NIM : 4115131104
HI merupakan studi tentang sifat dan konsekuensi dari hubungan tersebut. Sistem
negara merupakan cara tertentu dalam mengatur kehidupan politik di muka bumi yang
memiliki akar sejarah yang dalam. Subjek HI biasanya kembali ke awal era modern (abad
keenambelas dan ketujuhbelas) di Eropa, ketika negara-negara berdaulat berdasarkan
wilayah-wilayah yang berdekatan mulai dibentuk. Sejak abad kedelapanbelas hubungan
antara negara-negara disebut “hubungan internasional”. Di abad kesembilanbelas dan
keduapuluh sistem negara meluas mencakup wilayah bumi sepenuhnya.
Sekarang HI merupakan studi tentang sistem negara global dari berbagai macam
perspektif ilmiah. Ada lima nilai dasar sosial yang biasanya kita harapkan dijag oleh negara:
keamanan, kebebasan, ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan. Ini merupakan nilai-nilai
sosial yang sanga fundamental bagi manusia yang harus mereka lindungi atau jamin dengan
cara apa pun. Hal ini dapat dilakukan organisasi sosial selain negara: contohnhya oleh
keluarga, klan, etnis atau organisasi keagamaan. Meskipun demikian di jaman modern,
negara biasanya terlibat sebagai lembaga terdepan dalam hal tersebut: negara diharapkan
menjamin nilai-nilai dasar tersebut. Sebagian negara mungkin bersahabat, tidak mengancam,
dan mencintai perdamaian. Tetapi, sebagian kecil negara mungkin bermusuhan dan
agresif,dan tidak ada pemerintahan dunia yang mencegah mereka. Hal itu menimbulkan
masalah lama dan mendasar pada sistem negara: keamanan nasional. Untuk menghadapi
masalah ini sebagian negara besar memiliki angkatan bersenjata. Nilai dasar kedua yang
biasanya kita harapkan ditegakkan oleh negara adalah kebebasan nasional atau kemerdekaan.
Rujukan sejarah sistem negara yang pertama kali relatif jelas yaitu Yunani Kuno (500
SM-100 SM), yang kemudian dikenal sebagai Hellas. Sistem negara Yunani kuno akhirnya
hancur oleh kekaisaran tetangga yang lebih kuat, dan selama kejadian tersebut Yunani
menjadi budak kekaisaran Romawi (200 SM- 500 M). Kekaisaran merupakan pola organisasi
politik yang umum yang secara gradual muncul di Eropa kristiani lebih dari beberapa abad
setelah runtuhnya kekaisaran Roma. Kekaisaran yang tertua adalah bangsa Cina yang
bertahan hidup, dibawah dinasti-dinasti yang berbeda, selama sekitar 4000 tahun sampai awal
abad keduapuluh. Kekuatan dan kekuasaan diatur sekaligus atas dasar agama dan politik:
Paus dan Kaisar adalah kepala dari dua hirarki yang paralel dan berhubungan, yang satu
agama dan lainnya poitik.
Era pertengahan juga merupakan salah satu dari era banyaknya kekacauan,
ketidakteraturan, konflik dan kekerasan yang berasa dari tidak adanya kontrol dan organisasi
politik wilayah. Nilai-nilai yang dikaitkan dengan negara yang berdauat diatur secara berbeda
di jaman pertengahan. Keamanan yang disediakan pemerintah oka dan ksatrianya yang
menjalankan dari kastil-kastil dan kota yang dibentengi. Paus bertanggung jawab tidak hanya
mengatur gereja melalui hirarkinya atas Uskup dan Pastor lainnya tetapi uga mengawasi
perselisihan politik antara gereja dan pemerintah nasional semi independen lainnya.
Perubahan politik yang pada dasarnya yang terjadi pada masa pertengahan hingga ke masa
modern adalah pada akhirnya ia mengkonsolidasikan aturan niali-nilai tersebut dalam
kerangka tunggal dari satu-satunya organisasi sosial yang merdeka dan berdaulat. Kekuatan
dan kekuasaan dipusatkan pada satu titik: Raja dan pemeintahannya. Salah satu dampak besar
dari kebangkitan negara modern adalah monopoli alat-alat peperangan. Sebagian besar
peperangan, ditimbulkan oleh hanya keberadaan negara-negara merdeka yang para
penguasanya terpaksa berperang sebagai cara untuk mempertahankan kepentingannya,
mengejar ambisinya dan jika mungkin, meluaskan wilayah yang dikuasainya.
Sejaah Eropa modern merupakan sejarah konflik poitik dan ekonomi dan perang
antara negara-negaranya yang berdaulat. Negara-negara berperang, dan membentuk dan
menghancurkan negara-negara (Tilly 1992). Perluasan perdagangan antara dunia Barat mulai
pada saat yang bersamaan ketika negara modern muncul di Eropa sekitar tahun 1500.
Perluasan itu didasarkan pada kapa layar jarak jauh yang dipersenjatai yang digunakan
bangsa Eropa baik untuk membawa barang-barang maupun memproyeksikan kekuatan
politik dan militer. Sewaktu bangsa Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris, dan Prancis
meluaskan kekuasaan di luar negeri, bangsa Rusia memperluas wilayahnya.
Negara-negara berbeda dalam banyak hal, yaitu dalam legitimasi institusi politiknya,
keefektifannya, organisasi pemerintahannya, produktifitas dan kekayaan ekonominya, status
dan pengaruh politiknya, dan persatuan nasionalnya. Sejumlah negara besar, khususnya di
Dunia Ketiga, memiliki derajat kenegaraan empiris yang lemah. Institusi-institusinya lemah,
basis ekonominya lemah dan kurang berkembang, sedik atau tidak ada pesatuan. Kami dapat
menganggap negara ini sebagai ‘negara quasi’: mereka memiliki kenegaraan yuridis tetapi
mereka sangat tidak efisien dalam hal kenegaraan empiris (Jackson 1996). Sebagai pensudi
EPI, biasanya kaum Marxis, menganggap kurang berkembangnya negara-negara pinggiran
dan hubungn yang tidak seimbang antara pemerintah pusat dan pinggiran ekonomi global
sebagai elemen penjelas yang krusial dari teori sistem internasional modernnya (Wallerstein
1974). Sistem negara pada awal mulanya merupakan sistem negara bangsa Eropa. Selama
imperiaisme Barat seluruh dunia dikuasaioleh bangsa Eropa, baik secara politik maupun
ekonomi.
Dekolonisasi memberi kontribusi pada pembagian internal yang dalam dan sangat
besar dalam sistem negara antara Utara yang kaya dan Selatan yang miskin yaitu: antara
negara maju di pusat, yang mengusasi sistem secara politik dan ekonomi, dan negara yang
Dua perang dunia, Perang Dingin antara Timur dan Barat, kebangkitan kerjasama
ekonomi yang erat antara negara-negara Barat, dan gap perkembangan yang berlarut-larut
antara Utara dan Selatan merupakan contoh-contoh masalah dan kejadian dunia nyata yang
telah menggerakkaan keilmuan HI di abad keduapuluh. Intervensi militernya sangat
menentukan hasil perang: AS menjamin kemenangan bagi sekutu-sekutu demokratisnya
(Amerika Serikat, Inggris, Prancis) dan kekalahan bagi negara-negara sentral otokratis
(Jerman, Austria, Turki). Singkatnya, cara berpikir liberal memiliki dukungan politik yang
solid dari negara yang paling kuat dalam sistem internasional pada saat itu. Para pemikir
liberal memiliki beberapa gagasan cemerlang dan keyakinan yang kuat tentang bagaimana
menghindari bencana besar di masa depan; yaitu dengan mereformasi sistem internasional,
dan juga mereformasi struktur-struktur domestik negara-negara otokratis.
Dengan kata lain, adalah penting untuk mempertahankan perimbangan kekuatan yang
efektif sebagai satu-satunya cara untuk memelihara perdamaian dan mencegah perang.
Behavioralisme lebih tertarik terhadap fakta yang dapat diamati dan data dapat diukur,
dalam perhitungan yang tepat, dan pengumpulan data agar mendapatkan pola perilaku yang
berulang, ‘hukum-hukum’ hubungan internasional. Pendekatan yang lain, behavioralisme,
tidak menyediakan tempat bagi moralitas atau etika dalam studi HI, sebab hal itu melibatkan
nilai-nilai tidak dapat dipelajari secara objektifm yakni secara ilmiah. Kaum anti
behavioralisme menegaskan bahwa para teoritisi masalah-masalah manusia adalah seorang
manusia yang tidak akan pernah dapat memisahkan dirinya seutuhnya dari hubungan manusia:
dia selalu di dalam subjek (Hollis dan Smith 1990; Jackson 1996b).
Sistem internasional yang muncul setelah Perang Dunia Kedua didominasi oleh dua
superpower, Amerika Serikat dan Uni Soviet: yaitu sistem bipolar. Kehancuran Uni Soviet
mengakibatkan suatu sistem yang berbeda dengan beberapa negara berkekuatan besar tetapi
dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan yang paling dominan dalam sistem tersebut: yaitu
bergerak menuju sistem multi polar. Dalam istilah metodologis bahkan terdapat lebih dari
sekedar landasan bersama antara kaum neoralis dan kaum neoliberal. Keduanya sangat
EPI pada dasarnya membahas tentang siapa mendapatkan apa dalam sistem ekonomi
dan politik internasional. Karl Marx, seorang ahli ekonomi politik abad kesembilanbelas yang
terkenal, memfokuskan pada kapitalisme di Eropa; ia berpendapat bahwa kelas borjuis atau
kapitais menggunakan kekuatan ekonominya untuk mengekspoitasi dan menekan kaum
proletar, atau kelas pekerja. Neo-Marxis memperluas analisis tersebut ke Dunia Ketiga
dengan berpendapat bahwa perekonomian kapitalis global yang dikendaikan oleh negara
kapitalis kaya dipergunakan untuk memiskinkan negara-negara miskin dunia. Bagi kaum
merkantilis, penciptaan kekayaan merupakan dasar yang dibutuhkan dalam meningkatkan
kekuatan negara. Oleh karena itu, kekayaan adalah suatu instrumen dalam penciptaan
keamanan nasional dan kesejahteraan nasional.