Anda di halaman 1dari 8

TUGAS LAPORAN BACA

Oleh: Jerry B Suwatalbessy


Mata Kuliah: Pengantar Pastoral Konseling
Dosen Pengampu: Dr. Indra Sigarlaki, M.Th.

I. IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer
Penulis : Pdt. Dr. J.D. Engel, M.Si.
Penerbit : BPK Gunung Mulia (2016)
Jumlah Halaman : 106 Halaman

II. PEMBAHASAN

BAB 1 Konseling Pastoral Dalam Interaksi Sosial Budaya

Bab ini mengatakan bahwa konseling pastoral telah menjadi model pelayanan gerejawi yang
aktual dan kontekstual seiring dengan berkembangnya wawasan dan pertumbuhan interaksi
sosial masyarakat modern yang kritis dalam segala bidang kehidupan. Konseling pastoral
sendiri merupakan konseling yang berdimensi spiritual, serta dimensi spiritual dalam konseling
pastoral dipahami dalam tiga paradigma berpikir. Pertama dimensi spiritual dipahami dalam
hubungan dengan kekristenan, yang artinya konseling pastoral berfokus pada spiritualitas.
Dimana konseling pastoral memberi tempat bagi dimensi spiritual, sehingga setiap orang
dilihat sebagai wujud spiritual, baik fisik maupun intelektualnya perlu dihargai sebagai
makhluk yang kreatif.

Dari perspektif kekristenan, konselor dan konseli harus menyadari bahwa Allah selalu ada dan
turut campur tangan dalam setiap masalah yang dihadapi oleh semua manusia. sehingga yang
menjadi inti dari konseling pastoral adalah melolong orang untuk mengalami penyembuhan
dab pertumbuhan dalam dimensi spiritual secara vertikal maupun meotivasi, membebaskan,
dan memelihara keutuhan hidup manusia dengan sesamanya dalam pelayanan, karena Tuhan
Yesus juga melakukan hal demikian dalam pelayanan-Nya. Ia tidak hanya mengasihi orang
yang dibimbingnya, tetapi Ia mempunyai waktu untuk mereka dan bergaul dengan semua
orang, dari yang besar sampai yang kecil, bergaul dengan orang farisi dan Ahli Taurat,
pengkhianat negara dan perempuan sundal. Yesus selalu melihat tujuan pelayanan-Nya, yaitu
supaya jemaat yang adalah umat Allah dibangun.
Dalam konseling pastoral berpolakan pada pelayanan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tidak hanya
memberikan layanan spiritual tetapi juga secara fisik, mental, dan sosial. Hal ini menjadikan
layanan Yesus utuh, dalam memperlengkapi orang lain agar menikmati hidup secara layak
sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mulia. Dalam relasi kemanusiaan yang dibangun, Yesus
dapat meyakinkan dan menyadarkan orang tentang keterbatasan dan keberdosaan manusia
(Yoh. 8:1-11). Bercemin dari keteladanan Yesus, kita belajar untuk mau memahami orang sakit
bukan hanya pada apa yang menimpa fisiknya, tetapi juga mental, masalah sosal, dan
spiritualnya (Mat. 23:1-36). Yesus tahu kebutuhan setiap orang bukan hanya msalah lahiriah,
tetapi sentuhan kasih Yesus yang dirasakan oleh mereka yang datang dengan berbagai penyakit
dan penderitaan memberikan dimensi spiritual, membangkitkan, dan mengobarkan semangat
hidup yang berpengharapan (Mat. 15:30; Luk. 4:40; 6:9).

Paradigma kekristenan memahami manusia dalam relasi dengan dirinya, sesama dan Allah.
Inilah yang merupakan kunci keberhasilan dalam suatu proses konseling pastoral. Sehingga
proses konseling tidak hanya memberi kenyamanan, tetapi mengarahkan konseli untuk
memahami posisi keberadaannya dengan orang-orang yang terlibat dalam masalahnya maupun
hubungannya dengan konselor dalam proses konseling. Hubungan tersebut tidak hanya
menempatkan konselor dalam relasi dengan konseli dan orang lain yang terlibat dalam masalah
konseli tetapi seorang konselor mempunyai peran ganda. Peran yang dimaksud dalam
pengertian bahwa, ketika hubungan antar manusia dan sesama dipulihkan, dalam pemulihan
hubungan itu juga, manusia memberi diri didamaikan dengan Allah. Hal itu merupakan
panggilan untuk berhubungan bukan hanya dengan sesama, tetapi juga dengan Tuhan.

Kedua konseling pastoral dalam interpretasi psikologi, konseling pastoral dalam kerangka
berpikir psikologi. Secara psikologi, konseling pastoral dibutuhkan dalam realitas hidup.
Karena itu konseling pastoral dalam kerangka berpikir psikologi lebih menekankan pada
psychological strength. Pscychological strength sendiri diartikan sebagai suatu kekuatan yang
mengggerakkan individu untuk menghadapi berbagai tantangan dalam keseluruhan hidupnya,
termasuk menyelesikan tantangan yang dihadapi. Psychological strength sendiri memiliki tiga
dimensi yaitu pemenuhan kebutuhan yang merupakan kekuatan psikis yang diperlukan untuk
memenuhi seluruh kebutuhan hidup, agar dapat mencapai kualitas kehidupan secara bermakna
dan memberi kebahagiaan.

Dimensi selanjutnya yaitu kompetesi intrapersonal yang merupakan kemampuan berhubungan


baik dengan diri sendiri, dimensi ini meliputi pengetahuan diri, pengarahan diri, dan harga diri.
Dimensi terakhir yaitu kompetensi interpersonal merupakan kemampuan yang meungkinkan
orang untuk berhubungan dengan orang lain dengan cara saling memuaskan, dimensi ini
meliputi kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain, ketegasan diri, nonassertiveness,
menjadi nyama dengan driri sendiri dan orang lain, menjadi diri yang bebas, harapan yang
realistis terhadap diri sendiri dan orang lain, perlindungan diri dalam situasi interpersonal.
Dimensi spiritual yang di pahami dalam kerangka berpikir psikologi adalah semakin sehat
kebutuhan seseorang, semakin tinggi kekuatan psikologis. Semakin kuat kekuatan psikologis,
semakin dapat menangani stress realistis derajat kepuasan dan kebahagiaan.

Tujuan khusus konseling pastoral dalam paradigma berpikir psikologi adalah memperkenalkan
konseli dengan kebutuhannya, membantu konseli memperoleh keberanian dan kompetensi
untuk memenuhi kebutuhan, membantu konseli menyatakan menyadari tanggung jawabnya
memenuhi kebutuhan, dan membantu konseli menyadari bahwa terkadang mereka
menghalangi pemenuhan kebutuhan mereka sendiri. Ketiga konseling pastoral dalam
interpretasi agama, hal ini dalam hubungan agama sebagai makna eksterior atau eksternal
kemanusiaan yang berbentuk dari kehidupan sosial dan budaya Masyarakat. Agam yang
dimaksudkan disini merupakan agama Masyarakat yang memperhatikan bagaimana orang
harus hidup bersama orang lain dan lingkungan alam sekitarnya. Dimensi spiritual yang
dipahami dalam kerangka berpikir agama adalah nilai-nilai hidup dari kehidupan sosial dan
budaya masyarakat Indonesia dalam hubungan dengan agama Masyarakat. Melalui ini kita
mengetahui bahwa dimensi spiritual yang bersumber dari kearifan lokal Masyarakat Indinesia
dapat menjadi kontribusi dalam menyikapi dilema konseling pastoral dalam Masyarakat plural.

BAB 2 Pendekatan Integratif dalam Konseling Pastoral

Pada bab ini penulis menjelaskan bahwa pendekatan integrative dalam konseling pastoral
berpolakan ada pelayanan Tuhan Yesus. Dalam relasi kemanusiaan yang dibangun, Yesus dapat
meyakinkan dan menyadarkan orang tentang keterbatasan dan keberdosaan manusia (Yoh. 8:1-
11). Layanan tidak hanya ,engisi kehidupan manusia dengan makanan yang merupakan
kebutuhan jasmani, tetapi bagi Yesus yang paling pokok dalam kehidupan manusia adalah
Firman Allah. Layanan Yesus secara fisik, sosial maupun spiritual dapat memenuhi kebutuhan
setiap orang, bahkan Yesus juga memperhatikan kebutuhan psikologi manusia. Layanan Yesus
memberikan suatu pemahaman tentang arti dan makna kehidupan bagi orang yang sehat
maupun sakit. Pendekatan integratif juga menggambarkan keutuhan hidup yang diperlukan
oleh setiap orang, agar dapat menikmati hidup secara normal.
Pendekatan integratif sendiri memperlengkapi dan mengutuhkan manusia dalam aspek
spiritual, mental, fisik, dan sosial, sehingga hidupnya bermakna. Masalah dapat mempengaruhi
setiap aspek manusia. Atau sebaliknya, aspek-aspek tersebut menjadi penyebab masalah,
sehingga penanganannya sangat bergantung pada kemampuan seorang konselor. Akar dan
penyebab permasalahan dan penderitaan manusia itulah yang menjadi perhatian dan prioritas
utama Tuhan Yesus dalam pelayananNya. Dalam buku ini penulis juga memaparkan berbagai
manfaat dari pendeketan integratif diantaranya meningkatkan pola piker secara kritis,
meyakinkan orang tenatng kemampuanyya dalam mengatasi masalah, membangun relasi
dalam rangka meningkatkan perhatian dan kepedulian sosial, memberi kebebasan orang agar
dapat berinteraksi secara fisik, memotivasi orang membangun relasi yang komunikatif dan
dapat bekerja sama dengan orang lain, serta manfaat terakhir yaitu pendampingan dan
konseling pastoral merupakan panggilan untuk berhubungan bukan hanya dengan sesama,
tetapi juga dengan Tuhan.

BAB 3 Pendekatan Psikologi dalam Konseling

Penulis mengatakan bahwa masalah bisa timbul karena ada perbedaan antar manusia.
Perbedaan pola pikir, sudut pandang, ras, suku, agama, bahkan perbedaan selera makan bisa
menimbulkan masalah. Perbedaan ini yang menimbulkan benturan-benturan yang memberi
tekanan psikologis bagi setiap individu. Masalah yang dapat dibantu dengan konseling untuk
setiap individu dengan perilaku dalam rentang normal dan yang mengalami gangguan
psikologis adalah mengurangi maladaptif berpikir, berperasaan, berespons dan belajar adaptasi
dengan orang lain. Jika konseling gagal memberi pengalaman baru, hal ini jelas tidak cukup
membantu untuk mempertahankan seseorang dalam konseling.

Konseling harus menjadi pengalaman baru yang memberi kesempatan bagi masyarakat untuk
melihat diri dan hidup secara berbeda, mengalami dan mengekspresikan perasaan yang
berbeda, serta berperilaku dengan cara-cara yang baru bagi mereka. Pada bab ini penulis
memaparkan beberapa kunci agar konseling dapat memberi pengalaman baru, diantaranya
mengenal konflik internal, dimana setiap individu menyadari bahwa sebagian besar masalah
mereka berasal dari konflik internal (penilaian negative terhadap diri sendiri, keharusan
psikologis yang meliputi keharusan psikolgi personal dan interpersonal, dan konflik
kebutuhan), pengalaman baru berikutnya yaitu menghadapi kenyataan, yang terakhir yaitu
mengembangkan tilikan artinya konseling adalah pengalaman yang mengundang orang untuk
menemukan siapa dirinya.
Dalam buku ini penulis juga memaparkan kualitas yang harus dimiliki konselor, karena
kepribadian konselor merupakan faktor penting dalam konseling. Kepribadian merupakan titik
tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang pengetahuan positif antara skill dan ability yang
menggambarkan kualitas seorang konselor. Sehingga menurut penulis ada beberapa hal yang
dipaparkan dalam buku ini yang harus dimiliki soeroang konselor diantaranya pengetahuan
diri, kompetensi, Kesehatan psikologis, dapat dipercaya, kejujuran, kekuatan untuk menjaga
jarak dengan konseli selama pendekatan, kehangatan, pendengar aktif, kesabaran, kepekaan,
kebebasan, dan kesadaran holistik.

• Ada beberapa tahapan dalam psikologi konseling :


• Tahap 1 : Membina hubungan Konseling
• Tahap 2 : kesukaran konseli mengemukakan masalah dan melakukan transferensi
• Tahap 3 : tilikian terhadap masa lalu konseli
• Tahap 4 : pengempangan resistensi untuk pemahaman diri
• Tahap 5 : pengembangan hubungan transferensi konseli dengan konselor
• Tahap 6 : resistensi
• Tahap 7 : Penutup

BAB 4 Pendekatan Feminis dalam konseling pastoral

Secara garis besar penulis mengataakan bahwa konseling pastoral dan konseling feminis
memiliki hubungan dilihat dari tujuan dan fungsinya. Fungsi menyembuhkan dapat dikaitkan
dengan tujuan mengembangkan rasa personal dan daya sosial. Fungsi menopang setara dengan
tujuan mengidentifikasi pesan-pesan positif yang membuat konseli berkembang. Fungsi
membimbing dapat dikaitan dengan tujuan memperoleh keterampilan. Fungsi mendamaikan
berkaitan dengan tujuan penyadaran peran gender. Fungsi mengasuh dapat dikaitkan dengan
tujuan mengembangkan perilaku bebas dan pemberdayaan. Dalam penjelasan konseling
pastoral telah dipaparkan bahwa tujuan konseling secara umum ialah untuk membantu konseli
keluar dari masalah, serta memberi mereka kebebasan untuk mengambil keputusan terhadap
masalah yang dihadapi. Hal ini sejalan dengan tujuan konseling feminis yang menyatakan
bahwa konselor membantu konseli untuk menyadari, memahami, mengembangkan serta
mempercayai diri mereka dalam menyikapi masalah yang dihadapi.
BAB 5 Konseling Keluarga

Melemahnya etika Pendidikan karena orang tua gagal menunjukan perilaku moral yang baik
dan degenerasi perilaku di kalangan remaja dan pemuda, yaitu disfungsional keluarga.
Disfungsi keluarga yang tidak memadai, polusi media, serta tekanan teman sebaya dan orang
dewasa. Dalam keluarga yang mengalami disfungsional cenderung terjadi kekerasan,
perselisihan, pertengkaran, perpisahan bahkan perceraian karena anggota keluarga tidak saling
menghargai. Konseling keluarga secara teoretis berorientasi pada perilaku manusia. Tujuannya
untuk mengeksplorasi dinamika interaksional, menggerakan kekuatan internal, dan
sumberdaya fungsional dalam keluarga serta merekonstruksi interaksional maladaptif dan
merancangkan pemecahan masalah perilaku dalam keluarga. Konseling keluarga sendiri
memiliki model dan Teknik, model konseling ini mencakup beberapa kesamaan teoretis dan
teknis, strategis dan sistemik dalam proses konseling pernikahan dal keluarga. Beberapa model
dan Teknik yang digunakan dalam konseling keluarga diantaranya strategi pemecahan masalah
dengan Teknik boundary-making, interaksional konseling dengan Teknik joining, pelacakan,
dan intervensi konseling, ketiga solusi terfokus dengan Teknik aktualisasi, dan model terakhir
yaitu terapi narasi dengan Teknik intensitas dan reframing atau relabeling.

BAB 6 Konseling Lintas Budaya

Kebutuhan konseling lintas budaya di Indonesia makin terasa, mengingat penduduk Indonesia
terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka corak subkultur yang berbeda-beda.
Karakteristik sosial budaya masyarakat yang majemuk itu tidak dapat diabaikan dalam
perencanaan dan penyelenggaraan konseling. Budaya yang universal mengandung pengertian
bahwa ada nilai-nilai yang sama dimiliki oleh semua lapisan masyarakat. Nilai budaya yang
dianut oleh masyarakat tertentu pada umumnya dianggap mutlak kebenarannya. Kebudayaan
memiliki tiga tingkatan perbedaan yaitu budaya tingkat interpersonal, budaya dalam tingkat
kelompok etnis, dan sosial budaya yang terdapat dalam satu etnis terkecil. Terdapat juga lima
sumber hambatan dalam komunikasi dan penyesuaian diri lintas budaya diantaranya perbedaan
Bahasa, komunikasi nonverbsl, setereotipe, kecenderungan menilai, dan kecemasan.

Konseling lintas budaya sendiri untuk menegaskan adanya saling hubungan antarbudaya yang
beragam. Konseling lintas budaya tidak hanya melihat perbedaan budaya antara suami istri,
tetapi juga perbedaan budaya antara konselor dengan konseli, sehingga konseling lintas budaya
dapat menggunakan teori, pendekatan, dan prinsip konseling yang berasal dari suatu konteks
budaya lain yang berbeda. Terdapat tiga pendekatan dalam konseling lintas budaya yaitu
pendekatan universal atau etik yang menekankan inklusivitas, monalitas atau keuniversalan
kelompok-kelompok. Kedua pendekatan emik yang menyoroti karakteristik-karakteristik khas
dari populasi-populasi spesifik dan kebutuhan-kebutuhan konseling khusus mereka. Ketiga
pendekatan transcultural. Terdapat tiga model konseling lintas budaya yakni culture centered,
integrative, dan etnomedical.

Konseling lintas budaya sendiri berpijak pada pengakuan terhadap keberagaman budaya, ciri-
ciri budaya sampai pada dinamika budaya yang mempengaruhi tafsir budaya oleh konselor
terhadap konseli yang dilayaninya. Proses konseling lintas budaya harus dengan sungguh-
sungguh memperhatikan pebedaan, kekayaan, dan dinamuka budaya yang melekat dalam diri
konselor dan konseli. Konseling lintas budaya sebagai sebuah pendekatan baru dalam
pelayanan konseling pastoral merupakan sesuatu yang unik. Unik karena melibatkan
pendekatan ilmu antropologi budaya, psikologi, dan sosiologi.

BAB 7 Konseling Lintas Agama dan Budaya

Agama dan budaya seringkali tidak berjalan seiringan sehingga menimbulkan problem dan
konflik baru. Perbedaan terhadap pemahaman agama dan budaya akan muncul persoalan baru
di masyarakat. Konselor dan klien perlu memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam
masing-masing agama dan budaya. Konselor dan klien perlu memahami perbedaan-perbedaan
yang terdapat dalam masing-masing agama dan budaya. Konselor lintas agama dan budaya
sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimiliki dan asumsi-asumsi terbaru tentang perilaku
manusia. Konselor sadar bahwa dia memiliki nilai-nilai seniri yang dijunjung tinggi dan terus
dipertahankan. Disisi lain, konselor juga menyadari bahwa konseli memiliki nilai-nilai dan
norma yang berbeda dari dirinya.

Agama dan budaya mempunyai independensi masing-masing meski keduanya saling terkait.
Kelahiran agama sangat terkait dengan konstruksi budaya, dan perkembangan budaya tidak
lepas dari kelahiran agama. Semakin modern masyarakatnya semakin baik pemahaman dan
pengalaman agamanya.asumsu dasar agama dan budaya adalah bahwa kehidupan manusia
didunia ini terbentuk atau dibentuk oleh lingkungan budaya dan agama yang beragam.
Konseling lintas aga dan budaya merupakan suatu proses pemberian bantuan dari aeorang
konselor terhadap konseli yang berbeda latar belakang agama dan budaya. Perbedaan nilai-
nilai agama konseli dalam konteks budaya harus dipertimbangkan untuk membuat intervensi
konseling yang efektifa karena agama adalah atribut penting dalam budaya. Meskipun nilai-
nilai agama konseli adalah bagian dari elemen global budaya, aspek penting yang perlu
diketahui konselor adalah memahami konseli dari perspektif psikologis.

BAB 8 Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Konseling Pastoral

Pendampingan konseling pastoral dapt berlanjut menjadi konseling pastoral, apabila


diperlengkapi dengan keterampilan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan bakat
alamiahnya, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuannya mengatasi masalah-
masalah atau krisis-krisis yang lebih kompleks. Dengan itu, konseling pastoral merupakan
sebuah dimensi pendampingan pastoral dalam melaksanakan fungsi yang bersifat memperbaiki
yang dibutuhkan ketika orang mengalami krisis yang merintangi pertumbuhannya.
Keterbatasan mobilitas fisik konseli mejadi penghambat untuk dilakukan sesi tatap muka yang
melahirkan ide konseling jarak jauh. Tak dapat dipungkiri konselor dan konseli sulit
menghindar dari penggunaan teknologi, Adapun beberapa manfaat teknologi dalam konseling
diantaranya pertama, konseli lebih memilih konselingan mengguankan teknologi karena
mudah diakses dan dapat dilakukan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, dan kedua
teknologi menghadirkan kemungkinan-kemungkinan yang tidak dapat dipenuhi oleh proses
konseling dengancara-cara tradisional seperti meningkatkan efisiensi. Konseling pastoral dapat
menggunakan pendekatan teknologi web tidak hanya untuk adaptasi teknologi, tetapi disertai
penguatan teori konseling yang terbagi dalam beberapa sesi. Penggunakan teknologi dalam
konseling pastoral dapat memiliki kode etik yaitu otonomi dimana adanya penhargaan privacy
konselor dengan konseli, kedua beneficence atau kebaikan, ketiga nonmalifenci, dan fidelity.

III. KESIMPULAN

berdasarkan hasil baca yang ada dapat saya simpulkan bahwa buku ini merupakan buku yang
baik untuk digunakan dalam memahami berbagai hal konseling pastoral. Terlebih ketika
seseorang ingin memulai konseling karena melalui buku ini kita dapat mengetahui tahapan atau
langkah-langkah yang ada. Tidak hanya itu buku sangat menambah wawasan bagi pembaca
dan lebih khusus untuk para konselor yang ada digereja. Karena dengan pembahasan yang
mudah dipahami, baik kita sebagai mahassiswa yang memiliki rasa ingin tahu terhadap
konseling pastoral jadi lebih mudah untuk memahaminya.

Anda mungkin juga menyukai