Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

BAHASA INDONESIA

“AGAMA DAN POLITIK”

Dosen Pengampu : Yayuk Eni Rahayu M.Hum.

Disusun oleh :

Avrizal Andhika Mahendra (18401241042)

Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum B

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Yogyakarta

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah kita panjatkan padanya atas limpahan rahmat yang
telah diberikan sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dalam tepat
waktu. Makalah ini berjudul “Agama dan Politik”. Makalah ini disusun untuk
memaparkan hal-hal mengenai Agama, politik, dan bagaimana agama mengatur
politik

Pembuatan makalah ini sebagai salah satu tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia. Kemudian tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada para
penulis yang tulisannya kami kutip dalam pembuatan makalah ini. Kami
menyadari penulisan makalah ini tidak terlepas dari kesalahan dan
ketidaksempurnaan. Oleh karenanya, kami mengharapkan saran dan kritik yang
sekiranya dapat membangun dan memotivasi kami untuk kedepannya
menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

Yogyakarta, 15 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ii

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan .................................................................................................... 2

BAB II................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3

A. Definisi Agama ...................................................................................................... 3

B. Definisi Politik ....................................................................................................... 5

C. Fungsi dari Politik .................................................................................................. 7

D. Tujuan dari Politik ................................................................................................. 7

E. Ruang Lingkup Ilmu Politik ................................................................................... 8

F. Hubungan antara Agama dan Politik .................................................................... 12

BAB III ............................................................................................................................. 16

PENUTUP ........................................................................................................................ 16

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama dan politik merupakan dua aspek fundamental dalam kehidupan


manusia, dan persoalan hubungan antara keduanya juga telah menjadi bahan
pamikiran para ilmuwan, filsuf maupun teolog sepanjang sejarah. Salah satu
karakteristik Islam sebagai agama pada awal-awal perkembangannya adalah
kejayaan di bidang politik. Islam tidak hanya menampilkan dirinya sebagai
perhimpunan kaum beriman yang mempercayai kebenaran yang satu dan yang
sama, melainkan juga sebagai masyarakat yang total. Atas dasar adanya
pertimbangan nilai-nilai keagamaan akan memberi harapan tumbuhnya kegiatan
politik bermoral tinggi atau berakhlak mulia. Inilah makna bahwa politik tidak
dapat dipisahkan dari agama, tetapi dalam hal susunan formal atau strukturnya
serta segi-segi praktis dan teknisnya, politik adalah wewenang manusia, melalui
pemikiran rasionalnya.

Agama telah menjadi kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan sosial manusia, selain itu agama juga diyakini tidak hanya
berbicara soal ritual semata melainkan juga berbicara tentang nilai-nilai yang
harus dikonkretkan dalam kehidupan sosial dan dalam ranah ketatanegaraan,
sehingga muncul tuntutan agar nilai-nilai agama diterapkan dalam kehidupan
bernegara.

Agama sejatinya merupakan lem perekat yang menyatukan masyarakat,


memberikan legitimasi perubahan sosial, dan mendefinisikan banyak harapan
dasar kita menyangkut tatanan politik, seringkali tampil sebagai alat pemecah
umat terutama ketika masuk pada wilayah politik praktis. Dalam hal ini politisi-
politisi mempunyai andil besar atas kebodohan rakyat melalui penggunan
metafor-metafor keagamaan dalam kampanye-kampanye mereka yang begitu
semangat. Elit-elit politik mengembangkan tema kampanye dan mengunakan citra
agama untuk membangun koalisi, yang sebagian didasarkan pada seruan-seruan
keagamaan.

1
Maka dari itu dalam makalah ini akan membahas mengenai bagaimanakah
relasi yang seharusnya terjadi antara agama dan politik itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah definisi dari Agama dan Politik ?
2. Bagaimanakah fungsi dari Politik ?
3. Apakah tujuan dari ada nya Politik ?
4. Bagaimanakah ruang lingkup dari ilmu Politik ?
5. Bagaimanakah hubungan antara Agama dan Politik ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui memahami definisi dari Agama dan Politik;
2. Untuk mengetahui dan memahami fungsi dari Politik;
3. Untuk mengetahui dan memahami tujuan dari diadakannya Politik;
4. Untuk mengetahui dan memahami ruang lingkup dari ilmu Politik;
5. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana hubungan yang terjadi
antara Agama dan Politik.

D. Manfaat
Adapun manfaat yang ada dan diharap tersampaikan dari penulis melalui
makalah ini adalah ingin menjabarkan kembali tentang pentingnya politik dan
agama sekaligus relasi yang ada antara politik dan agama.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Agama

Beberapa pendapat memberikan makna “agama” memang cukup beragam,


diantaranya memaknai ”agama” berasal dari bahasa sanksekerta mempunyai
beberapa arti. Satu pendapat mengatakan bahwa agama berasal dari dua kata,
yaitu ‘a’ dan ‘gam’ yang berarti ‘tidak kacau’ (teratur). Ada juga yang
mengartikan ‘a’ bearti ‘tidak’, sedangkan ‘gam’ bearti ‘pergi’, berarti tidak pergi,
tetap ditempat, turun menurun. Apabila dilihat dari segi perkembangan bahasa,
kata gam itulah yang menjadi go dalam bahasa Inggris dan gaan dalam bahasa
Belanda. Adalagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab
suci, karena agama memang harus mempunyai kitab suci. Beberapa definisi
agama secara terminology, diantaranya Menurut Departemen Agama, pada masa
Presiden Soekarno pernah diusulkan definisi agama adalah jalan hidup dengan
kepercayaan kepada Tuhan Ynag Maha Esa yang berpedoman pada kitab suci dan
dipimpin oleh seorang nabi. Ada empat hal yang harus ada dalam definisi agama,
yakni: Agama merupakan jalan hidup. Agama mengajarkan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa Agama harus mempunyai kitab suci (wahyu) Agama harus
dipimpin oleh seorang nabi dan rasul. Selanjutnya menurut Prof. Dr. H. Mukti Ali
mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha
Esa dan hukum yang diwahyukan kepada utusan-utusan Nya untuk kebahagiaan
hidup dunia dan akhirat. Menurut beliau ciri-ciri agama itu adalah:

1. Mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa


2. Mempercayai kitab suci Tuhan Yang Maha Esa
3. Mempunyai Rasul atau utusan dari Tuhan Yang Maha Esa
4. Mempunyai hukum sendiri bagi kehidupan
5. Mempunyai hukum sendiri bagi kehidupan penganutnya berupa perintah
dan petunjuk.

Secara terminologis, Harun Nasution memberikan definisi definisi tentang


agama sebagai berikut:

3
1. Pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus
dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia
3. Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi
perbuatan manusia.
4. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib.
5. Kepercayaan kepada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersum-
ber dari suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat pada alam sekitar
manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang
Rasul.

Dari definisi-definisi di atas, tampaklah bahwa pengertian agama yang


disodorkan para ahli berbeda, sesuai pendekatan yang digunakan masing-masing.
Dalam hubungan ini, para filosof, sosiolog, psikolog dan teolog berbeda
pendapatnya mengenai agama, karena pendekatan mereka Juga berbeda. Endang
S. Anshari mengemukakan bahwa sebagian filosof beranggapan bahwa religion
itu adalah supertitious structure of incoherent metafhisical nations. Sebagian ahli
sosiologi lebih senang menyebut religion sebagai collective expression of human
values.

Para pengikut Karl Max mendefinisikan religion dengan the opiate of the
people. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa tak ada batasan tegas mengenai
religion, yang mencakup berbagai fenomena religion itu. Walaupun agak mustahil
memberikan definisi yang sempurna tentang religion. Dari uraian tentang
pengertian agama di atas, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa agama pada
dasamya merupakan suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang
memiliki akal unutk memegang peraturan Tuhan itu dengan kehendak sendiri,
untuk mencapai kebaikan hidup dan kebahagiaan kelak di akhirat.

4
B. Definisi Politik

Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau
negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti
warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara,
politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti
kewarganegaraan. Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang
pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang
manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan
bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau
lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik.

Kata atau istilah “politik” dalam bahasa Indonesia terambil dari kata bahasa
Inggris, yakni politic, yang secara harfiah bermakna (1) acting or juding wisely;
prudent (2) well judged; prudent atau sikap bijaksana atau hati-hati dalam
bersikap, dan melakukan kebijaksanaan atau tindakan bijak. Kata tersebut juga
bermakna The art of government atau tata pemerintahan/seni pemerintahan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “politik” diartikan dengan (1)
(pengetahuan) yang berkenaan dengan ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti
sistem pemerintahan dan dasar pemerintahan); (2) Segala urusan dan tindakan
(kebijakan, siasat dsb) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain;
(3). Cara bertindak (dalam menghadapi dan menangani suatu masalah). Kata
turunan dari kata “politik”, seperti “politikus” atau “politisi” berarti orang yang
ahli di bidang politik atau ahli ketatanegaan atau orang yang berkecimpung di
bidang politik. Kata, “politis” berarti bersifat politik atau bersangkutan dengan
politik, dan “politisasi” berarti membuat keadaan (perbuatan, gagasan dan
sebagainya) bersifat politis. Sementara itu, makna dari kata “aspek-aspek politik”
yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan pemerintahan, sistem negara,
hubungan antara pemerintah dengan rakyat, hubungan antar negara. Prof.Dr.H.M.
Amin Rais menulis bahwa makna yang terkandung pada kata atau istilah “politik”
itu meliputi hal-hal yang menyangkut kekuasaaan dan cara penggunaan kekuasaan
serta cara dan proses pengelolaan pemerintahan suatu negara. Sementara itu,

5
dalam pengertian modern, kata “politik” dapat diartikan dengan segala hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan kekuasaan dalam masyarakat atau negara. Sejalan
dengan itu, Bertrand Russel menulis bahwa hakekat pemerintahan itu adalah
penggunaan kekuasaan sesuai dengan hukum untuk menyelamatkan tujuan-tujuan
tertentu yang dianggap perlu oleh para pemegang kekuasaan. Setelah mengkaji
sejumlah defenisi tentang politik, Prof.Dr.H.Abd. Muin Salim menyimpulkan
pengertian politik kepada dua kecendrungan. Pertama, yang defenisi yang
mengaitkannya dengan negara atau urusan pemerintahan, dan yang kedua defenisi
yang mengaitkannya dengan masalah otoritas atau kekuasaan.

Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang


dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya
berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang
dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia
sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun
dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-
tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang
(private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai
politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).

Secara umum telah banyak sekali pengertian tentang politik yang diberikan
para sarjana politik. Diantara pengertian politik tersebut adalah sebagai berikut :

1. Menurut Asad (1954), politik adalah menghimpun kekuatan,


meningkatkan kualitas dan kuantitas kekuatan, mengawasi dan
mengendalikan kekuatan, dan menggunakan kekuatan, untuk mencapai
tujuan kekuasaan dalam negara dan institusi lainnya.
2. Dalam pandangan Abdulgani, perjuangan politik bukan selalu “de kunst
het mogelijke” tapi seringkali malahan "de kunst van onmogelijke" (Politik
adalah seni tentang yang mungkin dan tidak mungkin). Sering pula politik
diartikan "machtsvorming en machtsaanwending" (Politik adalah
pembentukan dan penggunaan kekuatan).
3. Bluntschli (1935) memandang politik sebagai "Politic is more an art a
science and to do with the practical conduct or guidance of the state"

6
(Politik lebih merupakan seni daripada ilmu tentang pelaksanaan tindakan
dan pimpinan (praktis negara)).
4. Isjwara (1967) mencatat beberapa arti tentang politik dari sejumlah ahli.
Diantaranya adalah : -Loewenstein yang berpendapat "Politic is nicht
anderes als der kamps um die Macht" (politik tidak lain merupakan
perjuangan kekuasaan).

C. Fungsi dari Politik

Dengan mengutip pandangan Gabriel Almond dan J.S. Coleman, Muin Salim
mengemukakan dua fungsi utama politik, yaitu fungsi-fungsi masukan (input
punctions) dan fungsi-fungsi keluaran (output punctions). Yang termasuk dalam
input punctions meliputi:

1. Sosialisasi politik
2. Rekruitmen politik
3. Artikulasi kepentingan
4. Agregasi kepentingan
5. Komunikasi politik

Sementara yang masuk dalam kategori output punctions adalah:

1. Pembuatan aturan-aturan
2. Pelaksanaan aturan-aturan
3. Pengawasan atas pelaksanaan aturan-aturan itu

D. Tujuan dari Politik

Mengacu pada definisi politik di atas, maka kita dapat mengetahui apa tujuan
politik. Berikut ini adalah beberapa tujuan politik pada umumnya:

1. Untuk mengupayakan agar kekuasaan di masyarakat dan pemerintahan


dapat diperoleh, dikelola, dan diterapkan sesuai dengan norma hukum
yang berlaku.

7
2. Untuk mengupayakan agar kekuasaan yang ada di masyarakat dan
pemerintah dapat memperoleh, mengelola, dan menerapkan demokrasi
secara keseluruhan.
3. Untuk mengupayakan penerapan dan pengelolaan politik di masyarakat
dan pemerintahan sesuai dengan kerangka mempertahankan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan, tujuan politik di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Untuk melindungi hak-hak semua warga negara Indonesia tanpa


terkecuali, dan menjaga pelaksanaan kewajiban-kewajiban dengan
melaksanakan pemerintahan untuk mengatur keamanan.
2. Untuk mensejahterakan kehidupan seluruh masayarakat Indonesia.
3. Untuk memastikan terlaksananya sistem pendidikan demi memajukan
bangsa dan negara.
4. Untuk menjaga keamanan dan perdamaian, serta kehidupan sosial yang
seimbang, baik dalam negeri maupun luar negeri.

E. Ruang Lingkup Ilmu Politik

1. Lembaga-lembaga Politik
Lembaga politik merupakan suatu lembaga yang memiliki wewenang untuk
melaksanakan kegiatan atau aktivitas politik. Lembaga politik pada umumnya
memusatkan perhatian pada sekelompok masalah yang menyangkut upaya untuk
memperoleh kekuasaan maupun upaya mempertahankan kekuasaan dalam
kehidupan bermasyarakat. Menurut Gabriel A. Almond, lembaga politik
mempunyai tiga fungsi yaitu:
a. Sosialisasi politik
Merupakan fungsi untuk mengembangkan dan memperkuat sikap-sikap
politik di kalangan penduduk, atau melatih rakyat untuk menjalankan peranan-
peranan politik, administratif, dan yudisial tertentu.
b. Rekruitmen politik

8
Merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan
pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota
organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian.
c. Komunikasi politik
Merupakan jalan mengalirnya informasi melalui masyarakat dan melalui
berbagai struktur yang ada dalam sistem politik.
Adapun yang menjadi wilayah lembaga politik adalah negara, kekuasaan,
pemerintahan, kegiatan politik dan organisasi politik. Berikut penjelasannya:
1) Negara dapat diartikan sebagai suatu wilayah yang didalamnya terdapat
rakyat dan pemerintahan yang berdaulat.
2) Kekuasaan sering diartikan sebaga kemampuan yang dimiliki oleh suatu
pihak yang digunakan untuk memengaruhi pihak lain untuk mencapai apa
yang di inginkan oleh pemegang kekuasaan.

2. Perilaku Politik
Pada umumnya perilaku politik merupakan perilaku yang dilakukan individu
maupun kelompok dalam suatu kegiatan politik baik itu memenuhi haknya
sebagai warga Negara ataupun kewajiban yang harus dilakukan. Adapun yang
dimaksud dengan perilaku politik adalah sebagai berikut:
a. Berhak mengikuti suatu partai politik, organisasi masyarakat atau lembaga
swadaya masyarakat.
b. Ikut dalam pemilihan umum, baik menjadi pemilih maupun yang dipilih.
c. Ikut serta dalam pesta politik.
d. Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas.
e. Berhak untuk menjadi pimpinan politik.

Selain itu, menonton berita di televise dan membaca koran juga termasuk
perilaku politik, karena secara tidak langsung kita telah masuk dan ikut
berpartisipasi, dalam artian kita mngetahui apa yang sedang terjadi dan kita juga
akan berbicara mengenai politik. Bisa kita lihat disalah satu televisi swasta yang
menyediakan layanan via telepon pada penonton untuk ikut memberikan
pendapatnya mengenai suatu hal yang sedang hangat dibicarakan.

9
3. Perbandingan Politik
Setiap negara memiliki sistem pemerintahan sendiri, sesuai ideologi di negara
tersebut. Perbandingan politik merupakan salah satu kajian ilmu politik yang
menjelaskan persamaan dan perbedaan politik ditiap-tiap negara dengan
menggunakan konsep-konsep yang berlaku dinegara bersangkutan. Gabriel A.
Almond menggunakan tiga konsep dasar dalam perbandingan politik, antara lain:
a. Sistem Politik
Sistem politik merupakan cara yang diterapkan dalam suatu kebijakan
politik yang mencakup pelaksanaan dan pengambilan keputusan. Sistem politik
disetiap negara berbeda berdasarkan prinsip yang mereka anut. Teori-teori politik
Yunani Kuno, Plato dan Aristoteles mengidentifikasikan perbedaan macam-
macam sistem politik diantaranya adalah:
1) Aristokrasi, yaitu pemerintahan yang dipimpin dan dipegang oleh
orang-orang terbaik yang dipercaya untuk memerintah.
2) Oligarki, yaitu pemerintahan yang dipegang oleh segolongan kecil
yang memerintah demi kepentingan golongannya sendiri.
3) Demokrasi, yaitu pemerintahan yang berada ditangan rakyat.
4) Tirani, merupakan pemerintahan yang bersifat mutlak dan tidak dapat
dibantah.
b. Struktur Politik
Struktur politik merupakan susunan yang terdapat dalam sistem politik,
yang dapat dikatakan sebagai struktur politik adalah lembaga politik seperti badan
peradilan, dewan eksekutif, legislatif, birokrasi, kelompok kepentingan dan lain
sebagainya. Dengan struktur politik ini dapat membatu dalam membandingakan
sistem politik yang satu dengan sistem politik lainnya.
c. Struktur dan Fungsi
Jika dikeseluruhan sistem di suatu negara dengan negara lainnya dapat
dipahami beserta lembaga-lembaga politik yang terstruktur berjalan sesuai
fungsinya, barulah kita mampu menganalisa perbandingan politik antar negara
tersebut.

10
Berbeda dari pemikiran Gabriel A. Almond mengenai cara melakukan
perbandingan politik, dibawah ini ada beberapa metode yang dilakukan para
sarjana di dunia, diantaranya:
1) Meneliti satu negara atau lembaga tertentu yang berada di satu negara.
2) Meneliti dua atau lebih negara.
3) Meneliti beberapa negara dalam satu wilayah, seperti Asia Timu, Asia
Tenggara, Asia Selatan dan Timur Tengah.
4) Meneliti lintas negara. Penelitian tersebut mungkin melibatkan
perbandingan tentang peran militer di Afrika dan Timur Tengah.
5) Studi tematik, merupakan kajian perbandingan politik yang biasanya
dilakukan oleh para ahli di bidang perbandingan politik, karena studi
tematik ini seringkali rumit.

4. Hubungan Internasional
Hubungan internasional merupakan hubungan antara negara-negara,
hubungan yang dimaksud dapat berupa kerjasama dalam bidang politik, ekonomi,
pendidikan, sosial budaya dan lain sebagainya. Suatu negara tidak dapat berdiri
sendiri. Negara yang melakukan hubungan hanya dengan satu negara atau tidak
melakukan hubungan sama sekali akan sangat tertinggal dengan negara lain,
bahkan negara tersebut dapat hancur. Contohnya pada pemasaran barang ekspor,
jika tidak berhubungan dengan negara lain, maka kepada siapa barang local
tersebut diekspor. Selain itu dengan mengekspor barang dapat mengenalkan
barang-barang asli atau produk asli suatu negara ke negara lainnya.
George B. de Huszar dan Stevenson dalam “Political Science”,
menyebutkan bahwa terdapat lima elemen yang melandasi terjadinya hubungan
internasional, yaitu : negara yang berdaulat, nasionalisme, imperialism, prinsip
keseimbangan kekuatan dan diplomasi.
Dalam kajian hubungan internasional, terdapat beberapa pengelompokkan
lagi, diantaranya:
a. Politik Internasional
Politik internasional menekankan kekuasaan dan strategi dalam wilayah
internasional, dimana suatu negara itu mampu memiliki kekuasaan yang besar

11
terhadap negara-negara lain. Seperti yang kita ketahui, Amerika adalah negara
adidaya, dimana negara tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
permasalahan di dunia, karena selain memiliki perekonomian yang kuat serta
sumber daya manusia yang berkualitas, juga memiliki diplomasi yang berkualitas.
b. Organisasi Internasional
Seperti halnya lembaga politik disuatu negara, dalam suatu hubungan antar
negara-negara juga perlu adanya organisasi internasional yang memberikan
pertimbangan hukum dan etika, sehingga suatu negara itu tidak bertindak baik
sesuai dengan aturan di negaranya sendiri dan juga aturan internasional yang
harus dipatuhi. United Nations merupakan organisasi internasional terpenting,
karena hamper seluruh negara di dunia menjadi anggotanya.
c. Hukum Internasional
Hukum menyediakan batas-batas antara perilaku yang diperbolehkan dan
yang dilarang. Jadi hukum internasional menetapkan hak, kewajiban, kekuasaan
dan fungsi-fungsi negara dan organisasi internasional. Hukum internasional
merupakan suatu bentuk pengawasan sosial yang berdasarkan atas persetujuan
internasional. Berdasarkan Statuta Mahkamah Internasional yang berlaku, yang
diciptakan oleh Konferensi San Francisco, 26 Juni 1945, mencatat enam macam
sumber hukum internasional, yaitu:
1) Perjanjian
2) Kebiasaan Internasional
3) Prinsip-prinsip Hukum yang Diakui Secara Umum
4) Keputusan Pengadilan
5) Tulisan-tulisan Para Ahli
6) Kesamaan
F. Hubungan antara Agama dan Politik

Agama dan politik merupakan dua aspek fundamental dalam kehidupan


manusia, dan persoalan hubungan antara keduanya juga telah menjadi bahan
pemikiran para ilmuwan, filsuf maupun teolog sepanjang sejarah. Hubungan
antara agama dan politik selalu menarik untuk dikaji, karena keduanya sama-sama
memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Politik selalu
mempengaruhi agama, sekurang maupun sebanyak agama mempengaruhi politik.

12
dan usaha untuk memahami keduanya secara terpisah, cenderung untuk
mengaburkan persoalan, dan bukan memperjelasnya.
Betapa peliknya hubungan antara agama dan politik, terlebih dalam konteks
modern, diuraikan dengan jelas oleh J. Philip Wogemen. Secara garis besar
terdapat tiga pola umum hubungan politik dan agama, antara lain sebagai berikut :

1. Pola teokrasi di mana agama menguasai negara


2. Erastianisme bila yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu negara
mengkooptasi agama
3. Hubungan sejajar antara agama dan negara – dalam pemisahan yang
unfriendly dan friendly.

Pemisahan yang unfriendly antara agama dan negara merupakan hal yang
mustahil, karena kehidupan keagamaan selalu memiliki dimensi sosial dan dengan
demikian bersentuhan dengan aspek hukum yang menjadi wewenang negara. Dan
Wogeman menganggap alternatif terbaik adalah pemisahan yang friendly
meskipun tetap menyimpan persoalan.

Dalam konsepsi sebagian besar masyarakat Indonesia, kehidupan politik


jugaseharusnya dilandasi oleh nilai-nilai agama. konsepsi ini agak berbeda dengan
politik di negara barat yang memisahkan secara tegas antara politik dan agama.
Politik dan posisi posisi politik harus dipisahkan secara tegas dengan agama.
Konsepsi ini menghendaki agar pemimpin agama tidak terlibat dalam politik
praktis.

Dari sudut pandang instrinsik, maka secara sederhana agama adalah keyakinan
akan entitas spritual. Jika kita menggunakan definisi yang lebih kompleks, maka
agama adalah suatu sistem simbol yang bekerja memantapkan suasana jiwa dan
motivasi yang kuat, mendalam dan bertahan lama pada diri manusia dengan
memformulasikan konsepsi-konsepsi keterturan umum mengenai keberadaan dan
menyelimuti konsepsi-konsepsi ini dengan suatu aura faktualitas sehingga suasana
jiwa dan motivasi tersebut seolah-olah secara unik nyata ada nya.

Dinamika hubungan agama dan politik berlangsung dalam konteks


instrumentalisasi yang kerap kali ditempeli oleh muatan potensi integratif maupun

13
disintegratif. Dengan konkretisasi, interpretasi dan formalisasi agama dalam
kehidupan yang nyata, manusia memiliki legitimasi untuk menjadikannya sebagai
instrumen kekuasaan.

Ada tiga kemungkinan skenario politik keagamaan, antara lain adalah :

1. Agama dan negara terpisah satu sama lain. Doktrin agama hanya menjadi
pedoman hidup manusia sebatas dalam keluarga dan masyarakat yang
berwadahkan keorganisasian dalam masjid, gerejakuil, dan lain-lain.
Segala sesuattu yang berurusan dengan agama diselesaikan dengan
institusi keagamaan tersebut. Prinsip utama nya adalah agama adalah
agama. Dalam kenyaaannya, sukar menemukan pada abad global ini suatu
institusi agama yang tidak tercemar sama sekali dengan pergumulan
duniawi diluar dari agama.
2. Agama dan negara terikat satu sama lain (Integralistik) dalam pengertian
agama memberi corak dominan atas negara. Dalam konteks ini agama
bermain penuh sebagai instrumen, yakni aktualisasi agama di dalam
sebagian besar institusi negara seperti institusi politik, ekonomi, hukum,
dan yang lainnya.
3. Agama ditempatkan dalam suatu sistem negara yang mengutamakan
harmoni dan keseimbangan. Agama direduksi menjadi salah satu unsur
saja dari sistem yang dipandang saling tergantung dengan unsur-unsur
lain. Kebijakan-kebijakan yang merupakan konkretisasi pendekatan
sistematik ini jelas sekali menekankan kontrol yang tegas terhadap unsur-
unsurnya, termasuk unsur agama agar selalu terwujud keteraturan yang
harmonis tanpa guncangan. Setiap kali ada gejolak sekecil apapun,
langsung diredam oleh negara (pemerintah atau politik) sehingga
keseimbangan tercapai kembali.

Politik merupakan kebutuhan hidup menurut naluri manusiawi. Artinya bahwa


agam dan negara (politik) tidak dapat dipisahkan. Kata Din Wasiyasa
sesungguhnya menggamarkan bentuk Integrasi agama dan negara (politik).
Meskipun negara (politik) dan agama tidak dapat dipisahkan namun bukan berarti
negara beserta produk-produknya harus berlebel Islam.

14
Agama secara hakiki berhubungan dengan politik. Kepercayaan agama dapat
mempengaruhi hukum, perbuatan yang oleh rakyat dianggap dosa, seperti sodomi,
dan incese, sering tidak legal. Sering kali agamalah yang memberi legitiasi kepada
pemerintahan. Agama sengat melekat dalam kehidupan rakyat. Dalam masyarakt
Industri maupun non Industri, sehingga kehadirannya tidak mungkin tidak terasa
di bidang politik. Sedikit atau banyak. Sejumlah pemerintah di seluruh dunia
menggunakan agama untuk memberi legitimasi pada kekuasaan politik.

Hubungan politik dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa politik berbuah dari hasil pemikiran agama, agar tercipta
kehidupan yang harmonis dan tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal ini disebabkan, pertama, oleh sikap dan keyakinan bahwa seluruh aktifitas
manusia tidak terkecuali politik harus dijiwai oleh ajaran-ajaran agama. Kedua,
disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan manusia yang paling banyak membutuhkan
legitimasi adalah bidang politik, dan hanya agama lah yang dipercayai mampu
memberikan legitiasi yang paling meyakinkan karena sifat dan sumbernya yang
transcendent.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada tiga kemungkinan skenario politik keagamaan.: Pertama, agama dan


negara terpisah satu sama lain. Doktrin agama hanya menjadi pedoman hidup
manusia sebatas dalam keluarga dan masyarakat yang berwadahkan
keorganisasian dalam masjid, gereja, kuil, dan lain-lain. Segala sesuatu yang
berurusan dengan agama diselesaikan dalam institusi kegamaan tersebut. Prinsip
utamanya adalah “Agama adalah Agama”. Dalam kenyataan, sukar menemukan
pada abad global ini suatu institusi agama yang tidak tercemar sama sekali dengan
pergumulan duniawi di luar dari agama. Kedua, Agama dan Negara terikat satu
sama lain (Integralistik) dalam pengertian agama memberi corak dominan atas
negara. Dalam konteks ini agama bermain penuh sebagai instrumen, yakni
aktualisasi agama di dalam sebagian besar institusi negara seperti institusi politik,
ekonomi, hukum dan lainnya. Ketiga, Agama ditempatkan dalam suatu sistem
negara yang mengutamakan harmoni dan keseimbangan. Agama direduksi
menjadi salah satu unsure saja dari sistem yang dipandang saling tergantung
dengan unsur-unsur lain. Kebijakan kebijakan yang merupakan konkretisasi
pendekatan sistemik ini jelas sekali menekankan kontrol yang tegas terhadap
unsur-unsurnya, termasuk unsur agama agar selalu terwujud keteraturan yang
harmonis tanpa guncangan. Setiap kali ada gejolak sekecil apapun, langsung
diredam oleh negara (pemerintah) sehingga keseimbangan tercapai kembali.

Hubungan politik dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dapat dikatakan


bahwa politik berbuah dari hasil pemikiran agama agar tercipta kehidupan yang
harmonis dan tenteram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini
disebabkan, pertama, oleh sikap dan keyakinan bahwa seluruh aktifitas manusia,
tidak terkecuali politik, harus dijiwai oleh ajaran-ajaran agama; kedua, disebabkan
oleh fakta bahwa kegiatan manusia yang paling banyak membutuhkan legitimasi
adalah bidang politik, dan hanya agamalah yang dipercayai mampu memberikan
legitimasi yang paling meyakinkan karena sifat dan sumbernya yang trasendental.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Zawawi. 2015. Poltik dalam Pandangan Islam. Jurnal Ummul Qura.
Vol. 5, No. 1.

Ahmad Sholikhin. 2012. Pemikiran Politik Negara Dan Agama. Jurnal Politik
Muda. Vol. 2, No.1.

Burhanuddin Yusuf. 2018. Politik dalam Islam: Makna, Tujuan, dan Falsafah.
Jurnal Aqidah-Ta. Vol. 4, No. 1.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT GRAMEDIA


PUSTAKA UTAMA.

Khotimah. 2014. Agama dan Civil Society. Jurnal Ushulluddin. Vol. 21, No. 1.

R Abuy Sodikin. 2003. Konsep Agama dan Islam. Jurnal Al Qalam. Vol. 20, No.
97.

Sofyan Hadi. 2018. Relasi dan Reposisi agama dan Negara. Jurnal Ri’Ayah. Vol.
03, No. 01.

Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo

17

Anda mungkin juga menyukai