Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Riski Melina (P17324218048)
2. Salsabila Ikrima (P17324218014)
3. Sekar Fortunawati (P17324218013)
4. Siti Chopipah N (P17324218039)
5. Jayanti Safitri (P17324217001)
TINGKAT II B
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga
dan Kelas Ibu ini. Dalam proses perdalaman materi ini, tentunya kami mendapat
bimbingan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih sedalam-dalamnya kami
sampaikan kepada ibu Sri Wahyuni, M.KM selaku dosen pembimbing mata
kuliah Kesehatan Masyarakat dan rekan-rekan mahasiswi yang telah banyak
memberi masukan untuk makalah ini
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan masyarakat.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
4. Bagaimana pendekatan keluarga yang dapat dilakukan ?
5. Bagaimana pelaksanaan pendekatan keluarga sehat ?
6. Apa itu sekolah ibu ?
7. Tujuan dari diwujudkannya program sekolah ibu ?
8. Apa saja yang di ajarkan di sekolah ibu ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui mengenai program Indonesia sehat
2. Mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mewujudkan
indonesia sehat
3. Mengetahui arah dan kebijakan RJPMN 2020-2024.
4. Mengetahui bagaimana pendekatan keluarga yang dapat dilakukan.
5. Mengetahuni bagaimana pelaksanaan pendekatan keluarga sehat.
6. Mengetahui mengenai sekolah ibu
7. Mengetahui tujuan didirikannya sekolah ibu
8. Mengetahui hal hal yang diajarkan di sekolah ibu
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pada pembangunan Indonesia 2020-2024 ditujukan untuk
membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing,
yaitu sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif,
terampil, dan berkarakter. Untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan
pembangunan manusia diarahkan pada pengendalian penduduk dan
penguatan tata kelola kependudukan, pemenuhan pelayanan dasar dan
perlindungan sosial, peningkatan kualitas anak, perempuan dan pemuda,
pengentasan kemiskinan, serta peningkatan produktivitas dan daya saing
angkatan kerja. Kebijakan pembangunan manusia tersebut dilakukan
berdasarkan pendekatan siklus hidup dan inklusif, termasuk
memperhatikan kebutuhan penduduk usia lanjut maupun penduduk
penyandang disabilitas.
4
2.2 Pengendalian Penduduk dan Penguatan Tata Kelola Kependudukan
Penduduk tumbuh seimbang merupakan salah satu prasyarat untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Hal ini
dapat diwujudkan melalui pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas
dan pengarahan mobilitas penduduk. Dengan penduduk tumbuh seimbang,
daya tampung dan dukung lingkungan dapat tetap terjaga. Hal ini dapat
dicapai dengan menurunkan rata-rata angka kelahiran total (Total Fertility
Rate/ TFR) nasional sampai pada tingkat replacement rate yaitu 2,1.
Pendekatan siklus hidup mencakup 1000 Hari Pertama Kehidupan,
pendidikan usia dini, pola asuh dan pembentukan karakter anak dalam
keluarga, remaja, transisi dari sekolah menuju dunia kerja, serta penyiapan
kehidupan berkeluarga dan lansia.
5
diharapkan. Lembaga aktuaria yang diperlukan untuk memperkirakan dan
menegakkan keberlanjutan fiskal program belum terkoordinasi dengan
baik dan lembaga yang independen belum tersedia. Sistem monitoring dan
evaluasi masih parsial dan belum terintegrasi dengan baik.
6
meningkatnya penyakit tidak menular (PTM) seperti stroke, jantung dan
diabetes. Kondisi lingkungan diperburuk dengan polusi udara, air dan
sanitasi dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang belum
terkelola dengan baik. Proporsi rumah tangga yang memiliki akses
terhadap rumah layak huni hanya 38,3 persen, dengan akses terhadap air
minum dan sanitasi masing-masing sebesar 61,29 persen dan 74,58 persen
(BPS, 2018).
Sistem rujukan pelayanan kesehatan belum optimal
dilihat dari banyaknya antrian pasien. Puskesmas dan fasilitas kesehatan
tingkat pertama (FKTP) swasta belum mampu secara maksimal berperan
sebagai gate keeper. Kekosongan obat dan vaksin serta penggunaan obat
yang tidak rasional masih terjadi, ketergantungan yang tinggi terhadap
impor bahan baku sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta sistem
pengawasan obat dan makanan belum optimal. Ketimpangan kinerja
sistem kesehatan antar wilayah juga masih tinggi misalnya cakupan
imunisasi yang rendah di Indonesia bagian timur. Fasilitas kesehatan
terakreditasi dan tenaga kesehatan menumpuk di Jawa-Bali dan daerah
perkotaan.
7
2.5 Arah Kebijakan dan Strategi
Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, KB dan Kesehatan Reproduksi
Peningkatan pelayanan kebidanan berkesinambungan (continuum of
obstetric care) di fasilitas publik dan swasta dengan mendorong seluruh
persalinan di fasilitas kesehatan, peningkatan cakupan dan kualitas
pelayanan antenatal, peningkatan kompetensi tenaga kesehatan terutama
bidan, perbaikan sistem rujukan maternal, penyediaan sarana prasarana dan
farmasi terutama jaminan ketersediaan darah setiap saat, dan pencatatan
kematian ibu di fasilitas pelayanan kesehatan, perluasan imunisasi dasar
lengkap, peningkatan perilaku higiene, peningkatan gizi remaja putri dan
ibu hamil, peningkatan pengetahuan ibu dan keluarga khususnya
pengasuhan, tumbuh kembang anak dan gizi.
Arah kebijakan dan strategi meliputi
a. Perluasan cakupan KB dan kespro meliputi peningkatan pengetahuan
dan akses layanan kesehatan reproduksi bagi remaja dan pra remaja
yang responsif gender, peningkatan kompetensi PKB/PLKB, penguatan
jejaring dalam pelayanan KB dan kesehatan reproduksi khususnya
praktik mandiri bidan, dokter swasta dan penguatan advokasi, KIE dan
konseling
b. Percepatan perbaikan gizi masyarakatpercepatan penurunan stunting
dengan peningkatan efektivitas intervensi spesifik berbasis bukti dan
penajaman intervensi sensitif untuk percepatan perbaikan gizi secara
terintegrasi;penguatan advokasi, komunikasi sosial dan perubahan
perilaku terutama mendorong pemenuhan gizi seimbang berbasis
konsumsi pangan (food based approach); danpenguatan sistem
surveilans gizi; danpeningkatan komitmen dan pendampingan bagi
daerah dalam intervensi perbaikan gizi dengan strategi sesuai kondisi
setempatrespon cepat perbaikan gizi dalam kondisi darurat
c. Peningkatan pengendalian penyakitdengan perhatian khusus pada
HIV/AIDS, TB, malaria, jantung, stroke, hipertensi, diabetes, emerging
diseases, penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa,
8
penyakit tropis terabaikan (kusta, filariasis, schistosomiasis), penyakit
jiwa, cedera dan gangguan penglihatanperluasan cakupan dan
peningkatan kualitas deteksi dini dan penemuan
kasuspenyakit;pengembangan real time surveilans;penguatan health
security termasuk penguatan alert system, pencegahan dan respon cepat
kejadian luar biasa, serta peningkatan kapasitas untuk deteksi,
pencegahan, respon dan karantina kesehatan di pintu-pintu masuk
negara;penguatan tata laksana penanganan penyakit dan cedera;
danpenguatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
d. Penguatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)pengembangan
kawasan sehat antara lain kabupaten/kota sehat, pasar sehat, lingkungan
kerja sehat dan upaya kesehatan sekolah (UKS);penyediaan ruang
terbuka publik, transportasi masal dan konektivitas untuk mendorong
aktivitas fisik masyarakat dan lingkungan sehat serta penurunan polusi
udara yaitu regulasi yang mendorong pemerintah pusat dan daerah serta
swasta untuk menerapkan pembangunan berwawasan kesehatan dan
mendorong hidup sehat termasuk pengembangan standar dan pedoman
untuk sektor non kesehatan, peningkatan cukai rokok, pembatasan iklan
rokok, dan penerapan sin-tax produk pangan yang berisiko tinggi
terhadap kesehatan merupakan promosi perubahan perilaku hidup sehat
yang inovatif dan penggerakan masyarakat termasuk revitalisasi
posyandu dan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat lainnya serta
pengembangan organisasi untuk hidup sehat dan peningkatan
penyediaan pilihan pangan sehat termasuk penerapan label pangan dan
perluasan akses terhadap buah dan sayur.
e. Peningkatan Pelayanan Kesehatan dan Pengawasan Obat dan Makanan.
Pemenuhan dan peningkatan kompetensi tenaga kesehatandifokuskan
padapengembangan paket pelayanan kesehatan (tenaga kesehatan,
fasilitas kesehatan, farmasi dan alat kesehatan), afirmasi pemenuhan
tenaga kesehatan strategis, dan afirmasi pendidikan (beasiswa dan tugas
belajar) tenaga kesehatan untuk ditempatkan di daerah tertinggal,
perbatasan, dan kepulauan (DTPK) dan daerah kurang diminati;re-
9
distribusi tenaga kesehatan yang ditempatkan di puskesmas dan RS di
tingkat pusat,provinsi dan kabupaten/kota yang didukung penyediaan
insentif finansial dan non-finansial;pengembangan mekanisme
kerjasama pemenuhan tenaga kesehatan melalui kontrak
pelayanan;perluasan pelatihan tenaga kesehatan fokus pada pelayanan
kesehatan dasar; peningkatanmutu program studi bidang kesehatan
sesuai kebutuhan; danpemenuhan tenaga kesehatan puskesmas sesuai
standar dan non-kesehatan termasuk tenaga sistem informasi dan
administrasi keuangan untuk mendukung tata kelola pelayanan
kesehatan di fasilitas kesehatan.
f. Penguatan pelaksanaan jaminan sosial keberlanjutan pendanaan SJSN;
penyesuaian sistem peningkatan iuran dan tarif, perluasan kepesertaan
SJSN terutama sektor informal dan pekerja penerima upah dan
peningkatan tata kelola; penerapan active purchasing terutama paket
manfaat JKN yang diikuti oleh peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan dan akuntabilitas pengelolaan JKN; penguatan kelembagaan
SJSN dan harmonisasi peraturan perundangan yang terkait;
pengembangan program SJSN yang komprehensif dan terintegrasi,
termasukpengembanganJaminan Pekerjaan (Unemployment Benefit),
Perawatan Jangka Panjang Berbasis Kontribusi (Long Term Care), dan
Program Rehabilitasi Kerja (Return to Work); pembangunan sistem
monitoring dan evaluasi yang terintegrasi; sinergi data dasar
kependudukan, basis data terpadu (BDT) dan data BPJS
kesehatan;integrasi data JKN dengan sistem informasi kesehatan dan
pemanfaatan data pelayanan BPJS kesehatan; danpenguatan health
technology assessment (HTA), dewan pertimbangan klinis, dan tim
kendali mutu dan kendali biaya.
10
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga.
Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam
gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di
wilayah kerjanya.
Keluarga sebagai fokus dalam pendekatan pelaksanaan program
Indonesia Sehat karena menurut Friedman (1998), terdapat Lima fungsi
keluarga, yaitu:
1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang
utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota
keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk
perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang
dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan
dalam lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini
berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-
norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan dan
meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care
Function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan. Sedangkan
tugas-tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan adalah:
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota
keluarganya,
b. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat,
c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,
11
d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk
kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarganya,
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas
kesehatan.
Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini
merupakan pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan
perluasan dari upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas),
yang meliputi kegiatan berikut.
1. Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data Profil
Kesehatan Keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan datanya.
2. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya
promotif dan preventif.
3. Kunjungan keluarga untuk menidaklanjuti pelayanan kesehatan
dalam gedung.
4. Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga
untuk pengorganisasian/ pemberdayaan masyarakat dan manajemen
Puskesmas.
12
5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan
6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat
Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks
Keluarga Sehat (IKS) dari setiap keluarga. Sedangkan keadaan masing-
masing indikator, mencerminkan kondisi PHBS dari keluarga yang
bersangkutan.
Dalam pelaksanaan pendekatan keluarga ini tiga hal berikut harus
diadakan atau dikembangkan, yaitu:
a. Instrumen yang digunakan di tingkat keluarga.
b. Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga.
c. Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas.
Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa
family folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data
keluarga dan data individu anggota keluarga. Data keluarga meliputi
komponen rumah sehat (akses/ ketersediaan air bersih dan
akses/penggunaan jamban sehat). Data individu anggota keluarga
mencantumkan karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan
lain-lain) serta kondisi individu yang bersangkutan: mengidap penyakit
(hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan jiwa) serta perilakunya (merokok,
ikut KB, memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, pemberian ASI
eksklusif, dan lain-lain)
Paket Informasi Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa flyer,
leaflet, buku saku, atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga
sesuai masalah kesehatan yang dihadapinya. Misalnya: Flyer tentang
Kehamilan dan Persalinan untuk keluarga yang ibunya sedang hamil, Flyer
13
tentang Pertumbuhan Balita untuk keluarga yang mempunyai balita, Flyer
tentang Hipertensi untuk mereka yang menderita hipertensi, dan lain-lain.
Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga dapat
berupa forum-forum berikut.
a. Kunjungan rumah ke keluarga-keluarga di wilayah kerja Puskesmas.
b. Diskusi kelompok terarah (DKT) atau biasa dikenal dengan focus group
discussion (FGD) melalui Dasa
c. Wisma dari PKK.
Kesempatan konseling di UKBM (Posyandu, Posbindu, Pos UKK, dan
lain-lain).
Forum-forum yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim,
rembug desa, selapanan, dan lain-lain. Sedangkan keterlibatan tenaga dari
masyarakat sebagai mitra dapat diupayakan dengan menggunakan tenaga-
tenaga berikut Kader-kader kesehatan, seperti kader Posyandu, kader
Posbindu, kader Poskestren, kader PKK, dan lain-lain.
14
• Keterlibatan lintas program, lintas sektor dan masyarakat lokal terlihat dari
adanya sinergi dengan program-program yang telah ada. Kelas Ibu Balita
dilaksanakan sejalan dengan kegiatan Posyandu, Puskesmas, PAUD
dengan melibatkan pemerintah desa/kelurahan dan kecamatan. Dengan
demikian Kelas Ibu Balita diposisikan sebagai kegiatan bersama untuk
kepentingan bersama.
1) Pertemuan Persiapan
Pertemuan ini bertujuan untuk mensosialisasikan serta menyamakan
persepsi diantara para stakeholders (aparatur Dinas, Puskesmas, Posyandu,
dan tokoh masyarakat) tentang Kelas Ibu Balita, diakhiri dengan membuat
kesepakatan-kesepakatan, antara lain tentang kriteria sasaran/peserta,
fasilitator/narasumber dan sebagainya. Hasil dari pertemuan ini adalah
kebijakan yang diberlakukan ditingkat provinsi.
a) Peserta
Peserta Kelas Ibu Balita adalah kelompok belajar ibu-ibu yang
mempunyai anak usia antara 0 – 5 tahun dengan pengelompokan 0-1
tahun, 1-2 tahun, 2-5 tahun. Peserta kelompok belajar terbatas, paling
banyak 15 orang. Proses belajar dibantu oleh seorang fasilitator
yang memahami bagaimana teknis pelaksanaan Kelas Ibu Balita.
15
2) Pengkajian Kebutuhan/Data Dasar
Sebaiknya sebelum kelompok Kelas Ibu Balita dimulai terlebih dahulu
dilaksanakan musyawarah masyarakat untuk mengetahui masalah
kesehatan Balita dan materi prioritas yang akan dibahas dalam pertemuan
kelas Ibu Balita, kewenangan ini diberikan kepada fasilitator dengan
catatan materi tersebut merupakan bagian dari Buku KIA.
Tujuannya untuk memetakan kebutuhan-kebutuhan warga belajar serta
berbagai kebutuhan penyelenggaraan kelas. Kebutuhan warga belajar
diasumsikan tidak sama antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga
pengenalan dan pembuatan peta/data dasar kebutuhan merupakan kegiatan
persiapan yang sangat penting untuk menetapkan materi, supervisi,
monitoring dan evaluasi. Pemetaan dilaksanakan secara bertingkat,
dimulai dari Posyandu (nagari/kelurahan/jorong), diteruskan ke Polindes
dan Puskesmas (kecamatan), Dinas Kesehatan (kota/kabupaten), sampai
ke tingkat Dinas Kesehatan Provinsi.
3) Merancang Penyelenggaraan
Tujuannya untuk menetapkan kebijakan teknis, misalnya tentang waktu
dan lokasi penyelenggaraan, kriteria dan proses perekrutan fasilitator,
pelatihan bagi pelatih (training of trainer/TOT) dan fasilitator, pelibatan
tokoh-tokoh masyarakat, pembagian kerja diantara berbagai instansi,
sumber dana dan sebagainya.
16
Polindes.
1) Persiapan
17
a. Identifikasi sasaran
a. Mempersiapkan materi
18
c. Mempersiapkan tim fasilitator dan narasumber
19
Metode yang ditentukan adalah metode belajar orang dewasa
(andragogy) yang menekankan pada partisipasi warga belajar
dan penggunaan pengalaman sebagai sumber belajar.
Ceramah dibolehkan dalam batas waktu tertentu (tidak lebih
25% dari total waktu). Untuk sesi yang memerlukan praktek,
fasilitator menyiapkan materi-materi kebutuhan praktek
seperti alat-alat praktek memasak makanan, memberikan
pertolongan pertama, dan sebagainya.
Disiplin waktu
20
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan perangkat
evaluasi (instrumen) yang lebih spesifik berupa daftar isian yang
disusun dengan indikator- indikator tertentu (lihat Lampiran).
Evaluasi oleh pelaksana (Bidan/Bidan kordinator/Dokter)
dilakukan pada setiap pertemuan Kelas Ibu Balita.
2) Pencatatan/Pelaporan
B. INDIKATOR KEBERHASILAN
1. Indikator Input
Jumlah tenaga kesehatan (fasilitator)
Jumlah kader yang aktif pada kegiatan Kelas Ibu Balita
Perbandingan antara tenaga kesehatan
(fasilitator) dengan jumlah ibu Balita (ideal
1:15)
Kelengkapan sarana penyelenggaran
Kelengkapan prasarana penyelenggaraan
2. Indikator Proses
Penyelenggaraan kelas Ibu Balita yang sesuai dengan pedoman
% ibu Balita yang hadir pada kelas Ibu Balita
% ibu Balita yang aktif pada saat penyelenggaraan
% ibu Balita yang nilai post-test lebih tinggi dari pre-test
3. Indikator Output
% bayi yang memiliki Buku KIA
21
% bayi yang mendapat ASI eksklusif (6 bulan)
% bayi yang mendapat Imunisasi lengkap
% bayi ( 6-11 bulan) yang mendapat Vit A 100.000 IU
% bayi yang ditimbang 8 kali pertahun
% bayi yang mendapat pelayanan Stimulasi
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang minimal 4 kali pertahun
% Balita 6-24 bulan yang mendapat MP ASI
% Balita (12-59 bulan) yang memiliki Buku KIA
% Balita (12-59 bulan) yang mendapat Vitamin A 2 kali pertahun
%Balita(12–59bulan) yang mendapatkan
pelayanan Stimulasi Deteksi Dini
Tumbuh Kembang minimal 2 kali pertahun.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu terobosan untuk
memenuhi hak rakyat akan kesehatan. Setelah berjalan beberapa waktu
program JKN saja tidaklah cukup untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, bahkan bila tidak cermat, program upaya kesehatan perorangan
itu dikhawatirkan akan menggeser prioritas program kesehatan ke arah
kuratif-rehabilitatif.
Untuk menjamin tercapainya peningkatan derajat kesehatan masyarakat,
prioritas harus ke arah promotif-preventif, dibarengi dengan pemberdayaan
masyarakat dan pembangunan sektor lain yang berwawasan kesehatan.
Caranya adalah dengan mengembangkan indeks keluarga sehat, yang
merupakan komposit indikator dari 1 Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah
satu terobosan untuk memenuhi hak rakyat akan kesehatan. Setelah berjalan
beberapa waktu program JKN saja tidaklah cukup untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, bahkan bila tidak cermat, program upaya
kesehatan perorangan itu dikhawatirkan akan menggeser prioritas program
kesehatan ke arah kuratif-rehabilitatif. Untuk menjamin tercapainya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat, prioritas harus ke arah promotif-
preventif, dibarengi dengan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan
sektor lain yang berwawasan kesehatan.
Caranya adalah dengan mengembangkan indeks keluarga sehat, yang
merupakan komposit indikator dari 12 indikator keluarga sehat, yang
dirumuskan dari 4 program prioritas yaitu :
Menurunkan angka kematian ibu
Menurunkan angka kematian bayi dan prevalensi stunting
Mengendalikan penyakit menular khususnya HIV (HIDS, tuberkolosis
dan malaria)
23
Mengendalikan penyakit tidak menular khususnya hipertensi, diabetes
melitus, obesitas, kanker dan gangguan jiwa.
24
DAFTAR PUSTAKA
25