Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kalam, atau ilmu kalam, merupakan cabang penting dalam studi agama Islam
yang berkaitan dengan teologi dan keyakinan. Dalam konteks ini, pendahuluan ini akan
mengidentifikasi masalah-masalah utama yang perlu dikaji dalam kajian kalam Islam,
termasuk noda dalam sejarah kalam, kompleksitas konsep kalam, akar teologi Islam,
panduan eksplorasi, serta relevansi dan kontribusinya terhadap pemahaman umum
tentang kalam dalam Islam.
Sejarah kalam Islam mengandung berbagai noda atau ketidakjelasan yang
mungkin telah terlupakan atau kurang diperhatikan. Hal ini bisa mencakup peristiwa-
peristiwa kontroversial, kontribusi individual yang terabaikan, atau interpretasi yang
salah. Sebagai contoh, peristiwa-peristiwa seperti Mihna (penganiayaan terhadap para
teolog pada abad ke-9), kontroversi seputar takdir dan kehendak bebas, serta peran
tokoh-tokoh seperti al-Ash'ari dan al-Maturidi dalam pengembangan kalam, semuanya
merupakan noda yang perlu dikaji lebih lanjut.1
Konsep dasar kalam dalam Islam juga kompleks dan memerlukan pemahaman
yang mendalam. Hal ini melibatkan istilah-istilah teknis, debat teologis, dan
perkembangan filosofis yang membingungkan. Identifikasi area-area yang memerlukan
klarifikasi atau penyelidikan lebih lanjut untuk memahami sepenuhnya implikasi
teologisnya menjadi penting dalam memahami kalam Islam.2 Studi kalam juga
memerlukan penelitian yang mendalam untuk menggali akar-akar konsep teologi Islam.
Ini dapat mencakup kajian tentang pemikiran filosofis, warisan intelektual, atau tradisi
teologis yang membentuk fondasi pemahaman kalam dalam Islam.
Dalam rangka memahami sejarah dan konsep dasar kalam, penting untuk
mengembangkan panduan atau struktur eksplorasi yang memudahkan pemahaman bagi
pembaca yang mungkin tidak memiliki latar belakang teologis yang mendalam.
Panduan ini dapat mencakup kronologi perkembangan kalam, konsep dasar, tokoh-
tokoh kunci, dan relevansi kalam dalam konteks kontemporer.

1
Muhammad Tholhah Hasan. 2003. Ahlussunnah Waljama’ah dalam Persepsi dan Tradisi NU. Jakarta:
Lantabora Press, hal. 4-16.
2
Muhammad Hasbi. 2015. Ilmu Kalam. Yogyakarta: Trustmedia Publishing, hal. 3.

1
Akhirnya, penelitian dalam kajian kalam Islam perlu memastikan bahwa hasil-
hasilnya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman umum tentang
kalam dalam Islam. Sejauh mana hasil penelitian dapat membuka wawasan baru,
memberikan klarifikasi, atau menggali informasi baru yang dapat meningkatkan
pemahaman kita tentang sejarah dan teologi Islam menjadi tolok ukur keberhasilan
penelitian ini3. Dengan mengidentifikasi masalah-masalah utama yang perlu dikaji
dalam kajian kalam Islam, diharapkan bahwa penelitian ini akan memberikan
kontribusi yang berharga dalam memperdalam pemahaman kita tentang sejarah, konsep
dasar, dan relevansi kalam dalam konteks Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana sejarah kalam diwarnai dengan noda di dalamnya?
2. Bagaimana kompleksitas dalam konsepsi kalam?
3. Bagaimana akar teologi Islam dengan fokus pada konsep teologi Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan sejarah kalam diwarnai dengan noda di dalamnya
2. Menjelaskan kompleksitas dalam konsepsi kalam
3. Menjelaskan akar teologi Islam dengan fokus pada konsep teologi Islam

3
Ibid, hal. 4-6.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Noda Sejarah Kalam


Sejarah kalam Islam penuh dengan noda dan ketidakjelasan yang menuntut
identifikasi dan telaah lebih mendalam. Peristiwa-peristiwa kontroversial, seperti
tahkim antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, serta munculnya
aliran Khawarij, menciptakan keretakan dalam umat Islam awal. Perdebatan kompleks
antara aliran-aliran kalam, seperti Mu'tazilah, Asy'ariyah, dan Maturidiyah, juga
memberikan dinamika intelektual yang berkepanjangan dalam dunia Islam. Kontribusi
pemikiran Harun Nasution, cendekiawan Muslim kontemporer, dan evolusi pengertian
ilmu kalam seiring perubahan zaman, turut membentuk wajah kalam Islam. Di
Indonesia, pandangan terhadap ilmu kalam mencerminkan pluralitas pemahaman Islam
dalam masyarakat yang beragam. Meskipun sejarah kalam Islam memiliki noda, upaya
untuk mengidentifikasi dan mengkaji lebih lanjut aspek-aspek ini memberikan
wawasan mendalam terhadap perkembangan intelektual dan keragaman pandangan
yang membentuk kalam Islam hingga saat ini.4
Sejarah kalam Islam tergores oleh berbagai noda, salah satunya adalah konflik
tahkim atau arbitrase antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan.
Perseteruan politik ini tidak hanya mengoyak persatuan umat Islam dalam hal
pemerintahan, tetapi juga menuntun pada interpretasi teks agama, menciptakan dasar
bagi perkembangan Ilmu Kalam. Aliran Khawarij menolak sepenuhnya praktik tahkim
dan menyatakan bahwa mereka yang menyetujui proses tersebut melanggar hukum
Islam, menambah kompleksitas pemikiran Islam awal. Perdebatan antara aliran-aliran
kalam, seperti Mu'tazilah, Asy'ariyah, dan Maturidiyah, turut memperumit panorama
intelektual. Pandangan berbeda dalam teologi dan interpretasi konsep-konsep agama
menciptakan dinamika kompleks. Dengan merenungi noda-noda sejarah ini, kita dapat
memahami lebih baik bagaimana konflik dan ketidakjelasan membentuk evolusi

4
Yufi Cantika. 2022. Pengertian Ilmu Kalam: Sejarah, Sumber, dan Hubungannya dengan Beberapa Ilmu Islam,
diakses pada 4 Desember 2023 dari https://www.gramedia.com/literasi/ilmu-kalam/

3
pemikiran dalam kalam Islam, memberikan wawasan mendalam tentang kompleksitas
pemahaman umat Islam terhadap ajaran agama mereka.5
Pemikiran Harun Nasution turut menjadi noda yang menarik dalam sejarah
kalam Islam. Dalam bukunya "Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu'tazilah,"
Nasution menyampaikan pandangannya bahwa Ilmu Kalam adalah "ilmu yang
membahas wujud Allah, sifat-sifat-Nya, kenabian, alam, dan hubungan Tuhan dengan
makhluk-makhluknya." Pernyataan ini menciptakan gelombang kontroversi karena
menggambarkan kalam Islam sebagai sebuah disiplin yang terlibat dalam pembahasan
esensi Tuhan dan hubungan-Nya dengan ciptaan-Nya. Pendekatan Nasution yang lebih
rasional dan terbuka terhadap teologi Mu'tazilah, yang lebih menekankan pemikiran
rasional, menimbulkan diskusi dan refleksi mendalam tentang peran Ilmu Kalam dalam
merangkul pemikiran kontemporer dan pendekatan kritis terhadap ajaran agama.
Pemikiran ini, bagaimanapun, tidak hanya memberikan noda tetapi juga
menyumbangkan dimensi baru yang memperkaya wacana dan pemahaman seputar
kalam Islam.6 Namun, pandangan Harun Nasution ini tidak selalu diterima oleh semua
ahli kalam Islam.
Pengertian Ilmu Kalam mengalami perubahan seiring waktu, memunculkan
perbedaan dalam penilaian Ilmu Kalam dan Teologi Islam. Perbedaan tersebut
mencakup sudut pandang yang memberikan penekanan pada aspek-aspek tertentu dari
Ilmu Kalam atau Teologi Islam, seperti dimensi ontologis, aspek epistemologis, dan
aspek kegunaan atau aksiologis. Dinamika ini mencerminkan evolusi intelektual dalam
pendekatan terhadap ajaran agama, di mana beberapa pendekatan fokus pada eksplorasi
ontologis, sementara yang lain menekankan aspek epistemologis. Perubahan ini
menciptakan ruang untuk refleksi dan diskusi, memperkaya pemahaman tentang peran
dan evolusi Ilmu Kalam dalam pemikiran Islam.7
Pandangan terhadap Ilmu Kalam di Indonesia menggambarkan keragaman yang
perlu diperhatikan. Pemikiran Harun Nasution dan M. Rasyidi menjadi salah satu sudut
pandang yang menarik untuk dijelajahi, karena keduanya memberikan kontribusi
berharga terhadap pemahaman dan perkembangan Ilmu Kalam dalam konteks
Indonesia. Selain itu, penting untuk mempertimbangkan hubungan Ilmu Kalam dengan

5
Abdul Hadi. 2021. Sejarah Ilmu Kalam: Perkembangan Teologi Islam, Berawal dari Tahkim, diakses pada 4
Desember 2023 dari https://tirto.id/sejarah-ilmu-kalam-perkembangan-teologi-islam-berawal-dari-tahkim-ghgr
6
Ibid.
7
Abdul Hadi, Op.cit.

4
disiplin ilmu keislaman lainnya, seperti Tasawuf dan Filsafat Islam. Kerangka ini
memberikan landasan untuk memahami bagaimana Ilmu Kalam bersinggungan dengan
aspek-aspek spiritual dan filsafat dalam tradisi Islam Indonesia, menciptakan dinamika
intelektual yang lebih komprehensif dan kontekstual. Dengan melibatkan berbagai
pandangan ini, kita dapat memperkaya wawasan tentang peran dan kontribusi Ilmu
Kalam dalam wacana keislaman di Indonesia.

B. Kompleksitas Konsep Kalam


Konsep Kalam dalam Islam merupakan suatu kompleksitas yang melibatkan
istilah-istilah teknis, debat teologis, dan perkembangan filosofis. Kalam adalah disiplin
ilmu yang membahas tentang keyakinan dan teologi Islam, yang meliputi pemahaman
akan sifat-sifat Allah, keberadaan, dan hubungan antara manusia dan Allah.
Kompleksitas pembahasan kalam ditandai dengan objek kajiannya yang semakin rumit,
sehingga memerlukan pemahaman yang mendalam untuk mengurai noda sejarah dan
menggali akar teologi Islam.8
Konsep dasar kalam dalam Islam mencakup pemahaman tentang sifat-sifat
Allah, keberadaan-Nya, dan hubungan yang bersifat transenden antara manusia dan
Allah. Ilmu Kalam tidak hanya menjadi wadah untuk membahas keyakinan
fundamental dalam teologi Islam, tetapi juga memperdalam pemahaman terhadap sifat-
sifat ilahi dan esensi keberadaan Allah. Dengan merangkum keyakinan dasar dan
pemikiran teologis, kalam membentuk landasan intelektual yang mendalam bagi umat
Islam untuk menjelajahi makna eksistensi, hakikat Tuhan, dan relasi spiritual antara
ciptaan dan Pencipta. Dengan memerinci aspek-aspek ini, Ilmu Kalam menjadi alat
penting dalam merinci landasan ajaran Islam dan merespons pertanyaan-pertanyaan
metafisik yang mendasar dalam konteks keimanan dan spiritualitas.9
Kompleksitas pembahasan kalam dalam Islam tercermin pada semakin
rumitnya objek kajiannya. Perkembangan filosofis, debat teologis, dan penggunaan
istilah-istilah teknis yang khas dalam kalam menjadi faktor utama yang menyulitkan.
Oleh karena itu, untuk mengurai noda sejarah dan menggali akar teologi Islam,
pemahaman yang mendalam terhadap kerangka pemikiran ini sangat diperlukan.

8
Ahmad Muhtarom. 2017. Pergeseran Pemikiran Kalam Tradisional ke Kontemporer. Analisis, Vol. 3 No. 1,
hal. 4.
9
Ibid, hal. 7.

5
Menyelami kompleksitas ini melibatkan kemampuan untuk memahami dan merespons
perubahan konseptual, linguistik, dan filosofis dalam sejarah kalam Islam. Dengan
demikian, memahami kalam tidak hanya sebagai disiplin teologis tetapi juga sebagai
refleksi dari dinamika intelektual dan keberlanjutan perdebatan yang membentuk
pemikiran Islam.
Dalam konsep kalam, terdapat beberapa area yang membutuhkan klarifikasi
atau penyelidikan lebih lanjut untuk memahami sepenuhnya implikasi teologisnya.
Salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah pemahaman akan
sifat-sifat Allah. Kompleksitas dan kedalaman sifat-sifat ilahi memunculkan
pertanyaan-pertanyaan teologis yang memerlukan pemahaman yang mendalam untuk
menghindari kesalahpahaman atau interpretasi yang kurang tepat. Selain itu, hubungan
antara manusia dan Allah juga merupakan area yang kompleks yang memerlukan
pemahaman yang mendalam. Pemahaman ini tidak hanya berkaitan dengan dimensi
ibadah dan ketaatan, tetapi juga melibatkan pertimbangan etis, spiritual, dan filosofis
yang mendalam. Dengan menyelidiki dan mengklarifikasi aspek-aspek ini, kita dapat
memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang kompleksitas kalam dan
signifikansi teologisnya dalam pemikiran Islam.10
Dengan demikian, pemahaman yang mendalam mengenai konsep dasar kalam
dalam Islam, termasuk pemahaman akan sifat-sifat Allah, keberadaan, dan hubungan
antara manusia dan Allah, sangat penting untuk memahami sepenuhnya implikasi
teologisnya. Selain itu, pemahaman yang mendalam juga diperlukan untuk mengurai
noda sejarah dan menggali akar teologi Islam.

C. Akar Teologi Islam


Pembahasan ini akan membahas akar teologi Islam dengan fokus pada konsep
teologi Islam, pemikiran filosofis, warisan intelektual, dan tradisi teologis yang
membentuk fondasi pemahaman kalam dalam Islam. Pada intinya, pembahasan ini
mencakup peta kalam Islam dengan menguraikan noda sejarah dan menggali akar
teologisnya.
1. Akar Konsep Teologi Islam11

10
Ibid, hal. 9.
11
Seyyed Hosein Nasr. 1997. Pengetahuan dan Kesucian, terj. Suharsono. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 1-
7.

6
Akar konsep teologi Islam merentang sepanjang sejarah dan dapat
dipetakan hingga ke Al-Quran sebagai pijakan utama ajaran Islam. Al-Quran,
sebagai sumber kebenaran mutlak, memberikan fondasi yang kokoh bagi
pengembangan pemikiran kalam atau teologi dalam Islam. Proses ini tidak
bersifat statis; sebaliknya, ia terus berkembang seiring waktu melalui upaya
interpretasi mendalam dan refleksi terhadap teks suci.
Dalam konteks ini, pemikiran kalam diakui sebagai medium esensial untuk
mengeksplorasi makna dan implikasi ajaran Islam. Pemahaman kalam Islam
bukan sekadar kumpulan konsep teologis, tetapi juga mencerminkan usaha
kontinu umat Islam untuk mendekati dan memahami esensi keberagaman ajaran
yang dinyatakan dalam Al-Quran.
Di antara konsep-konsep teologis yang muncul dari proses ini, tauhid
menonjol sebagai pilar utama. Tauhid, atau keesaan Allah, bukan hanya menjadi
dasar filosofis, melainkan juga mengakar dalam praktik ibadah dan nilai-nilai
moral umat Islam. Konsep keesaan ini tidak hanya mencerminkan teori teologis,
tetapi juga membentuk identitas keimanan umat Islam, mempermelehkan setiap
aspek kehidupan mereka.
Dengan demikian, pemahaman kalam Islam tidak hanya merupakan
warisan intelektual, tetapi juga mencerminkan perjalanan berkelanjutan menuju
pemahaman yang lebih mendalam dan holistik terhadap ajaran Allah yang
diungkapkan melalui Al-Quran. Sebagai hasil dari interpretasi dan refleksi ini,
umat Islam terus menyelami hikmah dan kebenaran yang terkandung dalam teks
suci mereka, menggali akar teologi Islam dengan penuh dedikasi untuk
memperkaya dan memperdalam keyakinan mereka.
2. Pemikiran Filosofis dalam Kalam Islam12
Pemikiran filosofis memiliki dampak signifikan dalam membentuk akar
teologi Islam, di mana para pemikir Muslim terkemuka seperti Al-Farabi, Ibnu
Sina (Avicenna), dan Ibnu Rushd (Averroes) memainkan peran sentral dalam
menyelaraskan filsafat Yunani dengan pemikiran Islam. Kontribusi mereka
membentuk jembatan antara dua tradisi pemikiran yang tampaknya berbeda.
Al-Farabi, seorang filsuf Muslim abad ke-9, menggabungkan pemikiran
Aristoteles dengan ajaran Islam, membahas bagaimana kebijaksanaan (hikmah)

12
Nyong Eka Teguh Iman Santosa. 2015. Fenomena Pemikiran Islam. Sidoarjo: Uruanna Books, hal. 53-57.

7
dapat menjadi tujuan utama manusia untuk mencapai kebahagiaan. Ibnu Sina,
pada abad ke-11, melibatkan diri dalam sintesis antara pemikiran Aristoteles
dan Neoplatonisme dengan teologi Islam. Karya monumentalnya, “Kitab al-
Shifa,” membahas konsep eksistensi Allah dan hubungannya dengan dunia
mencipta.
Ibnu Rushd, atau dikenal sebagai Averroes di dunia Barat, pada abad ke-
12, mengembangkan pemikiran Aristoteles dan memperkuat peran akal dalam
pemahaman agama. Dia berpendapat bahwa akal manusia dapat mencapai
pemahaman yang sama dengan wahyu, mendukung gagasan bahwa akal dan
iman dapat bersinergi. Konsep kebebasan manusia juga menjadi fokusnya,
menunjukkan bahwa kebebasan manusia bersinergi dengan hukum alam.
Mereka tidak hanya membahas konsep eksistensi Allah, kebebasan
manusia, dan hubungan antara iman dan akal, tetapi juga merintis jalan bagi
pemikiran yang lebih terbuka dan inklusif di dunia Islam. Pemikiran mereka
memberikan landasan bagi pemahaman kalam Islam yang lebih luas, di mana
filsafat dan teologi bersatu untuk menciptakan pandangan dunia yang lebih
menyeluruh.
Secara keseluruhan, kontribusi para pemikir ini menjadi titik balik penting
dalam sejarah pemikiran Islam, membuka pintu bagi dialog antara filsafat
Yunani dan ajaran Islam. Dalam prosesnya, mereka tidak hanya membentuk
akar teologi Islam tetapi juga memberikan warisan pemikiran yang terus
memengaruhi perkembangan intelektual di dunia Islam dan di luar batas
wilayah tersebut.
3. Warisan Intelektual dalam Kalam Islam
Warisan intelektual Islam yang kaya melibatkan pemikiran dari masa
keemasan peradaban Islam, terutama selama periode Abbasiyah di Timur dan
Andalusia di Barat. Pada masa ini, terjadi peningkatan signifikan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, filsafat, dan teologi Islam.
Karya-karya ulama besar seperti Al-Ghazali dan Ibnu Taymiyyah
mencerminkan sumbangan monumental terhadap pemahaman kalam Islam. Al-
Ghazali, seorang pemikir sufi dan teolog abad ke-11, menyoroti pentingnya
pengalaman mistik dalam mencapai pemahaman Allah. Dalam karyanya “Al-
Ihya”, ia mengeksplorasi dimensi keagamaan melalui kontemplasi dan meditasi,

8
menunjukkan bahwa hubungan pribadi dengan Allah dapat ditemukan melalui
pengalaman spiritual yang mendalam.13
Ibnu Taymiyyah, di sisi lain, hidup pada abad ke-13 dan memberikan
kontribusi signifikan terhadap pemikiran kalam Islam melalui karyanya yang
tegas dan kritis. Ia menekankan pentingnya kembali pada ajaran Al-Quran dan
Hadis, menentang beberapa interpretasi yang dianggapnya bercabang dari
ajaran Islam asli. Pendekatannya yang lebih konservatif memengaruhi
perkembangan pemikiran Islam pada masa selanjutnya.14
Keduanya, meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, mencerminkan
keragaman pendekatan dalam warisan intelektual Islam. Sumbangan mereka
bukan hanya membentuk pemahaman kalam, tetapi juga memberikan dasar bagi
perdebatan dan refleksi yang terus berlanjut dalam tradisi intelektual Islam.
Penting untuk diingat bahwa warisan ini bukan hanya milik masa lalu,
tetapi juga terus memberikan inspirasi dan arahan bagi umat Islam saat ini
dalam menjalani kehidupan spiritual dan intelektual mereka. Melalui pemikiran
mereka, warisan intelektual Islam memberikan sumbangan yang berkelanjutan
terhadap perkembangan pemikiran dan kebijakan di dunia Islam dan di luar
batas wilayah tersebut.
4. Tradisi Teologis dalam Kalam Islam15
Tradisi teologis Islam berkembang melalui berbagai mazhab dan aliran
pemikiran yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman kalam
Islam. Mazhab Ash’ari dan Mazhab Maturidi, sebagai contoh, memainkan
peran kunci dalam membentuk kerangka pemikiran teologis umat Islam.
Mazhab Ash’ari, yang didirikan oleh Al-Ash’ari (874-936 M),
menekankan pentingnya akal dalam memahami ajaran agama. Mereka
membahas masalah-masalah teologis, termasuk sifat-sifat Allah, dan
menyatakan bahwa pemahaman kita tentang sifat-sifat Allah dibatasi oleh
kemampuan akal manusia. Pemikiran Ash’ari mengakui keberadaan Allah
sebagai kekuatan mutlak dan mendalam dalam merinci sifat-sifat ilahi.
Di sisi lain, Mazhab Maturidi, yang berasal dari pemikiran Abu Mansur
Al-Maturidi (853-944 M), menekankan harmoni antara iman dan akal. Maturidi

13
Ibid, hal. 59.
14
Ibid, hal. 22.
15
Ibid, hal. 18-22.

9
berpendapat bahwa akal dan wahyu tidak saling bertentangan, melainkan saling
melengkapi. Mereka juga membahas masalah-masalah teologis, termasuk takdir
dan kebebasan manusia, dengan menggarisbawahi bahwa kehendak manusia
tidak dapat bertentangan dengan kehendak Allah.
Kedua mazhab ini, meskipun memiliki perbedaan dalam pendekatan dan
penekanan, memberikan landasan teologis yang kuat bagi umat Islam. Diskusi
mereka mengenai sifat-sifat Allah, takdir, dan kebebasan manusia menciptakan
kerangka berpikir yang mendalam untuk memahami aspek-aspek kalam Islam.
Mazhab Ash’ari dan Mazhab Maturidi memperkaya warisan intelektual Islam
dengan menyajikan perspektif yang beragam, membantu umat Islam dalam
menjelajahi dimensi teologis dalam kerangka pemahaman mereka terhadap
keesaan Allah dan hubungan manusia dengan-Nya.
5. Menggali Akar Teologi Islam16
Proses menggali akar teologi Islam merupakan suatu upaya telaah
mendalam yang memerlukan penelusuran terhadap sumber-sumber utama
Islam, yakni Al-Quran dan Hadis. Al-Quran dianggap sebagai wahyu Allah
yang paling murni, sedangkan Hadis, catatan perbuatan dan perkataan Nabi
Muhammad, memberikan konteks dan penjelasan lebih lanjut terhadap ajaran
Islam. Melalui analisis kritis terhadap teks-teks ini, kita dapat memahami akar
konsep-konsep teologis yang membentuk landasan iman umat Islam.
Namun, penelitian tidak hanya terfokus pada sumber-sumber utama saja.
Karya-karya ulama klasik seperti Ibnu Taymiyyah, Al-Ghazali, dan Ibnu Sina
juga menjadi titik penting dalam proses ini. Mereka menyumbangkan
interpretasi dan pemahaman yang mendalam terhadap konsep-konsep kalam
Islam. Studi mendalam terhadap pemikiran para ulama klasik ini memberikan
wawasan historis dan kontekstual terkait dengan evolusi pemikiran kalam
selama berabad-abad.
Selain itu, pemikir kontemporer juga memiliki peran signifikan dalam
mengenali dan merespons tantangan-tantangan zaman modern. Penelitian
terhadap pandangan-pandangan pemikir kontemporer mengenai kalam Islam
menjadi relevan dalam memahami bagaimana konsep-konsep tersebut dapat
diaplikasikan dalam konteks kontemporer. Pemikiran mereka turut

16
Robby Habiba Abror. 2018. Refleksi Filosofis atas Teologi dan Politik Islam. Yogyakarta: FA Press, hal. 59.

10
berkontribusi dalam menyinari ajaran Islam dengan perspektif-perspektif baru
dan memberikan jawaban terhadap berbagai permasalahan aktual.
Dengan kombinasi telaah mendalam terhadap sumber-sumber utama,
karya ulama klasik, dan pandangan pemikir kontemporer, proses menggali akar
teologi Islam menciptakan kesinambungan dalam pemahaman kalam. Ini bukan
hanya suatu upaya retrospektif, tetapi juga proaktif dalam merespons
perkembangan zaman. Dengan demikian, pemahaman kalam Islam tetap
relevan dan berkembang seiring waktu, mengakar kuat dalam tradisi intelektual
Islam yang kaya dan beragam.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah kalam Islam adalah perjalanan yang penuh dengan noda dan
ketidakjelasan, memerlukan identifikasi dan telaah lebih mendalam. Peristiwa
kontroversial, seperti tahkim dan munculnya aliran Khawarij, menciptakan keretakan
awal dalam umat Islam. Perdebatan kompleks antara aliran-aliran kalam menambah
dinamika intelektual dalam dunia Islam. Kontribusi Harun Nasution, pemikir
kontemporer, dan evolusi pengertian ilmu kalam seiring perubahan zaman membentuk
wajah kalam Islam. Di Indonesia, pluralitas pandangan terhadap ilmu kalam
mencerminkan keragaman pemahaman Islam.
Sejarah kalam Islam terwarnai konflik tahkim dan munculnya aliran Khawarij,
menggoyang persatuan dan membentuk dasar pemahaman ilmu kalam. Pemikiran
Harun Nasution, dengan pandangan kontroversialnya, menambah dimensi baru dalam
wacana kalam Islam. Meskipun kontroversial, pandangannya memberikan kontribusi
berharga.
Pemikiran Harun Nasution membawa nuansa kontroversial dengan menyajikan
kalam Islam sebagai disiplin yang membahas esensi Tuhan. Meskipun kontroversial,
pandangannya memberikan dimensi baru yang memperkaya wacana kalam Islam.
Perubahan pengertian ilmu kalam seiring waktu menciptakan perbedaan penilaian dan
memperkaya pemahaman tentang peran dan evolusi ilmu kalam dalam pemikiran Islam.
Pandangan terhadap ilmu kalam di Indonesia mencerminkan keragaman.
Pemikiran Harun Nasution dan M. Rasyidi memberikan kontribusi penting dalam
memahami dan mengembangkan ilmu kalam dalam konteks Indonesia. Keterkaitannya
dengan disiplin ilmu keislaman lainnya, seperti Tasawuf dan Filsafat Islam,
menciptakan dinamika intelektual yang komprehensif.
Kompleksitas konsep kalam mencakup istilah teknis, debat teologis, dan
perkembangan filosofis. Ilmu kalam membahas keyakinan dan teologi Islam,
menciptakan landasan intelektual yang mendalam. Keterlibatan filosofis, perdebatan
teologis, dan istilah teknis memunculkan kompleksitas yang memerlukan pemahaman
mendalam.

12
Akar teologi Islam mencakup tauhid sebagai pilar utama, berakar dari Al-Quran
dan terus berkembang melalui interpretasi dan refleksi. Pemikiran filosofis oleh Al-
Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rushd menjadi jembatan antara filsafat Yunani dan Islam.
Warisan intelektual dari masa keemasan Islam, melibatkan Al-Ghazali dan Ibnu
Taymiyyah, memberikan kontribusi monumental. Tradisi teologis dalam mazhab
Ash’ari dan Maturidi menciptakan kerangka pemikiran yang mendalam.
Menggali akar teologi Islam melibatkan telaah mendalam terhadap Al-Quran,
Hadis, karya ulama klasik, dan pemikir kontemporer. Proses ini menciptakan
kesinambungan dalam pemahaman kalam, tidak hanya sebagai retrospektif tetapi juga
sebagai respons proaktif terhadap perkembangan zaman. Dengan demikian,
pemahaman kalam Islam tetap relevan, berkembang, dan mengakar dalam tradisi
intelektual Islam yang beragam.

B. Saran
Saran untuk penulisan dapat mencakup lebih banyak elemen analisis terhadap
kontribusi Harun Nasution dalam wacana ilmu kalam Islam, termasuk pengembangan
pemikirannya dan relevansinya dalam menghadapi tantangan kontemporer. Perlu pula
ditekankan bagaimana pemikiran Nasution, meskipun kontroversial, memberikan
dinamika baru dalam interpretasi ilmu kalam. Lebih lanjut, bisa dimasukkan penekanan
pada peran ilmu kalam dalam menjembatani tradisi keilmuan Islam dengan realitas
kontemporer, menggali potensi dialog antar-disiplin dan pengaruhnya terhadap
pemikiran keislaman di Indonesia. Dengan merinci kontribusi Nasution secara khusus,
tulisan akan menjadi lebih fokus dan mendalam, memperkuat pemahaman tentang
dinamika ilmu kalam Islam dalam perjalanan sejarah hingga zaman sekarang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hadi. 2021. Sejarah Ilmu Kalam: Perkembangan Teologi Islam, Berawal dari Tahkim,
diakses pada 4 Desember 2023 dari https://tirto.id/sejarah-ilmu-kalam-
perkembangan-teologi-islam-berawal-dari-tahkim-ghgr

Ahmad Muhtarom. 2017. Pergeseran Pemikiran Kalam Tradisional ke Kontemporer. Analisis.

Muhammad Hasbi. 2015. Ilmu Kalam. Yogyakarta: Trustmedia Publishing.

Muhammad Tholhah Hasan. 2003. Ahlussunnah Waljama’ah dalam Persepsi dan Tradisi NU.
Jakarta: Lantabora Press.

Nyong Eka Teguh Iman Santosa. 2015. Fenomena Pemikiran Islam. Sidoarjo: Uruanna Books.

Robby Habiba Abror. 2018. Refleksi Filosofis atas Teologi dan Politik Islam. Yogyakarta: FA
Press.

Seyyed Hosein Nasr. 1997. Pengetahuan dan Kesucian, terj. Suharsono. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Yufi Cantika. 2022. Pengertian Ilmu Kalam: Sejarah, Sumber, dan Hubungannya dengan
Beberapa Ilmu Islam, diakses pada 4 Desember 2023 dari
https://www.gramedia.com/literasi/ilmu-kalam/

14

Anda mungkin juga menyukai