Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDEKATAN HISTORIS DALAM STUDI ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Pendekatan Studi Islam
Dosen Pengampu: Dr. H. Mohammad Dzofir, M.Ag;
Dr. Abdul Karim, S.S., M.A.

Disusun Oleh:
Syafa Hidayatunni’mah (226020022)

PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadirnya agama semakin dituntut secara aktif agar terlibat dalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Dewasa ini,
agama tidak boleh hanya sekedar menjadi identitas normatif atau hanya
berhenti pada tatanan teoritis, melainkan secara konseptual harus dapat
menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam menjawab berbagai
masalah. Tuntutan tersebut dapat terjawab apabila pengkajian agama yang
selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif harus
dilengkapi dengan pengkajian agama yang menggunakan pendekatan lain
yang secara operasional konseptual dapat menjawab permasalahan-
permasalahan tersebut.
Berkenaan dengan hal itu, studi Islam bagi umat Islam sendiri
sangat penting dilakukan, baik untuk kebaikannya di dunia, maupun di
akhirat nanti. Salah satu cara melakukan pendekatan dalam studi Islam
adalah dengan menggunakan pendekatan historis, di mana dalam
memahami ilmu-ilmu Islam diperlukan kajian-kajian mengenai sejarah
peristiwa apa yang terjadi pada masa lampau dan menjadi sebab adanya
disiplin ilmu tersebut.
Melalui pendekatan historis, seseorang diajak untuk memasuki
keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa.
Dari sini, diharapkan seseorang tidak akan tersesat dengan memahami
agama yang sesuai dengan konteks historisnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pendekatan historis?
2. Bagaimana tahapan dari pendekatan historis?
3. Bagaimana pendekatan sejarah dalam wujud historiografi Islam?
4. Apa contoh dari pendekatan historis?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Historis


Secara etimologi pendekatan adalah derivasi. Kata dekat artinya
tidak jauh, setelah mendapat awalan pe dan akhiran an maka artinya (a)
proses, perbuatan, cara mendekati; (b) usaha dalam rangka aktivitas
penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti atau
metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian.
Sedangkan pendekatan dari sudut terminologi merupakan cara pandang
atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya
digunakan dalam memahami agama. Dari keterangan di atas, dapat
dipahami bahwa pendekatan merupakan sudut pandang objek kajian yang
akan digunakan dalam mengkaji apa saja yang akan ditelitinya dengan
metode ilmiah.
Sejarah berasal dari bahasa Arab syajarotun yang berarti pohon.
Kata ini kemudian berkembang menjadi akar, keturunan, asal-usul,
riwayat, dan silsilah. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah dikenal dengan
sebutan history yang berasal dari bahasa Yunani istoria yang berarti ilmu.
Namun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sejarah
mempunyai arti: (1) asal-usul (keturunan) silsilah; (2) kejadian dan
peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau, riwayat, tambo,
cerita; (3) pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang
benar-benar terjadi di masa lampau, ilmu sejarah. Dari beberapa arti di
atas, sejarah merupakan kejadian yang terjadi pada masa lampau, baik
yang berkaitan dengan sosial, pendidikan, dan apapun yang benar-benar
telah terjadi.1
Pendekatan historis merupakan penelaahan serta sumber-sumber
lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara

1
Mochamad Afroni, “Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam,” Jurnal Madaniyah 9, no. 2
(2019): 269.

2
sistematis, maka dapat dikatakan bahwa pendekatan historis dalam kajian
islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami
serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran,
sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam
kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.
Pendekatan kesejarahan sangat dibutuhkan dalam studi Islam,
karena Islam datang kepada seluruh manusia dalam situasi yang berkaitan
dengan kondisi sosial kemasyarakatannya masing-masing. Yaitu
bagaimana melakukan pengkajian terhadap berbagai studi keislaman
dengan menggunakan pendekatan histories sebagai salah satu alat
(metodologi) untuk menyatakan kebenaran dari objek kajian itu.
Pentingnya pendekatan ini, mengingat karena rata-rata disiplin keilmuan
dalam Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah. Baik yang
berhubungan dengan waktu, lokasi dan format peristiwa yang terjadi.
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak untuk memasuki keadaan
yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini,
maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks
historisnya, karena pemahaman yang keluar dari konteks historis akan
dapat menyesatkan. Seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an secara
benar misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya Al-
Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang
selanjutnya disebut dengan ilmu asbab al-nuzul. Dengan ilmu ini
seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkadung dalam suatu ayat
yang berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara
syari’at dari kekeliruan memahaminya. Dengan pendekatan historis ini
diharapkan seseorang mampu memahami nilai sejarah adanya Islam.
Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan historisitas keberadaan islam
dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.2

2
Sri Haryanto, “Pendekatan Historis dalam Studi Islam,” Manarul Qur’an: Jurnal Ilmiah
Studi Islam 17, no. 1, (2017): 131-132.

3
B. Tahapan Pendekatan Historis
Dalam menggunakan pendekatan sejarah, ada beberapa
implementasi dari tahapan kegiatan yang tercakup dalam metode sejarah.
Diantara metode yang dipakai dalam pendekatan kajian Islam antara lain
sebagai berikut:
1. Heuristik
Heuristik merupakan kegiatan mencari dan menemukan sumber
yang diperlukan. Berhasil atau tidaknya pencarian sumber, pada
dasarnya tergantung dari wawasan peneliti mengenai sumber yang
diperlukan dan keterampilan teknis penelusuran sumber. Berdasarkan
bentuk penyajiannya, sumber-sumber sejarah terdiri atas arsip,
dokumen, buku, majalah atau jurnal, surat kabar, dan lain-lain.
Berdasarkan sifatnya, sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan
suber sekunder.
Agar pencarian sumber berlangsung secara efektif, ada dua
unsur penunjang heuristik yang harus diperhatikan, yakni:
a. Pencarian sumber harus bersumber pada bibiliografi kerja dan
kerangka tulisan. Dengan memperhatikan permasalahan-
permasalahan yang tersirat dalam kerangka tulisan (bab dan
subbab), peneliti akan mengetahui sumber-sumber yang belum
ditemukan.
b. Dalam mencari sumber di perpustakaan, peneliti wajib memahami
sistem katalog perpustakaan yang bersangkutan.
Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang
sumber, tetapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilai melalui
kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern menilai, apakah sumber
itu benar-benar sumber yang diperlukan atau tidak. Apakah sumber itu
asli, turunan, atau palsu. Dengan kata lain, kritik ekstern menilai
keakuratan sumber. Kritik intern menilai kredibilitas data dalam
sumber. Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data,

4
sehingga diperoleh fakta. Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran
lepas (sistem kartu), agar memudahkan pengklasifikasiannya
berdasarkan kerangka tulisan
2. Interpretasi
Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang
diteliti cukup memadai, kemudian dilakukan interpretasi, yaitu
penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan
fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap obyektif.
Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subyektif, harus subyektif
rasional, jangan subyektif emosional. Rekonstruksi peristiwa sejarah
harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.
3. Historiografi
Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah)
adalah merangkaikan fakta berikut maknanya secara
kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai
kisah. Kedua sifat uraian itu harus benar-benar tampak, karena kedua
hal itu merupakan bagian dari ciri karya sejarah ilmiah, sekaligus ciri
sejarah sebagai ilmu.3

C. Pendekatan Sejarah dalam Wujud Historiografi Islam


Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hasil dari penulisan
sejarah disebut sebagai historiografi. Kemudian apabila sejarah yang
ditulis tersebut adalah sejarah Islam, maka disebut historiografi Islam.
Dalam sejarah, historiografi Islam secara umum dapat dibagi menjadi tiga
periode, yaitu periode klasik, periode pertengahan dan periode modern.  
Pada periode klasik, dalam bukunya Historiografi Islam, Badri
Yatim mengikuti pembagian Husein Nashar yang historiografi Islam Awal
menjadi tiga aliran, yaitu aliran Madinah, aliran Iraq dan aliran Yaman.
Pada aliran Madinah, penulisan sejarah bertolak dari gaya penulisan ahli
hadits, lalu kemudian mulai berkembang penelitian khusus tentang kisah

3
Mochamad Afroni, 273-274.

5
peperangan Rasul (al-Maraghi). Orang pertama yang menyusun al-
Maraghi dan kemudian disebut sebagai simbol peralihan dari penulisan
hadits kepada pengkajian al-Maraghi, ialah Aban Ibnu Usman Ibn Affan
(w.105 H/723 M) dan yang paling terkenal sebagai penulis al-Maraghi
adalah Muhammad Ibn Muslim al-Zuhri (w.124 H/742 M), dari
penulisan al-Maraghi kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan
penulisan Sirah Nabawiyah (riwayat hidup Nabi Muhammad SAW)4.
Pada aliran Iraq, pengungkapan kisah al-ayyam di masa sebelum
Islam, kemudian karena fanatisme politik kekabilahan yang diakibatkan
oleh adanya persaingan antara kabilah untuk mencapai kekuasaan, di sini
dikembangkan model penulisan silsilah. Langkah pertama yang sangat
menentukan perkembangan penulisan sejarah di Iraq adalah pembukuan
tradisi lisan. Ini pertama kali dilakukan oleh Ubaidillah Ibn Abi Rafi’
dengan menulis buku yang berisikan nama para sahabat yang bersama
Amir al-Mukminin (Ali bin Abi Thalib) ikut dalam perang Jamal, Siffin
dan Nahrawan oleh karena itu, dia dipandang sebagai sejarawan pertama
dalam aliran Iraq ini5.
Pada aliran Yaman, yang difokuskan adalah penulisan sejarah pra-
Islam. Di daerah ini jauh sebelum Islam datang telah berkembang budaya
penulisan peristiwa, isinya adalah cerita-cerita khayal dan dongeng-
dongeng kesukuan, sehingga berita-berita israiliyat masuk dan
mempengaruhi historiografi Islam. Para penulis hikayat-hikayat yang
banyak dikutip oleh sejarawan muslim berikutnya yang terpenting di
antaranya adalah Ka’ab al-Ahbar Wahb Ibn Munabbih dan ‘Ubayd ibn
Syariyah.
Periode pertengahan merupakan periode kemunduran peradaban
Islam, di mana secara politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan umat Islam
berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, terutama setelah
penyerangan Hulagu Khan dari Mongol yang membumihanguskan

4
Drs. Badri Yatim, MA, Histiografi Islam, Cet. 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 4.
5
Drs. Badri Yatim, MA, 69.

6
kekuatan khilafah Bani Abbasiyah di Baghdad pada tahun 1258 M.
Kemunduran peradaban Islam ini disebabkan oleh banyak faktor. Menurut
Badri Yatim, kelemahan khalifah merupakan salah satu faktor
kemunduran peradaban Islam pada periode ini. Selain itu, menurut Guru
Besar Sejarah Peradaban Islam (SPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini,
ada beberapa faktor yang yang saling berkaitan satu sama lain, di
antaranya adalah adanya persaingan antarbangsa Arab dan Persia, telah
terjadinya kemerosotan di bidang ekonomi, adanya konflik keagamaan
yang berkembang di kalangan penganut aliran Sunnah dan Syi’ah dan
adanya ancaman dari pihak luar, baik akibat perang Salib maupun
serangan Mongol6. Pada periode ini pendekatan sejarah dalam studi agama
secara umum tidak dilakukan lagi oleh umat Islam. Hal itu disebabkan
karena stagnasi ilmu pengetahuan Islam yang ditandai dengan minimnya
karya ilmiah baru di berbagai bidang, termasuk sejarah.  Sementara itu, di
negara-negara Eropa dan Amerika yang non-muslim, masa pertengahan
dalam periode sejarah Islam ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuannya, suatu hal yang menjadikan studi agama di kalangan
mereka berkembang pesat pada abad ke-19 dan 20 M. Perhatian ini
ditandai dengan munculnya berbagai karya dalam bidang keagamaan,
seperti: buku Introduction to The Science of Relegion karya F. Max Muller
dari Jerman (1873); Cernelis P. Tiele (1630-1902), P.D. Chantepie de la
Saussay (1848-1920) yang berasal dari Belanda. Inggris melahirkan tokoh
Ilmu Agama seperti E. B. Taylor (1838-1919). Perancis mempunyai
Lucian Levy Bruhl (1857-1939), Louis Massignon (w. 1958) dan
sebagainya. Amerika menghasilkan tokoh seperti William James (1842-
1910) yang dikenal melalui karyanya The Varieties of Relegious
Experience (1902). Eropa Timur menampilkan Bronislaw Malinowski
(1884-1942) dari Polandia, Mircea Elaide dari Rumania. Keadaan inilah
yang membuat para ilmuwan Barat ini mampu mengembangkan

6
Drs. Badri Yatim, MA, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 16, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), 80-84.

7
pendekatan mereka dalam studi agama ke pendekatan sejarah, seperti yang
diwujudkan dalam karya-karya mereka di bidang sejarah pada periode
modern. Namun hal ini bukan berarti tidak ada seorang ilmuwan muslim
pun yang menghasilkan karya ilmiah baru pada periode ini. Bukti yang
paling nyata adanya historiografi Islam pada masa ini adalah karya
fenomenal Ibn Khaldun yang berjudul Kitabul’Ibar Wa Diwanul Mubtadai
Walkhabar Fi Ayyamil’arab Wal’ajami Walbarbar Waman ‘Asharahum
Min Dzawis Sulthanil Akbar. Yang sangat disayangkan terkait dengan
pendekatan sejarah dalam studi Islam pada periode ini adalah bahwa hal
itu berhenti pada sosok Ibn Khaldun tanpa ada lagi ilmuwan berikutnya
yang mengikuti jejaknya sampai memasuki periode modern. Ironisnya
lagi, di dunia Islam buku al-Muqaddimah ini sendiri baru diterbitkan di
Kairo pada tahun 1855.
Sejak runtuhnya kekhilafahan Bani Abbasiyah pada 1258 M., yang
menandai kemunduran peradaban Islam hingga periode modern, bahkan
sekarang, kepedulian umat Islam masih sangat rendah terhadap sejarah.
Disiplin ilmu sejarah bagi umat Islam merupakan ilmu yang tertinggal
dibanding ilmu yang lain, seperti ilmu kalam, fiqih dan tasawuf.
Setelah Al-Muqaddimah, karya Ibn Khaldun, karya ilmiah tentang sejarah
di dunia Islam yang menjadi referensi utama umat Islam hingga kini
belum ada yang menandinginya, padahal dalam Islam, manusia memiliki
peran sentral dalam sejarah. Muhammad Iqbal dalam bukunya, The
Reconstruction of Religious Thought in Islam, mengatakan bahwa
manusialah yang memiliki kekuatan penggerak sejarah yang berupa
kesadaran yang berakar dalam sifat dan fitrahnya. Senada dengan hal itu,
Muhammad Baqir Shardar, dalam bukunya mengatakan bahwa manusia
dengan jiwa, pikiran dan semangat yang dimilikinya merupakan dinamo
yang menggerakkan sejarah7.

7
Muh. Baqir Shardar, Manusia Masa Kini dan Problem Sosial, (Bandung: Mizan), 115-
126.

8
Pada periode modern, di akhir abad ke-18 awal abad ke-19, muncul
seorang sejarawan yang disebut sebagai pelopor dan perintis kebangkitan
kembali Arab Islam yang bernama Abdurrahman al-Jabarti (w.124 H/1825
M) dengan menggunakan dan mengembangkan corak penulisan sejarah
melalui metode hawliyat ditambah dengan metode Maudu’iyat (tematik).
Baru pada abad 20, para sejarawan Islam terutama setelah adanya kontak
budaya dan ilmu pengetahuan antara Timur dengan Barat mulai
mengembangkan historiografi Islam dengan metode kajian terhadap
sejarah secara menyeluruh, total atau global, tidak hanya satu aspek sosial
saja dengan mencontoh metode dan pendekatan yang berkembang di dunia
Barat.8

D. Contoh Pendekatan Historis


Beberapa contoh tentang pendekatan sejarah dalam penafsiran Al-
Qur’an yang dibahas di sini misalnya adalah QS. Al-Kafirun. Dari tinjauan
asbabun nuzulnya, Allah menurunkan QS. Al-Kafirun berkenaan dengan
tawaran-tawaran dari pembesar Quraisy agar Nabi Muhammad SAW
berhenti berdakwah. Dalam sebuah riwayat Tabrani dan Abi Hatim, dari
Ibn Abbas RA. bahwasanya orang-orang Quraisy mengajukan tawaran
kepada Rasulullah SAW dengan memberinya harta, sehingga Nabi
menjadi orang terkaya di Mekah dan menikahkan Nabi dengan siapapun
yang Nabi kehendaki, kemudian mereka berkata, “engkau berhenti
mengkritik Tuhan-tuhan kami dan menyebut-nyebut yang buruk, bila
tidak, maka sembahlah Tuhan kami selama satu tahun.” Kemudian
turunlah QS. Al-Kafirun.
Contoh lain dalam QS. Al-Baqarah:223, Allah berfirman yang
artinya:
“istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam,
maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja
kalian kehendaki.”

8
Ahmad Agung Yulie Romadhanni, “Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam” (UIN
Jakarta, 2019), 17-21.

9
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Na’im menuturkan
bahwa Sufyan bercerita kepadanya dari Ibnul Munkadir yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar sahabat Jabir berkata, “Dahulu orang-orang
Yahudi berkeyakinan bahwa jika seseorang menyetubuhi istrinya dari arah
belakang kelak anaknya bermata juling.”
Adapun contoh dari kisah israiliyat, Allah berfirman dalam QS. Al-
Baqarah:67 yang artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, ‘Allah
memerintahkan kamu agar menyembelih sapi betina.’ Mereka bertanya,
‘apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?.’ Dia (Musa)
menjawab, ‘Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-
orang yang bodoh.”
Diriwayatkan dari Ibn Abbas, tentang seekor sapi, bahwa terdapat
seorang tua yang kaya raya dan tidak miliki anak pada masa Nabi Musa
AS. Orang tersebut memiliki keponakan yang nanti menjadi ahli warisnya.
Ia berharap segera mendapatkan warisan tersebut, setan kemudian
membisikinya agar membunuh laki-laki tua tersebut dan memerintahkan
agar si mayat diletakkan di gerbang kota. Akhirnya laki-laki tua tersebut
dibunuh dan mayatnya diletakkan di gerbang kota. Penduduk kota dituduh
membunuh dan mereka menyangkalnya hingga akhirnya Nabi Musa AS
datang dan untuk mengungkap kasus pembunuhan tersebut, Allah
memerintahkan Bani Israil untuk mencari seekor sapi yang harus
disembelih.9

BAB III
PENUTUP

Simpulan

9
Lukman Hakim, “Historiografi dalam Tafsir Al-Qur’an,” Jurnal Al-Dhikra 2, no. 2
(2020): 150-152.

10
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, dapat diambil
beberapa kesimpulan mengenai pendekatan historis dalam studi Islam, yakni
sebagai berikut:
1. Pendekatan historis dalam kajian Islam merupakan usaha sadar dan
sistematis untuk memahami serta membahas secara mendalam tentang
seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik
berhubungan dengan ajaran, sejarah, maupun praktik-praktik
pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sepaanjang
sejarahnya.
2. Tahapan pendekatan historis terbagi menjadi 3, yakni: heuristik, interpretasi,
dan historiografi.
3. Pendekatan sejarah dalam wujud historiografi Islam terbagi menjadi 3
periode, yakni: periode klasik, periode pertengahan, dan periode modern.
4. Contoh pendekatan historis dapat dilakukan pada studi Islam. Misalnya
pendekatan sejarah dalam penafsiran QS. Al-Kafirun yang ditinjau dari
asbabun nuzul surat tersebut yang berkaitan dengan tawaran-tawaran dari
pembesar Quraisy agar Nabi Muhammad SAW berhenti berdakwah.

DAFTAR PUSTAKA

Afroni, Mochamad. 2019. “Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam”. Jurnal


Madaniyah.

11
Hakim, Lukman. 2020. “Historiografi dalam Tafsir Al-Qur’an”. Jurnal Al-
Dhikra.
Haryanto, Sri. 2017. “Pendekatan Historis dalam Studi Islam”. Manarul Qur’an:
Jurnal Ilmiah Studi Islam.
Romadhanni, Ahmad Agung Yulie. 2019. “Pendekatan Sejarah dalam Studi
Islam”. UIN Jakarta.
Shardar, Muh Baqir. Manusia Masa Kini dan Problem Sosial. Bandung: Mizan.
Yatim, Badri. 1997. Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Yatim, Badri. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

12

Anda mungkin juga menyukai