Anda di halaman 1dari 3

Nama: Muhammad Arkan nim 230108030126

Richard C. Martin adalah profesor agama di Emory University, di mana ia menjabat sebagai
Ketua Departemen Agama pada tahun 1996-1999. Bidang-bidang keahliannya meliputi studi
Islam (Islamic Studies), studi perbandingan agama, serta agama dan konflik. Dia menjabat di
beberapa dewan akademis nasional dan komite, seperti Komite Eksekutif Pusat Penelitian
Amerika di Mesir. Ia telah memberi kuliah secara luas di Amerika Serikat, Eropa, Afrika Selatan,
dan Asia Tenggara pada topik-topik yang terkait dengan Islam dan sejarah agama.

Profesor Martin telah tinggal dan melakukan penelitian di Mesir dan di tempat-tempat lain di dunia
Muslim, dan dia terlibat dalam proyek kerjasama dengan ulama Muslim[3] seperti Dwi S. Atmaja dan
Harun Nasution. Dia telah banyak melakukan suntingan-suntingan terhadap buku-buku tentang Islam
baik dari kalangan Muslim maupun non-Muslim seperti Marx Woodward dan Fazlur Rahman.

1. Pemikiran Richard C. Martin secara umum adalah melihat suatu agama bukan hanya dari Insider,
yaitu pemeluk dan pengikut agamanya layaknya agama Islam dengan komunitas Muslimnya, tapi
juga melihat semua itu dengan pandangan dari Outsider, yaitu orang-orang yang belajar tentang
Islam dari kalangan Non-Muslim yang ia sebut dengan Islamis. Dengan begitu, ia tidak memiliki
pandangan yang Independen dari kajian yang dilakukannya dan pendapatnya banyak mengikuti
kedua belah pihak baik dari Muslim maupun Non-Muslim[4].

a. Tentang Al-Qur’an

Pandangan beliau tentang Al-Qur’an kurang lebih seperti apa yang dikatakan oleh William A.
Graham. Yaitu bahwa Al-Qur’an adalah “Qur’an as Spoken Word” dalam bukunya ‘Qur’an as
Spoken Word: An Islamic Contribution to the Understanding of Scripture’ yang mempunyai basic
tekstual-Historis. Dalam hal ini tidak dapat dinafikan bahwa Al-Qur’an itu bukan hanya sekedar
tulisan yang menyampaikan kata-kata Tuhan, tapi juga tradisi penulisannya, tilawah, qira’ah,
bahkan Tahfidz dalam bacaan keseharian orang Islam. Dan hal ini dapat ditemui di seluruh
penjuru dunia di kalangan mayoritas Islam[5].

Ia juga mengutarakan pendapatnya tentang pemeluk agama Islam yang berusaha menafsirkan Al-
Qur’an dengan membaginya menjadi dua golongan; Ortodoks-Tekstualis yang mengatakan bahwa
(penjelasan) Al-Qur’an adalah Al-Qur’an itu sendiri dan berasal darinya sendiri. Yang kedua adalah
Ulama’ Modern yang mengkajinya berdasar dari History dan ide apa yang terkandung dalam Al-
Qur’an[6].

Richard menggambarkan Al-Qur’an mempunyai peran penting dalam kehidupan social Muslim.
Akan tetapi terdapat polemik antara berkepanjangan antara pendukung Tektual dengan
pendukung Konteks yang menghalangi integritas dalam kajian Islam yang dilakukannya[7]. Ia
mengutip perkataan Erich Auerbach bahwa semua yang ada dalam Al-Qur’an merupakan suatu
symbol yang harus diartikan dalam konteks tertentu untuk menghasilkan suatu makna dan dapat
ditafsirkan. Sedangkan Welch mengatakan bahwa kajian Hermeneutik lah cara terbaik untuk
menghasilkan penafsiran sehingga ia tidak mungkin dapat menghindari keilmuan yang lain
seperti Grammar, Lexicografi, dan fitur-fitur Sejarah.
Richard sebenarnya ingin menjembatani antara kedua pendapat tentang bagaimana cara
memahami Al-Qur’an yang selalu diperselisihkan, antara tekstual dan kontekstual. Secara, dia
adalah seorang yang kaya akan metodologi dan telah banyak mengkaji Al-Qur’an dengan
berbagai pendekatan. Dan pada Akhirnya ia mencoba memahaminya dengan Fenomenologi.
Pendapat-pendapat modern yang merajai kaum intelektual baik muslim maupun non-muslim
yang sarat dengan social dan humaniora ia singkirkan terlebih dahulu kemudian mendalaminya
dari kajian tekstual-historis.

Berangkat dari kegelisahan tersebut, Richard Martin menilai bahwa ada kebutuhan yang dirasa
begitu kuat untuk menemukan pendekatan yang membolehkan ekspresi otentik Islam dan agama-
agama “lain” untuk berbicara tanpa terpengaruh dari nilai-nilai personal dari para sarjana. Sehingga
para pengkaji studi agama dapat menemukan penilaian objektif terhadap peran agama dalam
kehidupan manusia. Maka dari itu muncullah pendekatan yang disebut “fenomenologi agama,” yaitu
suatu pendekatan yang memfokuskan diri pada pencarian “esensi”, “makna”, dan “struktur
fundamental” dari pengalaman keberagamaan manusia, sehingga aspek internalitas terdalam dari
keberagamaan manusia dapat tersingkap. Karena sesungguhnya didalam pengalaman keberagamaan
manusia ada esensi yang irreducible dan itulah struktur fundamental manusia beragama[8].

Dan sedikit tentang Nabi Muhammad, Beliau dikatakan sebagai sosok Model dan Paradigmatik.
Earle H. Waught mengatakan Nabi menduduki tempat yang penting, karena Nabi adalah figur
paradigmatik yang dengannya kita dapat memahami Islam dalam lintasan sejarah[9]. Apa pun
yang dihubungkan kepada Nabi, maka itu lah keteraturan yang harus dijalankan oleh pengikutnya
dan merupakan penjelasan dari Al-Qur’an dan bagian dari cara pandang Nabi terhadap kitab
tersebut.

2. Richard C. Martin memberikan penjelasan bahwa bidang-bidang data (data fields) yang dikaji
dalam buku Pendekatan terhadap Islam, merupakan data-data Islam yang tersebar luas secara
historis dan geografis. Sifat datanya luas, dari tekstual ke sosio-historis hingga ritual simbolik.
Buku hasil simposium tersebut dimaksudkan oleh Martin memberikan kriti konstruktif terhadap
pendekatan-pendekatan yang telah diterima lama dalam studi Islam dan upaya menerapkan
metode dan teori dari disiplin lain pada data keagamaan Islam. Berbagai pendekatan tersebut
disajikan dengan tujuan memberikan layanan akan perubahan dan perbaikan dalam studi Islam
sebagai agama.

Sebagai editor buku, Martin membagi bidang data (data fields) menjadi dua bagian. Bagian pertama
sampai bagian empat mengulas tentang studi agama, dan bagian kelima menyajikan dua respon yang
berbeda dari penulis tentang Islam (perspektif insider dan perspektif outsider). Sehingga diharapkan
secara bersama-sama bab-bab yang disusun membentuk sebuah percakapan dan diskusi tentang
Islam dan studi agama sehingga mampu memberikan perhatian serius terhadap Islam dan studi
agama.

Pemikiran Martin tentang studi Islam berbasis pada data fields (bidang-bidang data) sebagai
fokus kajian. Berdasarkan bidang-bidang data yang dipaparkan martin, maka dapat di
klasifikasikan ke dalam tujuh perspektif pendekatan, yaitu 1) pendekatan tekstual, 2) pendekatan
sejarah, 3) pendekatan sosiologi, 4)pendekekatan antropologi, 5) pendekatan filsafat ilmu, 6)
pendekatan hermeneutik dan 7) pendekatan kritis.

Melalui buku suntingannya Martin setidaknya memberikan kontribusi dua hal terhadap Islamic
Studies. Pertama, pengungkapan terhadap isu-isu studi agama. Kedua presentasi respon-respon para
penulis Muslim terkenal tentang Islam. Sedangkan kata kunci penting yang di munculkan adalah data
field. Sehingga dapat dipahami bahwa pemberian judul buku suntingannya “Approaches to Islam in
Religious Studies”, menjadi pilihan yang sangat tepat.

Anda mungkin juga menyukai