Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

KONSEP KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi di Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Tasikmalaya

Dosen Pengampu: Nunung Mulyani, APP., M.Kes

Oleh:
Demas Kusumawati Hilda Nurul Fauziah
Devi Ayu Yanuary Sri Puji Lestari
Eliani Vira Nurhandayani
Herna Dwi Payana
Kelas AJ B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah

memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan

makalah dengan judul “Konsep Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi”.

Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapat bimbingan,

bantuan, dorongan dan semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun

mengucapkan terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Nunung Mulyani, APP, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan sekaligus

dosen pengampu.

2. Dr. Meti Widaya Lestari, SST, M.Keb selaku Ketua Program Studi Sarjana

Terapan Kebidanan Tasikmalaya.

3. Pihak-pihak terkait yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang turut

berperan serta membantu penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak

kekurangan, baik dalam penyusunan maupun tata bahasa. Oleh karena itu,

tanggapan, kritik, dan saran yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan

untuk perbaikan makalah di masa yang akan datang.

Tasikmalaya, Juli 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR....................................................................................1

DAFTAR ISI...................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................3

B. Rumusan Masalah...........................................................................4

C. Tujuan.............................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kesehatan Reproduksi.......................................................6

B. Konsep Keluarga Berencana...........................................................15

C. Konsep Unmeet Need.....................................................................18

D. Kebijakan Pelayanan Keluarga Berencana.....................................23

E. Konsep Kependudukan di Indonesia..............................................25

F. Program KB di Indonesia................................................................28

G. Sejarah KB di Indonesia.................................................................33

BAB III PENUTUP

A. Simpulan......................................................................................... 13

B. Saran............................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi merupakan salah satu indikator penting dalam
suksesnya pembangunan kesehatan masyarakat pada suatu Negara
(Notoatmodjo, 2011). Kesehatan reproduksi dikatakan sehat tidak hanya
semata-mata karena terbebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan
dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi, namun kesehatan reproduksi
dikatakan sehat ketika seseorang dalam keadaan sehat baik secara fisik,
mental dan sosial secara utuh, (Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi, 2014).
Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia menetapkan
bahwa Kesehatan Reproduksi mencakup 5 (lima) komponen atau program
terkait, yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak, Program Keluarga
Berencana, Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program Pencegahan
dan Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS,
dan Program Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut. (Rahayu,2017).
Program keluarga berencana merupakan salah satu program
pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan
keluarga Indonesia yang sejahtera. Sesuai dengan Undang–Undang Nomor 10
Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera, disebutkan bahwa Program Keluarga Berencana (KB)
adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan
keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (UU 10/1992). Keluarga berencana juga
berarti mengontrol jumlah dan jarak kelahiran anak, untuk menghindari
kehamilan yang bersifat sementara dengan menggunakan kontrasepsi
sedangkan untuk menghindari kehamilan yang sifatnya menetap bisa
dilakukan dengan cara sterilisasi (Ekarini, 2008).

3
Peran program KB sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan
reproduksi seseorang, baik itu untuk kesehatan reproduksi wanita maupun
kesehatan reproduksi pria. Peran KB bagi kesehatan reproduksi wanita
diantaranya yaitu menghindari dari bahaya infeksi, eklamsia, abortus, emboli
obstetri, komplikasi masa puerpureum (nifas), serta terjadinya pendarahan
yang disebabkan karena sering melakukan proses persalinan (Depkes, 2007).
Selain itu program KB juga bertujuan untuk mengatur umur ibu yang
tepat untuk melakukan proses persalinan, sebab jika umur ibu terlalu muda
atau terlalu tua ketika melakukan persalinan, hal ini akan sangat beresiko
mengakibatkan perdarahan serius yang bisa mengakibatkan kematian bagi ibu
maupun bayinya (Depkes, 2007)
Hingga saat ini, Angka Kematian Ibu (AKI masih di kisaran 305 per
100.000 Kelahiran Hidup, belum mencapai target yang ditentukan yaitu 183
per 100.000 KH di tahun 2024. (Rokom, 2023)
Salah satu kunci kesuksesan program keluarga berencana nasional
adalah adanya keterlibatan semua pihak, baik dari institusi pemerintah,
swasta, masyarakat dan dalam lingkup yang lebih kecil adalah keterlibatan
seluruh anggota keluarga itu sendiri. Pelayanan keluarga berencana ditujukan
kepada pasangan usia subur, yang berarti harus melibatkan kedua belah pihak
yakni istri maupun suami. Namun kenyataannya saat ini hanya perempuan
saja yang dituntut untuk menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini dapat dilihat
dari data akseptor KB di Indonesia yang menunjukkan bahwa lebih banyak
wanita daripada pria (Siswosudarmo, dkk, 2007). Hal yang mendasar dalam
pelaksanaan pengembangan program partisipasi pria untuk mewujudkan
keadilan dan kesetaraan gender adalah dalam bentuk perubahan kesadaran,
sikap, dan perilaku pria atau suami tentang keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi.
Untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya program keluarga
berencana dan kesehatan reproduksi maka terlebih dahulu harus mengetahui
mengenai konsep kesehatan reproduksi dan konsep keluarga berencana
dengan demikian derajat kesehatan masyarakat pun akan meningkat.

4
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas adapun rumusan masalah yang dapat dibuat
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep kesehatan reproduksi?
2. Bagaimana konsep keluarga berencana?
3. Bagaimana konsep unmeet need?
4. Bagaimana kebijakan pelayanan keluarga berencana?
5. Bagaimana konsep kependudukan di Indonesia?
6. Bagaimana program KB di Indonesia?
7. Bagaimana sejarah KB di Indonesia?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep kesehatan reproduksi.
2. Untuk mengetahui konsep keluarga berencana.
3. Untuk mengetahui konsep unmeet need.
4. Untuk mengetahui kebijakan pelayanan keluarga berencana.
5. Untuk mengetahui konsep kependudukan di Indonesia.
6. Untuk mengetahui program KB di Indonesia.
7. Untuk mengetahui sejarah KB di Indonesia.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kesehatan Reproduksi


1. Pengertian Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera
fisik,mental,dan sosial secara
utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu
yang berkaitan
dengan system reproduksi, fungsi dan prosesnya (WHO).
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sempurna fisik, mental dan
kesejahteraan social dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau
kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan dengan system reproduksi
dan fungsi serta proses (ICPD, 1994).
Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan
kesejahteraan
sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem
dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang
bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan
material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual
yang memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara
anggota keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat dan
lingkungan (BKKBN,1996).
Kesehatan reproduksi adalah kemampuan seseorang untuk dapat
memanfaatkan alat reproduksi dengan mengukur kesuburannya dapat
menjalani kehamilannya dan persalinan serta aman mendapatkan bayi
tanpa resiko apapun (Well Health Mother Baby) dan selanjutnya
mengembalikan kesehatan dalam batas normal (IBG. Manuaba, 1998).
Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara
menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang

6
berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi yang pemikiran
kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari penyakit
melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual
yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah (Depkes RI,
2000).

2. Tujuan Kesehatan Reproduksi


Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Kesehatan
Reproduksi yang menjamin setiap orang berhak memperoleh
pelayanan kesehatan reproduksi yang bermutu, aman dan dapat
dipertanggung jawabkan, dimana peraturan ini juga menjamin
kesehatan perempuan dalam usia reproduksi sehingga mampu
melahirkan generasi yang sehat, berkualitas yang nantinya berdampak
pada penurunan Angka Kematian Ibu. Didalam memberikan pelayanan
Kesehatan Reproduksi ada dua tujuan yang akan dicapai, yaitu tujuan
utama dan tujuan khusus.
a. Tujuan Utama
Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif
kepada perempuan termasuk kehidupan seksual dan hak-hak
reproduksi perempuan sehingga dapat meningkatkan kemandirian
perempuan dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya yang
pada akhirnya dapat membawa pada peningkatan kualitas
kehidupannya.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran
dan fungsi reproduksinya.
2) Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam
menentukan kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan.

7
3) Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap
akibat dari perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan
dan kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya.

Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang kesehatan No.


23/1992, bab II pasal 3 yang menyatakan: “Penyelenggaraan upaya
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam Bab III Pasal
4 “Setiap orang
menpunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang
optimal.
3. Sasaran Kesehatan Reproduksi
Terdapat dua sasaran Kesehatan Reproduksi yang akan dijangkau
dalam memberikan pelayanan, yaitu sasaran utama dan sasaran antara.

a. Sasaran Utama.
Laki-laki dan perempuan usia subur, remaja putra dan putri yang
belum menikah.
Kelompok resiko: pekerja seks, masyarakat yang termasuk
keluarga prasejahtera.
Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja diantaranya seksualitas,
beresiko/menderita HIV/AIDS, beresiko dan pengguna NAPZA.
b. Sasaran Antara
1) Petugas kesehatan : Dokter Ahli, Dokter Umum, Bidan,
Perawat, Pemberi Layanan Berbasis Masyarakat.
2) Kader Kesehatan, Dukun.
3) Tokoh Masyarakat.
4) Tokoh Agama.
5) LSM
4. Komponen Kesehatan Reproduksi

8
Strategi kesehatan reproduksi menurut komponen pelayanan
kesehatan reproduksi komprehensif dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Komponen Kesejahteraan Ibu dan Anak

Peristiwa kehamilan, persalinan dan nifas merupakan kurun


kehidupan wanita yang paling tinggi resikonya karena dapat
membawa kematian, makna kematian seorang ibu bukan hanya
satu anggota keluarga tetapi hilangnya kehidupan sebuah keluarga.
Peran ibu sebagai wakil pimpinan rumah tangga, ibu dari anak-
anak yang dilahirkan, istri dari suami, anak bagi seorang ibu yang
melahirkan, ataupun tulang punggung bagi sebuah keluarga, semua
sulit untuk digantikan. Tindakan untuk mengurangi terjadinya
kematian ibu karena kehamilan dan persalinan, harus dilakukan
pemantauan sejak dini agar dapat mengambil tindakan yang cepat
dan tepat sebelum berlanjut pada keadaan kebidanan darurat.
Upaya intervensi dapat berupa pelayanan ante natal, pelayanan
persalinan dan masa nifas. Upaya intervensi tersebut merupakan
dimensi pertama dari paradigma baru pendekatan secara
Continuum of Care yaitu sejak kehamilan, persalinan, nifas, hari-
hari dan tahun-tahun kehidupan perempuan. Dimensi kedua adalah
tempat yaitu menghubungkan berbagai tingkat pelayanan di rumah,
masyarakat dan kesehatan.Informasi akurat perlu diberikan atas
ketidaktahuan bahwa hubungan seks yang dilakukan, akan
mengakibatkan kehamilan, dan bahwa tanpa menggunakan
kotrasepsi kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi, bila jalan
keluar yang ditempuh dengan melakukan pengguguran maka hal
ini akan mengancam jiwa ibu tersebut.

b. Komponen Keluarga Berencana

Komponen ini penting karena Indonesia menempati urutan


keempat dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia.

9
Indonesia diprediksi akan mendapat “bonus demografi“ yaitu
bonus yang dinikmati oleh suatu Negara sebagai akibat dari
besarnya proporsi penduduk produktif (rentang 15–64 tahun)
dalam evolusi kependudukan yang akan dialami dan diperkirakan
terjadi pada tahun 2020–2030. Untuk mengantisipasi kemungkinan
timbulnya masalah tersebut pemerintah mempersiapkan kondisi ini
dengan Program Keluarga Berencana yang ditujukan pada upaya
peningkatan kesejahteraan ibu dan kesejahteraan keluarga. Calon
suami-istri agar merencanakan hidup berkeluarga atas dasar cinta
kasih, serta pertimbangan rasional tentang masa depan yang baik
bagi kehidupan suami istri dan anak-anak mereka dikemudian hari.

Keluarga berencana bukan hanya sebagai upaya/strategi


kependudukan dalam menekan pertumbuhan penduduk agar sesuai
dengan daya dukung lingkungan tetapi juga merupakan strategi
bidang kesehatan dalam upaya meningkatan kesehatan ibu melalui
pengaturan kapan ingin mempunyai anak, mengatur jarak anak dan
merencanakan jumlah kelahiran nantinya. Sehingga seorang ibu
mempunyai kesempatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta kesejahteraan dirinya. Pelayanan yang berkualitas
juga perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan pandangan
klien terhadap pelayanan kesehatan yang ada.

c. Komponen Pencegahan dan Penanganan Infeksi Saluran


Reproduksi (ISR), termasuk Penyakit Menular Seksual dan
HIV/AIDS.

Pencegahan dan penanganan infeksi ditujukan pada penyakit


dan gangguan yang berdampak pada saluran reproduksi. Baik yang
disebabkan penyakit infeksi yang non PMS seperti Tuberculosis,
Malaria, Filariasis, maupun infeksi yang tergolong penyakit
menular seksual, seperti gonorhoea, sifilis, herpes genital,
chlamydia, ataupun kondisi infeksi yang mengakibatkan infeksi

10
rongga panggul (pelvic inflammatory diseases/PID) seperti
penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yang tidak
steril. Semua contoh penyakit tersebut bila tidak mendapatkan
penanganan yang baik dapat berakibat seumur hidup pada wanita
maupun pria, yaitu misalnya kemandulan, hal ini akan menurunkan
kualitas hidup wanita maupun pria.

d. Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja

Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi


juga perlu diarahkan pada masa remaja, dimana terjadi peralihan
dari masa anak menjadi dewasa, dan perubahan-perubahan dari
bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam waktu relatif cepat. Hal ini
ditandai dengan berkembangnya tanda seks sekunder dan
berkembangnya jasmani secara pesat, menyebabkan remaja secara
fisik mampu melakukan fungsi proses reproduksi tetapi belum
dapat mempertanggung jawabkan akibat dari proses reproduksi
tersebut.Informasi dan penyuluhan, konseling dan pelayanan klinis
perlu ditingkatkan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi
remaja ini. Selain itu lingkungan keluarga dan masyarakat harus
ikut peduli dengan kondisi remaja ini sehingga dapat membantu
memberikan jalan keluar bila remaja mengalami masalah tidak
malah di salahkan, tetapi perlu diarahkan dan dicarikan jalan keluar
yang baik dengan mengenalkan tempat–tempat pelayanan
kesehatan reproduksi remaja untuk mendapatkan konseling
ataupun pelayanan klinis sehingga remaja masih dapat melanjutkan
kehidupanya.

e. Komponen Usia Lanjut

Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan


mempromosikan peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada
saat menjelang dan setelah akhir kurun usia reproduksi

11
(menopouse/andropause). Upaya pencegahan dapat dilakukan
melalui skrining keganasan organ reproduksi misalnya kanker
rahim pada wanita, kanker prostat pada pria serta pencegahan
defesiensi hormonal dan akibatnya seperti kerapuhan tulang dan
lain-lain.

Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kesehatan reproduksi


tersebut adalah peningkatan akses Informasi secara menyeluruh
mengenai seksualitas dan reproduksi, masalah Kesehatan
reproduksi, manfaat dan resiko obat, alat, perawatan, tindakan
intervensi, dan bagaimana kemampuan memilih dengan tepat
sangat diperlukan.

5. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi.


Faktor-faktor

tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat


golongan yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi,
yaitu:

a. Faktor Demografis - Ekonomi

Faktor ekonomi dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi


yaitu kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan
ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses
reproduksi, usia pertama melakukan hubungan seksual, usia
pertama menikah, usia pertama hamil. Sedangkan faktor demografi
yang dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi adalah akses
terhadap pelayanan kesehatan, rasio remaja tidak sekolah ,
lokasi/tempat tinggal yang terpencil.

b. Faktor Budaya dan Lingkungan

12
Faktor budaya dan lingkungan yang mempengaruhi praktek
tradisional yang

berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan


banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi
yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan
satu dengan yang lain, pandangan agama, status perempuan,
ketidaksetaraan gender, lingkungan tempat tinggal dan cara
bersosialisasi, persepsi masyarakat tentang fungsi, hak dan
tanggung jawab reproduksi individu, serta dukungan atau
komitmen politik.

c. Faktor Psikologis

Sebagai contoh rasa rendah diri (“low self esteem“), tekanan


teman sebaya (“peerpressure“), tindak kekerasan dirumah/
lingkungan terdekat dan dampak adanya keretakan orang tua dan
remaja, depresi karena ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak
berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasan secara
materi.

d. Faktor Biologis

Faktor biologis mencakup ketidak sempurnaaan organ


reproduksi atau cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi
pasca penyakit menular seksual, keadaan gizi buruk kronis,
anemia, radang panggul atau adanya keganasan pada alat
reproduksi.

Dari semua faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi diatas


dapat memberikan dampak buruk terhadap kesehatan perempuan, oleh
karena itu perlu adanya penanganan yang baik, dengan harapan semua
perempuan mendapatkan hak-hak reproduksinya dan menjadikan
kehidupan reproduksi menjadi lebih berkualitas.

13
6. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi

Ruang lingkup kesehatan reproduksi mencakup keseluruhan


kehidupan manusia sejak lahir sampai mati (life cycle approach) agar
di peroleh sasaran yang pasti dan komponen pelayanan yang jelas serta
dilaksanakan secara terpadu dan berkualitas dengan memperhatikan
hak reproduksi perorangan dan bertumpu pada program pelayanan
yang tersedia.

a. Konsepsi

Perlakuan sama antara janin laki-laki dan perempuan,


Pelayanan ANC, persalinan, nifas dan BBL yang aman.

b. Bayi dan Anak

PemberianASI eksklusif dan penyapihan yang layak, an


pemberian makanan dengan gizi seimbang, Imunisasi, Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Manajemen Terpadu Bayi
Muda (MTBM), Pencegahan dan penanggulangan kekerasan pada
anak, Pendidikan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
yang sama pada anak laki-laki dan anak perempuan.

c. Remaja

Pemberian Gizi seimbang, Informasi Kesehatan Reproduksi


yang adequate,

Pencegahan kekerasan sosial, mencegah ketergantungan NAPZA,


perkawinan usia yang wajar, pendidikan dan peningkatan
keterampilan, peningkatan penghargaan diri, peningkatan
pertahanan terhadap godaan dan ancaman.

d. Usia Subur

Pemeliharaan Kehamilan dan pertolongan persalinan yang


aman, pencegahan kecacatan dan kematian pada ibu dan bayi,

14
menggunakan kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran dan
jumlah kehamilan, pencegahan terhadap PMS atau HIV/AIDS,
pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas, Pencegahan
penanggulangan masalah aborsi, deteksi dini kanker payudara dan
leher Rahim, pencegahan dan manajemen infertilitas.

e. Usia Lanjut

Perhatian terhadap menopause/andropause, Perhatian


terhadap kemungkinan penyakit utama degeneratif termasuk
rabun, gangguan metabolisme tubuh, gangguan morbilitas dan
osteoporosis, Deteksi dini kanker rahim dan kanker prostat.

B. Konsep KB/ Keluaraga Berencana


1. Pengertian KB
KB adalah merupakan salah satu usaha untuk mencapai
kesejahteraan dengan jalan memberikan nasehat
perkawinan,pengobatan kemandulan dan penjarangan kelahiran
(Depkes RI, 1999; 1). KB merupakan tindakan membantu individu
atau pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak
diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan,
mengatur interval diantara kelahiran (Hartanto, 2004; 27). KB adalah
proses yang disadari oleh pasangan untuk memutuskan jumlah dan
jarak anak serta waktu kelahiran (Stright, 2004; 78). Tujuan Keluarga
Berencana meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta
mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui
pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk
Indonesia. Di samping itu KB diharapkan dapat menghasilkan
penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan
meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Sasaran dari program KB, meliputi sasaran langsung, yaitu
pasangan usia subur yang bertujuan untuk menurunkan tingkat
kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan,

15
dan sasaran tidak langsung yang terdiri dari pelaksana dan pengelola
KB, dengan cara menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan
kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga
yang berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani, 2010; 29).
2. Ruang Lingkup KB
Menurut Handayani (2010:29), ruang lingkup program KB,meliputi:
1) Komunikasi informasi dan edukasi
2) Konseling
3) Pelayanan infertilitas
4) Pendidikan seks
5) Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan.
6) Konsultasi genetik

3. Akseptor KB
Akseptor KB adalah proses yang disadari oleh pasangan untuk
memutuskan jumlah dan jarak anak serta waktu kelahiran (Barbara
R.Stright, 2004;78). Adapun jenis - jenis akseptor KB, yaitu:
1) Akseptor Aktif adalah kseptor yang ada pada saat ini menggunakan
salah satu cara / alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau
mengakhiri kesuburan.
2) Akseptor aktif kembali adalah pasangan usia subur yang telah
menggunakan kontrasepsi selama 3 (tiga) bulan atau lebih yang tidak
diselingi suatu kehamilan, dan kembali menggunakan cara alat
kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti cara setelah
berhenti / istirahat kurang lebih 3 (tiga) bulan berturut–turut dan bukan
karena hamil.
3) Akseptor KB Baru adalah akseptor yang baru pertama kali
menggunakan alat / obat kontrasepsi atau pasangan usia subur yang
kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau
abortus.
4) Akseptor KB dini merupakan para ibu yang menerima salah satu cara
kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.
5) Akseptor KB langsung merupakan para istri yang memakai salah satu

16
cara kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.
6) Akseptor KB dropout adalah akseptor yang menghentikan pemakaian
kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007).
4. Kontrasepsi
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra
berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah
pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang
mengakibatkan kehamilan. Maksud dari konsepsi adalah menghindari /
mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara
sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan
kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan
yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki
kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Depkes, 1999).
Kontrasepsi adalah usaha - usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan,
usaha itu dapat bersifat sementara dapat bersifat permanen
(Prawirohardjo, 2008; 534).
Adapun akseptor KB menurut sasarannya, meliputi:
1) Fase Menunda Kehamilan
Masa menunda kehamilan pertama sebaiknya dilakukan oleh
pasangan yang istrinya belum mencapai usia 20 tahun.Karena usia
di bawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya menunda untuk
mempunyai anak dengan berbagai alasan.Kriteria kontrasepsi yang
diperlukan yaitu kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang
tinggi, artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin 100%. Hal ini
penting karena pada masa ini pasangan belum mempunyai anak,
serta efektifitas yang tinggi. Kontrasepsi yang cocok dan yang
disarankan adalah pil KB, AKDR.
2) Fase Mengatur/Menjarangkan Kehamilan
Periode usia istri antara 20 - 30 tahun merupakan periode usia
paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan
jarak antara kelahiran adalah 2 - 4 tahun.Kriteria kontrasepsi yang

17
diperlukan yaitu efektifitas tinggi, reversibilitas tinggi karena
pasangan masih mengharapkan punya anak lagi.Kontrasepsi dapat
dipakai 3-4 tahun sesuai jarak kelahiran yang direncanakan.
3) Fase Mengakhiri Kesuburan
Sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri
lebih dari 30 tahun tidak hamil. Kondisi keluarga seperti ini dapat
menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi,
karena jika terjadi kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Di samping itu
jika pasangan akseptor tidak mengharapkan untuk mempunyai anak
lagi, kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah metode kontap,
AKDR, implan, suntik KB dan pil KB (Pinem, 2009).
Adapun syarat - syarat kontrasepsi, yaitu:
a. aman pemakaiannya dan dapat dipercaya.
b. efek samping yang merugikan tidak ada.
c. kerjanya dapat diatur menurut keinginan.
d. tidak mengganggu hubungan persetubuhan.

e. tidak memerlukan bantuan medik atau kontrol ketat selama


pemakaian.
f. cara penggunaannya sederhana
g. harganya murah supaya dapat dijangkau oleh masyarakat luas.
h. dapat diterima oleh pasangan suami istri

C. Konsep Unmeet Need


1. Definisi Unmet Need
Unmet need adalah kebutuhan Pasangan usia subur untuk ber KB
tetapi kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Kebutuhan tersebut adalah
tidak ingin anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilan berikutnya
tetapi PUS tidak memakai alat kontrasepsi (BKKBN, 2011).

18
Unmet need dilihat dari sisi demand KB, yaitu keinginan individu
atau pasangan untuk mengontrol kelahiran di waktu yang akan datang.
Keinginan mengontrol kelahiran ini dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu keinginan untuk menunda kelahiran, keinginan untuk
menjarangkan kelahiran, dan keinginan untuk mengakhiri kelahiran.
(Listyaningsih,2016).
Unmet Need merupakan wanita kawin usia subur dan tidak hamil,
menyatakn tidak ingin punya anak lagi dan tidak memakai alat
kontrasepsi seperti IUD, PIL, suntik, implant, obat vaginal, dan
kontrasepsi mantap untuk dirinya atau untuk suaminya atau wanita
yang sedang hamil dan terjadinya kehamilan tersebut tida sesuai
dengan waktu yang dikehendaki dan sebelum hamil tidak
menggunakan alat kontrasepsi (Hamid,2012).
Unmet Need adalah perempuan yang berstatus menikah yang
tidak menggunakan kontrasepsi, yang subur dan keinginan untuk
berhenti melahirkan anak atau menunda kelahiran yang tidak
diinginkan atau tidak tepat waktu, wanita pasca partum amenore yang
tidak menggunakan kontrasepsi dan ingin menunda atau mencegah
kehamilan.
Unmet need KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang tidak
menginginkan anak, menginginkan anak dengan jarak 2 tahun atau 6
lebih tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi. Kelompok unmet
need merupakan sasaran yang perlu menjadi perhatian dalam
pelayanan program KB (Handrina, 2011).

Unmet need KB didefinisikan sebagai persentase perempuan usia


subur yang tidak menggunakan kontrasepsi, tetapi tidak menginginkan
anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilan. Unmet need menjadi
bahasan yang sangat penting dalam keluarga berencana. Unmet need
KB dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya hak reproduksi
perempuan karena ketidakmampuan menggunakan alat kontrasepsi .

19
Dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa Unmet Need
adalah pasangan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi atau
ingin menjarangkan kehamilan tetapi tidak memakai alat kontrasepsi.

2. Manifestasi Unmet Need

Pada konsep Westoff, menguraikan timbulnya Unmet Need ketika


wanita tidak menggunakan kontrasepsi, sanggup memahami secara
fisiologi yaitu tidak terlindungi dari risiko kehamilan. Pasangan usia
subur (PUS) sebagai sasaran program KB dikelompokkan pada dua
segmen, yakni segmen yang membutuhkan KB untuk menjarangkan
atau membatasi kelahiran dan segmen yang tidak membutuhkan KB.

Kebutuhan KB adalah jumlah prevalensi kontrasepsi (termasuk


wanita yang sedang hamil dan yang kelahiran terakhirnya disebabkan
kegagalan kontrasepsi dan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Dengan
demikian segmen yang tidak membutuhkan KB adalah PUS yang tidak
menggunakan alat kontrasepsi cara apapun karena berbagai alasan,
terutama karena tidak ingin punya anak.

Manifestasi unmet need KB dapat di kategorikan dalam beberapa


kategori sebagai berikut :

a. Wanita menikah usia subur dan tidak hamil,menyatakan tidak ingin


punya anak lagi dan tidak memakai alat kontrasepsi seperti IUD,
pil, suntikan, implant obat vaginal dan kontrasepsi mantap untuk
suami atau dirinya sendiri.
b. Wanita menikah usia subur dan tidak hamil, menyatakan ingin
menunda kehamilan berikutnya dan tidak menggunakan alat
kontrasepsi sebagai mana tersebut di atas.
c. Wanita yang sedang hamil dan kehamilan tersebut tidak
dikehendaki lagi serta pada waktu sebelum hamil tidak
menggunakan alat kontrasepsi.

20
d. Wanita yang sedang hamil dan terjadi kehamilan tersebut tidak
sesuai dengan waktu yang dikehendaki dan sebelum hamil tidak
menggunakan alat kontrasepsi.
e. Unmet need KB untuk tujuan penjarangan kehamilan (spacing) dan
unmet need KB untuk tujuan pembatasan kelahiran (limiting)
adalah total unmet need KB (BKKBN 2008).
3. Identifikasi Unmet Need
Bagi wanita hamil, diidentifikasikan apakah kehamilan itu
merupakan kahamilan yang diinginkan (wantedness status of
pregnancy) atau kehamilan yang tidak diinginkan (Intended
pregnancy). Bila kehamilan itu merupakan kehamilan yang diinginkan
tapi bukan untuk saat itu (misalnya untuk beberapa tahun lagi), hal ini
disebut dengan mistimed pregnancy dan mereka ini tergolong kedalam
kelompok PUS yang memiliki spacing need yaitu ingin menjarangkan
kehamilan.
Bila kehamilan itu tidak diinginkan lagi (not wanted) karena
sebenarnya mereka tidak menginginkan kehamilan tersebut dengan
berbagai alasan (misalnya anak sudah cukup, faktor usia, faktor
kesehatan dan lain-lain), maka kelompok ini disebut dengan PUS yang
memiliki limitting need yaitu sudah ingin mengakhiri
kehamilan/kesuburan (tidak ingin punya anak lagi).
Pasangan usia subur yang tidak hamil dan tidak memakai
kontrasepsi diidentifikasi apakah subur (fecund) atau tidak subur
(infecund). Identifikasi status infecund ini adalah dengan
mengidentifikasi lamanya kawin dalam waktu lima tahun atau lebih
belum punya anak serta tidak memakai kontrasepsi, maka kelompok
ini sudah boleh digolongkan sebagai infecund dan tidak dimasukkan
dalam analisis unmet need.
Untuk kelompok fecund, diidentifikasi lagi apakah ingin anak,
seandainya jika masih ingin anak segera, ingin anak kemudian, atau
tidak ingin anak lagi. PUS fecund yang segera ingin punya anak, tidak

21
dimasukkan ke dalam perhitungan Unmet Need KB, sedangkan PUS
fecund yang ingin anak kemudian di kelompokkan sebagai spacing
need dan PUS fecund yang tidak ingin punya anak lagi dikategorikan
sebagai limiting need.
Total unmet need KB adalah penjumlahan PUS yang ingin
menjarangkan kelahiran (spacing need) dan yang ingin mengakhiri
kelahiran (limiting need).
4. Faktor yang Mempengaruhi Unmet Need
Mudita (2009) menyimpulkan faktor-faktor penyebab unmet need
dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
a. Faktor internal
Faktor internal yang dimaksudkan adalah faktor-faktor
yang melekat pada diri pribadi PUS unmet need tersebut dan
beberapa di antaranya adalah seperti berikut:
1) Faktor pengetahuan dan pemahaman KB dan kesehatan
reproduksi yang kurang sehingga mereka takut adanya
efek samping kontrasepsi yang hanya mereka dengarkan
melalui rumor, karena baru melahirkan atau masih
menyusui sehingga merasa tidak perlu untuk ber-KB,
karena merasa tidak subur, dan sebagainya.
2) Faktor yang berkaitan dengan perilaku atau sikap mereka,
seperti takut ber-KB karena alasan kesehatan, jarang
kumpul, biaya mahal, dan tidak nyama pakai alat
kontrasepsi.

b. Faktor Eksternal
faktor eksternal yang dimaksudkan adalah
faktor-faktor yang berada di luar pengetahuan, sikap, dan
perilaku PUS unmet need tersebut diantaranya :

22
1) Kurangnya komitmen pemerintah untuk melayani unmet
need, terutama
PUS
2) Mekanisme operasional pelayanan KB di lapangan yang
belum
menjangkau PUS unmet need
3) Kurangnya akses pelayanan KIE atau konseling KB yang
diterima oleh
PUS unmet need
4) Hambatan akibat adanya larangan dari desa atau adat
setempat
5. Dampak Unmet Need
Program KB ditujukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan
reproduksi salah satunya yaitu dengan menghindari jarak kelahiran
yang dekat, terlalu muda dan terlalu tua untuk mempunyai anak serta
terlalu banyak melahirkan seorang anak, selain itu diharapkan dapat
menurunkan kasus kehamilan yang tidak diinginkan yang berdampak
pada tingginya kasus aborsi.
Pengguguran yang dilakukan secara paksa atau tidak aman akan
menimbulkan gangguan kesehatan reproduksi dan meningkatkan
resiko kematian ibu seperti terjadinya perdarahan hebat yang berujung
dengan kematian. Kejadian kehamilan yang tidak diinginkan
merupakan implikasi dari unmet need, yaitu banyaknya PUS yang
tidak menggunakan alat kontrasepsi padahal pasangan sangat
membutuhkan.
Tingginya kejadian aborsi memberikan asumsi rendahnya
pemakaian dan kualitas kb. Aborsi tidak hanya dilakukan oleh PUS,
namun paling tinggi terjadi pada anak remaja yang belum memahami
tentang bahaya seks dini atau pranikah. Alasan remaja melakukan
aborsi yang dilakukan secara sengaja karena belum siap untuk menjadi
seorang ibu atau terlalu dini untuk mengurus anak dan rumah tangga.

23
Faktor kejadian unmet need KB merupakan faktor independen
tidak dapat berdiri sendiri dalam mempengaruhi kejadian kehamilan
yang tidak diinginkan.

D. Kebijakan Pelayanan Keluaraga Berencana


Salah satu kebijakan dan strategi pembangunan nasional yang tertuang
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-
2024, antara lain melalui Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, Keluarga
Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi, mencakup: perluasan akses
dan kualitas pelayanan KB serta kesehatan reproduksi (kespro) sesuai
karakteristik wilayah yang didukung oleh optimalisasi peran sektor swasta
dan pemerintah melalui:
1. advokasi, komunikasi, informasi, edukasi (KIE) Program
Kependudukan, KB dan
Pembangunan Keluarga (KKBPK/Bangga Kencana) dan konseling KB
dan Kespro;
2. peningkatan kompetensi Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan
Petugas Lapangan
Keluarga Berencana (PLKB), tenaga lini lapangan, dan tenaga
kesehatan dalam
pelayanan KB;
3. penguatan fasilitas pelayanan kesehatan, jaringan dan jejaring fasilitas
pelayanan
kesehatan serta upaya kesehatan bersumber daya masyarakat;
4. Peningkatan KB pasca persalinan.
Strategi meningkatkan permintaan ber-KB dari masyarakat pasangan
usia subur dilakukan melalui kegiatan advokasi, komunikasi, informasi
dan edukasi. Kegiatan di program ini menjadi tanggung jawab jajaran
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Sedangkan strategi memenuhi permintaan ber-KB dilakukan melalui

24
program layanan kontrasepsi yang berkualitas. Kegiatan ini menjadi
tanggung jawab di jajaran Kementerian Kesehatan, BKKBN dan
Kemenkes perlu bekerja sama dan berkoordinasi dalam menyelenggarakan
dan menjalankan program KB.
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam strategi peningkatan akses dan
kualitas pelayanan KB adalah sebagai berikut:
 Pelayanan kontrasepsi dilakukan secara aman dan bermutu
sesuai standar profesi dan etik, berkelanjutan, dan dapat
menjangkau atau terjangkau masyarakat;
 Pasangan usia subur tanpa memandang status sosial-ekonomi
dan tempat tinggal mempunyai hak yang sama untuk
mendapatkan akses layanan KB dan KR;
 Membangun pemahaman pasangan usia subur melalui
konseling informasi KB sehingga pasangan usia subut mampu
memilih kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan kesehatan
mereka;
 Menjamin bahwa kesertaan pasangan usia subur ber-KB
dengan memakai kontrasepsi bersifat sukarela, tanpa paksaan.
Pelayanan kontrasepsi yang aman dan bermutu perlu memenuhi
kriteria berikut yaitu:
 Diberikan oleh tenaga kesehatan terampil yang memiliki
standar kompetensi
 Mampu memberikan layanan konseling informasi tentang
manfaat kontrasepsi, kemungkinan gejala samping dan cara
mengatasi, dan pilihan kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan
kesehatan ibu;
 Menyediakan kafetaria pilihan kontrasepsi, dan mampu
melakukan fasilitasi rujukan efektif ke tingkat layanan yang
lebih tinggi sesuai kebutuhan kesehatan ibu.

E. Konsep Kependudukan di Indonesia

25
Pembangunan Nasional merupakan suatu hal yang bersifat komplek
termasuk kuantitas penduduk, kualitas penduduk dan kualitas keluarga
serta persebaran penduduk. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas
merupakan modal dasar dan factor utama pembangunan nasional (UU RI
No 10 tahun 1992, 1992). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik,
jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 269 juta
(Badan Pusat Statistik, 2022).
Unsur terkecil dalam kependudukan dan pembangunan Nasional
yaitu keluarga. Kemandirian keluarga adalah sikap mentaldalam hal
berupaya mneingkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan,
mendewasakan usia perkawinan, membina dan meningkatkan ketahanan
keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan
kesejahteraan keluarga berdasarkan kesadaran dan tanggungjawab. Selain
itu, suatu keluarga dikatakan berkualitas apabila semua aspek tepenuhi
termasuk kesehatan.
Definisi ilmu kependudukan dan demografi sering disamakan karena
berfokus pada penduduk. Para ahli menyatakan ada perbedaan pada
kedua cabang ilmu tersebut yaitu pada penekan objek kajian. Demografi
lebih menekankan pada struktur demografi, sementara kependudukan
menekankan pada penyebab dan akibat dari perubahan proses dan
struktur demografi (Sukamdi, 2017).
Kependudukan adalah hal yang berkaitan dengan jumlah, ciri utama,
pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, jondisi
kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama
serta lingkungan penduduk tersebut. Perkembangan kependudukan
adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan perubahan keadaan
penduduk meliputi kuantitas, kualitas dan mobilitas yang mempunyai
pengaruh terhadap pembangunan dan lingkungan hidup.
1. Faktor Demografi dalam Dinamika Kependudukan
Pertumbuhan penduduk alami atau laju penduduk (Growth Rate)
ditentukan oleh tingkat kelahiran dan kematian. Tingkat kelahiran

26
Kasar (Crude Birth Rate) dan tingkat kematian kasar (Crude Death
Rate) masing masing menunjukan jumlah kelahiran hidup dan jumlah
kematian per 1000 penduduk pertahun dalam suatu wilayah. Terdapat
adanya 4 dinamika dari variable kelahiran dan kematian kasar
tersebut, yaitu:
a. Tingkat kelahiran tinggi dan tingkat kematian tinggi
b. Tingkat kelahiran tinggi dan tingkat kematian rendah
c. Tingkat kelahiran rendah dan tingkat kematian rendah
d. Tingkat kelahiran rendah dan tingkat kematian tinggi
2. Transisi Demografi
Transisi demografi adalah berkembangnya keadaan peralihan
penduduk yang semula relative tetap berkembang dengan pesat
akhirnya mencapai tetap Kembali. Transisi demografi merupakan
perubahan dari tingkat kelahiran dan tingkat kematian dimulai dari
tingkat kelahiran dan kematian tinggi, berangsur angsur berubah
menjadi tingkat kelahiran dan kematian yang rendah. Transisi
demografi terjadi menjadi 3 tahapan, yaitu
a. Pra transisi
Pada tahap ini angka kelahiran yang tinggi dikarenakan
belum adanya usaha dalam mengendalikan jumlah penduduk,
sedangkan angka kematian yang tinggi karena adanya kondisi
kesahatan, ekonomi dan keamanan yang belum merata baik,
perkiraan masa ini di Indonesia terjadi sebelum tahun 1960
M.
b. Transisi
Fase ini ditandai dengan penurunan tingkat kelahiran dan
kematian, namun sebagian besar tingkat kematian lebih
rendah daripada tingkat kelahiran mengakibatkan tingkat
pertumbuhan penduduk dalam kategori sedang atau tinggi
c. Pasca transisi

27
Tahap ini merupakan kondisi dimana tingkat kematian
dan kelahiran keduanya rendah mendekati keseimbangan. Di
Indonesia pasca transisi dimulai pada tahun 1970 an disaat
alat kontrasepsi menjadi program dan terjadi penurunan
angka kelahiran secara singkat yang beriringan dengan
program kesehatan khususnya Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) yang mengakibatkan penurunan angka kematian ibu,
bayi dan balita. Perkiraan pasca transisi di Indonesia pada
tahun 2005 yang ditandai dengan indicator meningkatnya
angka harapan hidup waktu lahir >65 tahun, penurunan angka
mortalitas.
3. Masalah Kependudukan di Indonesia
Beberapa masalah kependudukan dan keluarga berencana di
Indonesia antara lain adalah sebagai berikut :
a. Ledakan kelahiran pasca pandemi
b. Persebaran dan kepadatan penduduk tidak merata karena
rendahnya produktifitas daerah
c. Sumber daya manusia Indonesia yang masih dibawah standar
sehingga
d. Meningkatkan resiko pada ibu dan janin
e. Menikah usia muda
f. Minimnya pengetahuan atau edukasi

F. Program KB di Indonesia
1. Pengertian KB
Upaya peningkatkan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan
keluarga kecil yang bahagia sejahtera (Undang-undang No.
10/1992).
Keluarga Berencana (Family Planning, Planned Parenthood) :
suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan
jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.

28
WHO (Expert Committe, 1970), tindakan yang membantu
individu/ pasutri untuk mendapatkan objektif-obketif tertentu,
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan
kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan
menentukan jumlah anak dalam keluarga.
2. Tujuan Program KB
Tujuan umum adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan
kekutan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan
kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera
yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia
perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Adapun Kesimpulan dari tujuan program KB adalah:
a. memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak,
keluarga dan bangsa
b. Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup
rakyat dan bangsa
c. Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan
KR yang berkualitas, termasuk upaya-upaya menurunkan
angka kematian ibu, bayi, dan anak
d. serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
Adapun tujuan KB berdasar RENSTRA 2005-2009 meliputi:
a. Keluarga dengan anak ideal
b. Keluarga sehat
c. Keluarga berpendidikan
d. Keluarga sejahtera
e. Keluarga berketahanan
f. Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya
3. Sasaran Program KB
Adapun sasaran program KB tertuang dalam RPJMN 2004-2009
meliputi :

29
a. Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi
sekitar 1,14 persen per tahun
b. Menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi sekitar
2,2 per perempuan.
c. Menurunnya PUS yang tidak ingin punya anak lagi dan
ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak
memakai alat/cara kontrasepsi (unmet need) menjadi 6
persen.
d. Meningkatnya pesertaKB laki-laki menjadi 4,5persen.
e. Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang
rasional, efektif, dan efisien.
f. Meningkatnya rata-rata usia perkawinan pertama
perempuan menjadi 21tahun.
g. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan
tumbuh kembang anak.
h. Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga
sejahtera-1 yang
aktif dalam usaha ekonomi produktif.
i. Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam
penyelenggaraan
pelayanan Program KB Nasional.
4. Ruang Lingkup KB
Ruang lingkup KB antara lain:
a. Keluarga berencana
b. Kesehatan reproduksi remaja
c. Ketahanan dan pemberdayaan keluarga
d. Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas
e. Keserasian kebijakan kependudukan
f. Pengelolaan SDM aparatur
g. Penyelenggaran pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan
h. Peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara

30
i. Mengadakan penyuluhan KB, baik di Puskesmas maupun di
masyarakat
(pada saat kunjungan rumah, posyandu, pertemuan dengan
kelompok Pembinaan Kesejahteraan Keluarga, dasawisma
dan sebagainya). Termasuk
dalamnya kegiatan penyuluhan ini adalah konseling untuk
PUS.
j. Menyediakan dan pemasangan alat-alat kontrasepsi,
memberikan pelayanan pengobatan efek samping KB.
k. Mengadakan kursus keluarga berencana untuk para dukun
bersalin. Dukun diharapkan dapat bekerjasama dengan
Puskesmas dan bersedia menjadi motivator KB.
5. Strategi Program KB
Strategi program KB terbagi dalam dua hal yaitu:
a. Strategi dasar
Lima grand strategi (strategi dasar) yang merupakan
program utama dalam
mensukseskan Keluarga Berencana Nasional guna
mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera diantaranya
adalah :
1) menggerakkan dan memberdayakan seluruh
masyarakat dalam program KB
2) Menata kembali pengelolaan KB
3) Memperkuat sumber daya manusia operasional
program KB
4) Meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga
melalui pelayanan KB
5) Meningkatkan pembiayaan program KB.
b. Strategi operasional
Adapun Strategi Operasional program KB diantaranta:

31
1) Peningkatan kapasitas sistem pelayanan Program
KB Nasional
2) Peningkatan kualitas dan prioritas program
3) Penggalangan dan pemantapan komitmen
4) Dukungan regulasi dan kebijakan
5) Pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas pelayanan

6. Dampak Program KB Terhadap Pencegahan Kelahiran


Program keluarga berencana memberikan dampak, yaitu :
a. Penurunan angka kematian ibu dan anak
b. Penanggulangan masalah kesehatan reproduksi
c. Peningkatan kesejahteraan keluarga; Peningkatan derajat
Kesehatan
d. Peningkatan mutu dan layanan KB-KR
e. Peningkatan sistem pengelolaan dan kapasitas SDM
f. Pelaksanaan tugas pimpinan dan fungsi manajemen dalam
penyelenggaraan
g. Kenegaraan dan pemerintahan berjalan lancar.
Penurunan angka kelahiran dan angka fertilitas merupakan
hasil usaha
pembangunan di berbagai bidang. Pelaksanaan program KB
merupakan usaha yang mempunyai dampak langsung terhadap
hasil pencapaian tersebut. Sementara itu peningkatan taraf hidup
masyarakat, tingkat Pendidikan dan pelayanan kesehatan juga
mempunyai peranan yang penting.
Dari data yang ada diketahui bahwa wanita yang berstatus
kawin dan berumur 15-49 tahun hampir seluruhnya telah
mengetahui keluarga berencana. Sedangkan yang pernah memakai
alat kontrasepsi telah mencapai 68,4%. Tingkat kematian terutama
untuk bayi dan anak lazim dipakai sebagai indikator keadaan sosial

32
ekonomi masyarakat atau indikator kesejahteraan rakyat. Angka
kematian bayi menurut hasil Sensus Penduduk 1971 adalah 131,2
kematian per seribu kelahiran. Angka tersebut telah mengalami
penurunan menjadi 60 kematian per seribu kelahiran pada tahun
1992.
Dengan turunnya angka kematian tersebut, rata-rata angka
harapan hidup diperkirakan akan meningkat dari 61,5 tahun pada
tahun 1990 menjadi 62,3 tahun pada tahun 1992. Penurunan
tingkat kematian dan menaiknya angka harapan hidup ini terutama
disebabkan oleh keberhasilan program kesehatan dalam
meningkatkan derajat kesehatan dan gizi penduduk. Sementara itu,
hasil-hasil pembangunan di berbagai sektor juga memberikan andil
yang berarti dalam usaha penurunan tingkat kematian.

G. Sejarah KB di Indonesia
Pelopor Gerakan KB di Indonesia adalah Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia atau PKBI yang didirikan di Jakarta tanggal 23
Desember 1957 dan diikuti sebagai badan hukumoleh Depkes tahun 1967
yang bergerak secara silent operation.
Dalam rangka membantu masyarakat yang memerlukan bantuan
secara sukarela, usaha Keluarga Berencana terus meningkat terutama
setelah pidato pemimpin negara pada tanggal 16 Agustus 1967 dimana
Gerakan KB di Indonesia memasuki era peralihan. Jika selama orde lama
program Gerakan KB dilakukan oleh sekelompok tenaga sukarela yang
beroperasi secara diam-diam karena pemimpin negara pada waktu itu anti
kepada KB maka pada masa orde baru Gerakan KB diakui dan dimasukan
kedalam program pemerintah.
Struktur organisasi program Gerakan KB juga mengalami
perubahan. Pada tanggal 17 Oktober 1968 didirikanlah LKBN yaitu

33
Lembaga Keluarga Berencana Nasional sebagai semi pemerintah,
kemudian pada tahun 1970 lembaga ini diganti menjadi BKKBN atau
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang merupakan badan
resmi pemerintah yang bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan
program KB di Indonesia.
Keluarga Berencana adalah salah satu usaha untuk menjarangkan
atau merencanakan jumlah anak dimana dalam satu keluargahanya
diperbolehkan memiliki dua atau tiga anak saja.
Penggunaan istilah Keluarga Berencana juga sama artinya dengan
istilah yang umum dipakai di dunia Internasional yakni family planning
atau planned parenthood.
KB juga berarti suatu Tindakan perencanaan pasangan suami istri
untuk mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval
kelahiran dan menentukan jumlah anak sesuai dengan kemampuan.
Dengan demikian KB berbeda degan birth control yang artinya
pembatasan atau penghapusan kelahiran. Istilah birth control dapat
berkonotasi negative karena bisa berarti aborsi atau sterililasi
(pemandulan).

34
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Program keluarga berencana merupakan salah satu program
pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan
keluarga Indonesia yang sejahtera. Peran program KB sangat besar
pengaruhnya terhadap kesehatan reproduksi seseorang, baik itu untuk
kesehatan reproduksi wanita maupun kesehatan reproduksi pria. Salah satu
kunci kesuksesan program keluarga berencana nasional adalah adanya
keterlibatan semua pihak, baik dari institusi pemerintah, swasta,
masyarakat dan dalam lingkup yang lebih kecil adalah keterlibatan seluruh
anggota keluarga itu sendiri.

B. Saran
Sebagai seorang bidan hendaknya terus meningkatkan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, sehingga
komunikasi, informasi dan edukasi mudah dipahami oleh klien dan
pasangan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Asan, A. Hak reproduksi sebagai etika global dan implementasinya dalam


pelayanan KB di NTT. BKKBN. (2007).
Everett S. Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduktif EGC. Jakarta.
(2012).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, “Kesehatan Reproduksi di
Indonesia”, Dirjen
Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. (1996).
Kartono. Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi. Pustaka Sinar
Harapan.Jakarta. (1998). Manuaba. Memahami Kesehatan
Reproduksi Wanita. EGC. Jakarta (1998).
Pinem. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Trans Info Media. Jakarta.
(2009). Purwieningru, E. Gender dalam Kesehatan Reproduksi.
www.bkkbn.go.id. Jakarta. (2008) Sebagariang, dkk. Kesehatan
Reproduksi Wanita. Trans Info Media. Jakarta. (2010)

Rokom. 2023. Turunkan Angka Kematian Ibu melalui Deteksi Dini dengan Pemenuhan
USG di Puskesmas diakses pada 24 juli 2023 jam 23:00

Anda mungkin juga menyukai