Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN HIDROCEPHALUS

1. Yenti Herawati 1610711034


2. Siti Hidayatun Nazza D. 1610711037
3. Diana Febriyanti 1610711050
4. Devia Febriani 1610711051
5. Ismi Zakiah 1610711056
6. Januarita Akhrina 1610711057
7. Fina Alfya Syahri 1610711058
8. Purwandari Nurfaizah 1610711059
Prevalensi Hidrosephalus
Diana Febriyanti
1610711050

Denisa Dwi Rahmayani, dkk. Profil Klinis Dan Faktor Risiko Hidrosefalus
Komunikans Dan Non Komunikans Pada Anak Di RSUD Dr. Soetomo.
Sari Pediatri : 2017;19(1):25-31
PREVALENSI HIDROSEFALUS

 Data menyebutkan bahwa hidrosefalus kongenital terjadi


pada 3 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat
 Ditemukan lebih banyak di negara berkembang seperti
Brazil yaitu sebanyak 3,16 dari 1000 kelahiran.
 Sedangkan di Indonesia ditemukan sebanyak 40% hingga
50% dari kunjungan berobat atau tindakan operasi bedah
saraf.
 Angka kejadian kasus hidrosepalus di RSUP Fatmawati
selama 3 bulan dari bulanJanuari-Maret 2013 adalah
sebanyak 22 kasus.
Yunani , yaitu Hydro yang berarti air,
cephalus yang berarti kepala.

Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai


suatu gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan
dari cairan serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan
serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat
diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.
Faktor Resiko
 Jenis Kelamin
Secara distributif didapatkan laki-laki lebih banyak
menderita hidrosefalus.
 Status sosial-ekonomi
Masyarakat dengan kelas sosial yang lebih rendah lebih
berhati-hati dalam menjaga bayi laki-laki dan relatif lebih lalai
pada bayi perempuan.
 Usia
Penderita hidrosefalus terbanyak berada pada kategori
infant, yaitu pasien dengan usia terbanyak antara 1-5 bulan.
Ismi Zakiah
1610711056
ETIOLOGI

 Hydrocephalus terjadi bila terdapat penyumbatan


aliran cairan serebrospinalis (CCS) pada salah satu
tempat antara tempat pembentukan cairan
serebrospinalis (CCS) dalam sistem ventrikel dan
tempat absorpsi dalam ruang sub arachnoid. Akibat
penyumbatan terjadi dilatasi ruangan. Cairan
serebrospinalis (CCS) diatasnya.
 Kelainan Bawaan
 Stenosis aquaduktus sylvii, adalah penyumbatan aliran cairan
serebrospinalis (CCS) pada tingkat saluran air dari sylvii (antara
ventrikel ketiga dan keempat di otak). Merupakan
penyebab yang terbanyak pada hydrocephalus bayi dan anak(60-
90%). Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali
atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala
hydrocephalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat. pada
bulan-bulan pertama setelah lahir. Stenosis aquaduktus juga
merupakan penyebab yang sangat umum dari hydrocephalus
kongenital. Dengan kejadian hydrocephalus 5 sampai 10 per10.000
kelahiran hidup,stenosis aquaduktus menyumbang sekitar 20% dari
kasus hydrocephalus. (Darsono, 2005)
 Spina bifida dan kranium bifida
 Hydrocephalus pada kelainan ini biasanya
berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat
tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata
dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan
sebagian atau total. Kasus hydrocephalus karena
spina bifida terjadi pada 2050 per 10.000 kelahiran
hidup.
 Sindrom Dandy-Walker juga merupakan penyebab penting
Hydrocephalus Kongenital, meskipun terjadi lebih jarang.
Merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie
dengan akibat Hydrocephalus Obstruktif dengan pelebaran sistem
ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya
hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior.
Sindrom tersebut terjadi pada sekitar 1/30.000 kelahiran hidup.
Meskipun cacat yang hadir pada saat lahir, Hidrocephalus tidak
selalu hadir dalam periode neonatal. Sekitar 80% dari semua Dandy-
Walker akan di diagnose pada usia satu tahun meskipun beberapa
diagnosa mungkin tertunda hingga remaja atau dewasa.
 Kista arachnoid, dapat terjadi karena kelainan kongenital atau juga
dapat timbul karena trauma sekunder suatu hematoma.
 Anomali pembuluh darah, dalam kepustakaan
dilaporkan terjadinya hydrocephalus akibat aneurisma
arterio-vena yang mengenai arteria serebralis
posterior dengan vena Galeni atau sinus transversus
dengan akibat obstruksi akuaduktus.
 Infeksi
 Infeksi pada selaput meningen dapat menimbulkan perlekatan meningen
sehingga dapat terjadi obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada
fase akut meningitis purulenta terjadi bila caliran CSS terganggu oleh obstruksi
mekanik eksudat purulenta di akuaduktus silvii sistema basalis.
 Selain itu, ibu hamil sering menderita beberapa infeksi. Infeksi ini dapat
berpengaruh pada perkembangan normal otak bayi, seperti :
 Cytomegalovirus (CMV), yaitu virus yang lebih dari menginfeksi 50% orang
dewasa Amerika pada saat merka berusia 40 tahun. Juga dikennal sebagai virus
yang paling sering ditularkan ke anak sebelum kelahiran. Virus ini bertanggung
jawab untuk demam kelenjar.
 Campak Jerman (Rubella), yaitu suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
virus Rubella. Virus ini ditularkan dari orang ke orang yang ditularkan ketika
orang terinfeksi batuk atau bersin. Virus ini dapat ditemukan dalam air seni,
kotoran dan pada kulit. Ciri gejala dari beberapa rubella merupakan suhu tubuh
tinggi dan ruam merah muda.
 Mumps, yaitu sebuah virus (jangka pendek) infeksi akut
 dimana kelenjar ludah, terutama kelenjar parotis (yang
terbesar dari tiga kelenjar ludah utama) membengkak.
 Sifilis, merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) yang
disebabkan oleh bakteri Treponemapallidum.
 Toksoplasmosismerupakan infeksi yang disebabkan oleh
parasit bersel - tunggal yaitu Toxoplasmagondii.
(Ropper, 2005)
 Neoplasma
 Hydrocephalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi
di setiap tempat aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini
ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak
mungkin di operasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif
dengan mengalirkan cairan serebrospinalis (CCS)
melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang
terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma
yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan
bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu
kraniofaringioma.(Ropper, 2005)
 Perdarahan
 Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir
dalam otak dapat menyebabkan fibrosis lepto meningen terutama pada
daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari
darah itu sendiri.(Darsono, 2005)
 Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrocephalus
juga bisa terjadi pada dewasa. Hanya saja, pada bayi gejala klinisnya tampak
lebih jelas, sehingga lebih mudah dideteksi dan didiagnosis. Hal ini
dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih terbuka, sehingga adanya
penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang-
tulang tengkorak. Terlihat pembesaran diameter kepala yang makin lama
makin membesar seiring bertambahnya tumpukan CSS. Sedangkan
pada orang dewasa, tulang tengkorak tidak lagi mampu melebar. Akibatnya
berapapun banyaknya CSS yang tertumpuk, tidak akan mampu menambah
besar diameter kepala.
Manifestasi klinis

 Menurut Wim De Jong, Manifestasi Klinis Hidrocephalus


diantaranya:
 Pembesaran tengkorak, Hipotrofi otak
 Kelainan neurologi (Mata selalu mengarah ke bawah, gangguan
perkembangan motorik, gangguan penglihatan).
 Terjadi penipisan korteks cerebrum yang permanen bila penimbunan
cairan dibiarkan.
 Pada bayi yang suturanya masih terbuka akan terlihat lingkar kepala
fronto-osipital yang makin membesar, sutura yang meregang
dengan fontanel cembung dan tegang.
 Pertumbuhan kepala normal terjadi pada 3 bulan pertama. Lingkar
kepala akan bertambah kira-kira 2 cm stiap bulan. Pada 3 bulan
berikutnya, penambahan akan berlangsung lebih lambat.
 Vena kulit kepala sering terlihat menonjol.
 Daftar Pustaka :
 Andriati, Riris. 2014. Studi Literatur Mengenai Hidrosepalus
KongenitaL : VOLUME I/ NO.I/ FEBRUARI/2014 ISSN
2461081003
 Marwan, K., DKK. 2014. Pengelolaan Anestesi pada Anak
dengan Hidrosefalus. Surabaya. JNI 2014;3 (1): 58‒68
 Nurarif, Amin H. dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA
NIC NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.
PATOFISIOLOGI
HIDROCEPHALUS
Devia Febriani 1610711051
Fina Alfya Syahri 1610711058
Pemeriksaan penunjang

Yenti Herawati
1610711034
1. Pengukuran lingkar kepala setiap hari 3. CT Scan

2. Pantau
4. MRI (Magnetik Resonance Im
Pertumbuhan/pembesaran
kepala yang cepat
5. EEG

6. Isotope Ventriculograms
Untuk mengukur tekanan intra kranial menghilangkan
cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan
untuk pengulangan pengaliran)
PENATALAKSANAAN MEDIS
ANAK DENGAN
HIDROCEPHALUS

Siti Hidayatun Nazza


1610711037
Terapi sementara

 Terapi konservatif medikamentosa berguna untuk


mengurangi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid
100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg BB/hari) dan
hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam
jangka waktu yang lama karena berisiko menyebabkan
gangguan metabolik.
 Terapi ini direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus
ringan,bayi dan anak tidak dianjurkan untuk dilatasi
ventrikular posthemoragik pada anak
 Pada pasien yang berpotensi mengalami
hidrosefalus transisi dapat dilakukan
pemasangan kateter ventrikular atau yang
lebih dikenal dengan drainase likuor
eksternal. Namun operasi shunt yang
dilakukan pasca drainase ventrikel eksternal
memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya
infeksi.Cara lain yang mirip dengan metode
ini adalah dengan pungsi ventrikel yang
dapat dilakukan berulang kali
Operasi shunting

 Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk


membuat saluran baru antara aliran likuor (ventrikel
atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti
peritoneum, atrium kanan, dan pleura).
 Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi,
kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional.
 Tindakan ini menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada
anak setelahnya dalam waktu 24 bulan yang dapat
merusak intelektual bahkan menyebabkan kematian.
Endoscopic third ventriculostomy

 Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin


sering digunakan di masa sekarang dan merupakan terapi
pilihan bagi hidrosefalus obstruktif .ETV juga diindikasikan
pada kasus block shunt atau slit ventricle syndrome.
 Kesuksesan ETV menurun pada kondisi hidrosefalus pasca
perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan operasi yang baik,
pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter
bedah dan perawatan pasca operasi yang baik dapat
meningkatkan kesuksesan tindakan ini
Januarita Akhrina 1610711057
Purwandari Nurfaizah 1610711059
 Riwayat kesehatan
 Kaji adanya pembesaran pada bayi, vena terlihat jelas pada
kulit kepala, bunyi creaked-pot pada perkusi, tanda setting-
sun, penurunan kesadaran, opisthotonus, dan spatik pada
ekstrimitas bawah, tanda peningkatan tekanan intrakranial
(pusing, muntah, pupil edema, bingung)
 Kaji lingkar kepala
 Kaji ukuran ubun-ubun, bila menangis ubun-ubun akan
menonjol
 Kaji perubahan tanda-tanda vital kususnya pernapasan
 Kaji pola tidur, perilaku dan interaksi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan volume cairan serebrospinalis, meningkatnya
tekanan intrakranial
2. Perubahan perspepsi sensori berhubungan dengan adanya
tindakan untuk mengurangi tekanan intrakranial, meningkatnya
tekanan intrakranial
3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial (TIK)
4. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan sistem drainas
mekanis, prosedur bedah
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi yang
mengancam kehidupan anak
6. Antisipasi duka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan
anak
Dx. 1 & 2
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan volume cairan serebrospinalis, meningkatnya
tekanan intrakranial
2. Perubahan perspepsi sensori berhubungan dengan adanya
tindakan untuk mengurangi tekanan intrakranial,
meningkatnya tekanan intrakranial

Tujuan: anak menunjukkan tidak adanya tanda-tanda


komplikasi dan perfusi jaringan serebral adekuat
INTERVENSI RASIONAL
 Mengukur lingkar kepala setiap 8 jam  Mengetahui adanya tanda-tanda yang
 Memonitor kondisi fontanel abnormal dan dapat diberikan
 Mengobservasi fungsi neurologis tindakan segera
setiap 15 menit hingga tanda-tanda  Meningkatkan aliran gravitasi melalui
vital stabil pirau dan mencegah tekanan pada
 Mengatur posisi miring ke arah yang katup pirau
tidak dilakukan tindakan operasi  Mencegah adanya penekanan yang
 Mengganti posisi setiap 2jam dan jika terlalu lama pada daerah tertentu
perlu gunakan matras yang berisi  Mengetahui adanya tanda-tanda yang
udara abnormal dan dapat segera diberikan
 Menilai keadaan balutan terhadap tindakan
adanya perdarahan daerah sekitar
operasi terhadap tanda kemerahan
dan pembengkakan selama 15 meit
Dx. 3
3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK)

Tujuan: Anak tidak mengalami


peningkatan tekanan intrakranial
INTERVENSI RASIONAL
 Observasi dengan cermat adanya tanda-  Mencegah keterlambatan tindakan
tanda peningkatan tekanan intra kranial
 Lakukan pengkajian neurologis dasar pada  Pedoman untuk pengkajian pascaoperasi dan
praoperasi dapat mengevaluasi fungsi pirau
 Hindari pemasangan infus intravena di  Mengganggu prosedur operasi
kepala bila pembedahan akan dilakukan
 Posisikan anak sesuai ketentuan seperi  Meningkatkan aliran gravitasi melalui pirau
tinggikan kepala tempat tidur dan dan mencegah tekanan pada katup pirau
tempatkan pada sisi yang tidak dioperasi
 Jaga agar anak tetap berbaring datar, bila  Membantu mencegah komplikasi
diinstruksikan
 Jangan pernah memompa pirau hanya untuk  Hal ini dapat menimbulkan sumbatan yang
mengkaji fungsinya menyebabkan sakit kepala karen apenurunan
CSS atau menghambat ujung kateter
peritoneal
 Ajari keluarga tentang tanda-tanda
peningkatan TIK  Mecegah keterlambatan tindakan
Dx. 4
4. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan
sistem drainas mekanis, prosedur bedah

Tujuan: anak tidak menunjukan bukti-


bukti infeksi
INTERVENSI RASIONAL
 Kaji tanda-tanda infeksi cairan serebral  Mengetahui adanya tanda-tanda infeksi
spinal (CSS), yang mencakup dan dapat diberikan tindakan segera
peningkatan tabda-tanda vital, makan
buruk, muntah, penurunan
responsibilitas, aktivitas kejang
 Observasi adanyan kemerahan,  Mengetahui adanya tanda-tanda infeksi
bengkak sepanjang jalur pirau dan dapat diberikan tindakan segera
 Berikan antibiotik sesuai resep  Pencegahan bakteri masuk ke daerah
infeksi
 Inspeksi daerah insisi untuk adanya  Mengetahui adanya tanda-tanda infeksi
kebocoran, uji drainase untuk adanya dan dapat diberikan tindakan segera
glukosa
 Berikan perawatan luka sesuai  Mencegah kontaminasi dengan benda
ketentuan asing
Dx. 5 & 6
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi
yang mengancam kehidupan anak
6. Antisipasi duka berhubungan dengan kemungkinan
kehilangan anak

Tujuan: orang tua akan menerima keadaan anaknya dan akan


mencari bantuan untuk mengatasi rasa duka
INTERVENSI
 Memberikan kesempatan pada orangtua/keluarga untuk
mengekspresikan perasaannya
 Menghindari dalam memberikan pernyataan yang negatif
 Menunjukkan tingkah laku yang menerima keadaan anak
(mengendong, berbicara, dan memberikan kenyamanan pada anak)
 Memberikan dorongan pada orang tua untuk membantu perawtan
anak, ijinkan orang tua melakukan perawatan pada anak dengan
optimal
 Menjelaskan seluruh tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan.
Memberikan dukungan pada tingkah laku orang tua yang positif
 Mendiskusikan tingkah laku orang tua yang menunjukkan adanya
frustasi
1. Fase persiapan
Meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi, rencana,
pengetahuan dan keterampilan. Mengimplementasikan rencana,
persiapan dan lingkungan.
2. Fase operasional
Merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada
tujuan. pada fase ini, implementasi dapat dilakukan secara
independen, dependent dan interdependent. Selanjutnya perawat
akan melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan
reaksi klien terhadap fisik, psikologis, sosial dan spritual
3. Fase Terminasi
Merupakan terminasi perawat dengan klien setelah implementasi
dilakukan.
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang
diharapkan terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien
dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan
balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum
berhasil/ teratasi.
 anak sudah menunjukkan tidak adanya tanda-tanda
komplikasi
 perfusi jaringan serebral sudah adekuat
 anak tidak menunjukan bukti-bukti infeksi
 anak tidak menunjukan tanda-tanda injury
 orang tua dapat menerima keadaan anaknya dan akan
mencari bantuan untuk mengatasi rasa duka
 Ajarkan teknik perawatan dan balutan pemasangan shunt
 Jelaskan tanda-tanda infeksi dan malfungsi dari shunt
 Anjurkan untuk melapor keperawat atau dokter bila ada
sumbatan
 Jelaskan tentang obat obatan yang diberikan termasuk
fungsinya
 Jelaskan pentingnya kontrol ulang

Anda mungkin juga menyukai