Studi Islam (Islamic Studies) dari masa ke masa terlihat semakin matang. Meski pada
awalnya terminologi Islamic Studies mencuat dari belahan Barat, tetapi realitas keilmuan
menuntut umat Islam dan lembaga-lembaga pendidikan di dalamnya menyadari secara
sungguh-sungguh terhadap eksistensi dan perannya dalam ikhtiar merespons problem,
tantangan, konstruksi, eksistensi dan pengembangan keilmuan studi Islam.
Kita tahu bahwa ilmu dibangun dengan perangkat paradigma, pendekatan dan metode.
Dalam hemat penulis, perangkat ini berakumulasi secara dinamis dalam perkembangan ilmu
pengetahuan yang bersangkutan. Bagi Islamic Studies, berbagai pendekatan dan metode
ilmiah berkembang dengan aneka perspektif, tendensi dan orientasi yang lahir dari latar
masing-masing pengkajinya. Latar ini, nyatanya, berkemungkinan menyebabkan terjadinya
problem-problem metodologis yang menyangkut paradigma, pendekatan dan metode
studinya.
Di Barat sendiri problem metodologis justru muncul karena faktor-faktor ideologi dan
politik, tidak sepenuhnya pada instrumen metodologisnya. Pada sisi lain, kongres-kongres
IAHR (International Association for the History of Religion) juga mengagendakan problem
metodologis dalam studi agama-agama (termasuk Islam di dalamnya), yaitu problem sikap
Eitheror metodologis yang kaku.
Begitu pun juga problem utama yang dihadapi umat Islam ketika mengkaji Islam
bukan terletak pada kurangnya penguasaan materi, namun lebih pada cara-cara pengolahan
dan penyajian terhadap materi yang dikuasai, yaitu masalah metodologi. Harun Nasution
pernah mengatakan bahwa kelemahan dikalangan umat Islam dalam mengkaji Islam secara
komprehensif adalah tidak menguasai metodologi.
Problem metodologis itulah yang coba dijawab Richard Martin dengan mencoba
mengelaborasi berbagai pendekatan terhadap Islam. Makalah ini mencoba mengupas
bagaimana pemikiran Richard Martin tentang studi Islam.
1
A. Biografi Richard C. Martin
Richard Martin adalah salah satu dari intelektual yang cukup gigih mendorong upaya
pendekatan agama terutama Islam dalam berbagai disiplin keilmuan karena dalam
kenyataannya, kajian Islam yang dilakukan oleh sarjana barat, hanya menampilkan wajah
Islam sebagai sesuatu yang aneh. Gelar Ph.D nya dalam bidang dan sastra diraih di Near
Eastern Languages and Literature New York University pada tahun 1975. Ia tertarik pada
disiplin Islamic studies, Perbandingan Agama, agama dan konflik.1
Karya Richad C. Martin dalam bentuk buku adalah Approaches to islam in Religious
Studies yang diterbitkan oleh University of Arizona Press Tucson (1985), Islamic Studies: A
History of religius Approach yang diterbitkan oleh Prentice-Hall (1985) dan Defenders to
modern simbol yang diterbitkan oleh Oneworld (1997) ia adalah co-editor dengan John Witte
Sharing the Book: Religious Perspectives on the Rights and Wrongs of Proselytism.4
1
M, Arfan Mu’ammar, Abdul Wahid Hassan, Studi Islam Perspektif Inside/outsider
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2012), hlm. 64-65.
2
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”. Religio Vol. 4, No.I, Maret 2014, hlm. 100-101.
3
M, Arfan Mu’ammar, Abdul Wahid Hassan, Studi Islam Perspektif Inside/outsider, hlm. 65.
4
M, Arfan Mu’ammar, Abdul Wahid Hassan, Studi Islam Perspektif Inside/outsider, hlm. 65.
2
Di awal bab dari buku suntingannya, Richard C. Martin menjelaskan tentang Islam dan
posisinya dalam studi agama. Menurut Richard C. Martin pemahaman tentang Islam sebagai
agama dan pemahaman tentang agama dari sudut pandang Islam merupakan persoalan yang
perlu dielaborasi dalam pembahasan dan diskusi pada bidang studi agama. Selanjutnya,
Richard C. Martin membuka kemungkinan kontak dan pertemuan langsung antara tradisi
berpikir keilmuan dalam Islamic Studies secara tradisional dan tradisi berpikir keilmuan
dalam Religious Studies kontemporer yang telah menggunakan perangkat teori, metodologi
dan pendekatan yang digunakan oleh ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang berkembang
sekitar abad ke-18 dan 19.5
Dalam menulis bukunya yang berjudul Approaches to Islam in Religious Studies ini
Richard C. Martin merasa bahwa Islam harus mendapatkan perhatian yang lebih dalam studi
agama-agama dibandingkan dengan saat ini. Hal itu dikarenakan pengaruh global dan
pertumbuhan penduduk muslim di dunia.6 Di lain hal Islam memiliki perhatian yang lebih
besar terhadap kajian-kajian agama, karenanya Martin sungguh menyayangkan melihat
persoalan-persoalan fundamental mengenai disiplin studi agama Islam ini menempati jalur
tersendiri yang seakan-akan terpisah dari disiplin kajian agama-agama pada umumnya.7
Upayanya ini diarahkan untuk membawa dan mengangkat Islamic Studies keluar dari
jebakan historis-kulturalnya sendiri ke wilayah arus besar pusaran ilmu agama
(Religionwissenschaft) yang berkembang sejak abad ke-19 dengan berbagai perangkat
metodologi yang dimilikinya. Upaya ini diharapkan dapat menjembatani kesenjangan
metodologis antara Islamic Studies dan Religionwissenschaft.8
Secara historis, menurut Jean Jacques Waardenburg, Islamic Studies pada paruh
pertama abad ke-20 menjadi bidang studi yang mantap dalam penelitian dan pengajaran di
Eropa dan Amerika Utara dan secara luas berlanjut sepanjang waktu sampai ia disebarluaskan
pada mayoritas universitas sejak akhir abad ke-19. Islamic Studies dikombinasikan dengan
studi tentang Arab, yang berkembang di Eropa pada abad ke-16 dan dengan studi tentang
Persi, Ottoman, Turki Modern. Islamic Studies merupakan bagian dari subject matter yang
disebut Oriental Studies, yakni studi kesarjanaan tentang kultur Timur yang dimaksudkan
5
Isnanita Noviya Andriyani, “Pendekatan dalam Studi Islam”, Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam, Vol. 6, No. II, Desember 2016, hlm. 79-80.
6
M, Arfan Mu’ammar, Abdul Wahid Hassan, Studi Islam Perspektif Inside/outsider, hlm. 65-
66.
7
Fachrur Rozie, “Pendekatan Studi Islam Pandangan Richard C Martin, William A. Graham
dan Earle H. Waugh dalam Approache to Islam In Religious Studies”, JIE, Vol. 5, No. I, Rajab 1437
H, hlm. 45.
8
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 103.
3
untuk percepatan secara independen bagi kepentingan politik. Sebagaimana cabang-cabang
lain, Oriental Studies dan Islamic Studies, pada waktu itu konsisten pada studi materi textual
dan dokumen historical.9
Kajian-kajian yang menggunakan pendekatan klasik agaknya tidak lagi bisa dianggap
kajian komprehensif. Seolah-olah merupakan cara pandang yang tunggal untuk
mengungkapkan sebuah kebenaran. Kajian Islam dari waktu ke waktu didominasi oleh kajian
teks, atau kajian sejarah yang bersifat deskriptif belaka.10
Berkaitan dengan ini, Martin mengetengahkan pendekatan yang digunakan oleh para
ahli sejarah, yakni pendekatan historian dan believer, sebuah pendekatan yang digunakan
oleh para agamawan, termasuk Islam. Sejak awal abad ke-20, tepatnya ketika pecah perang
dunia pertama dan kedua, gejala tersebut mengalami perubahan seiring dengan munculnya
gagasan tentang “evolusi budaya” yang mempengaruhi struktur berpikir manusia di hampir
seluruh belahan dunia.11
Dalam proses perubahan mendasar ini, agama untuk kemudian dipandang sebagai
sesuatu yang inheren dalam kehidupan manusia. Dalam konteks studi agama, muncul apa
yang dikenal dengan pendekatan phenomenology of religion. Pendekaan ini mencoba
memahami agama melalui manisfes-manisfesnya dalam seluruh budaya masyarakat. Yakni
penggalian terhadap nilai-nilai dan ajaran agama-agama sebagai esensi yang ada dibalik
fenomena agama-agama yang hidup dalam masyarakat, yang dicoba-lakukan secara lebih
hati-hati.12
Jenis pendekatan inilah yang sesungguhnya ingin ditawarkan Martin. Lebih nyata
dijelaskan bahwa pendekatan fenomenologi yang dimaksud adalah bagaimana para pengkaji
agama tersebut dapat melakukan dengan menggunakan pendekatan yang lebih empiris dan
rasional. Sebuah pendekatan yang sifatnya menjelaskan dan berupaya memahami makna
keberagamaan manusia.13
Dalam hal ini Martin menyebutkan apa yang disebut dengan metode verstehen.
Metode ini, adalah sebuah pendekatan yang berorientasi pada asumsi-asumsi dari kehidupan
dalam konteks kemasyarakatan dan kesejarahannya. Dalam pengertian bahwa manusia
9
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 99.
10
M, Arfan Mu’ammar, Abdul Wahid Hassan, Studi Islam Perspektif Inside/outsider, hlm. 77.
11
Fachrur Rozie, “Pendekatan Studi Islam Pandangan Richard C Martin, William A. Graham
dan Earle H. Waugh dalam Approache to Islam In Religious Studies”, hlm. 48-49.
12
Fachrur Rozie, “Pendekatan Studi Islam Pandangan Richard C Martin, William A. Graham
dan Earle H. Waugh dalam Approache to Islam In Religious Studies”, hlm. 49.
13
Fachrur Rozie, “Pendekatan Studi Islam Pandangan Richard C Martin, William A. Graham
dan Earle H. Waugh dalam Approache to Islam In Religious Studies”, hlm. 49-50.
4
merupakan bagian dari keseluruhan masyarakat dan sejarah yang harus dipahami makna-
makna kehidupannya sebagai ekspresi kehidupan keberagamaannya. Karena kehidupan
manusia memiliki makna-makna tersembunyi dan mengandung misteri, yang harus diungkap.
Makna keberagamaan manusia itu menampakkan dalam simpul-simpul budaya dan ia
sesungguhnya dapat dianalisa dan dipahami.14
Richard C. Martin mencoba menunjukkan bahwa entitas historis Islam dengan segala
variabel bisa didekati dengan berbagai pendekatan, diluar pendekatan “sakral” teologis yang
sudah mentradisi sebelumnya. Dengan kelebihan dan kekurangan setiap pendekatan yang
ditampilkan Richard C. Martin dalam buku tersebut, telah terbaca bahwa studi Islam tidak
hanya menampilkan wajah dogmatis yang tegas, tetapi juga mempunyai sisi historis yang
empiris objektif, sosial dan juga kritis. Dengan demikian dapat terjadi kemungkinan
diversifikasi pendekatan yang mungkin dilakukan oleh para pengkaji Islam, berbagai
pendekatan yang ditawarkan perlu dituntaskan dengan dua wawasan baru, yaitu kajian
interdisipliner dan multidisipliner yang memanfaatkan multi-pendekatan sebagai
epistemologi dan metodologi kajian Islam.15
5
sebuah percakapan dan diskusi tentang Islam dan studi agama dengan harapan mampu
memberikan perhatian serius terhadap Islam dan studi agama.18 Perincian dua kelompok
tersebut adalah sebagai berikut:
2. Muhammad sang teladan: model-model dalam interpretasi dalam paradigma Islam, Earl H.
Waugh.
2. Haji dan sejarah agama-agama: pendekatan teoretis terhadap haji, William R. Roff.
b. Kelompok Kedua: Respons Para Penulis Muslim yang Terkenal tentang Islam
18
Isnanita Noviya Andriyani, “Pendekatan dalam Studi Islam”, hlm. 81.
6
2. pendekatan terhadap Islam dalam studi agama, Fazlur Rahman.19
Dalam buku suntingan Martin disajikan berbagai pendekatan yang digunakan oleh
para Islamisis dan sarjana Barat dalam upaya mendekati materi-materi Islam, mulai dari
pendekatan terhadap teks kitab suci dan Nabi, ritual Islam, Islam dan masyarakat hingga
pendekatan interpretasi dan problem Insider dan Outsider. Penjelasan masing-masing sebagai
berikut:
7
pemeluknya. Interpretasi dan pemahaman terhadap pembacaan Alquran, baik itu bersifat
historis maupun ajaran, telah menjadi sebuah kesadaran bersama yang berlangsung secara
beriringan dengan perjalanan sejarah umat Islam.22
Dalam konteks ini, dapat disebutkan bahwa Graham melakukan kajiannya melalui
pendekatan sosio-historis yang berkaitan dengan bagaimana sejarah umat Islam dalam
memahami teks-teks Alquran, dan sekaligus fenomenologis, suatu pemaknaan terhadap
teks-teks tersebut dan untuk kemudian dipahami sebagai sebuah ajaran.23
Sedang Earle H. Waught memandang kajian tentang Nabi menduduki tempat yang
penting, karena Nabi adalah figur paradigmatis yang dengannya kita dapat memahami
Islam dalam lintasan sejarah. Ia menerapkan “Teori Model” pada biografi Muhammad dan
pada cara-cara biografi Nabi ditulis dan dipahami dalam berbagai momen sejarah yang
berbeda-beda. Waught memandang model sebagai alat analisis dan ia menunjukkan cara
Ibn Ishaq menyelesaikan konflik dalam kehidupan dan masa Muhammad dengan tekanan
pada para komentator Muslim.24
22
Fachrur Rozie, “Pendekatan Studi Islam Pandangan Richard C Martin, William A. Graham
dan Earle H. Waugh dalam Approache to Islam In Religious Studies”, hlm. 52.
23
Fachrur Rozie, “Pendekatan Studi Islam Pandangan Richard C Martin, William A. Graham
dan Earle H. Waugh dalam Approache to Islam In Religious Studies”, hlm. 52.
24
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 105-106.
25
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 106.
8
direduksi menjadi esensi pengalaman keagamaan. Untuk itu, manifestasi agama harus
dipandang menurut bahasanya sendiri oleh sang peneliti.26
Peneliti harus meninggalkan sementara waktu keyakinan-keyakinan agamanya
sendiri agar sampai pada kebenaran agama lain. Seorang sarjana harus menjadi tamu
dalam alam spiritual orang-orang yang dikajinya dan membuat alam itu menjadi miliknya.
Pendekatan ini digunakan oleh Charles J Adams untuk menguji karya Henry Corbin
tentang Islam Iran.27
Selanjutnya William R. Roff melakukan analisis haji dengan mengelaborasi teori
van Gennep dan menerapkan tesis Turner tentang Liminalitas dan batasan-batasannya.
Menurut Roff, bahwa hajj mabrur mengandung suatu perubahan. Teori van Gennep
melihat rites de passage, yakni perubahan yang efektif seorang individu dari posisi
tertentu sebelumnya ke posisi yang lainnya, seperti dalam kelahiran, pubertas sosial,
perkawinan, status kebapakan, perpindahan ke kelas yang lebih tinggi, pencapaian
spesialisasi dan kematian. Turner, dengan memanfaatkan konsep status dan peran yang
lebih luas dan proses ritual keagamaan, melihat perubahan itu terjadi dari satu keadaan
(state) ke keadaan lainnya. Keadaan di sini mengacu pada konsep yang lebih inklusif
daripada status atau posisi dan beberapa tipe kondisi yang stabil dan berulang-ulang yang
secara kultural diakui.28
26
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 106-107.
27
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 107.
28
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 107.
29
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 107.
9
transmisi terdaftar/tertulis membantu untuk melihat beberapa perkembangan dalam
pembentukan tradisi Islam sekaligus diferensiasinya dalam masyarakat Islam saat ini.30
Sedangkan Richard M. Eaton mengkaji konversi Islam di India. Dalam proses ini,
makam suci para sufi memainkan peran sosial dan simbolik yang penting dalam proses
konversi terutama di wilayah-wilayah pinggiran India. Ia memaparkan dimensi konversi
yang melibatkan perubahan atau integrasi kosmologi dari sistem budaya yang berbeda
untuk mengakomodasi kondisi sosial, ekonomi, politik dan geografi penduduk yang
berubah.31
d. Pendekatan Interpretasi
Pendekatan ini ditulis oleh Charles J. Adam, The Hermeneutics of Henry Corbin,
Andrew Rippin, Analisis Sastra terhadap Al-Quran, tafsir, dan sirah: metodologi-
metodologi of John Wansbrough dan Azim Nanji,. Menuju Hermeunitika Qurani dan
narasi lain dalam pemikiran Isma’ili. Pendekatan pada bagian ini adalah pendekatan
filosofis keilmuan dan hermeneutik.32
Charles J. Adam menguji karya Henry Corbin tentang Islam di Iran (Islam Shî‘ah)
dengan menggunakan pendekatan interpretatif dari Clifford Geertz, Thick Description.
Sedangkan Andrew Rippin mengulas analisis literer yang pernah diterapkan dalam Bible
menurut John Wansbrought. Pendekatan ini, oleh John Wansbrough, diterapkan dalam
penelitian terhadap literatur suci Islam (Alquran, tafsir dan sirah). Inti metodologi
Wansbrough mempertanyakan persoalan utama yang tidak dapat dipaparkan dalam kajian
Islam. Misalnya, apa buktinya bahwa teks Alquran secara keseluruhan tidak lengkap atau
final hingga awal abad ke-3 H atau ke-9 M? Atau mengapa kita tidak harus mempercayai
sumber-sumber Muslim? Rippin memunculkan dua persoalan untuk thick description
dalam studi agama, yaitu persoalan cara memandang dan mendekati sejumlah data yang
akan diinterpretasi.33
Selanjutnya Azim Nanji memberi perhatian pada problem analisis simbol-simbol
budaya dan maknanya yang ada dalam data agama, yaitu materi sastra suci Shî‘ah
Ismâilîyah. Nanji berpendapat bahwa kita harus tetap mempertanyakan apa arti materi-
30
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 107- 108.
31
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 108.
32
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 108.
33
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 108.
10
materi simbolik ini. Seperti Muslim lainnya, Ismâilîyah membangun alam makna yang
keluar dari Alquran dan sistem simbol lainnya. Nanji mendekati materi-materi suci dalam
Ismailiyah dengan teori sastra dan analisis tematik untuk menentukan pesan Islam
fundamental dalam karya-karya tafsir ini.34
34
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 108-109.
35
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 109.
36
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 109.
37
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 109.
11
Rauf banyak menemukan prasangka dan bahaya dalam studi Islam Barat. Misalnya
adalah analisis studi Islam yang didasarkan pada prasangka budaya, agama dan prasangka
intelektual yang didasarkan pada supremasi budaya (Cultural Supremacy).38
Fazlur Rahman berpendapat bahwa dalam kajian Islam terdapat dua kutub yang
berbeda: insider (orang dalam) dan outsider (orang luar). Kedua kelompok ini tentunya
sangat berlainan dalam mengkaji Islam. Oleh karena itu, orientalis dianggap sebagai
outsider dan ilmuwan Islam sebagai insider. Rahman berpendapat bahwa laporan outsider
tentang pernyataan insider mengenai pengalaman agamanya sendiri dapat sebenar laporan
insider sendiri. Tampaknya Fazlur Rahman bermaksud menjelaskan maksud pendirian
Abdul Rauf secara lebih tepat.39
Akan tetapi penting dicatat bahwa kajian Islam dari para outsider menyumbangkan
gagasan-gagasan besar ilmiah yang memicu gerakan intelektual dalam peradaban Islam.
Perkembangan daya kritis Islam dipompa oleh kajian-kajian para outsider. Dengan cara
berpikir kritis, intelektual Muslim mengetahui problem yang sedang diderita sambil
mengusulkan berbagai pemecahan yang harus dilakukan.40
jika dilakukan klasifikasi lebih lanjut terhadap pemikiran Martin, maka dapat
diklasifikasi lima perspektif pendekatan, yakni (1) Pendekatan Tekstual, (2) Sejarah, (3)
Sosiologi, (4) Antropologi, (5) Filsafat Ilmu, (6) Hermeneutik dan (7) Kritik.
Dari berbagai pendekatan yang telah dipaparkan oleh Martin sebelumnya maka
dapat dipahami wajah Islamic Studies dalam sketsa martin adalah sebagai berikut:
1. Subject Matter meliputi:
a. Studi teks yang mencakup studi Al-Quran, Studi al-Sunnah
b. Studi keIslaman yang mencakup ritual resmi dan ritual popular
c. Realitas sosial, budaya, ekonomi, politik muslim
2. Metodologi Martin mengusulkan perpaduan antara metode-metode dalam
Islamic Studies konvensional dengan karakter deskriptif historis, dan sastrawi
dengan metode-metode humanities studies kontemporer, seperti hermeunitika,
fenomenologi, sosiologi dan antropologi. Hasil temuan dari metode-metode
konvensional tidak untuk dibuang melainkan menjadi bahan yang kaya untuk
38
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 109.
39
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 109-110.
40
Sokhi Huda, “Kritik Pemikiran Richard C. Martin dalam Studi Agama dan Relevansinya
dengan Studi Islam di Indonesia”, hlm. 110.
12
ajakan studi lebih lanjut dengan menggunakan metode-metode kontemporer
humanities studies.
3. Evaluasi kritis, kenyataan bahwa Islamic studies tidak hanya dilakukan oleh
muslim (insider) tetapi juga non muslim (outsider) meniscayakan adanya
fungsi evaluasi kritis pihak pertama terhadap pihak kedua.41
41
M, Arfan Mu’ammar, Abdul Wahid Hassan, Studi Islam Perspektif Inside/outsider, hlm. 78-
79.
13
KESIMPULAN
Martin ingin membuka kemungkinan kontak antara tradisi berpikir keilmuan dalam
Islamic Studies secara tradisional dan tradisi berpikir keilmuan dalam Religious Studies
kontemporer yang telah memanfaatkan kerangka teori, metodologi dan pendekatan yang
digunakan oleh ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang berkembang sekitar abad ke-18 dan 19.
Martin menggunakan kata kunci data fields sebagai basis fokus kajiannya. Data fields
yang dikaji adalah bidang-bidang data tentang Islam yang menebar luas secara historis dan
geografis. Sedang jenis-jenisnya terbentang dari jenis-jenis tekstual, sosial-historis, hingga
ritual-simbolis. Martin bermaksud mempresentasikan kritisisme konstruktif terhadap studi
Islam dan bermaksud untuk menerapkan perangkat ilmiah disiplin- disiplin lain terhadap data
keagamaan Islam. Maksudnya adalah untuk memberikan servis tentang perubahan dan
pengembangan yang diperlukan dalam studi Islam sebagai agama.
Konstruksi pemikiran Martin tentang studi Islam terdiri atas empat unsur, yaitu: (1)
dua kelompok data fields, (2) lima bidang data fields, (3) tujuh pendekatan data fields dan (4)
sebelas data fields. Dua kelompok data fields terdiri dari: issues in religious studies dan
respons para penulis Muslim terkenal tentang Islam. Lima bidang data fields mencakup (1)
Scripture and Prophet, (2) Ritual and Community, (3) Religion and Society, (4) Scholarship
and Interpretation dan (5) Challenge and Criticsm. Sedang tujuh pendekatan data fields
meliputi (1) tekstual, (2) sejarah, (3) sosiologi, (4) antropologi, (5) filsafat ilmu, (6)
Hermeneutik dan (7) kritik.
14