Anda di halaman 1dari 28

PROGRAM USAHA KESEHATAN SEKOLAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II

Disusun Oleh :

Maya Suryawanti - 1610711112

Dewi Astri Yulianti - 1610711118

Santi Sri Hartini - 1610711120

Naziah Prihandini - 1610711122

Rizky Arjuna Indra M - 1610711124

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA

2019-2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami sehingga akhirnya kami dapat membuat makalah Keperawatan
Komunitas II

Makalah yang berjudul “Program Usaha Kesehatan Sekolah” ditulis untuk memenuhi tugas
kelompok pada mata kuliah Keperawatan Komunitas II.

Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada
kami dalam pembuatan makalah ini. Apabila terdapat kesalahan dalam tulisan ini kami mohon
maaf.

Jakarta, 13 Februari 2019

Tim Penulis
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………………1

I.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………..1

I.3 Tujuan………………………………………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Promosi Kesehatan………………………………………………………………..2

II.2 Sejarah Promosi Kesehatan…………………………………………………………………...2

II.3 Model Teori Promosi Kesehatan …………………………………………………………......5

II.4 Visi Misi Promosi Kesehatan ……………………………………………………………….22

II.5 Target/Sasaran Promosi Kesehatan …………………………………………………………..

II.6 Lingkup Hubungan Promosi Kesehatan ……………………………………………………..

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sekolah merupakan sebuah lembaga formal, tempat anak didik memperoleh
pendidikan dan pelajaran yang diberikan oleh guru. Sekolah adalah suatu wadah untuk
melaksanakan proses belajar mengajar. Sekolah juga dapat meningkatkan kesehatan warga
sekolah. Kesehatan dapat diperoleh individu dengan memelihara kesehatan setiap hari.
Individu yang melakukan kebiasaan kegiatan aktivitas kesehatan yang tinggi, maka akan
tinggi pula kesehatan individu.
Pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang optimal, dapat membantu
terbentuknya konsentrasi sehingga individu dapat belajar dengan baik. Pendidikan kesehatan
dan pelayanan kesehatan perlu dilakukan di sekolah agar dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan anak tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Peran guru yang semakin tinggi
dalam pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan di sekolah semakin besar pula tingkat
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Salah satu usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik adalah melalui UKS.
UKS merupakan saluran utama pendidikan kesehatan yang ada di sekolah untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat dan selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat,
yang nantinya akan menghasilkan kesehatan peserta didik secara optimal.
Program UKS adalah program pemerintah yang wajib ada dan dilaksanakan di sekolah
dalam pelayan dan pendidikan 2 kesehatan atau kebiasaan hidup sehat di sekolah dan
diterapkan di lingkungan sekitar. UKS wajib dilaksanakan pada semua tingkatan pendidikan,
baik sekolah negeri maupun swasta mulai dari tingkat SD hingga SMA.
Anak Usia Sekolah merupakan bagian dari anak, berusia 6 sampai 18 tahun yang
jumlahnya mencapai seperempat dari total penduduk Indonesia, 80 % diantaranya ada di
sekolah, dan ini berarti mencakup lebih dari 50 juta peserta didik. Mereka adalah sasaran yang
strategis untuk pelaksanaan program kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, mereka
juga merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik. Sifat keingin
tahuan yang tinggi dan kecenderungan untuk mencoba - coba, menyebabkan mereka mudah
dimotivasi dan cepat menerima serta mengadopsi hal-hal baru termasuk pesan – pesan
kesehatan. Selain itu mereka juga memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai agent of
change (agen pengubah) di lingkungannya masing-masing.
Oleh karena itu, berbagai terobosan harus dilakukan untuk menggali dan
memanfaatkan sumber daya secara optimal yang difokuskan pada pelaksanaan Usaha
Kesehatan Sekolah yang Efektif (Focusing Resources on Effective School Health – FRESH),
karena hampir bisa dipastikan bahwa semua upaya kesehatan, akan lebih cepat berhasil kalau
dikembangkan di sekolah dan madrasah serta akan berdaya ungkit besar, karena selain
diadaptasi oleh peserta didik sendiri, juga akan disebarluaskan ke masyarakat, khususnya di
lingkungan keluarga peserta didik dan masyarakat sekitar.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang itu adalah:
1. Apa UKS dan TRIAS UKS?
2. Bagaimana Prevalensi / Perkembangan Pelaksanaan UKS di Indonesia?
3. Apa Tujuan dan Fungsi dari program UKS?
4. Siapa saja sasaran program UKS?
5. Program UKS apa saja yang dilaksanakan di Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa/I Mengetahui Pengertian UKS dan TRIAS UKS
2. Mahasiswa/I Mengetahui Prevalensi / Perkembangan Pelaksanaan UKS di
Indonesia
3. Mahasiswa/I Mengetahui Tujuan dan Fungsi dari program UKS
4. Mahasiswa/I Mengetahui sasaran program UKS
5. Mahasiswa/I Mengetahui Program UKS yang dilaksanakan di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Promosi Kesehatan


Promosi Kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan
intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk
memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
(Lawrence Green, 1984)
Menurut Piagam Ottawa (1986), Promosi Kesehatan adalah suatu proses untuk
memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.
Promosi Kesehatan adalah Proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol
terhadap, dan memperbaiki kesehatan mereka (WHO,1984)
Australian Health Foundation merumuskan batasan lain pada promosi kesehatan
sebagai berikut :“ Health promotion is programs are design to bring about
“change”within people, organization, communities, and their environment ”. Artinya
bahwa promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang dirancang untuk
membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri, maupun dalam
organisasi dan lingkungannya.
Soekidjo Notoatmojo (2005), Pertama:…Promosi kesehatan dalam konsep Level
and Clark (4 tingkat pencegahan penyakit) berarti peningkatan kesehatan.
Kedua:…Upaya memasarkan, menyebarluaskan, memperkenalkan pesan-pesan
kesehatan, atau upaya-upaya kesehatan sehingga masyarakat menerima pesan-pesan
tersebut.
Promosi kesehatan merupakan proses pemberdayaan seseorang untuk
meningkatkan control dan peningkatan kesehatannya. WHO menekankan bahwa
promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu
meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis
filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri (Maulana,2009).

Jadi kesimpulannya promosi kesehatan adalah upaya dalam membantu masyarakat


mengoptimalkan bergaya hidup sehat.

II.2 Sejarah Promosi Kesehatan


Jika kita 'flashback' sejenak, perkembangan Promosi Kesehatan tidak terlepas dari
perkembangan sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan dipengaruhi juga oleh
perkembangan Promosi Kesehatan International yaitu dimulainya program
Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) pada tahun 1975 dan tingkat
Internasional tahun 1978 Deklarasi Alma Ata tentang Primary Health Care tersebut
sebagai tonggak sejarah cikal bakal Promosi Kesehatan (Departemen Kesehatan, 1994).
Istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan
setidaknya pada tahun 1986, ketika diselenggarakannya Konferensi Internasional
pertama tentang Health Promotion di Ottawa, Canada pada tahun 1986.
Pada waktu itu dicanangkan ”the Ottawa Charter”, yang didalamnya memuat
definisi serta prinsip-prinsip dasar Promosi kesehatan. Namun istilah tersebut pada waktu
itu di Indonesia belum terlalu populer seperti sekarang. Pada masa itu, istilah yang cukup
terkenal hanyalah Penyuluhan Kesehatan, selain itu muncul pula istilahistilah populer
lain seperti KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), Social Marketing (Pemasaran
Sosial) dan Mobilisasi Sosial. Selanjutnya perkembangan Promosi Kesehatan di
Indonesia adalah seperti uraian berikut ini:

1. Sebelum Tahun 1965


Pada saat itu istilahnya adalah Pendidikan Kesehatan. Dalam program-program
kesehatan, Pendidikan Kesehatan hanya sebagai pelengkap pelayanan kesehatan,
terutama pada saat terjadi keadaan kritis seperti wabah penyakit, bencana, dsb.
Sasarannya perseorangan (individu), supaya sasaran program lebih kepada perubahan
pengetahuan seseorang.

2. Periode Tahun 1965-1975


Pada periode ini sasaran program mulai perhatian kepada masyarakat. Saat itu juga
dimulainya peningkatan tenaga profesional melalui program Health Educational
Service (HES). Tetapi intervensi program masih banyak yang bersifat individual
walau sudah mulai aktif ke masyarakat. Sasaran program adalah perubahan
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.

3. Periode Tahun 1975-1985.


Istilahnya mulai berubah menjadi Penyuluhan Kesehatan. Di tingkat Departemen
Kesehatan ada Direktorat PKM. PKMD menjadi andalan program sebagai pendekatan
Community Development. Saat itu mulai diperkenalkannya Dokter Kecil pada
program UKS di SD. Departemen Kesehatan sudah mulai aktif membina dan
memberdayakan masyarakat. Saat itulah Posyandu lahir sebagai pusat pemberdayaan
dan mobilisasi masyarakat. Sasaran program adalah perubahan perilaku masyarakat
tentang kesehatan. Pendidikan kesehatan pada era tahun 80-an menekankan pada
pemberian informasi kesehatan melalui media dan teknologi pendidikan kepada
masyarakat dengan harapan masyarakat mau melakukan perilaku hidup sehat.
Namun kenyataannya, perubahan tersebut sangat lamban sehingga dampaknya
terhadap perbaikan kesehatan sangat kecil. Dengan kata lain, peningkatan
pengetahuan yang tinggi tidak diikuti dengan perubahan perilaku. Seperti yang
diungkap hasil penelitian, 80% masyarakat tahu cara mencegah demam berdarah
dengan melakukan 3M (menguras, menutup dan mengubur) tetapi hanya 35% dari
masyarakat yang benar-benar melakukan 3M tersebut.
Oleh sebab itu, agar pendidikan kesehatan tidak terkesan ‘tanpa arti’, maka para
ahli pendidikan kesehatan global yang dimotori oleh WHO, pada tahun 1984
merevitalisasi pendidikan kesehatan tersebut dengan menggunakan istilah promosi
kesehatan. Promosi kesehatan tidak hanya mengupayakan perubahan perilaku saja
tetapi juga perubahan lingkungan yang menfasilitasi perubahan perilaku tersebut.
Disamping itu promosi kesehatan lebih menekankan pada peningkatan kemampuan
hidup sehat bukan sekedar berperilaku sehat.

4. Periode Tahun 1985-1995.


Dibentuklah Direktoral Peran Serta Masyarakat (PSM), yang diberi tugas
memberdayakan masyarakat. Direktoral PKM berubah menjadi Pusat PKM, yang
tugasnya penyebaran informasi, komunikasi, kampanye dan pemasaran sosial bidang
kesehatan. Saat itu pula PKMD menjadi Posyandu. Tujuan dari PKM dan PSM saat
itu adalah perubahan perilaku.
Pandangan (visi) mulai dipengaruhi oleh ’Ottawa Charter’ tentang Promosi
Kesehatan.

5. Periode Tahun 1995-Sekarang


Istilah PKM menjadi Promosi Kesehatan. Bukan saja pemberdayaan kearah
mobilisasi massa yang menjadi tujuan, tetapi juga kemitraan dan politik kesehatan
(termasuk advokasi). Sehingga sasaran Promosi Kesehatan tidak hanya perubahan
perilaku tetapi perubahan kebijakan atau perubahan menuju perubahan sistem atau
faktor lingkungan kesehatan. Pada Tahun 1997 diadakan konvensi Internasional
Promosi Kesehatan dengan tema ”Health Promotion Towards The 21’st Century,
Indonesian Policy for The Future” dengan melahirkan ‘The Jakarta Declaration’.
Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986) sebagai hasil rumusan
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Di Ottawa-Canada, menyatakan bahwa
Promosi Kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga
mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri. Batasan promosi kesehatan ini mencakup 2 dimensi yaitu kemauan dan
kemampuan. Sehingga tujuan dari Promosi Kesehatan itu sendiri adalah
memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
dan menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi
kesehatan. Dengan demikian penggunaan istilah Promosi Kesehatan di Indonesia
tersebut dipicu oleh perkembangan dunia Internasional. Nama unit Health Education
di WHO baik di Hoodquarter, Geneva maupun di SEARO India, juga sudah berubah
menjadi unit Health Promotion. Nama organisasi profesi Internasional juga
mengalami perubahan menjadi International Union For Health Promotion and
Education (IUHPE). Istilah Promosi Kesehatan tersebut juga ternyata sesuai dengan
perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri yang mengacu pada
paradigma sehat. Salah satu tonggak promosi kesehatan ialah Deklarasi Jakarta, yang
lahir dari Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke IV.
Deklarasi Jakarta Merumuskan bahwa :
a. Promosi kesehatan adalah investasi utama yang memberikan dampak pada determinan
kesehatan, dan juga memberikan kesehatan terbesar pada masyarakat.
b. Promosi kesehatan memberikan hasil positif yang berbeda dibandingkan upaya lain
dalam meningkatkan kesetaraan bagi masyarakat dalam kesehatan.
c. Promosi kesehatan perlu disosialisasikan dan harus menjadi tanggung jawab lintas
sektor.

Deklarasi juga merumuskan prioritas-prioritas promosi kesehatan di abad 21 yaitu:


meningkatkan tanggung jawab dalam kesehatan, meningkatkan investasi untuk
pembangunan kesehatan, meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemberdayaan
individu serta menjamin infrastruktur promosi kesehatan.

II.3 Model Teori Promosi Kesehatan

1.HEALTH BELIEF MODEL


A. Sejarah Health Belief Model
Pada tahun 1950-an peneliti kesehatan publik Amerika Serikat mulai
mengembangkan suatu model yang memiliki target indikasi untuk program edukasi
kesehatan. (Hochbaum 1958; Rosenstock 1966). Tapi, psikolog sosial di Amerika
Serikat ini mendapati masalah dengan sedikitnya orang yang berpartisipasi dalam
program pencegahan dan deteksi penyakit.
Penelitian yang terus berkembang melahirkan model kepercayaan sehat atau
health belief model. Irwin Rosenstock (1974) adalah tokoh yang mencetuskan
health belief model untuk pertama kali bersama Godfrey Hochbaum (1958).
Mereka mengembangkannya dengan mengemukaan kerentanan yang dirasakan
untuk penyakit TBC. Stephen Kegels (1963) menunjukkan hal yang serupa
mengenai kerentanan yang dirasakan untuk masalah gigi yang parah dan perhatian
untuk mengunjungi dokter gigi menjadi tindakan prefentif sebagai salah satu solusi
masalah gigi.
Teori health belief model ini didasari oleh teori Kurt Lewin. Conner: 2003
dalam bukunya menuliskan bahwa hubungan antara prinsip hidup sehat yang benar
dengan perilaku sehat ini mengikuti terminologi konsep Lewin (1951) mengenai
valensi yang menyumbangkan bahwa perilaku dapat berubah lebih atraktif atau
kurang atraktif.

B. Definisi Health Belief Model


Health Belief Model (disingkat HBM) seringkali dipertimbangakan sebagai
kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan telah
mendorong penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950-an (Kirscht, 1988;
Schmidt dkk, 1990). Hal ini menjadikan HBM sebagai model yang menjelaskan
pertimbangan seseorang sebelum mereka berperilaku sehat. Oleh karena itu, HBM
memiliki fungsi sebagai model pencegahan atau preventif (Stanley & Maddux:
1986)
HBM ini merupakan model kognitif yang artinya perilaku individu dipengaruhi
proses kognitif dalam dirinya. Proses kognitif ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti penelitian sebelumnya yaitu variabel demografi, karakteristik
sosiopsikologis, dan variabel struktural. Variabel demografi meliputi kelas, usia,
jenis kelamin. Karakteristik sosisopsikologis meliputi, kepribadian, teman sebaya
(peers), dan tekanan kelompok. Variabel struktural yaitu pengetahuan dan
pengalaman tentang masalah.

C. Komponen Health Belief Model


Health belief model memiliki enam komponen yaitu:
a. Perceived Susceptibility
Perceived Susceptibility adalah kepercayaan seseorang dengan menganggap
menderita penyakit adalah hasil melakukan perilaku terentu. Perceived
susceptibility juga diartikan sebagai perceived vulnerability yang berarti
kerentanan yang dirasakan yang merujuk pada kemungkinan seseorang dapat
terkena suatu penyakit. Perceived susceptibility ini memiliki hubungan positif
dengan perilaku sehat. Jika persepsi kerentanan terhadap penyakit tinggi maka
perilaku sehat yang dilakukan seseorang juga tinggi. Contohnya seseorang
percaya kalau semua orang berpotensi terkena kanker.

b. Perceived Severity
Perceived Severity adalah kepercayaan subyektif individu dalam
menyebarnya penyakit disebabkan oleh perilaku atau percaya seberapa
berbahayanya penyakit sehingga menghindari perilaku tidak sehat agar tidak
sakit. Hal ini berarti perceived severity berprinsip pada persepsi keparahan yang
akan diterima individu. Perceived severity juga memiliki hubungan yang positif
denga perilaku sehat. Jika persepsi keparahan individu tinggi maka ia akan
berperilaku sehat. Contohnya individu percaya kalau merokok dapat
menyebabkan kanker.

c. Perceived Benefits
Perceived Benefits adalah kepercayaan terhadap keuntungan dari metode
yang disarankan untuk mengurangi resiko penyakit. Perceived benefits secara
ringkas berarti persepsi keuntungan yang memiliki hubungan positif dengan
perilaku sehat. Individu yang sadar akan keuntungan deteksi dini penyakit akan
terus melakukan perilaku sehat seperti medical check up rutin. Contoh lain
adalah kalau tidak merokok, dia tidak akan terkena kanker.

d. Perceived Barriers
Perceived barriers adalah kepercayaan mengenai harga dari perilaku yang
dilakukan. Perceived barriers secara singkat berarti persepsi hambatan aatau
persepsi menurunnya kenyamanan saat meninggalkan perilaku tidak sehat.
Hubungan perceived barriers dengan perilaku sehat adalah negatif. Jika persepsi
hambatan terhadap perilaku sehat tinggi maka perialu sehat tidak akan
dilakukan. Contohnya, kalau tidak merokok tidak enak, mulut terasa asam.
Contoh lain SADARI (periksa payudara sendiri) untuk perempuan yang dirasa
agak susah dalm menghitung masa subur membuat perempuan enggan SADARI.

e. Cues to Action
Cues to action adalah mempercepat tindakan yang membuat seseorang
merasa butuh mengambil tindakan atau melakukan tindakan nyata untuk
melakukan perilaku sehat. Cues to action juga berarti dukungan atau dorongan
dari ligkungan terhadap individu yang melakukan perilaku sehat. Saran dokter
atau rekomendasi telah ditemukan utnuk menjadi cues to action untuk bertindak
dalam konteks berhenti merokok (Weinberger et al 1981;. Stacy dan Llyod
1990) dan vaksinasi flu (Clummings et al 1979).

f. Self Efficacy
Hal yang berguna dalam memproteksi kesehatan adalah self efficacy. Hal ini
senada dengan pendapat Rotter (1966) dan Wallston mengenai teori self-
efficacy oleh Bandura yang penting sebagai kontrol dari faktor-faktor perilaku
sehat. Self efficacy dalam istilah umum adalah kepercayaan diri seseorang dalam
menjalankan tugas tertentu. Self Efficacy adalah kepercayaan seseorang
mengenai kemampuannya untuk mempersuasi keadaan atau merasa percaya diri
dengan perilaku sehat yang dilakukan. Self efficcay dibagi menjadi dua yaitu
outcome expectancy seperti menerima respon yang baik dan outcome value
seperti menerima nilai sosial.

D. Aplikasi Penerapan Komponen Health Belief Model


Penelitian sebelumnya menghasilkan area luas yang bisa diidentifikasikan dari
aplikasi HBM:
a. Preventive health behaviour, yang termasuk promosi kesehatan (seperti olahraga
dan perilaku mengurangi resiko kesehatan seperti pemberian vaksinasi dan
penggunaan alat kontrasepsi.
b. Sick role behaviour yang artinya menuruti rekomendasi dari medis, biasanya
diikuti oleh diagnosi dari profesional tentang penyakit.
c. Clinic use, termasuk kunjungan dengan alasan yang bervariasi.

E. Contoh Aplikasi Health Belief Model


1. Untuk Pencegahan HIV
a. Perceived Susceptibility
Remaja memiliki presepsi bahwa mereka dapat menderita HIV
b.Perceived Severity
Percaya bahwa HIV adalah penyakit menular sehingga remaja menghindari
aktifitas yang dapat menyebabkan HIV
c. Perceived Benefits
Remaja percaya tentang penggunaan kondom dapat melindungi diri HIV.
Mereka akan mendapat keuntungan karana menggunanakan kondom
mencegah penularan HIV.
d.Perceived Barriers
Persepsi menggunakan kondom menurunkan ‘kenyamanan’ saat berhubungan
seks. Mengidentifikasi bagaimana dapat berhubungan seks dengan ‘nyaman’
walaupun menggunakan kondom.
e. Cues to action
Melakukan tindakan nyata untuk meggunakan kondom saat berhubungan
seksual. Menerima isyarat atau pesan pengingingat misalnya, 25% remaja aktif
seksual tertular HIV. Apakah anda salah satu dari mereka?
f. Self Efficacy
Merasa percaya diri dalam menggunakan kondom

2. Untuk Pencegahan Kanker Payudara


a. Perceived Susceptibility
Perempuan memiliki presepsi bahwa mereka dapat menderita kanker
payudara.
b. Perceived Severity
Perempuan percaya bahwa kanker payudara adalah penyakit yang
membahayakan dan menyakitkan sehingga diperlukan langkah pencegahan.
c. Perceived Benefits
Perempuan percaya dengan melakukan SADARI (periksa payudara sendiri)
adalah upaya preventif yang menguntungkan.
d. Perceived Barriers
Perempuan harus menghitung masa subur terlebih dahulu sebelum
melakukan SADARI (periksa payudara sendiri) sehingga muncul
keengganan dalam melakukannya.
e. Cues to action
Melakukan tindakan nyata SADARI (periksa payudara sendiri) dan
membuat jadwal masa mentruasi sehingga mengetahui masa subur.
f. Self Efficacy
Merasa percaya diri setelah melakukan SADARI (periksa payudara sendiri)

F. Kelebihan Health Belief Model (HBM)


1) HBM mudah dan murah.
2) HBM adalah bentuk intervensi praktis untuk peneliti dan perawat
kesehatan khususnya yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit
(misal screening, imunisasi, vaksinasi).
3) HBM adalah analisator perilaku yang beresiko terhadap kesehatan.

G. Kelemahan Health Belief Model (HBM)


1) Rosenstock berpendapat bahwa model HBM mungkin lebih berlaku untuk
masyarakat kelas menengah saja.
2) Sheran dan Orbel (1995) menyatakan dalam penelitian sebelumnya, item
kuesioner HBM tidak random dan dapat dengan mudah 'dibaca' oleh responden
sehingga validasinya diragukan.
3) Penelitian cross sectional untuk memperjelas hubungan perilaku dan keyakinan
seseorang.
2. TRANSTHEORETICAL MODEL
A. Sejarah Transtheoretical Model
The Transtheoretical Model menurut Prochaska dan Diclement, 1983 adalah
suatu model yang integrative tentang perubahan perilaku. Kunci pembangun
dari teori lain yang terintegrasi. Model ini menguraikan bagaimana orang-orang
memodifikasi perilaku masalah atau memperoleh suatu perilaku yang positif
dari perubahan perilaku tersebut.

Model ini adalah suatu perubahan yang disengaja untuk mengambil suatu
keputusan dari individu tersebut. Model melibatkan emosi, pengamatan dan
perilaku, melibatkan pula suatu kepercayaan diri. Suatu model yang teoritis
tentang perilaku ubah, yang telah (menjadi) basis untuk mengembangkan
intervensi yang efektif untuk mempromosikan perubahan perilaku kesehatan.
Transtheoretical Model ( Prochaska & Diclemente, 1983; Prochaska,
DiClemente, & Norcross, 1992; Prochaska & Velicer, 1997) adalah suatu
model yang integratif tentang perubahan perilaku. Model ini menguraikan
bagaimana orang-orang memodifikasi suatu perilaku masalah atau memperoleh
suatu perilaku yang positif. Pengaturan yang pusat membangun dari model
adalah langkah-langkah perubahan. Model juga meliputi satu rangkaian
variabel yang mandiri, proses merubah perilaku, dan satu rangkaian hasil
mengukur, termasuk Decisional Balance dan timbangan Temptation.

B. Proses Transtheoretical Model


Kemunduran terjadi ketika individu berbalik ke suatu lebih awal langkah
perubahan. Berbuat tidak baik lagi adalah satu format dari kemunduran,
menyertakan kemunduran dari Maintenance atau Action (bagi/kepada) suatu
langkah yang lebih awal. Bagaimanapun, orang-orang dapat mundur dari
langkah apapun pada suatu langkah yang lebih awal.

1) Precontemplation
Langkah dimana orang-orang tidak mempunyai niat untuk
bertindak dimasa depan yang dapat diduga pada umunya 6 bulan ke depan.
Orang-orang yang mungkin termasuk di langkah ini adalah mereka yang
tidak diberitahu tentang konsekuensi dari perilaku mereka. Mereka bersifat
menentang atau tanpa motivasi atau mempersiapkan promosi kesehatan.
Untuk individu seperti ini program promosi kesehatan tradisional
sering tidak dirancang sesuai dengan keputusan mereka.

Pada tahap precontamplation menuju ke contamplation melalui proses :


a. Peningkatan kesadaran : memberikan informasi.
b. Dramatic relief : adanya reaksi seara emosional
c. Environmental reevaluation : mempertimbangkan pandangan ke
lingkungan.
2) Contemplation / Perenuangan.
Orang-orang berniat untuk merubah ke 6 bulan berikutnya. Mereka sadar
akan pro menguvbah perilaku tetapi juga sangat sadar akan memberdayakan.
Tahapan ini menyeimbangkan anatara biaya dan keuntungan untuk
menghasilkjan 2 sifat bertentangan yang dapat menyimpan dalam periode lama.
Belum membuat keputusan yang tepat suatu reaksi. Pada tahap contemplation
ke preparation melalui proses : Self-reevaluation : penilaian kembali pada diri
sendiri

3) Preparation / Persiapan.
Langkah dimana orang-orang berniat untuk mulai bertindak di masa
mendatang. Secara khas mereka mengambil keputusan penting dari masa yang
lalu. Individu ini mempunyai suatu rencana kegiatan seperti sambungan suatu
kelas pendidikan kesehatan, bertemu dengan dokter mereka, membeli suatu
buku bantuan diri atau bersandar pada suatu perubahan. Pada tahap preparation
ke action melalui proses : self liberation.

4) Action/ Tindakan
Langkah dimana orang sudah memodifikasi spesifik antara pikiran dengan
perilaku. Banyaknya anggapan tindakan sama dengan perilaku. Namun dalam
model ini perilaku tidak menghitung semua tindakan. Langkah action adalah
juga langkah dimana kewaspadaan melawan terhadap berbuat tidak baik lagi
adalah kritis.
Mulai aktif berperilaku yang baru.
Pada tahap action ke maintenance melalui proses :
a. Contingency management : adanya penghargaan, bisa berupa punishment
juga.
b. Helping relationship : adanya dorongan / dukungan dari orang lain untuk
mengubah perilaku.
c. Counter conditioning : alternatif lain dari suatu perilaku.
d. Stimulus control : aadanya control pengacu untuk merubah perilaku.

5) Maintenance / Pemeliharaan
Dimana orang-orang sedang aktif untuk mencegah berbuat tidak baik lagi
tetapi mereka tidak menggunakan proses perubahan sering seperti halnya
orang-orang dalam perang. Suatu langkah yang mana diperkirakan untuk
terakhir. Ketika hasil dari maintenance positif / dapat mengubah perilaku yang
lebih baik maka akan terjadi termination / perhentian. Ketika setelah
maintenance terjadi relaps maka bisa kembali pada tahap contemplation-
preparation-action-maintence. Tidak lagi kembali ke Precontemplation, karena
sudah ada kesadaran / niat.
3.TEORI PRECEDE-PRECEDE (Lawrance W. Green)
Teori L.Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan perilaku yang
dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun sebagai alat untuk
merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan, atau mengembangkan suatu
model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan yang
dikenal dengan kerangka kerja PRECEDE and PROCEED. Kerangka PRECEDE
mempertimbangkan berbagai faktor yang membentuk status kesehatan dan membantu
perencana tiba di suatu subset yang sangat dipusatkan sebagai target untuk intervensi.
PRECEDE juga menghasilkan sasaran khusus dan ukuran untuk intervensi. Kerangka
PROCEED menyediakan langkah tambahan untuk mengembangkan kebijakan dan
memulai proses implementasi dan evaluasi.
PRECEDE dan PROCEED bekerjasama secara erat, menyediakan suatu
rangkaian langkah yang berlanjut atau menggunakan secara bertahap perencanaan,
implementasi, dan proses evaluasi. Identifikasi prioritas dan penetapan sasaran dalam
tahap PRECEDE menyediakan object dan kriteria untuk kebijakan, implementasi, dan
evaluasi dalam tahap PROCEED.
Green (1980) telah mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat
digunakan untuk membuat perencanaan dan evaluasi kesehatan yang dikenal sebagai
kerangka PRECEDE. PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in
Educational Diagnosis and Evaluation). PRECEDE memberikan serial langkah yang
menolong perencana untuk mengenal masalah mulai dari kebutuhan pendidikan
sampai pengembangan program untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun
demikian pada tahun 1991 Green menyempurnakan kerangka tersebut menjadi
PRECEDE-PROCEED (Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational
and Enviromental Development). PRECEDE-PROCEED harus dilakukan secara
bersama-sama dalam proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi. PRECEDE
digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan
program, sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria
kebijakan, serta implementasi dan evaluasi.
A. Fase – fase dalam Kerangka Teori PRECEDE - PROCEDE
Adapun penjelasan dari tiap fase dalam kerangka PRECEDE - PROCEDE
theory adalah sebagai berikut :

1) Fase 1 <Diagnosa Sosial>


Merupakan Penentuan persepsi masyarakat terhadap kualitas hidupnya
melalui partisipasi dan penerapan berbagai informasi yang di desain
sebelumnya. Bisa juga diartikan sebagai penilaian baik objektif maupun
subjektif tentang masalah dengan prioritas tinggi yang untuk suatu populasi
dilihat dari sudut ekonomi, pekerjaan, pengangguran, pelanggaran hukum,
kebahagiaan, gangguan terhadap warga ( kenyamanan ) dan sebagainya dilihat
dari sudut kualitas hidup. Hubungan sehat dengan kualitas hidup merupakan
hubungan sebab akibat. Input (pendidikan kesehatan, kebijakan, regulasi dan
organisasi) menyebabkan perubahan outcome (kualitas hidup). Fase ini,
membantu komuniti menilai kualitas hidupnya tidak hanya pada kesehatan.
Adapun untuk melakukan diagnosa sosial dilaksanakan dengan
mengidentifikasi masalah kesehatan melalui : Review literature ( hasil
penelitian ), maupun dari data (misal BPS, Mass Media).

2) Fase 2 <Diagnosa Epidemiologi>


Masalah kesehatan merupakan hal sangat berpengaruh terhadap kualitas
hidup seseorang, baik langsung maupun tidak langsung, melalui penelusuran
masalah kesehatan yang dapat menjadi penyebab dari diagnosa sosial yang
telah diprioritaskan. Adapun untuk melakukan diagnose epidemiologi
dilaksanakan dengan mengidentifikasi data kesehatan yang ada di masyarakat
berdasarkan indikator kesehatan yang bersifat negatif (misal : angka kematian,
kesakitan, dsb) dan yang bersifat positif (misal : angka harapan hidup, cakupan
air bersih, cakupan rumah sehat).
Untuk menentukan prioritas masalah kesehatan, dilakukan dengan beberapa
tahapan, diantaranya :
a. Masalah yang mempunyai dampak terbesar pada kematian, kesakitan, lama
hari kehilangan kerja, biaya rehabilitasi, dll.
b. Adakah kelompok ibu dan anak yang mempunyai resiko.
c. Masalah kesehatan yang paling rentan untuk diintervensi.
d. Masalah yang merupakan daya ungkit tinggi dalam meningkatkan status
kesehatan, economic savings.
e. Masalah yang belum pernah disentuh/diintervensi.
f. Apakah merupakan prioritas daerah/nasional.
Sedangkan untuk mengembangkan tujuan kesehatan dengan
memperhatikan :
Who, siapa yang akan menerima program;
What, apa manfaat kesehatan yang akan mereka terima;
How much, berapa banyak manfaat akan diterima;
By when, kapan diterima, atau berapa lama program akan berjalan.
3) Fase 3 <Diagnosa Perilaku dan Lingkungan>
Pada fase ini terdiri dari 5 tahapan antara lain:
a. Memisahkan penyebab perilaku dan non perilaku dari masalah kesehatan
Misal ; pada kasus penyakit kardiovaskuler dipisahkan faktor perilaku dan
non perilaku yang merupakan resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Faktor Perilaku : merokok, konsumsi alkohol tinggi, konsumsi lemak
tinggi
Faktor Non Perilaku : kegemukan tekanan darah tinggi, kurang gerak
b. Pengembangan Daftar Perilaku
Setelah disusun faktor perilaku dan non perilaku, daftar faktor perilaku
harus disaring, dengan dua macam prosedur:
1)Preventive behaviours (primary, secondary, tertiary)/Perilaku
Pencegahan
Misal : berhenti merokok, berhenti minum alkohol, memulai olahraga
2)Treatment behaviours/Perilaku Pengobatan
Misal : usaha mencapai berat badan yang diinginkan, mengambil obat
yang dianjurkan
c. Penyusunan Peringkat Perilaku Menurut Tingkat Pentingnya
1) Frekuensi terjadinya perilaku
2) Terlihat hubungan yang nyata dengan masalah kesehatan
Perilaku juga dapat dianggap penting jika suatu kasus teoritis yang kuat
dapat dibuat hubungan kausalnya dengan masalah kesehatan.
d. Melihat changeability / Daya Berubah Perilaku
Perilaku mempunyai daya berubah yang tinggi bila :
1) Masih didalam tahap perkembangan
2) Hanya terikat secara dangkal terhadap gaya hidup
3) Berhasil dirubah dalam program lain
Perilaku mempunyai daya berubah yang rendah bila :
1) Telah ada sejak lama
2) Berakar kuat pada pola budaya atau gaya hidup
3) Belum berubah pada usaha terdahulu
e. Memilih target perilaku
Untuk mengidentifikasi masalah perilaku yang mempengaruhi status
kesehatan digunakan indicator perilaku seperti :
1) Pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilisasi),
2) Upaya pencegahan (preventive action),
3) Pola konsumsi makanan (consumtion pattern),
4) Kepatuhan (Compliance),
5) Upaya pemeliharaan diri (self care)

Untuk mendiagnosa lingkungan diperlukan lima tahap yaitu :


1) Membedakan penyebab perilaku dan non perilaku,
2) Menghilangkan penyebab non perilaku yang tidak bisa diubah,
3) Melihat importance faktor lingkungan,
4) Melihat Changeability faktor lingkungan,
5) Memilih target lingkungan.

4) Fase 4 <Diagnosa Pendidikan dan Organisasi>


Mengidentifikasi kondisi perilaku dan lingkungan yang berstatus
kesehatan/kualitas hidup dengan memperhatikan faktor penyebab.
Mengidentifikasi faktor yang harus dirubah untuk kelangsungan perubahan
perilaku dan lingkungan. Merupakan target antara atau tujuan dari program.
Ada 3 kelompok masalah yang berpengaruh terhadap perilaku yaitu :
a. Faktor predisposisi (Predisposing factors) :
1) pengetahuan,
2) pendidikan,
3) pekerjaan,
4) sikap,
5) kepercayaan,
6) keyakinan,
7) nilai dll

b.Faktor pemungkin (Enabling factors) :


1) lingkungan fisik,
2) tersedianya fasilitas kesehatan dll
c. Faktor penguat (Reinforcing factors) :
1) dukungan keluarga,
2) Perilaku petugas kesehatan atau petugas lain dll

5) Fase 5 <Diagnosa Administrasi dan Kebijakan>


Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya dan kejadian
dalam organisasi yang mendukung atau menghambat perkembangan promosi
kesehatan.
Administrative Diagnosis dilakukan untuk :
1) Memperkirakan atau menilai resources/sumber daya yang dibutuhkan
program,
2) Menilai resources yang ada di dalam organisasi atau masyarakat,
3) Mengidentifikasi faktor penghambat dalam mengimplementasi program.
Ada beberapa tahapan dalam administrative diagnose sbb:
a. Menilai Kebutuhan Sumber Daya ( Time, Personnel, Budget)
b.Menilai Ketersediaan Sumber Daya ( Personnel, Budgetary Contraints
(keterbatasan budget))
c. Menilai Penghambat Implementasi
1) Staff Commitement & Attitude
2) Goal Conflict
3) Rate of Change
4) Familiarity
5) Complexity
6) Space
7) Community barriers

Policy Diagnosis :
a. Menilai dukungan politik
b.Dukungan regulasi/peraturan
c. Dukungan system di dalam organisasi
d.Hambatan yang ada dalam pelaksanaan program
e. Dukungan yang memudahkan pelaksanaan program

Untuk tahapan evaluasi adalah kegiatan membandingkan antara hasil yang


dicapai dengan hasil yang diharapkan, yakni dengan memperhatikan :
a. Mengukur quality of life
b.Indikator status kesehatan
c. Faktor perilaku dan lingkungan
d.Faktor predisposing, enabling & reinforcing
e. Aktivitas intervensi
f. Perubahan kebijakan, regulasi atau organisasi
g.Tingkat keahlian staff
h.Kualitas penampilan dan pendidikan

Adapun tingkat evaluasi meliputi 3 hal yaitu :


1) Evaluasi Proses
Evaluasi dari program promosi kesehatan yang dilaksanakan
2) Evaluasi Impact
Menilai efek langsung dari program pada target perilaku
(predisposing,enabling dan reinforcing factors) dan lingkungan
3) Evaluasi Outcome
Evaluasi terhadap masalah pokok yang pada proses awal perencanaan yang
akan diperbaiki : status kesehatan & quality of life

4.Model Komunikasi /Persuasi (Communication/persuasion Model)


McGuire (1964), menegaskan bahwa komunikasi dapat dipergunakan untuk
mengubah sikap dan perilaku kesehatan yang secara langsung terkait dengan rantai
kausal yang sama. Efektivitas upaya komunikasi yang diberikan tergantung dari
berbagai input (stimulus) serta Output (tanggapan terhadap stimulus ) Perubahan
pengetahuan & sikap merupakan prekondisi bagi perubahan perilaku kesehatan.

5.Teori Aksi Beralasan (theory of resoned Action)

Fishbein & Ajzen (1975, 1980) : menerangkan teori ini berangkat dari
pandangan umum tentang dasar perilaku dengan memberikan perhatian pada niat
(intention), sikap (attitude) dan keyakinan (belief). Selain itu menggolongkan model
ini dalam upaya untuk mencari hubungan antara sikap dengan perilaku.
Teori ini juga menemukan bahwa sikap terhadap perilaku spesifik merupakan
predictor yang lebih baik dan membedakan sikap terhadap objek & sikap terhadap
perilaku yang berkaitan dengan objek. Objek dan perilaku terhadap objek harus
spesifik missal: objek (pil KB) dan perilaku (minum pil KB)
Ternyata aplikasinya teori TRA perlu adanya control, sehingga menjadi TPB
(theory of planned Behavior) : yang merupakan direct (langsung) model
pengembangan dari TRA, dengan konsep utama : keyakinan (TRA) dan pengendalian
(control)

Model Theory of planned Behavior (TPB)

6. Teori Perubahan Perilaku Karr


Sneandu B. Karr, menganalisis adanya 5 determinan perilaku yang berhubungan
dengan promosi kesehatan, yaitu : 1) adanya niat (intention), 2) adanya dukungan
dari masyarakat sekitarnya (social support), 3) terjangkaunya informasi (accessibility
of Information), 4) adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) dan
5) adanya situasi dan kondisi yang memungkinkan (action situation)

7. Teori Pemahaman Sosial (Social Learning Theory)

Teori inii menekankan pada hubungan segitiga antara ORANG (menyangkut


proses-proses kognisi), PERILAKU dan LINGKUNGAN. Proses hubungan disebut :
deterministik resiprokal atau kausalitas resiprokal.
(Rotter, 1954 : Bandura, 1977) mengemukakan bahwa : kalau lingkungan
menentukan/menyebabkan terjadi perilaku kebanyakan maka seorang menggunakan
kognitifnya untuk menginterpretasikan lingkungan maupun perilaku yang
dijalankannya.
Teori ini melihat perilaku sebagai self efficacy, self confidence dan harapan
hasil dari orang. Seseorang merasa yakin perilakunya berdasarkan observasi pada
orang lain, artinya : bila melihat orang lain menjalankan suatu perilaku maka
kemampuan meniru (reproduce) perilaku tersebut menjadi bertambah
Terdapat 4 tahap menyelami orang lain (vicarious learning), antara lain : 1)
memperhatikan model, 2) mengingat apa yang telah di observasi, 3) meniru perilaku,
4) reinforcement perilaku.

8. Teori Perubahan Perilaku WHO


Menurut WHO ada 4 alasan pokok (determinan) dari perilaku, yaitu 1)
pemikiran dan perasaan 2) adanya acuan/referensi dari seseorang/pribadi yang
dipercayai 3) sumber daya yang tersedia 4) sosial budaya setempat

9. Teori Perubahan Perilaku Skinner


Skinner (Notoatmodjo, 1993) mengemukakan perilaku merupakan hasil
hubungan antara rangsangan (stimulus) & respons.
Skinner membedakan dua respons yakni :
1) Responden response atau reflexive adalah respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan tertentu dapat menimbulkan respon yang bersifat relative tetap
2) Operant response dan instrumental adalah respon yang timbul & berkembang
diikuti oleh perangsang tertentu muncul memperkuat respon yang sudah ada atau
memperkuat suatu perilaku tertentu yang telah dilakukan.
Kedua respon tersebut dalam kehidupan sehari-hari, respon jenis kedua
merupakan jenis perilaku yang sering.
Fokus teori skinner ini pada dasarnya adalah pada respon jenis kedua dimana
hubungan yang pasti antara stimulus dan respon sangat memungkinkan untuk
memodifikasinya bahkan tidak terbatas.

10. Teori Perubahan Perilaku Sadli


Saparinan sadli (1982) menggambarkan hubungan individu dengan lingkungan
sosial yang saling mempengaruhi dalam pembentukan perilaku

Hubungan individu dengan lingkungan sosial, menggambarkan bahwa :


- Perilaku kesehatan individu : sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya
dengan lingkungan
- Lingkungan keluarga : kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai
kesehatan
- Lingkungan terbatas : tradisi, adat-istiadat dan kepercayaan masyarakat
sehubungan dengan kesehatan
- Lingkungan umum : kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, undang-undang
kesehatan, program-program kesehatan dan sebagainya

11. Teori Perubahan Perilaku Notoatmodjo


Notoadmojo (2003) menyatakan bahwa merubah/memotivasi seseorang untuk
mau menerima suatu kebiasaan baru bukanlah hal yang mudah.
Hal ini berkaitan dengan proses intra personal, yaitu apa keuntungan yang akan
diperoleh bila menerima gagasan baru dan tidak tersisih dari kelompoknya. Artinya
nilai-nilai yang dianut oleh seseorang bukan saja berdasarkan apa yang dialami dan
dianggap baik oleh dirinya tetapi juga nilai tersebt oleh kelompoknya atau
masyarakatnya.

II.4 Visi Misi Promosi Kesehatan

II.5 Target/Sasaran Promosi Kesehatan

II.6 Lingkup Hubungan Promosi Kesehatan

BAB III

PENUTUP

III. 1 Kesimpulan
Promosi Kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan
intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk
memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
(Lawrence Green, 1984)
Terdapat banyak konsep dasar dari promosi kesehatan mencakup sejarah,
model serta teori para ahli mengenai promosi kesehatan dan hal-hal yang mendasari
dari promosi kesehatan itu sendiri.
Health Belief Model (disingkat HBM) seringkali dipertimbangakan sebagai
kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan telah
mendorong penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950-an (Kirscht, 1988;
Schmidt dkk, 1990). Hal ini menjadikan HBM sebagai model yang menjelaskan
pertimbangan seseorang sebelum mereka berperilaku sehat. Oleh karena itu, HBM
memiliki fungsi sebagai model pencegahan atau preventif (Stanley & Maddux:
1986).
The Transtheoretical Model menurut Prochaska dan Diclement, 1983 adalah
suatu model yang integrative tentang perubahan perilaku. Kunci pembangun dari
teori lain yang terintegrasi. Model ini menguraikan bagaimana orang-orang
memodifikasi perilaku masalah atau memperoleh suatu perilaku yang positif dari
perubahan perilaku tersebut

Pada tahun 1991 Green menyempurnakan kerangka tersebut menjadi


PRECEDE-PROCEED (Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational
and Enviromental Development). PRECEDE-PROCEED harus dilakukan secara
bersama-sama dalam proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi. PRECEDE
digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan
program, sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria
kebijakan, serta implementasi dan evaluasi.

III.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya kita sebagai calon
tenaga kesehatan dapat memahami tentang Konsep Dasar Promosi Kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Maulana, Herry. (2007) Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC


Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta
Bunton, R. (1992). More than a woolly jumper health promotion as social regulation.
Critical Public Health 3: 4-11
Departemen Kesehatan RI. (1997). Deklarasi Jakarta Tentang Promosi Kesehatan pada
Abad 21. Jakarta: PPKM Depkes RI.
Dignan, M.B., Carr, P.A. (1992). Program Planning for Health Education and Promotion.
2nd ed. Philadelphia: Lea & Febiger.
Ewles, L., Simnett, I. (1994). Promoting Health: A Practical Guide. Emilia, O (Alih
Bahasa). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
French, J. (1990). Boundaries and horizons, the role of health education within health
promotion. Health Education Journal 49: 7-10
Green, L & Kreuter, M.W, (2005). Health Promotion Planning, An Educational and
Environmental Approach, Second Edition, Mayfield Publishing Company.
Greene, W & Simon, M, (1990). Introdusction to Health Education, Waveland Press Inc,
Prospect Height, Illinois.
Ajzen, I. (2005). Attitudes, personality, and behavior (2nd ed.). Berkshire: Open University
Press..Ajzen, I. (2005). Attitudes, personality, and behavior (2nd ed.). Berkshire: Open
University Press.
Green, L & Kreuter, M.W, (2005). Health Promotion Planning, An Educational and
Environmental Approach, Second Edition, Mayfield Publishing Company.
Ridwan, M.(2009).Promosi Kesehatan Dalam Rangka Perubahan Prilaku.Jurnal Kesehatan
Metro Sai Wawai Volume II
Stanley, M. A., Maddux, J. E. 1986. Cognitive Processes in Health Enhancement:
Investigation of a Combined Protection Motivation and Self-Efficacy Model. Basic and
Applied Social Psychology, 7(2).

Anda mungkin juga menyukai