Anda di halaman 1dari 15

RINGKASAN BUKU ETIKA K.

BERTENS BAB 8

MASALAH-MASALAH ETIKA TERAPAN DAN TANTANGANNYA

BAGI ZAMAN KITA

Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis

Dr. Prayuda Ery Yandono, S.H.,M.M.

Oleh :

Heristiawan Aryo W., S.T.

1561101002

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS WISNUWARDHANA

MALANG

2015

1
1. Etika Sedang Naik Daun

Jika diperhatikan secara global, selama kurang lebih lima puluh

tahun wajah filsafat moral berubah secara drastis. Tidak dapat

dipungkiri, etika saat ini sedang naik daun. Hal ini tampak dari

penampilan etika dalam wujud terapan (etika terapan/applied

ethics). Jika sebelumnya etika hanya membahas masalah-masalah

konkret dan aktual, saat ini dianggap biasa saja jika etika

membahas permasalahan praktis.

Pada awal abad ke-20 di negara Amerika Serikat dan Inggris,

etika dipraktekkan sebagai “metaetika”. Bagi metaetika, pertanyaan

pokok adalah apa yang dimaksudkan dengan perbuatan yang

disebut baik atau buruk Apa definisi kategori-kategori “baik”, “buruk”,

“layak”, dan sebagainya. Di negara-negara berbahasa Inggris,

metaetika menjadi aliran filsafat moral yang dominan selama enam

dekade pertama pada abad ke-20.

Pada akhir tahun 1960-an, etika mulai melirik masalah-masalah

etis konkret. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan

tersebut. Pertama, berkembangnya bidang ilmu dan teknologi yang

pesat dan kedua, pada masyarakat zaman itu tercipta semacam

“iklim moral” yang seolah-seolah mengundang minat baru untuk

etka. Sebagai sebuah gejala yang menunjukkan iklim baru ini dapat

2
disebut gerakan hak di berbagai bidang. Gejala-gejala ini

menunjukkan bahwa etika terapan dilahirkan di tengah situasi yang

ditandai kepedulian etis yang luas dan mendalam.

Etika terapan merupakan suatu istilah baru, tetapi sebenarnya

bukan hal baru dalam sejarah filsafat moral. Plato dan Aristoteles

menekankan bahwa etika merupakan filsafat praktis, artinya filsafat

memberikan penyuluhan kepada tingkah laku manusia dengan

menunjukkan apa yang harus kita lakukan. Sifat praktis itu bertahan

selama seluruh sejarah filsafat. Namun, dalam perkembangannya,

sifat praktis itu mulai ditinggalkan pada enam dasawarsa pertama

dalam abad ke-20. Bagaimanapun juga, sekarang filsafat moral

khususnya dalam bentuk etika terapan – mengalami suatu masa

kejayaan. Cukup banyak institut yang khusus mempelajari

persoalan-persoalan moral yang berkaitan dengan bidang ilmiah

tertentu (ilmu kedokteran, hukum, ekonomi, bisnis, dan lain-lain).

2. Beberapa Bidang Garapan bagi Etika Terapan

Etika terapan dapat menyoroti suatu profesi atau suatu

masalah. Contoh etika terapan yang membahas profesi antara lain,

etika kedokteran, etika bisnis, etika tentang perang dan damai, dan

3
etika lingkungan hidup. Di mana keempat etika profesi inilah yang

menjadi perhatian utama pada zaman sekarang.

Cara lain untuk membagi etika terapan adalah membedakan

makroetika dengan mikroetika. Makroetika membahas masalah-

masalah moral pada skala besar, seperti ekonomi dan keadilan,

lingkungan hidup, dan alokasi sarana pelayanan kesehatan.

Sedangkan mikroetika membicarakan pertanyaan-pertanyaan etis di

mana individu terlibat, seperti kewajiban dokter kepada pasiennya,

pengacara pada kliennya, dan pengusaha pada konsumennya.

3. Etika Terapan dan Pendekatan Multidisipliner

Salah satu ciri khas etika terapan dewasa ini adalah kerjasama

erat antara etika dan ilmu-ilmu lain. Etika terapan tidak dapat

dijalankan dengan baik tanpa adanya kerjasama ini. Karena itu,

pelaksanaan etika terapan membutuhkan pendekatan

multidisipliner, suatu pendekatan yang melibatkan berbagai ilmu

sekaligus.

Pendekatan multidisipliner ini adalah pembahasan tentang

tema yang sama oleh berbagai ilmu, sehingga suatu bidang ilmu itu

memberikan kontribusi terhadap bidang ilmu yang lain. Pendekatan

ini cukup sulit untuk dijalankan. Karena menurut pengalaman,

4
banyak ilmuwan yang masih kesulitan untuk memahami ilmu dari

ahli-ahli di bidang lain.

Peranan etika yang terbatas tersebut menyebabkan etika

semakin terlepas dari konteks akademis yang eksklusif dan

memasuki kawasan yang lebih luas.

4. Pentingnya Kasuistik

Kasuistik dimaksudkan usaha memecahkan kasus-kasus

konkret di bidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etis

yang umum, sehingga kasuistik ini sejalan dengan maksud umum

dari etika terapan.

Jika kita memandang sejarah etika, kasuistik sebenarnya

memiliki suatu sejarah panjang. Dimulai dengan pengertian

Aristoteles mengenai etika sebagai ilmu praktis.

Karena sifatnya praktis, setiap uraian tentang etika dengan

sendirinya disertai contoh-contoh mengenai situasi konkret.

Tekanan pada contoh-contoh konkret yang sudah terlihat sejak

permulaan sejarah etika itu berkembang ke arah kasuistik. Tapi

dalam perkembangannya kasuistik sering mengalami naik turun.

Salah satu zaman kejayaan kasuistik adalah Abad Pertengahan, di

mana metode ini sering dipakai dalam teologi moral kristen.

5
Zaman emas kasuistik berakhir pada pertengahan abad ke-17.

Blaise Pascal dengan bukunya Surat-Surat Provinsial melontarkan

serangan kepada teolog-teolog yang menurutnya menyalahgunakan

kasuistik untuk mempermudah tingkah laku primisif bagi para

bangsawan kaya.

Dalam etika terapan sekarang ini, kasuistik kembali menduduki

tempat terhormat. Salah satu cabang di mana kasuistik paling

banyak digunakan adalah di bidang etika biomedis. Kemudian,

bidang hukum.

Etika bisnis merupakan sesuatu yang baru bagi kasuistik.

Dalam banyak literatur tentang etika bisnis kini sering ditemukan

pembahasan kasus. Hal ini sejalan dengan ilmu manajemen

modern yang juga banyak dipraktikkan dengan menganalisis kasus-

kasus konkret. Tendensi dalam etika terapan sekarang ini rupanya

sesuai dengan orientasi dalam ilmu manajemen modern.

5. Kode Etik Profesi

Kode etik sebenarnya sudah lama diusahakan untuk mengatur

tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat

melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang

6
teguh oleh seluruh kelompok itu. Profesi adalah suatu masyarakat

moral yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama.

Dalam konteks ini, etika terapan memegang peranan penting.

Kode etik bisa disebut sebagai produk etika terapan, sebab

dihasilkan dari penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu,

yaitu profesi. Supaya dapat berfungsi dengan semestinya, salah

satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi

sendiri. Kode etik tidak akan efektif, kalau didrop begitu saja dari

instansi pemerintah atau instansi lain. Syarat lain yang harus

dipenuhi adalah bahwa pelaksanaanya harus diawasi terus

menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-

sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode.

6. Etika di Depan Ilmu dan Teknologi

Di antara faktor-faktor yang mengakibatkan suasana etis pada

zaman sekarang berubah salah satunya adalah perkembangan ilmu

dan teknologi yang pesat. Dengan “ilmu” di sini dimaksudkan

sebagai ilmu alam dan “teknologi” sebagai penerapannya yang

memungkinkan kita untuk menguasai dan memanfaatkan daya-daya

alam.

7
a. Ambivalensi Kemajuan Ilmiah

Perlu kita sadari bahwa kemajuan ilmu dan teknologi yang

dicapai ini bersifat ambivalen, artinya ada akibat positif dan ada

akibat negatif. Tidak bisa disangkal, berkat adanya ilmu dan

teknologi manusia memperoleh banyak kemudahan dan kemajuan.

Contoh paling nyata adalah di bidang transportasi dan komunikasi.

Yang terutama bertambah dengan adanya kemajuan ini adalah

kemampuan manusia. Mula-mula perkembangan ilmiah dan

teknologi dinilai sebagai kemajuan belaka. Ilmu dan teknologi

dianggap sebagi kunci untuk memecahkan semua kesulitan yang

mengggangu umat manusia.

Pandangan seperti ini tampaknya agak naif. Karena di samping

dampak positif dari kemajuan luar biasa tersebut, terdapat pula

dampak negatif. Dan tidak bisa dipungkiri dampak negatif ini sering

mempunyai konotasi etis. Kesadaran akan aspek-aspek negatif

yang melekat pada ilmu dan teknologi baru dirasakan begitu jelas

saat bom atom pertama dijatuhkan di Hiroshima tanggal 6 Agustus

1945 dan Nagasaki tiga hari kemudian. Pada ketika itu segera

disadari akibat dahsyat dari kemampuan manusia melalui fisika

nuklir.

8
Penggunaan teknologi tanpa batas dalam industri modern

akhirnya membahayakan kelangsungan hidup itu sendiri. Yang

dibawakan oleh ilmu dan teknologi modern bukan saja kemajuan,

melainkan juga kemunduran, bahkan kehancuran, jika manusia

tidak membatasi diri.

b. Masalah Bebas Nilai

Ilmu dan moral bukan merupakan dua kawasan yang asing

terhadap satu sama lain, melainkan ada titik temu di antara

keduanya. Pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya, ilmu

dan teknologi bertemu dengan moral. Ilmu tidak asing terhadap

nilai , artinya ilmu tidak bebas nilai.

Metode ilmu pengetahuan memang otonom dan tidak boleh

dicampuri oleh pihak lain, entah moral, keagamaan, pertimbangan

nasional, atau alasan apapun juga. Campur tangan pihak lain,

agama misalnya, dalam metode ilmiah tidak saja merugikan ilmu,

tapi juga merugikan agama itu sendiri, karena kredibilitasnya bisa

berkurang.

Ilmu adalah otonom dalam mengembangkan metode dan

prosedurnya, kini bisa diterima tanpa keberatan apapun. Tidak ada

instansi lain yang bisa menyensor atau memerintahkan penelitian

ilmiah. Kemampuan manusia yang tampak dalam ilmu dan teknologi

9
berkaitan erat dengan kekuatan ekonomis dan politik/militer. Salah

satu alasan terpenting adalah bahwa penelitian ilmiah yang

terspesialisasi itu menjadi usaha yang semakin mahal. Ilmuwan

dengan cita-cita paling luhur pun tidak bisa berbuat banyak jika tidak

ada dana. Karena keadaan itu, di zaman sekarang perkembangan

ilmu dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari kepentingan bisnis

dan politik/militer.

c. Teknologi yang Tak Terkendali?

Perkembangan ilmu dan teknologi merupakan proses yang

seakan-akan berlangsung secara otomatis, tanpa bergantung dari

kemauan manusia. Ini sedikit mengherankan karena teknologi

sebenarnya ditujukan untuk membantu manusia dangan

menyediakan alat-alat untuk mempermudah pekerjaan mereka.

Tetapi dalam perkembangannya, teknologi yang sebelumnya

digunakan manusia untuk memperluas penguasaannya terhadap

dunia menjadi sukar dikuasai.

Gambaran tentang situasi ilmu dan teknologi ini bagi sebagian

orang barangkali terlalu pesimistis. Namun bagi sebagian lainnya

setidak-tidaknya ada inti kebenaran di dalamnya. Kesulitan bagi

etika untuk memasuki ranah ilmu dan teknologi semakin

mempertegas kesan tersebut. Banyak orang berkesan bahwa

10
proses perkembangan ilmu dan teknologi seolah-olah kebal

terhadap tuntutan etis. Memang benar, bukan menjadi tugas ilmu

pengetahuan untuk memperhatikan segi etis, melainkan tugas

manusia. Jika kemampuan manusia bertambah besar berkat

kemajuan ilmu dan teknologi, maka kebijaksanaanya pun harus

bertambah dalam hal menjalankan kemampuan itu.

d. Tanda-tanda yang Menimbulkan Harapan

Sedikit sekali masyarakat yang menaruh perhatian pada etika.

Pemikiran etis muncul setelah problem etis timbul. Perkembangan

ilmiah-teknologis selalu mendahului pemikiran etis. Yang ideal

adalah pemikiran etis mendahului dan mengarahkan perkembangan

ilmiah-teknologi, namun pemikiran seperti ini masih sangat sukar

untuk dijalankan.

Munculnya komisi-komisi etik merupakan kegembiraan

tersendiri bagi etika. Di negara-negara modern, rumah sakit dan

penelitian-penelitian medis mempunyai komisi etik untuk

mendampingi dan mengawasi mereka dari sudut etis.

Perhatian untuk segi etis penelitian menjadi faktor penting

dalam mencegah timbulnya permasalahan etis dalam

perkembangan ilmu dan teknologi.

11
Dengan demikian suatu proyek ilmiah besar diharapkan juga

menyoroti aspek-aspek non-ilmiah seperti etika. Hal ini dapat dilihat

sebagai tanda yang menggembirakan. Kita harus optimis bahwa ke

depannya penelitian-penelitian ilmiah yang rawan etika ini akan

disertai tanggung jawab moral yang besar pula.

7. Metode Etika Terapan

Etika terapan merupakan pendekatan ilmiah yang pasti tidak

seragam. Dalam etika terapan, variasi metode dan variasi

pendekatan pasti besar sekali. Ada empat unsur yang selalu

berperan dalam etika terapan, yaitu:

a. Dari Sikap Awal menuju Refleksi

Dalam usaha membentuk suatu pandangan beralasan tentang

masalah etis apapun, selalu ada suatu sikap awal. Kita mulai

dengan suatu sikap tertentu pada masalah yang bersangkutan.

Sikap awal ini bisa pro, kontra, netral, atau bahkan acuh tak acuh,

bagaimanapun, mula-mula sikap ini dalam keadaan belum

direfleksikan.

Misalnya, tentang produksi nuklir di suatu negara, adat istiadat

tentang orang tua yang memilihkan jodoh untuk anaknya, atau

negara yang memakai hukuman pidana mati. Kita tidak sadar dalam

12
mengiyakan kebijakan-kebijakan itu dan hanya menerima tanpa

mengetahui seluk beluknya, baru setelah ada problem etis kita jadi

tergugah. Peristiwa seperti meledaknya reaktor nuklir di Fukushima,j

Jepang pad 2011 harusnya membuka mata kita bahwa sikap awal

sangat menentukan bagi etika terapan untuk dijalankan dengan cara

yang sistematis.

b. Informasi

Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang dibutuhkan

adalah informasi. Hal ini terutama mendesak bagi masalah etis yang

berkaitan dengan pengembangan ilmu dan teknologi. Bisa saja

sikap awal yang pro dan kontra itu hanya didasari penilaian subjektif

saja tanpa menilai sisi objektif. Melalui informasi, kita dapat

mengetahui bagaimana keadaan objektif itu.

Oleh karena itu, jelas bahwa informasi sangat dibutuhkan.

Tetapi tidak sembarang orang yang bisa menjadi penyalur informasi.

Untuk menjadi penyalur informasi yang baik, seorang ahli tidak

hanya harus terampil di bidangnya tetapi harus juga berwawasan

luas. Ilmuwan yang pandangannya hanya terbatas pada spesialisasi

sempit hampir pasti tidak bisa menjadi penyalur informasi. Dengan

demikian perlunya informasi merupakan salah satu alasan

13
terpenting mengapa etika terapan harus dijalankan dalam konteks

kerja sama multidisipliner.

c. Norma-norma Moral

Norma-norma moral tidak hanya sudah diterima di masyarakat,

tapi juga harus relevan dengan topik atau bidang dari ilmu dan

teknologi bersangkutan. Tidak bisa disangkal, penerapan norma-

norma moral ini merupakan unsur terpenting dalam metode etika

terapan.

Dalam penelitian etika terapan seringkali norma itu harus

tampak dulu atau harus membuktikan diri sebagai norma. Norma

tersebut harus diterima setiap orang yang terlibat dalam suatu kasus

atau bidang tertentu.

Pembentukan penilaian moral sering dimulai oleh suatu

kelompok kecil yang memperjuangkan suatu pandangan etis

tertentu. Melalui perjuangan tersebut, pandangan mereka akhirnya

diterima sebagai suatu pandangan etis yang berlaku untuk umum.

d. Logika

Uraian yang diberikan dalam etika terapan harus bersifat logis

juga. Ini tidak hanya berlaku bagi etika saja, tapi berlaku untuk

setiap uraian yang berpretensi rasional. Logika dapat menunjukkan

kesalahan penalaran dan inkonsistensi yang barangkali terjadi

14
dalam argumentasi. Logika juga memungkinkan kita untuk menilai

definisi dan klasifikasi yang dipakai dalam argumentasi.

Definisi yang jelas dan menurut aturan-aturan logika dapat

membantu banyak untuk mencapai hasil dalam suatu perdebatan

moral.

15

Anda mungkin juga menyukai