Anda di halaman 1dari 3

Positivisme Logis

Positivisme Logis atau neo-positivisme merupakan Aliran pemikiran yang membatasi pikiran
pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi
antara istilah-istilah. Istilah positivisme logis merujuk pada pengertian-pengertian : empirisme
ilmiah, neopositivisme, dan empirisme logis. Akan teteapi lebih lazim dengan sebutan
“neopositivisme atau positivisme logis”1

Proses perkembangan pemikiran positivisme yang dipelopori oleh Aguste Comte pada saat itu.
Positivisme logis yang digagas oleh Agus Comte memiliki tiga masa perkembangan pemikiran
positivisme tersebut, pertama: masa teologis, masa materi, masa positifistik.

Pada masa teologis, manusia sangat dipengaruhi oleh ajaran dewa- dewa yang diyakini, baik itu
terhadap patung, alam, maupun hewan. Pada masa materi dibahas tentang realitas sosial
masyarakat yang diintervensi oleh hal- hal yang bersifat materi, dalam hal ini Agust Comte
menganalogikan bahwa manusia hidup seperti bayi yang selalu difasilitasi oleh unsur materi.
Dan untuk tahap seanjutnya tibalah tahap positifisme atau positifisme logis yang menjelaskan
kepada manusia bahwa sudah saatnya segala sesuatu itu harus berdasarkan pengalaman yang
masuk akal. Sehingga pemurnian pemikiran dan hasilnya pun sangat valid dan ketika itu pula
kebenaran itu akan didapat, begitulah pemahaman dari ajaran positivisme logis tersebut.

Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki minat kuat terhadap sains dan
mempunyai sikap skeptis terhadap ilmu agama dan hal-hal yang berbau metafisika. Mereka
meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan interfensi logis yang berdasarkan
fakta yang jelas.2 Sehingga, peminat konsep positvisme logis sangat mendukung teori- teori
paham materialisme dan naturalisme. Pada

Positivisme logis merupakan aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi pikirannya pada
segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan. Tujuan akhir dari penelitian yang
dilakukan pada positivisme logis adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah
di dalam suatu sistem yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu” yang juga akan menghilangkan
perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan matematika dianggap sebagai
ilmu-ilmu formal.

Konsep positivisme pada dasarnya tercipta dari “bahan” rasional-empirik maaka sudah pasti
hasilnya pun berbentuk rasional-empirik. Hal ini didukung oleh tokoh- tokohnya yang selalu
semagat dan antusias dalam mengkampanyekan serta membentuk sistem positivistik dalam
kerangka ilmiah yang sangat populer di Eropa dan Amerika pada abad ke-19 hingga 21.

Tidak hanya itu, kreasi metode yang dihasilkan dari positiviseme logis ini juga mewarnai seluruh
kerangka ilmiah dari objek ilmu pengetahuan, baik itu sains, sosial hingga teknologi. Inti

1
Asep Hidayat, Filsafat Bahasa (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), hal 62
2
Francisco Budi Hardiman, Kritik Ideologi, (Yogyakarta: Penertbit Kansius, 1990), Hal.127
pembahasan selalu mengarahkan agar segala sesuatu yang dikaji dan dipahami haruslah
berdasarkan fakta valid yang direduksi oleh Panca indra manusia.

Konsep positivisme juga telah menyumbang terciptanya teori- teori lainnya sebagai faktor
pendukung untuk membuktikan segala sesuatu yang ada di alam ini harus logis, teori- teori
tersebut diantaranya adalah materialistik, saintis, hingga teknokratisme. Dan model
pengapikasian konsep ini juga terus dimeriahkan oleh para ilmuan barat seperti Agut Com, Karl
Popper, A.J.Ayer, David Hume, dan Wittgendtein yang sangat banyak diinspirasi oleh ilmuan
muda barat diabat modern ini.

Empirisme menjadi salah satu dasar positivisme logis adalah bahwa observasi dijadikan sebagai
satu-satunya sumber yang terpercaya bagi ilmu pengetahuan. Hanya ada satu bentuk
pengetahuan, yaitu yang didasarkan kepada pengalaman dan dapat ditemukan dalam bahasa logis
dan matematis.

Salah satu teori Positivisme Logis yang paling populer, antara lain teori tentang makna yang
dapat dibuktikan, yang menyatakan bahwa sebuah pernyataan dapat disebut sebagai bermakna
jika pernyataan tersebut dapat diverifikasi secara empiris. Konsekuensi dari pendapat ini adalah
semua bentuk diskursus yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, termasuk di antaranya
adalah etika dan masalah keindahan, tidak memiliki makna apa-apa, sehingga tergolong ke
dalam bidang metafisika.

Ada beberapa pokok pemikiran positivisme logis, khususnya mengenai bahasa ideal.
Diantaranya sebagai berikut:

1. Filsafat merupakan analisis logis terhadap konsep dan pernyataan ilmu pengetahuan.

2. Pemikiran seseorang dapat diuji melalui bahasa, selama pemikiran itu diungkapakan
memalui bahasa. Hanya bahasa yang sempurna, bersifat universal dan logislah yang
disebut sebagai bahasa ilmiah.

3. Bahasa sehari-hari menyesatkan, karena itu bahasa sehari-hari harus direduksi


(diterjemahkan) ke dalam bahasa artifisial atau bahasa ideal/formal.

4. Tugas utama filsafat adalah memeperbaiki bahasa dengan menjadikan bentuk gramatika
dan sintaksisnya sesuai dengan fungsi logika aktualnya.

5. Metafisika didasarkan pada kepercayaan entitas non empiris dan relasi internal ditolak
(tidak dapat diverifikasi). Realitas yang dapat diterima adalah realitas dan relasi
eksternal, dapat diobservasi dan/atau merupakan entitas logis.

6. Definisi haruslah bersifat operasional.


Daftar Pustaka:

Hardiman, Francisco. Kritik Ideologi, Yogyakarta: Penertbit Kansius, 1990.

Hidayat, Asep Ahmad. Filsafat Bahasa: Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda.
Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. 2006.

Anda mungkin juga menyukai