdas, 2013). Jumlah tersebut
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hasil riset pada tahun 2010.
Perokok setiap hari pada umur 10 tahun ke atas sebesar 20,8% dan 7,0% yang
merupakan perokok kadang-kadang (Riskesdas, 2010). Data-data hasil riset
tersebut menunjukkan bahwa jumlah penggunaan rokok semakin meningkat,
padahal sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa merokok menjadi faktor risiko
terjangkitnya penyakit kronis, seperti kanker, penyakit paru-paru dan penyakit
kardiovaskuler.

Tabel 13. Karakteristik keluarga sudah memiliki jaminan kesehatan nasional


(JKN) di Desa Bangunjiwo

No Memiliki/tidak memiliki Frekuensi Presentase


1 Memiliki 47 62,6
2 Tidak memiliki 28 37,3
Jumlah 75 100

KELUARGA SUDAH MEMILIKI


JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
(JKN)
Memiliki Tidak memiliki

37%

63%

Dari indikator yang mempunyai jaminan kesehatan nasional didapatkan


62,6 % anggota keluarga yang memiliki JKN dan 37,3 % anggota keluarga yang
tidak memiliki JKN. Hasil menunjukan bahwa dari 75 orang didapatkan sebesar
62,6% anggota keluarga yang memiliki JKN dan 37,3% anggota keluarga yang
tidak memiliki JKN. JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah program
Pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang
menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif dan

25
sejahtera. Badan penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan merupakan bagian dari
badan penyelenggaraan JKN, BPJS menargetkan jumlah peserta JKN pada akhir
2017 adalah 201 juta orang, sedangkan Sampai 17 Maret 2017, jumlah peserta JKN-
sudah mencapai 175 juta jiwa dari berbagai segmen kepesertaan. lni berarti 70
persen penduduk Indonesia telah menjadi peserta JKN-KIS. Sejumlah kendala yang
dialami BPJS untuk menambah kepersertaan antara lain rendahnya kesadaran
masyarakat tentang program JKN, sulitnya dalam mengikuti alur JKN, serta
masalah ekonomi yang masih dipertimbangkan oleh sebagian masyarakat.

Tabel 14. Karakteristik keluarga memiliki sarana air bersih di Desa Bangunjiwo

No Memiliki/tidak memiliki Frekuensi Presentase


1 Memiliki 75 100
2 Tidak memiliki 0 0
Jumlah 75 100

Dari indikator keluarga yang mempunyai sarana air bersih didapatkan


sebanyak 100% anggota keluarga yang sudah mempunyai sarana air bersih. Hasil
menunjukan bahwa seluruh responden yang terdiri dari 75 orang memiliki sarana
air bersih dirumah. Air bersih dan sanitasi merupakan sasaran Tujuan Pembangunan
Milenium (MDG) yang ketujuh dan pada tahun 2015. Menurut Menkes RI Akses
masyarakat pada sanitasi juga meningkat dari 56,08% (2015) menjadi 69,13%
(Triwulan II Tahun 2017) serta akses pada sumber air bersih juga meningkat dari
70,97% (2015) naik ke 71,14% (2016).

26
Tabel 15. Karakteristik keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban
sehat di Desa Bangunjiwo

No Memiliki Jamban Frekuensi Presentase


Sehat
1 Memiliki 66 88
2 Tidak memiliki 9 12
Jumlah 75 100

Dari indikator keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat


didapatkan sebesar 88% anggota keluarga menggunakan jamban sehat dan 12%
tidak menggunakan jamban sehat. Hasil menunjukan bahwa dari 75 anggota
keluarga terdapat 88% yang mempunyai akses dan menggunakan jamban sehat dan
12% yang tidak memiliki jamban sehat. Jamban sehat adalah suatu bangunan untuk
membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam
suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak
mengotori permukaan. Berdasarkan data WHO pada tahun 2010 diperkirakan
sebesar 1,1 milyar orang atau 17% penduduk dunia masih buang air besar di area
terbuka, dari data tersebut diatas sebesar 81% penduduk yang Buang Air Besar
Sembarangan (BABS)terdapat di 10 negara dan Indonesia sebagai negara kedua
terbanyak ditemukan masyarakat buang air besar di area terbuka. Berdasarkan
laporan MDGs, di Indonesia tahun 2010 akses sanitasi layak hanya mencapai
51,19% (target MDGs sebesar 362,41%) dan sanitasi daerah pedesaan sebesar
33,96% (target MDGs sebesar 55,55%) (Kementerian PPN, 2010). Hal yang
menyebabkan masih banyak masyarakat yang belum memanfaatkan jamban

27
keluarga dengan baik yang dikarenakan oleh berbagai faktor seperti pengetahuan,
sikap, tindakan, sosial budaya, lingkungan dan ekonomi masyarakat yang masih
kurang.

28
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Gambaran analisis keluarga dan anggota keluarga dapat dilihat dari 12 indikator,
pertama, Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB) hanya 18,2% dan
yang tidak mengikuti KB terdapat 81,8%. Kedua, Ibu melakukan persalinan di
fasilitas kesehatan dari 11 anggota keluarga terdapat 100% karena dari anggota
yang dinilai sedang tidak hamil. Tiga, Bayi mendapatkan Imunisasi dasar lengkap
0% karena tidak ada anggota kelompok usia 12-23 bulan. Empat, Bayi
mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif 0% karena tidak ada anggota keluarga
usia 7-23 bulan. Lima, Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan 50% dan
yang tidak mendapatkan pemantauan sebesar 50%. Enam, Penderita tuberkulosis
paru mendapatkan pengobatan sesuai standar terdapat 100% karena dari 63 anggota
keluarga tidak ada yang mengalami tuberkulosis paru. Tujuh, anggota keluarga
yang didiagnosa hipertensi berdasarkan >15 tahun terdapat 3,2% yang mengalmi
Hipertensi dan 96,8% tidak mengalami Hipertensi. Delapan, Penderita gangguan
jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan 100% tidak ada karena dari
75 anggota keluarga tidak mengalami gangguan jiwa. Sembilan, Anggota keluarga
yang merokok terdapat 34,6% dan 65,3% tidak merokok. Sepuluh, Keluarga sudah
memiliki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdapat 62,6% dan 37,3% tidak
memiliki jaminan kesehatan. Sebelas, Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
terdapat 100%. Duabelas, Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban
sehat terdapat 88% dan 12% tidak mempunyaki akses.
2. Dari 12 indikator tersebut ada 2 indikator yang masih perlu ditinjau lebih lanjut
yaitu indikator keluarga yang mengikuti program KB dan Keluarga yang memiliki
Jaminan Kesehatan Nasional.

B. Saran
 Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menganalisis penyebab atau faktor
dari setiap indikator yang mempengaruhi pada kondisi keluarga.
 Dapat dilakukan penelitian secara kualitatif pada indikator KB, ASI Eksklusif,
Merokok, JKN

29
30
DAFTAR PUSTAKA
Marilyn M. Friedman, Vicky R Bowden, Elaine G.Jones. (2013). Buku Ajar
Keperawatan Keluarga. In V. R. Marilyn M. Friedman. Jakarta: EGC.

Urizzi, F. (2005). Vivências de familiares de pacientes internados em terapia


intensiva: o outro lado da internação. Escola de Enfermagem de Ribeirão
Preto/USP.

Taher, A, Djuarsa, Y, Setiawati H. Sri, Putri W. Trisa, Soepono S, dkk (2017)


Buku Pedoman PIS-PK Edisi 2, Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2017

siswono, e., dkk. 2014. Intervensi kesehatan masyarakat dalam peningkatan


cakupan asi eksklusif di wilayah puskesmas sindang barang kota bogor (pdf
download available). Available from:
https://www.researchgate.net/publication/315665396_intervensi_kesehatan
_masyarakat_dalam_peningkatan_cakupan_asi_eksklusif_di_wilayah_pus
kesmas_sindang_barang_kota_bogor [accessed nov 09 2017].

Data dan informasi profil kesehatan indonesia 2016. 2017. Kemenkes ri. Diakses di
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lain-lain/data dan
informasi kesehatan profil kesehatan indonesia 2016 - smaller size - web.pdf

Amiruddin r, rostia. 2007. Promosi susu formula menghambat pemberian asi


eksklusif pada bayi 6 – 11 bulan di kelurahan pa’baeng-baeng makassar
tahun 2006.(jurnal)

Fjeld,. (2008). „no sister, the breast alone is not enough for my baby‟ a qualitative
assessment of potentials and barriers in the promotion of exclusive
breastfeeding in southern zambia. International breastfeeding journal 2008,
3:26. Centre for international health, university of bergen Norway

intervensi kesehatan masyarakat dalam peningkatan cakupan asi eksklusif di


wilayah puskesmas sindang barang kota bogor (pdf download available).
Available from:
https://www.researchgate.net/publication/315665396_intervensi_kesehatan
_masyarakat_dalam_peningkatan_cakupan_asi_eksklusif_di_wilayah_pus
kesmas_sindang_barang_kota_bogor [accessed nov 09 2017].

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lain-lain/Data dan
Informasi Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia 2016 - smaller size -
web.pdf

http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/pemantauan-pertumbuhan-
anak

31
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/situasi-balita-
pendek-2016.pdf

Febry, f., 2012. Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu.jurnal imu kesehatan


masyarakat. Univeristas sriwijaya.

32

Anda mungkin juga menyukai