Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah perkembangan studi Islam dikalangan ilmuan muslim dari masa

keemasan ada banyak sekali kisah atau hal yang dapat dipelajari, bahkan pendekatan-

pendekatan dan metode-metodenya bisa juga diterapkan dalam era modern seperti di

zaman sekarang ini. Sejarah perkembangan studi Islam ini merupakan bidang studi

yang banyak menarik perhatian para peneliti, baik dari kalangan sarjana muslim

maupun nonmuslim. Karena dari penelitian itu banyak manfaat yang dapat dapat

diperoleh dari penelitian perkembangan studi tersebut. Seperti halnya perkembangan,

pendekata n, cara, ataupun hal-hal yang lain dalam studi islam. Disadari atau tidak,

selama ini informasi mengenai sejarah perkembangan studi Islam banyak berasal dari

hasil penelitian sarjana barat.

Hal ini terjadi karena selain masyarakat barat memiliki etos keilmuan yang

tinggi, juga didukung oleh dana dan kemauan politik yang kuat dari para

pemimpinnya. Sedangkan para peneliti muslim tampak disamping etos keilmuannya

rendah, juga belum didukung oleh keahlian di bidang penelitian yang memadai, serta

dana dan dukungan politik dari pemerintah yang kondusif.

Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan

berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses


pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada

ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur`an dan terjabar dalam Sunnah

Rasul bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada

umatnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu studi islam ?

2. Bagaimana sejarah awal studi Islam?

3. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan?

4. Bagaimana metode pembelajaran Islam?

5. Bagaimana perkembangan lembaga pendidikan Islam?

6. Bagaimana perkembangan studi Islam di Barat?

7. Bagaimana perkembangan studi Islam di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tentang studi islam

2. Untuk mengetahui sejarah awal studi Islam

3. Untuk mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan

4. Untuk mengetahui metode pembelajaran Islam

5. Untuk mengetahui perkembangan lembaga pendidikan Islam

6. Untuk mengetahui perkembangan studi Islam di Barat

7. Untuk mengetahui perkembangan studi Islam di Indonesia


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Studi Islam

Sejak kedatangan Islam pada abad ke-13 M sampai saat ini,

fenomena pemahaman keIslaman umat Islam Indonesia masih ditandai oleh

keadaan yang variatif. Walaupun keadaan amat variasi, tetapi tidak keluar

dari ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al Sunnah, serta sejalan

dengan data-data historis yag dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya.

Di kalangan para ahli masih terdapat perdebatan di sekitar permasalahan

apakah studi Islam (agama) dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu

pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik atara ilmu pengetahuan da

agama yang berbeda. Permasalahn ini banyak ditemukan oleh para pemikir

Islam. Pemikiran mereka tentang Islamic Studies atau Dirasah Islamiyah berakar

pada kesukaran seorang agamawan utuk membedakan antara normativitas dan

historisitas. Dengan bertumbuh kembangnya dalam sejarah kehidupan

manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni

Ilmu KeIslaman atau Islamic Studies.

Secara istilah Islamic Studies, yang secara sederhana dapat dikatakan

sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama

Islam. Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan


hanya dilaksanakan oleh kalangan umat Islam saja,melainkan juga

dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam.

Tujuan dan motivasi studi keIslaman dikalangan umat Islam pun tentunya

sangat berbeda dengan orang-orang di luar kalangan umat Islam. Di kalangan

umat Islam, studi keIslaman bertujuan mendalami dan memahami serta

membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan

mengamalkannya dengan benar. Diluar kalangan umat Islam, studi keIslaman

bertujuan mempelajari seluk-beluk agama dan praktik keagamaan yang berlaku di

kalangan umat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pegetahuan.

Dalam kajian Islam di Barat Studi Islam disebut Islamic Studies, secara

sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang

berhubungan dengan agama Islam. Dengan perkataan lain “usaha sadar dan

sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam

tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik

berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun yang praktik-praktik pelaksanaanya

secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.”

2.2 Sejarah Awal Studi Islam

Masa kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana pendidikan

Islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan

Islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitasuniversitas dalam

berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan


pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam.

berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu

menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat

Islam.

Pada masa kejayaan ini, pendidikan Islam merupakan jawaban terhadap

tantangan perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah

berkembang dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya

umat manusia pada masa itu. Dalam perkembangan kebudayaan Islam, ada dua faktor

yang mempengaruhi yaitu faktor intern atau pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri

dan faktor ekstern yaitu berupa tantangan dan rangsangan dari luar.

Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah,

yaitu pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah

ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam

kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam pada saat

itu diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Pada masa kejayaan Islam, mata pelajaran bagi kurikulum sekolah tingkat

rendah adalah Al-Qur`an, agama, membaca, menulis, dan syair. Di istana-istana

biasanya ditegaskan pentingnya pengajaran khittabah, ilmu sejarah, cerita perang,

cara-cara pergaulan, ilmu-ilmu pokok seperti Al-Qur`an, syair dan fiqh.


Di lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti masjid, kurikulumnya adalah

ilmu agama dengan Al-Qur`an sebagai intinya. Selain itu hadits dan tafsir. Hadits

merupakan materi penting di masjid-masjid, karena kedudukannya sebagai sumber

agama Islam yang kedua, setelah Al-Qur`an. Sedangkan tafsir adalah ilmu yang

membahas kandungan Al-Qur`an dengan penafsirannya.

Pelajaran fiqh, merupakan materi kurikulum yang paling populer karena bagi

mereka yang ingin mencapai jabatan-jabatan dalam pengadilan harus mendalami

bidang studi tersebut. Banyaknya muslim yang tertarik pada ilmu fiqh karena

besarnya penghasilan yang diperoleh ahli-ahli fiqh dalam memecahkan masalah

fiqhiyah seperti masalah warisan menyebabkan berkembangnya kebiasaan buruk

sebagaimana yang dikritik oleh Al- Ghazali yaitu munculnya ahli fiqh yang

memberikan fatwa-fatwa demi mengharap imbalan harta.

Seni berdakwah (retorika) juga membentuk bagian penting dalam pengajaran

ilmu-ilmu agama, karena kemampuan menyampaikan dakwah dengan meyakinkan

dan pelajaran yang ilmiah serta memainkan peranan penting dalam kehidupan

keagamaan dan pendidikan Islam di kalangan masyarakat muslim. Mata pelajaran

retorika teridiri dari tiga cabang yaitu Al- Ma`ani yang membahas perbedaan kalimat

dan bagaimana melafalkannya dengan jelas, Al- Bayan, yang mengajarkan seni

mengekspresikan ide-ide dengan fasih dan tidak mengandung arti ganda, dan Al-

Badi yang membahas kata-kata indah dan hiasan kata dalam pidato.
2.3 Perkembangan Ilmu Pengetahuan

1. Ilmu Tafsir

Ulama-ulama tafsir tidak hanya menerangkan makna-makna Al-Qur`an saja,

tetapi juga menerangkan sebab-sebab turunnya ayat, bukti-bukti dari segi bahasa,

nahwu, balaghah, yang dikandungnya dan dengan akidah dan hukumhukum fiqh yang

bisa dihasilkan dari ayat-ayat tersebut. Seperti tafsir Imam Salam Al-Basri (w.200 H),

tafsir Mufradat Al-Qur`an (bahasa Al-Qur`an) karangan AlRoghib Al-Asfahani, tafsir

Abu Ishaq Al- Zajjaj, tafsir Al-Bahr al Muhit (masalah nahwu) karangan Abu

Hayyan, tafsir Al-Kasysyaf (segi balaghah) oleh AlZamakhsyari, tafsir Al-Qurtubi

(penentuan hukum-hukum fiqh), dan tafsir Al-Fahr Al-Razi yang bernama Mafatih

Al-Ghayb yang menitik beratkan pada aspek intelektual.

2. Ilmu Qira`at

Lahirnya madzhab qira`at di Andalusia seperti Abu `Umar Al-Dani, Abu

Muhammad Al-Syatibi, dan Abu Abdullah Al-Sarbini Al-Kharraz.

3. Ilmu Hadits

Diantara ulama-ulama yang menganjurkan penghimpunan hadits-hadits

shahih adalah Imam Malik bin Anas (95-179 H) yang menulis kitab Al-Muwatha`,

kemudian diikuti oleh Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhori (259 H) dan

muridnya Muslim bin Al Hajaj Al-Nisaburi (w.261 H). Kemudian muncul kitabkitab

hadits shahih yang dikarang oleh ulama-ulama terkenal seperti Abu Dawud Sulaiman
bin Al-Asy`ath Al- Sajistani (w.275 H), Imam Abu `Isa Tirmidzi (w.273 H), dan

Imam Al-Nasai (w.303 H).

4. Ilmu Fiqh

Di antara yang terkenal dalam bidang ini adalah Abu Hanifah Al-Nu`man bin

Tabith pendiri madzhab Hanafi (80 – 150 H), Malik bin Anas Al-Asbahi (95 – 179

H), Abu Abdullah Muhammad bin Idris Al- Syafi`i (150-204 H), dan Imam Ahmad

bin Hanbal Al-Syaibani (164-241 H).

5. Ilmu Ushul Fiqh

Diantara yang terkenal dalam bidang ini adalah Imam Muhammad bin Idris

Al-Syafi`i, Abu Bakar Al-Syasyi Al-Qaffal Al-Syafi`i, Al-Walid Al-Baji AlAndalusi,

Al-Syatibi dengan kitabnya Al-Muwafaqot fi Ushul Al-Ahkam, AlGhazali dengan

kitab Al-Mustasfa. Juga terkenal Al-Baqillani, Ibnu Al-Hajib, dan Abu Ishaq Ibrahim

Al-Nisaburi.

6. Ilmu Kalam

Di antara yang terkenal di kalangan madzhab Asy`ari adalah Abu Bakar

AlBakillani, Imam Al-Haramain, Abdul Kohir Al-Baghdadi, Al-Ghazali,

AlSyahrastani, Abu Al-Ma`ali, dan Al-Juwaini.

7. Ilmu Tasawuf
Mula-mula tasawuf Islam berdasar pada Al-Qur`an dan Sunnah seperti yang

diamalkan para sahabat, tabi`in, dan ulama-ulama fiqh, seperti Malik bin Anas dan

Ahmad bin Hanbal. Kemudian muncul tasawuf sunni yang berkembang ditangan Al-

Harits, Al-Muhasibi, dan Abu Al-Qasim Al-Junaid dan pada puncaknya ditangan Al-

Ghazali yang tersebar melalui tariqat Syaziliah.

8. Ilmu Tulen

 Ilmu Matematika, di antarnya yang terkenal adalah Muhammad bin Musa Al-

Khawarizmi (w.236 H) yang menulis Al-Jabar dalam bukunya Al- Jibr wal

Muqabalah, Al-Qaslawi yang menggunakan simbol dalam matematik, Al-Tusi

yang menunjukkan kekurangan teori eclideus.

 Ilmu Falaq, di antara yang terkenal adalah Muhammad Al-Fazzari (w.158 H),

sebagai ahli falaq Islam yang pertama dan penerjemah buku Al-Sind Hind.

Kemudian Abu Ishaq bin Habib bin Sulaiman (w.160 H) yang menulis buku

falaq dan mencipta alat-alat teropong bintang, Musa bin Syakir yang menulis

buku ilmu falaq berjudul Kitab Al- Ikhwah Al- Thalathah, Abu Ma`asyar bin

Muhammad bin Umar Al-Balkhi, dengan bukunya Al- Madkhal Ila Ahkam

Al- Nujum, dan Ibnu Jabir Al- Battani (w.318 H), salah seorang pelopor

trigonometri.

 Ilmu Musik, seperti Al-Kindi, Al- Farabi, dan Ibnu Sinac.

9. Ilmu Kealaman dan Eksperimental


Ilmu Kimia, yang pertama kali menerjemahkan ilmu kimia ke dalam bahasa

Arab ialah Amir Umaiyah Khalid bin Yazid bin Muawiyah (w.85 H). Kemudian

diikuti oleh Al-Kindi, Al-Razi, Ibnu Sina, Abu Mansur Muwaffaq, Muhammad bin

Abdul Malik, dan Mansur AlKamili.

Ilmu Fisika, salah seorang yang paling berpengaruh dalam bidang ini adalah

Al-Hasan bin Al-Haitham (w.430 H), salah satu bukunya adalah Al-Manazir.

Ilmu Biologi, di antara yang terkenal adalah Abu Bakar Muhammad Al-Razi (w.315

H), seorang dokter yang menulis tentang tumbuhan bunga dan buah-buahan. Diikuti

oleh Ibnu Sina (w.423 H) seorang filosof dan dokter yang menulis tentang

tubuhtumbuhan dalam bukunya Al-Qanun.

10. Ilmu Terapan dan Praktis

Ilmu Kedokteran, di antara ilmuwan-ilmuwan muslim yang terkenal adalah

Abu Bakar Al-Razi (w.351 H), bukunya yang termasyhur adalah Al-Hawi sebagai

ensiklopedia kedokteran. Kemudian Ibnu Sina yang mengarang buku Al-Qanun yang

juga dianggap ensiklopedia kedokteran dan farmasi, Ali Al-Abas (w.348 H) dengan

bukunya Kamil Al- Sina`ah fi Al- Tib. Juga terkenal dokter mata dan pengarang

buku Al- Tazkir yaitu Ibnu Al-Jazzar (w.1009 H). Abu Al-Qasim Al-Zahrawi,

seorang tukang bedah di Andalusia yang menulis buku Al- Tasrif liman `Aziz `an Al-

Ta`alif, Abu Marwan Abdullah bin Zuher Al-Isyabili Al-Andalusi seorang ahli

kedokteran klinik terbesar, `Ala Al-Din `Ali bin Abi Hazm AlQurasyi Al-Dimasqi
(Ibnu Al-Nafis) seorang ahli anatomi, Ibnu AlKhatimah yang menulis tentang

penyakit campak dan lain-lain.

Ilmu Farmasi, ahli-ahli yang menulis khusus mengenai farmasi yaitu Al-

Razzi, Abd Rahman bin Syahid Al-Andalusi, Masawaih AlMardini, Ibn Wafid Al-

Tulaitali Al-Andalusi, Ibnu Al-Baitar, Abu Abdullah bin Sa`id Al-Tamimi, dan

Ahmad bin Khalil Al-Qafiqi.

Ilmu Pertanian, di antara yang terkenal adalah Ibn Al-Rumiyah AlIsyabili dan

muridnya Ibn Al-Baitar, Zakariya bin Muhammad bin Al- `Awwam Al-Isyabili yang

menulis kitab Al-Falahah.

2.4 Metode Pembelajaran

Metode pemngajaran merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses

belajar mengajar untuk mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru

kepada anak didiknya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan

pemilihan ilmu oleh murid, sehingga murid dapat menyerap apa yang disampaikan

gurunya. Metode pengajaran yang dipakai pada masa dinasti Abbasiyah dapat

dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu:

1. Metode lisan

Metode ini dapat berupa dikte, ceramah, qira`ah, dan dapat berupa diskusi.

Dikte (imla) adalah metode untuk menyampaikan pengetahuan yang dianggap baik
dan aman sehingga pelajar mempunyai catatan yang dapat membantunya terutama

bagi yang daya ingatnya tidak kuat. Metode ceramah (al-asma`), yaitu guru

membacakan bukunya atau menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan murid

mendengarkannya. Pada saat tertentu guru memberi kesempatan kepada murid untuk

menulis dan bertanya. Metode qira`ah (membaca) biasanya digunakan untuk

membaca. Sedangkan diskusi merupakan metode pengajaran dalam pendidikan Islam

dengan cara perdebatan.

2. Metode hafalan

Metode ini dilakukan oleh murid dengan cara membaca berulang-ulang

sehingga pelajaran melekat di benak mereka. Dalam proses selanjutnya, murid

mengeluarkan kembali pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam suatu diskusi dia

dapat merespon, mematahkan lawan, atau memunculkan ide baru.

3. Metode tulisan

Metode ini merupkan metode pengkopian karya-karya ulama. Metod ini di

samping bermanfaat bagi proses penguasaan pengetahuan juga sangat besar artinya

bagi penggandaan jumlah buku karena pada masa itu belum ada mesin cetak. Di

antara ciri khas pendidikan di masa dinasti Abbasiyah adalah teacher oriented , yaitu

kualitas suatu oendidikan tergantung pada guru. Pelajar bebas mengikuti suatu

pelajaran yang dikehendaki dan bisa belajar dimana saja, misdalnya di perpustakaan,

toko buku, rumah ulama atau tempat terbuka. Pelajar dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu pelajar tidak tetap, yang terdiri dari para pekerja yang mengikuti pelajaran

untuk menunjang profesi dan pelajar tetap, yaitu pelajar yang mempunyai tujuan

utama untuk belajar dan menghabiskan sebagian hidupnya untuk belajar.

2.5 Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam

1. Lembaga Pendidikan Islam Nonformal

a. Kutab sebagai Lembaga Pendidikan Dasar

Kutab atau maktab, berasal dari kata dasra kattaba yang berarti menulis atau

tempat menulis. Pada mulanya dilaksanakan di rumah guru-guru yang bersangkutan,

yang diajarkan adalah menulis dan membaca. Kemudian pada akhir abad pertama

hijriyah, kutab tidak hanya mengajarkan menulis dan membaca, tetapi juga

mengajarkan membaca Al-Qur`an dan pokok-pokok ajaran Islam.

b. Pendidikan Rendah di Istana

Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan di kutab pada

umumnya. Di istana orang tua murid membuat rencana pelajaran yang selaras dengan

anaknya. Guru yang mengajar disebut Mu`addib, karena berfungsi mendidik budi

pekerti dan mewariskan kecerdasan serta pengetahuan.

c. Toko-Toko Kitab

Toko-toko kitab bukan hanya sebagai tempat berjual beli saja, tetapi juga

sebagi tempat berkumpulnya para ulama, pujangga, dan ahli-ahli ilmu pengetahuan
untuk berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran dalam berbagai masalah ilmiah atau

sekaligus sebagai lembaga pendidikan dalam rangka pengembangan berbagai macam

ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.

d. Rumah-Rumah Para Ulama (Ahli Ilmu Pengetahuan)

Pada masa kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam,

rumah-rumah para ulama dan ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dalam

pengembangan ilmu pengetahuan. Di antaranya, rumah Ibnu Sina, AlGhazali, Ali

Ibnu Muhammad Al-Fashihi, Ya`qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah, dan Al-Aziz Billah

Al-Fathimy.

e. Majelis Kesusasteraan

Majelis Kesusasteraan merupakan majelis khusus yang diadakan oleh khalifah

untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan.

f. Badiah (Padang Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badwi)

Badiah digunakan sebagai tempat untuk mempelajari bahasa Arab yang fasih

dan murni serta mempelajari syair-syair dan sastra Arab. Ulama-ulama yang banyak

pergi ke Badiah untuk tujuan tersebut di antaranya:

1) Al-Khalil bin Ahmad (160 H). Ia pergi ke badiah Hijaz, Najd, dan Tihamah.

2) Bajar bin Burd (167 H). Ia belajar kepada 80 orang syekh di Bani Aqil.
3) Al-Kasai (182 H). Ia belajar di badiah dan menghabiskan 15 botol tinta untuk

menulis tentang Arab.

4) Imam Syafi`i (204 H). Ia belajar di Hudzail selama 17 tahun.

g. Rumah Sakit (Bimaristan)

Pada masa dinasti Abbasiyah yang mendirikan rumah sakit adalah Harun al

Rasyid, yang memerintahkan kepada dokter Jibrail bin Buhtaisu untuk mendirikan

rumah sakit di Baghdad. Di sebelah rumah sakit ada perpustakaan dan bilik untuk

mengajarkan ilmu kedokteran dan ilmu obat-obatan.

h. Perpustakaan

Perpustakaan menjadi aspek budaya yang penting dan sebagai tempat belajar

serta sumber pengembangan ilmu pengetahuan. Perpustakaan ada 3 macam, yaitu:

a. Perpustakaan baitul hikmah di Baghdad, didirikan oleh Khalifah Harun

AlRasyid. Perpustakaan ini berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab

dan 8 ilmu umum yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, Persia, India,

Qibty, dan Arami.

b. Perpustakaan Al-Haidariyah di Najaf (Irak) di sebelah makam Ali bin Abi

Thalib.

c. Perpustakaan Ibnu Suwar di Basrah, didirikan oleh Abu Ali bin Suwar. Dalam

perpustakaan ini diadakan khalakah pelajaran.


d. Perpustakaan Sabur didirikan pada tahun 383 H oleh Abu Nasr sabur bin

Ardasyir. Dalam perpustakaan ini kurang lebih ada 10.400 jilid buku.

e. Darul Hikmah di Kairo (Mesir), didrikan oleh Al-Hakim Biamrillah

AlFathimy tahun 395 H.

f. Perpustakaan khusus, yaitu perpustakaan Al-Fath bin Khagan Wazir

AlMutawakkil Al-Abbasy (247 H), Perpustakaan Hunain bin Ishaq (264 H),

dan Perpustakaan Ibnu Al-Khassyah (567 H).

g. Perpustakaan di Andalusia, perpustakaan yang besar adalah perpustakaan di

Kurtubah (Cordova). Didirikan oleh Al-Hakam bin an Nashir yang menjadi

khalifah di Andalusia tahun 350 H.

i. Ribath (Khaniqah)

Ribath adalah kamp, tempat tentara yang dibangun di perbatasan negeri untuk

mempertahankan negara dari serangan musuh. Ribath yang terbesar adalah di sebelah

utara negeri Syam (Syiria) dan utara Afriqiah (Tunisia). Ribath digunakan sebagai

tempat tinggal orang-orang sufi dan tempat penginapan alim ulama dan pelajar yang

datang dari luar negeri untuk belajar hadits, ilmu agama, dan bahasa Arab.

2. Lembaga Pendidikan Formal

Akhir periode Madinah sampai dengan 4 H, fase pertama pendidikan Islam

sekolah masih di masjid-masjid dan rumah-rumah dengan ciri hafalan namun sudah
dikenalkan logika. Selama abad ke 5 H, selama periode khalifah Abbasiyah sekolah-

sekolah didirikan di kota-kota dan mulai menempati gedung-gedung besar dan mulai

bergeser dari matakuliah yang bersifat spiritual ke matakuliah yang bersifat

intelektual, ilmu alam dan ilmu sosial. Berdirinya sistem madrasah justru menjadi

titik balik kejayaan. Sebab madrasah dibiayai dan diprakarsai negara. Kemudian

madrasah menjadi alat penguasa untuk mempertahankan doktrin-doktrin terutama

oleh kerajaan Fatimah di Kairo. Pengaruh Al-Ghazali (1085-1111 M) disebut sebagai

awal terjadi pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum. Ada beberapa kota yang

menjadi pusat kajian Islam di zamannya, yakni Nisyapur, Baghdad, Kairo, Damaskus,

dan Jerussalem. Ada empat perguruan tinggi tertua di dunia Muslim yakni:

1. Nizhamiyah di Baghdad,

2. Al-Azhar di Kairo Mesir,

3. Cordova, dan

4. Kairwan Amir Nizam Al-Muluk di Maroko.

Sejarah singkat masing-masing pusat studi Islam ini digambarkan sebagai berikut:

a. Nizhamiyah di Baghdad

Perguruan Tinggi Nizhamiyah di Baghdad berdiri pada tahun 455 H / 1063 M.

perguruan tinggi ini dilengkapi dengan perpustakaan yang terpandang kaya raya di

Baghdad, yakni Bait Al-Hikmat, yang dibangun oleh Al-Makmun (813-833 M). salah

seorang ulama besar yang pernah mengajar disana, adalah ahli pikir Islam terbesar
Abu Hamid Al-Ghazali (1058-1111 M) yang kemudian terkenal dengan sebutan

imam Ghazali.

Perguruan tinggi tertua di Baghdad ini hanya sempat hidup selama hampir dua

abad. Yang pada akhirnya hancur akibat penyerbuan bangsa Mongol dibawah

pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M.

b. Al-Azhar di Kairo Mesir

Panglima Besar Juhari Al-Siqili pada tahun 362 H/972 M membangun

Perguruan Tinggi Al-Azhar dengan kurikulum berdasarkan ajaran sekte Syi’ah. Pada

masa pemerintahan Al-Hakim Biamrillah khalifah keenam dari Daulat Fathimiah, ia

pun membangun pepustakaan terbesar di Al-Qahira untuk mendampingi Perguruan

tinggi Al-Azhar, yang diberri nama Bait Al-hikmat (Balai Ilmu Pengetahuan), seperti

nama perpustakaan terbesar di Baghdad.

Pada tahun 567 H/1171 M daulat Fathimiah ditumbangkan oleh Sultan

Salahuddin Al-Ayyubi yang mendirikan Daulat Al-Ayyubiah (1171-1269 M) dan

menyatakan tunduk kembali kepada Daulat Abbasiyah di Baghdad. Kurikulum pada

Pergutuan Tinggi Al-Azhar lantas mengalami perombakan total, dari aliran Syiah

kepada aliran Sunni. Ternyata Perguruan Tinggi Al-Azhar ini mampu hidup terus

sampai sekarang, yakni sejak abad ke-10 M sampai abad ke-20 dan tampaknya akan

tetap selama hidupnya.


Universitas Al-Azhar dapat dibedakan menjadi dua periode: pertama, periode

sebelum tahun 1961 dan kedua, periode setelah tahun 1961. Pada periode pertama,

fakultas-fakultas yang ada sama dengan fakultas-fakultas di IAIN, sedangkan setelah

tahun 1961, di universitas ini diselenggarakan fakultas-fakultas umum disamping

fakultas agama.

c. Perguruan Tinggi Cordova

Adapun sejarah singkat Cordova dapat digambarkan demikian, bahwa

ditangan daulat Ummayah semenanjung Iberia yang sejak berabad-abad terpandang

daerah minus, berubah menjadi daerah yang makmur dan kaya raya. Pada masa

berikutnya Cordova menjadi pusat ilmu dan kebudayaan yang gilang gemilang

sepanjang Zaman Tengah. The Historians History of the World, menulis tentang

perikeadaan pada masa pemerintahan Amir Abdurrahman I sebagai berikut: demikian

tulis buku sejarah terbesar tersebut tentang perikeadaan Andalusia waktu itu yang

merupakan pusat intelektual di Eropa dan dikagumi kemakmurannya.

Sejarah mencatat, sebagai contoh, bahwa Aelhoud dari Bath (Inggris) belajar

ke Cordova pada tahun 1120 M, dan pelajaran yang dutuntutnya ialah geometri,

algebra (aljabar), matematika. Gerard dari Cremonia belajar ke Toledo seperti halnya

Adelhoud ke Cordova. Begitu pula tokoh-tokoh lainnya.

d. Kairwan Amir Nizam Al-Muluk di Maroko


Perguruan tinggi ini berada di kota Fez (Afrika Barat) yang dibangun pada

tahun 859 M oleh puteri seorang saudagar hartawan di kota Fez, yang berasal dari

Kairwan (Tunisia). Pada tahun 305 H/918 M perguruan tinggi ini diserahkan kepada

pemerintah dan sejak itu menjadi perguruan tinggi resmi, yang perluasan dan

perkembangannya berada di bawah pengawasan dan pembiayaan negara. Seperti

halnya Perguruan tinggi Al-Azhar, perguruan tinggi Kairwan masih tetap hidup

sampai kini. Diantara sekian banyak alumninya adalah pejuang nasionalis muslim

terkenal.

Penyebab utama kemunduran dunia muslim khususnya di bidang ilmu

pengetahuan adalah terpecahnya kekuatan politik yang digoyang oleh tentara bayaran

Turki. Kemudian dalam kondisi demikian datang musuh dengan membawa bendera

perang salib. Baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan ketika itu dihancurkan

Hulaghu Khan 1258 M. Pusat-pusat studi termasuk yang dihancurkan Hulaghu.

2.6 Perkembangan Studi Islam di Barat

Kontak Islam dengan Barat (Eropa) dapat dikelompokkan menjadi dua fase,

yakni: (1) di masa kejayaan Islam (abad ke 8 M) kalau melihat Spanyol adalah abad

13 M, dan (2) di masa renaissance/ runtuhnya muslim, dimana Barat yang berjaya

(selama abad ke 16 M) sampai sekarang.

1. Fase Kejayaan Muslim


Kontak pertama antara dunia Barat dengan dunia muslim adalah lewat kontak

perguruan tinggi. Bahwa sejumlah ilmuan dan tokoh-tokoh barat datang di perguruan

tinggi muslim untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dunia Islam

belahan timur, perguruan tinggi tersebut berkedudukan di Baghdad dan di Kairo,

sementara di belahan barat ada di Cordova. Bentuk lain dari kontak dunia muslim

dengan dunia barat pada fase pertama adalah penyalinan manuskripmanuskrip ke

dalam bahasa latin sejak abad ke-13 M hingga bangkitnya zaman kebangunan

(renaissance) di Eropa pada abad ke-14.

Berkat penyalinan karya-karya ilmiah dari manuskrip-manuskrip Arab itu,

terbukalah jalan bagi perkembangan cabang-cabang ilmiah tersebut di Barat. Apalagi

sesudah aliran empirisme yang dikumandangkan oleh Francis Bacon menguasai alam

pikiran di Barat dan berkembangnya observasi dan eksperimen.

Setelah ilmu-ilmu yang dahulunya dikembangkan muslim masuk ke Eropa

dan dikembangkan oleh sarjana-sarjana Barat, dirasakan banyak tidak sejalan dengan

Islam. Misalkan dirasakan dirasuki oleh paham sekuler dan sejenisnya. Karena itu,

beberapa ilmuan melakukan usaha pembersihan.

2. Fase Renaissance/ Runtuhnya Muslim

Selama abad renaissance Eropa menguasai dunia untuk mencari mata

dagangan, komersial, dan penyebaran agama. Kedatangan muslim fase kedua ke

dunia barat, khususnya Eropa Barat dilatar belakangi oleh dua alasan pokok, yakni:
(1) alasan politik dan (2) alasan ekonomi. Alasan politik adalah kesepakatan kedua

negara, yang satu sebagai bekas penjajah, sementara yang satunya sebagai bekas

jajahan. Misalnya Perancis mempunyai kesepakatan dengan negara bekas jajahannya,

bahwa penduduk bekas jajahannya boleh masuk ke Perancis tanpa pembatasan. Maka

berdatanglah muslim dari Afrika Barat dan Afrika Utara, khususnya dari Algeria ke

Perancis. Adapun alasan ekonomi adalah untuk mencukupi tenaga buruh yang

dibutuhkan negara-negara Eropa Barat. Untuk menutupi kebutuhan itu Belgia,

Jerman, Belanda merekrut buruh dari Turki, Maroko, dan beberapa negara Timur

Tengah lainnya. Sementara Inggris mendatangkan dari negara-negara bekas

jajahannya. Adapun kategori Muslim yang ada di Eropa Barat ada dua, yakni

pendatangg (migran) dan penduduk asli.

2.7 Perkembangan Studi Islam di Indonesia

Perkembangan studi Islam di Indonesia dapat digambarkan bahwa lembaga/

sistem pendidikan Islam di Indonesia mulai dari sistem pendidikan langgar, kemudian

sistem pesantren, kemudian berlanjut dengan sistem pendidikan di kerajaan-kerajaan

Islam, akhirnya muncul sistem kelas.

Maksud pendidikan dengan sistem langgar adalah pendidikan yang dijalankan

di langgar, surau, masjid atau di rumah guru. Kurikulumnya pun bersifat elementer,

yakni mempelajari abjad huruf arab. Dengan sistem ini dikelola oleh ‘alim, mudin,

lebai. Mereka ini umumnya berfungsi sebagai guru agama atau sekaligus menjadi
tukang baca do’a. Pengajaran dengan sistem langgar ini dilakukan dengan dua cara.

Pertama, dengan sorongan, yakni seorang murid berhadapan secara langsung dengan

guru dan bersifat perorangan. Kedua, adalah dengan cara halaqah, yakni guru

dikelilingi oleh murid-murid.

Adapun sistem pendidikan di pesantren, dimana seorang kyai mengajari santri

dengan sarana masjid sebagai tempat pengajaran/ pendidikan dan didukung oleh

pondok sebagai tempat tinggal santri. Di pesantren juga berjalan dua cara yakni

sorongan dan halaqah. Hanya saja sorongan di pesantren biasanya dengan cara si

santri yang membaca kitab sementara kyai mendengar sekaligus mengoreksi jika ada

kesalahan.

Sistem pengajaran berikutnya adalah pendidikan dikerajaan-kerajaan Islam,

yang dimulai dari kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Adapun materi yang diajarkan di

majlis ta’lim dan halaqah di kerajaan pasai adalah fiqh mazhab Al-Syafi’i.

Pada akhir abad ke 19 perkembangan pendidikan Islam di Indonesia mulai lahir

sekolah model Belanda: sekolah Eropa, sekolah Vernahuler. Sekolah khusus bagi

ningrat Belanda, sekolah Vernahuler khusus bagi warga negara Belanda. Di samping

itu ada sekolah pribumi yang mempunyai sistem yang sama dengan sekolah-sekolah

Belanda tersebut, seperti sekolah Taman Siswa. Kemudian dasawarsa kedua abad ke

20 muncul madrasah-madrasah dan sekolah-sekolah model Belanda oleh organisasi

Islam seperti Muhammadiyah, NU, dan Jama’at AlKhair.


Pada level perguruan tinggi dapat digambarkan bahwa berdirinya perguruan

tinggi Islam tidak dapat dilepaskan dari adanya keinginan umat Islam Indonesia untuk

memiliki lembaga pendidikan tinggi Islam sejak zaman kolonial. Pada bulan April

1945 diadakan pertemuan antara berbagai tokoh organisasi Islam, ulama, dan

cendekiawan. Setelah persiaapan cukup, pada tanggal 8 Juli 1945 atau tanggal 27

Rajab 1364 H bertepatan dengan Isra’ dan Mi’raj diadakan acara pembukaan resmi

Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta. Dari sinilah sekarang kita mengenal UII,

IAIN, UIN, dan STAIN.


DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mohammad. 2017.Studi IslamDalam Dinamika Global. STAIN Kediri Press.

Darmarastri, Hayu Adi. 2010. Sejarah dan Peradaban Dunia. Yogyakarta: Empat Pilar

Naim, Ngainun. 2009. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Penerbit Teras. Mudzhar,

Dr. H. M. Atho. 2004. Pendekatan Studi Islam Dalam Toeri dan Praktek.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nanji, Prof. Dr. Azim. 2003. Peta Studi Islam Orientalisme dan Arah Baru Kajian

Islam di Barat. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Yusuf, Dr. H. Ali Anwar. 2003. Studi Agama Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai