Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PROSES BUDAYA DALAM LITERASI KESEHATAN


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Promosi Kesehatan

Dosen Pengampu: Dr. Ridwan M Thaha, M. Sc

Oleh:
KELOMPOK 1
Nabila Ramadhani Arsyad K011211058
Syarifah Alya Zahrah K011211062
Aulia Aleyda Wulandari K011211091
Desweeta Aprilia La’lang K011211094
Aulia Arika Kamaluddin K011211106
Arwiny Budiarti A. K011211114
Elcha Maharani K011211119
Amirah Anisa Amatullah K011211126
Nur Resky K011211138
Andi Nur Afifah Wahyuni K011211165
Almirah Chaerunnisa K011211167

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas
kelompok untuk mata kuliah Dasar Promosi Kesehatan dengan baik dan selesai
tepat waktu. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dr. Ridwan M Thaha,
M. Sc, selaku dosen pengampu mata kuliah Dasar Promosi Kesehatan yang
membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.

Dalam makalah ini, kami menjelaskan tentang “Proses Budaya dalam


Literasi Kesehatan”. Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan
yang belum kami ketahui. Maka dari itu, kami mohon saran dan kritik dari teman-
teman maupun dosen demi tercapainya makalah yang sempurna.

Makassar, 24 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum................................................................................... 2
2. Tujuan Khusus.................................................................................. 2
D. Manfaat................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Budaya....................................................................................... 3
B. Definisi Literasi Kesehatan..................................................................... 4
C. Hubungan antara Budaya dan Literasi Kesehatan.................................. 4
D. Upaya Mencapai Literasi Kesehatan Efektif........................................... 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................. 10
B. Saran........................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kualitas suatu bangsa dinilai dari pengetahuan dan kecerdasannya.
Berbagai ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia berasal dari segala
informasi yang didapatkannya, bisa dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Proses budaya yang masuk dalam masyarakat didapatkan dari aspek bahasa,
seni, ilmu pengetahuan, hingga teknologi. Budaya literasi akan membangun
semangat untuk mencari informasi yang berguna sebanyak-banyaknya bagi
proses hidupnya yang dinamis. Kualitas suatu bangsa tidak hanya dinilai dari
ilmu pengetahuannya semata, namun termasuk literasi akan kesehatannya.
Semakin tinggi derajat kesehatan yang dimiliki suatu negara, maka semakin
tinggi pula tingkat kualitas sumber daya manusianya. Ironisnya, budaya
literasi di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-
negara lain. Tingkat literasi perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih
memerhatikan kesehatannya, terlebih dengan majunya perkembangan zaman
saat ini.
Literasi kesehatan meliputi kemampuan individu untuk memperoleh,
memahami, menilai dan menerapkan informasi kesehatan sehingga mampu
membuat pertimbangan dan mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-
hari mengenai perawatan kesehatan, pencegahan penyakit dan promosi
kesehatan (Parker et al., 1995; Zarcadoolas et al., 2005; Speros, 2005; Barrett
& Puryear, 2006; Nutbeam & Bauman, 2006; McQueen et al., 2007;
Mancuso, 2009; Berkman et al., 2010; Sorensen et al., 2012; WHO, 2013).
Tingkat literasi akan kesehatan dapat menunjang kemajuan dalam bidang
pendidikan bahkan ekonomi. Literasi yang baik juga perlu didapatkan dari
sumber yang terpercaya, sehingga tidak menimbulkan hoax hingga kepanikan
masyarakat, terlebih di masa pandemi seperti saat ini. Maka peningkatan
minat akan literasi terutama di bidang kesehatan sangat dibutuhkan agar
masyarakat menyadari akan pentingnya kesehatan mereka.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan definisi budaya?
2. Apakah yang dimaksud dengan definisi literasi kesehatan?
3. Bagaimana hubungan antara budaya dan literasi kesehatan?
4. Bagaimana upaya dalam mencapai literasi kesehatan yang efektif?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui proses budaya dalam literasi kesehatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan definisi dari budaya.
b. Mampu menjelaskan definisi dari literasi kesehatan.
c. Mampu menjelaskan hubungan antara budaya dan literasi kesehatan.
d. Mampu menjelaskan upaya dalam mencapai literasi kesehatan yang
efektif.

D. Manfaat
1. Mengetahui definisi dari budaya.
2. Mengetahui definisi dari literasi kesehatan.
3. Mengetahui hubungan antara budaya dan literasi kesehatan.
4. Mengetahui upaya dalam mencapai literasi kesehatan yang efektif.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia, dalam
bahasa Inggris kebudayaan disebut culture yang berasal dari kata latin colere
yaitu mengolah atau mengerjakan dapat diartikan juga sebagai mengolah
tanah atau bertani, kata culture juga kadang sering diterjemahkan sebagai
“Kultur” dalam bahasa Indonesia.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, budaya (culture) diartikan
sebagai pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang
sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Dalam pemakaian sehari-hari,
orang biasanya mensinonimkan pengertian budaya dengan tradisi (tradition).
Dalam hal ini tradisi diartikan sebagai kebiasaan masyarakat yang tampak.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkit minat dan berkenaan dengan
cara manusia hidup, belajar berpikir, merasa, mempercayai, dan
mengusahakan apa yang patut menurut budanya dalam arti kata merupakan
tingkah laku dan gejala sosial yang menggambarkan identitas dan citra pada
suatu masyarakat.
Budaya merupakan merupakan pola asumsi dasar sekelompok
masyarakat atau cara hidup orang banyak/pola kegiatan manusia yang secara
sistematis diturunkan dari generasi ke generasi melalui berbagai proses
pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok
dengan lingkungannya. Budaya didefinisikan sebagai cara hidup orang yang
dipindahkan dari generasi ke generasi melalui berbagai proses pembelajaran
untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok dengan
lingkungannya. Budaya merupakan pola asumsi dasar bersama yang
dipelajari kelompok melalui pemecahan masalah adaptasi eksternal dan
integrasi internal. Sekelompok orang terorganisasi yang mempunyai tujuan,
keyakinan dan nilai-nilai yang sama, dan dapat diukur melalui pengaruhnya
pada motivasi.

B. Definisi Literasi Kesehatan


Perkembangan informasi semakin cepat dalam era digital. Untuk
mengimbangi hal tersebut, sudah selayaknya masyarakat pun mempunyai
tingkat literasi informasi yang semakin baik pula salah satunya, yaitu literasi
kesehatan. Literasi kesehatan didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menulis, membaca, dan berhitung (UNESCO, 2003) dalam materi yang
berhubungan dengan kesehatan (Baker, 2006).
Literasi kesehatan meliputi kemampuan individu untuk memperoleh,
memahami, menilai, dan menerapkan informasi kesehatan sehingga dapat
membuat pertimbangan dan mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-
hari mengenai perawatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan promosi
kesehatan. Individu dengan tingkat literasi kesehatan yang memadai memiliki
rasa tanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri, keluarga dan masyarakat
di sekitarnya, sehingga literasi kesehatan individu perlu dikembangkan.
Literasi kesehatan yang baik sangat penting dimiliki karena dapat berdampak
pada batasan faktor sosial, kultur, dan individu, sementara literasi kesehatan
yang buruk juga dapat berefek pada pelayanan kesehatan.

C. Hubungan antara Budaya dan Literasi Kesehatan


Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan
membaca dan menulis. Sedangkan, Literasi kesehatan adalah kemampuan
individu dalam mengakses informasi kesehatan, mengetahui, mamahami, dan
mengambil keputusan terkait informasi kesehatan. Literasi kesehatan dapat
diterapkan dalam upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Tingkat kapasitas individu lebih banyak didukung kefasihan membaca
dibanding dengan pengetahuan kesehatan. Literasi kesehatan yang baik
sangat penting dimiliki karena bisa berdampak pada batasan faktor sosial,
kultur, dan individu, sementara literasi kesehatan yang buruk juga dapat
berefek pada pelayanan kesehatan. Seseorang yang memiliki literasi
kesehatan dapat mengenali suatu hal yang memungkinkan terjadi suatu
perubahan dalam lingkungan terutama bagi masarakat yang berada disekitar
lingkungan sehingga dapat mempengaruhi perubahan perilaku atau budaya.
Hubungannya jika seseorang memiliki tingkat literasi yang tinggi, orang
tersebut dapat membuat suatu perubahan perilaku baik dalam berbahasa,
agama, pendidikan, pergaulan dan aktivitas sosial lainnya yang mendukung
pada perubahan perilaku tersebut untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
yang lebih optimal.
Demikian pula, terdapat keterkaitan linier antara kultur individu
dengan literasi kesehatan. Makin tinggi kultur individu yang mendukung
perilaku kesehatan, makin tinggi pula literasi kesehatannya. Keterkaitan pada
kategori ini nampak didukung tidak hanya oleh pengetahuan baru terkait
kesehatan seperti cara minum obat dan pengobatan penyakit yang diperoleh
penderita setelah kontak dengan petugas kesehatan Puskesmas, melainkan
juga sikap positif dan perilaku untuk berubah.
Budaya yang dimiliki berbagai etnis mempengaruhi kepercayaan
kesehatan, konsep antara sehat dan sakit dan cara menafsirkan pesan-pesan
kesehatan. Budaya tersebut akan mempengaruhi pola pencarian pelayanan
kesehatan dan cara berkomunikasi dengan petugas kesehatan. Misalnya
seseorang akan memilih berkonsultasi dengan dokter atau perawat.
Masyarakat dengan berbagai latar belakang etnis juga dapat memiliki
hambatan berkomunikasi dengan petugas kesehatan karena masyarakat
merasa bahwa petugas kesehatan tidak memahami pengobatan tradisional dan
budaya-budaya terkait kesehatan yang ada pada komunitas mereka. Budaya
mempengaruhi literasi kesehatan, misalnya dengan memiliki budaya
membaca, menulis, berpendidikan dan lainnya, mampu membuat kemampuan
seseorang dalam mengetahui dan memahami informasi tentang kesehatan dan
sebagai dasar dalam mengambil keputusan mengenai informasi atau
permasalahan kesehatan.
Dari perspektif masalah-masalah yang terjadi, solusi yang ditawarkan
beberapa pihak tampaknya sangat sederhana. Langkah-langkah yang diambil
misalnya meningkatkan keterampilan berliterasi masyarakat untuk
memastikan agar mereka dapat membaca, menulis, dan berhitung dengan baik
sehingga meningkatkan level kesehatan mereka. Langkah lain yang dapat
dilakukan adalah memperbaiki materi-materi literasi kesehatan agar tidak
terlalu berbelit-belit dan dapat dipahami masyarakat awam. Selain itu,
pendekatan lain yang dapat diambil yakni beralih dari konsep sederhana
seperti gambar atau imbauan di radio yang sederhana menuju bentuk-bentuk
komunikasi yang lebih kompleks misalnya video interaktif. Meski demikian,
ahli kesehatan masih berpendapat bahwa masalah yang terjadi di lapangan
sebenarnya lebih kompleks daripada hanya sekadar persoalan literasi baca
tulis atau kemampuan menyerap informasi belaka.
Solusi yang benar-benar diharapkan yakni pelibatan masyarakat dalam
upaya peningkatan kesehatan bersama. Diperlukan edukasi kesehatan yang
dapat dimengerti masyarakat luas dan dapat dipraktikkan sesuai dengan
tingkat literasi, budaya, dan bahasa mereka. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa melibatkan peserta secara aktif dalam proses pemberian
informasi kesehatan juga meningkatkan kemampuan mereka dalam
mengidentifikasi masalah yang mereka hadapi. Hal ini juga mengubah model
pembelajaran kesehatan dari peserta pasif menjadi aktif yang akan membawa
perubahan positif.
Adapun dua teori yang melatarbelakangi faktor-faktor penyebab
terjadinya sistem pemaknaan budaya masyarakat terhadap konsep sehat-sakit,
yaitu:
1. Teori Labelling
Dalam teori labeling orang berperilaku normal atau tidak normal,
menyimpang atau tidak menyimpang, tergantung pada bagaimana orang
lain (orangtua, keluarga, masyarakat) menilainya. Penilaian itu ditentukan
oleh kategorisasi yang sudah melekat pada pemikiran orang lain tersebut.
Segala sesuatu yang dianggap tidak termasuk ke dalam kategori-kategori
yang sudah dianggap baku oleh masyarakat otomatis akan dianggap
menyimpang (Kartono,2003).
Para ahli teori sosial-budaya bependapat bahwa apabila labelling
(sebutan) digunakan, maka sulit sekali menghilangkannya. Labelling akan
berpengaruh pada bagaimana orang lain akan memberikan respon kepada
orang dengan penderita penyakit seperti mental illness. Dengan sebutan
“sakit jiwa” maka orang lain memberi stigma kepada orang tersebut.
Sehingga bagi mereka peluang pekerjaan menjadi tertutup, persahabatan
dapat terputus, dan makin lama makin diasingkan oleh masyarakat
(Yustinus, 2006).
2. Teori Demonologi
Model demonologi ini dalam klasifikasi mengenai etiologi
penyakit (etiology of illness) yang didasarkan kepada kepercayaan selalu
ada hampir pada semua sistem kesehatan masyarakat, yang dikenal
dengan etiologi personalistik, yaitu keadaan sakit yang dipandang sebagai
sebab adanya campur tangan agen (perantara) seperti mahluk halus, jin,
setan, atau roh-roh tertentu. Etiologi personalistik ini digunakan untuk
membedakan kepercayaan mengenai penyakit yang ditimbulkan oleh
adanya gangguan sistem dalam tubuh manusia yang disebabkan oleh
kesalahan mengkonsumsi makanan, pengaruh lingkungan, kebiasaan
hidup, kemudian dikenal dengan etiologi naturalistic.

D. Upaya Mencapai Literasi Kesehatan Efektif


Selain melibatkan masyarakat luas dan banyak pemangku
kepentingan, peningkatan literasi kesehatan pada kenyataanya juga perlu
memerhatikan faktor budaya, norma, dan keterbatasan yang ada pada
berbagai sektor, serta perkembangan teknologi informasi yang berkembang
dengan pesat. Literasi kesehatan sendiri merupakan salah satu pilar utama
dalam kegiatan promosi kesehatan, dimana melalui proses peningkatan
pengetahuan dalam bidang kesehatanlah yang menjadi tolak ukur untuk
meningkatkan derajat kesehatan baik secara personal maupun secara lingkup
masyarakat.
Dalam hal ini, kita memerlukan indikator-indikator tertentu sebagai
upaya berjalannya literasi kesehatan yang efektif, yaitu:
 Komunikasi dan Informasi
Salah satu unsur penting dalam literasi kesehatan adalah
komunikasi dan informasi, yaitu sebagai media pada proses edukasi.
Penyampaian informasi kesehatan bisa dilakukan secara lisan mapun
secara tertulis. Penyampaian informasi secara lisan kepada masyarakat
tentunya harus jelas dan menarik. Selain itu, memerlukan cara
penyampaian bersifat personal, sementara penyampaian informasi secara
tertulis diperlukan penggunaan kalimat yang mudah dipahami, utamanya
saat menggunakan istilah-istilah medis.
Pada pengimplementasian teknologi komunikasi dan informasi
kesehatan diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat, karena
akan digunakan sebagai sarana pengambilan keputusan kesehatan yang
terkait dengan keselamatan seseorang. Tujuan utama komunikasi dan
informasi kesehatan yaitu tersampikannya semua informasi melalui
bentuk komunikasi secara lisan maupun tulisan, dimana dalam
penyampain tersebut masyarkat bisa memahami informasi yang diberikan
dengan baik.
 Fasilitator
Peran fasilitator yaitu memfasilitasi edukasi kepada masyarakat
dengan baik, dimana hal ini tentu memerlukan pengetahuan dan
keterampilan khusus. Fasilitator dalam hal ini tentu melibatkan berbagai
unsur sosial, seperti lingkup keluarga, pendidikan, organisasi-organisasi
kemasyarakatan, pemerintah, dan unsur-unsur terkait lainnya. Selain
memiliki pengetahuan komunikasi, fasilitator juga melakukan edukasi
dalam bidang kesehatan masyarakat dengan mengetahui keseluruhan
kebijakan yang berhubungan dengan organisasi kesehatan tanpa
mengesampingkan pemahamannya terkait bahasa, kultur, dan budaya
masayarakat tersebut.
 Personal Health Record
Salah satu media edukasi yang dapat menunjang literasi kesehatan
dan menjadi salah satu sumber pengetahuan kesehatan adalah personal
health record, mengingat hal tersebut berisi catatan-catatan penting
mengenai riwayat lengkap kesehatan yang berkaitan langsung dengan
kepentingan kesehatan seseorang. Walaupun dinilai sedernaha, namun
peningkatan literasi kesehatan melalui inovasi personal health record
pada dasarnya tidak mudah dilaksanakan, karena perlu memberikan
pengertian pentingnya literasi kesehatan kepada masyarakat yag
sebenatnya masih kurang atau bahkan belum mengenal inovasi
peningkatan literasi kesehatan ini. Hal tersebut tampaknya menjadi
tantangan tersendiri karena memerlukan kerja keras dan waktu yang
panjang dengan konsep dan sasaran literasi kesehatan yang jelas.
Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat tentang penyuluhan peran kader dalam meningkatkan
literasi kesehatan masyarakat. Hal tersebut meliputi:
 Kader Kesehatan Masyarakat
Kader kesehatan masyarakat dapat dijadikan sebagai garis depan
bagi masyarakat yang anggotanya terpercaya dan atau memiliki
pemahaman yang lebih mengenai kesehatan, karena kader kesehatan
masyarakat merupakan perantara atau penghubung antara pelayanan
kesehatan dengan masyarakat dalam memfasilitasi dan meningkatkan
kualitas kesehatan di masyarakat. Kader kesehatan juga mampu
menyediakan berbagai layanan dan memainkan sejumlah peran. Mereka
membantu individu dan masyarakat dalam mengadopsi perilaku gaya
hidup sehat. Mereka mampu melaksanakan program-program yang
mempromosikan, memelihara dan meningkatkan kesehatan individu dan
masyarakat. Secara khusus, kader kesehatan masyarakat memberikan
informasi tentang sumber daya yang tersedia menawarkan dukungan
sosial dan konseling informal serta membantu mengkoordinasi perawatan
di sektor kesehatan.
 Literasi Kesehatan Masyarakat
Literasi kesehatan masyarakat ini bisa berupa literasi bahasa lisan,
dimana hal tersebut harus dimiliki oleh tim kader kesehatan berkaitan
dengan kemampuan mendengarkan dan berbicara. Masyarakat dan
penyelenggara kesehatan harus bekerjasama dalam proses komunikasi
yang intens sehingga dapat mendeskripsikan diagnosis dan informasi
kesehatan lainnya dengan akurat. Literasi kesehatan bergantung pada
kemampuan membaca dan menulis dari masyarakat serta budaya dan
norma yang berlaku, dimana individu itu berada dalam konteks yang
berkaitan dengan informasi kesehatan yang pada gilirannya akan
menentukan tingkat keefektifan literasi kesehatan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya merupakan merupakan pola asumsi dasar sekelompok
masyarakat atau cara hidup orang banyak/pola kegiatan manusia yang secara
sistematis diturunkan dari generasi ke generasi melalui berbagai proses
pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok
dengan lingkungannya. Sedangkan Literasi kesehatan meliputi kemampuan
individu untuk memperoleh, memahami, menilai, dan menerapkan informasi
kesehatan sehingga dapat membuat pertimbangan dan mengambil keputusan
dalam kehidupan sehari-hari mengenai perawatan kesehatan, pencegahan
penyakit, dan promosi kesehatan.
Hubungan keterkaitan budaya dan literasi kesehatan yakni Makin
tinggi kultur individu yang mendukung perilaku kesehatan, makin tinggi pula
literasi kesehatannya. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan minat
masyarakat terhadap literasi kesehatan agar masyarakat menyadari seberapa
pentingnya kesehatan mereka. Hal tersebut memerlukan sistem edukasi
kesehatan yang mudah dimengerti masyarakat luas dan dapat dipraktikkan
sesuai dengan tingkat literasi, budaya, dan bahasa mereka.
Selain itu, pengimplementasian teknologi komunikasi dan informasi
kesehatan juga menjadil hal yang diperlukan sebagai pertimbangan-
pertimbangan yang cermat, karena akan digunakan sebagai sarana
pengambilan keputusan kesehatan yang terkait dengan keselamatan
seseorang.
B. Saran
Setelah menyusun dan membaca makalah ini, dapat di ketahui betapa
pentingnya kemampuan individu dalam memperoleh, memahami, menilai,
dan menerapkan informasi kesehatan melalui peningkatan minat akan literasi.
Sebagai penyusun makalah ini, penulis memiliki harapan agar bisa
memberikan beberapa informasi terkait hubungan antara budaya dan literasi
kesehatan hingga upaya-upaya yang dapat dilakukan demi mencapai literasi
kesehatan yang efektif kepada seluruh pembaca. Mungkin beberapa dari
manfaat yang telah dipaparkan di atas bisa membantu dan mendorong
semangat pembaca untuk terus mengembangkan budaya dan minat dalam
berliterasi agar bisa meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat yang lebih
baik dan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Fernanda, H 2021, Hubungan Antara Literasi Kesehatan Mental Dengan Stigma


Gangguan Jiwa Di Masyarakat Desa Soko Kecamatan Bagelen Kabupaten
Purworejo, dilihat 24 Maret 2022,
<http://repository.stikesdrsoebandi.ac.id/158/1/17010174%20Hyasinta
%20Fernanda%20Kartika%20Mahardika.pdf>

Fitriyah, NF 2017, Literasi kesehatan pada penderita penyakit kronis TB paru di


kabupaten Sumenep, dilihat 24 Maret 2022,
<https://repository.unair.ac.id/68430/>

Mandels, RJ 2021, ‘Meningkatkan Literasi Kesehatan Melalui Inovasi Personal


Health Record’, Jurnal Cakrawala Ilmiah, vol. 1, no. 4, dilihat 24 Maret
2022, <https://www.bajangjournal.com/index.php/JCI/article/view/855/610>

Oktarina, D 2020, Literasi Kesehatan Di Tengah Pandemi, dilihat 24 Maret 2022,


<https://www.researchgate.net/profile/Dwi-Oktarina2/publication/34090888
5_LITERASI_KESEHATAN_DI_TENGAH_PANDEMI/links/
5ea388c4a6fdccd794516a8a/LITERASI-KESEHATAN-DI-TENGAH-
PANDEMI.pdf>

Permatasari, A 2015, ‘Membangun Kualitas Bangsa Dengan Budaya Literasi’,


Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa UNIB 2015, dilihat 24 Maret
2022.
Prasanti, D & Fuadhy, I 2017, ‘Penyuluhan Peran Kader Dalam Meningkatkan
Literasi Kesehatan Masyarakat Di Desa Cimanggu, Bandung Barat’, Jurnal
Pengabdian Pada Masyarakat, vol. 2, no. 2, dilihat 24 Maret 2022,
<http://ppm.ejournal.id/index.php/pengabdian/article/view/21>

Prasanti, D 2018, ‘Literasi Informasi Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan


Informasi Hoax dalam Penggunaan Obat Tradisional di Era Digital’, Jurnal
Pekommas, Vol. 3, No. 1, hh. 45-52.

Sumarto 2019, ‘Budaya, Pemahaman dan Penerapannya Aspek Sistem Religi,


Bahasa, Pengetahuan, Sosial, Keseninan dan Teknologi’, Literasiologi,
vol. 1, no. 2, hh. 144-147.

Suwono, H & Permana, IT 2016, Analisis Awal Literasi Kesehatan Siswa SMA
Kelas XI MIA di Kabupaten Malang, dilihat 24 Maret 2022,
<https://www.researchgate.net/profile/Tutut-Permana/publication/3218242
38_Preliminary_Study_Of_Health_Literacy_In_High_School_Student_In
_Malang/links/5a3349040f7e9b2a2889858d/Preliminary-Study-Of-
Health-Literacy-In-High-School-Student-In-Malang.pdf>

Warda, UA 2018, Konsep dasar health literacy, dilihat 24 Maret 2022,


<http://respiratory.unimus.ac.id>

Anda mungkin juga menyukai