Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN THEOLOGI DALAM ISLAM

Dibuat untuk memenuhi tugas perkuliahan mata kuliah Seminar Agama Islam

Oleh Kelompok 11 :

1. Lia Sutiawati NIM. 3403140050


2. Dita Rustanti NIM. 3403140055

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2018

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyanyang, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi sususanan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaikin makalah ini

Akhir kata penulis berharap semoga ini dapat memberikan manfaat maupun
insfirasi terhadap pembaca.

Ciamis, 26 April 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3
A. Pengertian Dan Dasar-Dasar Theologi Islam ................................................ 3
B. Identifikasi Sejarah Perkembangan Aliran Theologi Dalam Islam ............... 4
C. Perbedaan Aliran Theologi Dalam Islam ...................................................... 13
BAB II PENUTUP .................................................................................................... 19
A. Kesimpulan .................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepercayaan suatu agama merupakan pokok dasarnya. Islam sebagai agama yang
mengingkari agama Yahudi dan Nasrani serta agama-agama berhala, merasa perlu
menjelaskan pokok-pokok dasar ajaran agamanya dan segi-segi dakwah yang menjadi
tujuannya. Al- Qur’an dan hadis-hadis Nabi Muhmmad saw. Banyak membicarakan
tentang wujud Tuhan, keagungan, dan keesaanNya. Al- Qur’an terutama, menyebutkan
untuk Tuhan sifat-sifat yang banyak sekali, dimana sebagiannya bertalian dengan zat
Tuhan sendiri, dan sebagian lagi menyatakan dengan macamnya hubungan dengan
makhluknya. Seperti mendengar, melihat, maha adil, menciptakan, memberi rezeki,
menghidupkan, mematikan, dan seterusnya.
Akan tetapi gaya (uslub) bahasa ayat-ayat al- Qur’an dan hadis-hadis tersebut lebih
mendekati pada gaya percakapan, memberi nasehat dan petunjuk, daripada gaya
penguraian secara ilmiah. Kita tidak dapat mengatakan al- Qur’an dan hadis Nabi berisi
uraian yang teratur dan sistematis tentang kepercayaan dan meletakkan metode yang
lengkap serta mencakup untuk Ilmu Tauhid (teologi islam). Memang hal ini bukan
menjadi tugas para Rasul dan Nabi, tetapi mereka bekerja dalam bidang perbaikan
ummat, dimana perhatian ditujukan kepada penyiaran dakwah. Penyusunan ilmu yang
semacam itu menjadi tugas para pengikut dan orang-orang yang datang sesudahnya.
Teologi sebagaimana yang diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu
agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam,
perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari
teologi akan memberi keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat,
yang tidak mudah diombang-ambing oleh peredaran zaman.
Teologi dalam islam disebut juga ‘ilmu al- tauhīd. Kata tauhīd mengandung arti
satu atau esa. keEsaan dalam pandangan islam sebagai agama monotheisme, merupakan
sifat yang terpenting di antara sifat-sifat Tuhan. Selanjutnya teologi islam disebut juga
‘ilmu al- kalam. Kalam adalah kata-kata. Kalau yang dimaksud kalam adalah firman
Tuhan, maka teologi dalam islam disebut ‘ilmu al- kalam, karena soal kalam atau
firman Tuhan atau al- Qur’an pernah menimbulkan pertentangan-pertentangan keras

1
dikalangan umat islam di abad kesembilan dan kesepuluh masehi, sehingga timbul
penganiayaan dan pembunuhan terhadap sesama muslim waktu itu.
Oleh karena itu, dipandang perlu untuk diketahui bagaimana sejarah perkembangan
teologi islam atau ‘ilmu al- kalam. Karena teologi akan memberi pandangan yang lebih
lapang dan sikap yang lebih toleran, baik dalam hal hukum terutama dalam hal berpikir
aliran-aliran kalam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapatlah ditarik beberapa rumusan
masalah yang akan menjadi titik fokus dalam pembahasan makalah ini. Rumusan
masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian dan dasar-dasar theologi islam ?
2. Bagaimana identifikasi sejarah perkembangan aliran theologi dalam islam?
3. Bagaimana perbedaan aliran theologi dalam islam?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. pengertian dan dasar-dasar theologi islam

Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar. Menurut persepsinya,
hukum islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama, fiqh al-
akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-
ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-
pokok agama, tetapi hanya cabang saja. Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai
disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang
mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah setelah kematian yang berlandaskan
doktrin Islam. Penekanan akhirnya adalah menghasilkan ilmu ketuhanan secara
filosofis.
Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang
mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil
rasional.
Sedangkan Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu kalam)
bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan aqidah
imaniah, atau sebuah kajian tentang aqidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
Menurut Ahmad Hanafi, di dalam nash-nash kuno tidak terdapat perkataan al-
Kalam yang menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang diartikan
sekarang. Arti semula dari istilah al-Kalam adalah kata-kata yang tersusun yang
menunjukkan suatu maksud kemudian dipakai untuk menunjukkan salah satu sifat
Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai contoh, kata-kata kalamullah banyak terdapat
dalam al-Qur’an, diantaranya pada Surah al-Baqarah ayat 75, 253, dan Surah an-Nisa’
ayat 164.
Penggunaan al-Kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana kita
kenal saat ini pertama kali digunakan pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya
pada masa khalifah Al-Ma’mun.Sebelumnya, pembahasan tentang kepercayaan-
kepercayaan dalam islam disebut al-fiqh fi ad-din, sebagai imbangan terhadap al-fiqh fi

3
al-ilm yang diartikan ilmu hukum ( ilmu qanun ). Biasannya mereka menyebutkan al-
fiqhi fiddiniafdhalu minal fiqhi fil ‘ilmi, ilmu aqidah lebih baik dari ilmu hukum.
Adapun yang melatarbelakangi mengapa ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam adalah :
1. Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan pada masa permulaan
Islam adalah masalah firman Allah ( Kalam Allah ), yaitu al-Qur’an.
Apakah Kalamullahtersebut qadim atau hadits ( baru )? Walaupun permasalahan
ini hanya merupakan salah satu bagian dari pembahasan ilmu ketuhanan dalam
Islam, namun karena ia menjadi bagian terpenting maka ilmu ini dinamai Ilmu
Kalam.
2. Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan, para mutakallim ( ahli Ilmu
Kalam ) menggunakan dalil-dalil aqliyah dan dampaknya tercermin pada
keahlian meraka dalam berargumentasi dengan mengolah kata-kata. Dengan
demikian, mutakallim diartikan juga dengan ahli debat yang pintar memakai
kata-kata.
3. Secara harfiah, kata kalam berarti “pembicaraan”. Tetapi secara istilah, kalam
tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari, melainkan
dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika.
Maka ciri utama Ilmu Kalasm ialah rasionalitas atau logika.

B. Identifikasi Sejarah Perkembangan Aliran Theologi Dalam Islam

1. Menurut William L. Resse, Teologi berasal dari bahasa Inggris yaitu theology
adalah pemikiran tentang ketuhanan. Menurut William Ockham, Teologi
adalah Disiplin ilmu yang membicarakan kebenaran wahyu serta independensi
filsafat dan ilmu pengetahuan. Menurut Ibnu Kaldun, teologi adalah
disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani
yang diperkuat dalil-dalil rasional. Asal Usul dan Sejarah Khawarij
Kata khawarij secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja
yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak. Syahrastani
mengartikan khawarij sebagai kelompok masyarakat yang memberontak dan
tidak mengakui terhadap imam yang sah dan sudah disepakati oleh kaum
muslimin, baik pada masa sahabat, pada masa tabiin maupun pada masa

4
sesudahnya. Namun, menurut Harun Nasution ada pula pendapat yang
mengatakan bahwa nama khawarij diberikan atas surat an-Nisa ayat 100 yang
didalamnya disebutkan : “Keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasul-
Nya”. Dengan demikian kaum khawarij memandang diri mereka sebagai
orang yang meninggalkan rumah dari kampung halamannya untuk men
gabdikan diri kepada Allah dan RasulNya.
Selain itu mereka menyebut diri mereka Syurah, yang berasal dari kata
Yasyiri (Menjual), sebagaimana disebutkan dalam Al-Baqoroh ayat 207 :
“Ada manusia yang menjual dirinya untuk keridhaan Allah”. Nama lain yang
diberikan kepada mereka adalah Haruriah, dari kata harura, suatu desa didekat
kufah, Irak. Di tempat inilah, mereka yang pada waktu itu berjumlah dua belas
ribu orang berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali. Disini mereka
memilih ‘Abdullah bin abdul wahab al-Rasyidi menjadi imam sebagai ganti
dari Ali bin Abi Thalib. Dalam pertempuran dengan Ali mereka mengalami
kekalahan besar, tetapi seorang khawarij bernama Abd al-Rahman Ibn
Muljam dapat membunuh Ali.
Khawarij merupakan kelompok pertama yang tidak mengakui bahkan
memberontak terhadap Ali Bin Abi Thalib setelah terjadinya Arbitrase antara
Ali dan Muawiyah. Pada mulanya, kelompok ini berjuang di pihak Ali ketika
terjadi perang siffin antara Ali dan Muawiayah dan kelompok inilah yang
mendukung Ali untuk melakukan Arbitrase dengan Muawiyah. Namun
setelah Ali dan Muawiyah melakukan arbitrase, kelompok ini menolak
kesepakatan arbitrase dan keluar dari kelompok Ali.
Sebelumnya, menurut sebagian pendapat, Ali sebenarnya mencium
adanya tipu daya dibalik ajakan perundingan damai tersebut sehingga ia
bermaksud menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian
pengikutnya, terutama
Ahl-Qurra. Dengan sangat terpaksa Ali menerima permintaan perjanjian
damai tersebut. Dalam perundingan damai tersebut, Ali mengutus Abdullah
bin Abbas sebagai delegasi juru damai (Hakam)nya, tetapi orang khawarij
menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari
kelompoknya Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim

5
Abu Musa al Asy’ary dengan harapan yang dapat memutuskan perkara
berdasarkan Kitabullah. Keputusan tahkim menurut riwayat, yakni Ali
diberhentikan jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya dan mengangkat
Muawiyah sebagai Khalifah sangat mengecewakan orang-orang Khawarij.
Mereka membelot dengan mengatakan, “Mengapa kalian berhukum kepada
manusia, Tidak ada hukum selain hukum disisi Allah.” Ali r.a menjawab,” Ini
adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada saat
itulah orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali r.a dan menuju Harura.
Itulah sebabnya, khawarij disebut sebagai Haruriah. Dengan Arahan Abdullah
Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di Harura, kelompok Khawarij ini
melanjutkan perlawanan terhadap Muawiyah dan juga kepada Ali. Mereka
mengangkat seorang pemimpin bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.
Kadang-kadang mereka disebut dengan Syurah dan Al Mariqoh.
Gerakan khawarij berpusat di dua tempat. Yaitu di Bathaih yang
menguasai dan mengontrol kaum khawarij yang berada di Persia dan
sekeliling Irak. Tokoh- tokohnya ialah Nafi’ Bin Azraq, Qathar bin Faja’ah.
Lainnya bermarkas di Arab daratan yang menguasai kaum khawarij yang
berada di Yaman, Hadlaramaut, dan Thaif. Tokoh-tokohnya ialah Abu Thaluf,
Najdar bin Amri, dan Abu Fudaika.
2. Doktrin-doktrin pokok Khawarij
Diantara doktrin-doktrin pokok Khawarij adalah berikut ini.
a. Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh kaum Muslimin;
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Siapapun berhak
menjadi khalifah apabila memenuhi syarat;
c. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap
adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan
dibunuh kalau melakukan kezaliman;
d. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah.
Tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a
dianggap telah menyeleweng;
e. Khalifah Ali adalah sah, tetapi setelah adanya Arbitrase, ia dianggap
telah menyeleweng;

6
f. Muawaiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al-As’ary juga telah
dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir;
g. Pasukan perang jamal yang telah melawan Ali juga Kafir;
h. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga
harus dibunuh. Yang lebih parah, mereka menganggap bahwa
seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh
muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung
beban harus dilenyapkan pula;
i. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan
mereka. Bila tidak mau bergabung maka ia wajib diperangi karena
hidup dalam dar el-harb (Negara musuh), sedang golongan mereka
sendiri dianggap berada dalam dar al-islam (Negara Islam);
j. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng;
k. Adanya wa’ad dan wa’id (Orang yang baik harus masuk surga,
sedangkan yang jahat harus masuk kedalam neraka);
l. Amar ma’ruf nahi munkar;
m. Memalingkan ayat-ayat al-Quran yang tampak Mutasabihat (samar);
n. Quran adalah makhluk;
o. Manusia bebas memutuskan perbuatannya, bukan dari Tuhan;
3. Perkembangan Khawarij
Kaum khawarij yang pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab
badawi yang hidup di padang pasir tandus membuat mereka bersifat sederhana
dalam tetacara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati, berani, bersifat
merdeka, dan tidak bergantung pada orang lain. Perubahan agama tidak
membawa perubahan pada sifat-sifat ke-badawiyan mereka. Akibat dari sifat-
sifat seperti inilah mereka bersikap keras walaupun dengan sesama muslim.
Selain itu, merekapun terpecah belah dalam beberapa golongan/sekte.
Menurut Asy-Syahrastani, mereka terpecah menjadi delapan belas
subsekte, namun sekte yang paling pentingnya adalah Al-Muhakimah, Al-
Azariqoh, An- Najdiyah, Al-Baihasiyah, Al-A’jaridah, ats-Ts’alibah, dan as-
Shufriyah. Menurut al-Bagdady, seperti yang dikutip harun nasution ada dua
puluh sub sekte Khawarij.

7
Sekte-sekte Khawarij tersebut membicarakan persoalan hukum bagi
orang yang berbuat dosa besar, apa dia masih dianggap mukmin atau dia telah
menjadi kafir. Doktrin inilah yang terlihat mendominasi mereka, sedangkan
doktrin-doktrin lainnya hanya sebagai penunjang saja. Pemikiran subsekte ini
bersikap praktis daripada teoritis sehingga kriteria mukmin dan kafirnya
menjadi tidak jelas. Hal ini membuat kondisi tertentu seseorang yang bias
menjadi kafir dan dalam waktu bersamaan menjadi seorang mukmin.
Tindakan-tindakan Khawarij ini membuat risau Umat Islam saat itu,
sebab dengan cap kafir yang diberikan salah satu subsekte Khawarij tertentu,
jiwa seseorang harus melayang, meskipun oleh subsekte lain masih dianggap
mukmin. Bahkan, dikatakan bahwa jiwa seorang Yahudi dan Majusi itu lebih
berharga daripada dengan jiwa seorang mukmin. Namun begitu, ada subsekte
Khawarij yang agak lunak, yaitu Najdiyah dan Ibadiyah. Keduanya
membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya
melaksanakan dosa dan tidak berterima kasih kepada Allah. Orang semacam
ini tidak perlu dikucilkan dari masyarakat. Perkembangan selanjutnya, semua
aliran yang bersifat radikal dikategorikan sebagai golongan Khawarij.
Nama Murjiah beraal dari kata irja atau arja’a yang bermakna
penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Memberi harapan dalam artian
member harapan kepada para pelaku dosa besar untuk memperoleh
pengampunan Allah Swt. Selain itu, irja’a juga bisa memiliki arti meletakkan
di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan
iman. Oleh karena itu, Murjiah berarti orang yang menunda penjelasan
kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta
pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.
Ada beberapa teori yang mengemukakan asal-usul adanya aliran
Murjiah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan Irja’a atau arja
dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan
kesatuan umat Islam ketika terjadinya pertikaian politik dan juga bertujuan
untuk menghindari sektarianisme. Diperkirakan Murjiah ini muncul
bersamaan dengan munculnya Khawarij.
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis

8
doktrin Murjiah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang
diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-
Hanafiyah, sekitar tahun 695.
Menurut Watt, 20 tahun setelah kematian Muawiyah, dunia Islam
dikoyak oleh pertikayan sipil. Al-Mukhtar membawa paham Syiah ke Kufah
dari tahun 685- 687; Ibn Zubair mengklaim kekhalifahan di mekah hingga
yang berada di bawah kekuasaan Islam. Sebagai respon dari keadaan ini,
muncul gagasan irja atau penangguhan (postponenment). Gagasan ini pertama
kali digunakan tahun 695 olleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin
Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya. Dalam surat ini Al
Hasan menunjukan sikap politiknya dengan mengatakan, “ Kita mengakui
Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang
terjadi pada konflik sipil yang pertama yang melibatkan Utsman, Ali, dan
Zubair. ” Dengan sikap politik ini, Al-Hasan mencoba untuk menanggulangi
perpecahan umat Islam. Ia pun mengelak berdampingan dengan kelompok
Syiah yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta
menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengaki kekhalifahan
Muawiyah dengan alasan bahwa dia adalah keturunan si pendosa Utsman.
Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan Ali dan
Muawiyah, dilakukan Tahkim atas usulan Amr bin Ash, pengikut Muawiyah.
Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan yang kontra.
Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali, yaitu kelompok Khawarij, yang
memandang bahwa keputusan takhim bertentangan dengan al-Quran. Oleh
karena itu, pelakunya melakukan dosa besar dan pelakunya dapat dihukumi
kafir. Pendapat ini ditolak oleh sebagian sahabat yang kemudian disebut
Murjiah, yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetaplah mukmin, tidak
kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan
mengampuninya atau tidak.
4. Doktrin-doktrin Murjiah
Menurut W. M. Watt, doktrin-doktin Murjiah secara umum sebagai
berikut:
a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah yang

9
memutuskannya di hari kiamat kelak.
b. Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat
al- Khalifah ar-Rasyidun.
c. Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk
mendapat ampunan dan rahmat dari Allah Swt.
d. Doktrin-doktrin Murjiah menyerupai pengajaran (mazdhab) para skeptik
dan empiris dari kalangan Helenis.
Sementara Abu A’la al Maududi menyebutkan dua ajaran paling pokok
Murjiah, yaitu :
a. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal
dan perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman.
Seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan
yang diwajibkan dan melakukan dosa besar.
b. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati,
setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat atas seseorang. Untuk
mendapat ampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan diri dari
syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
5. Perkembangan Murjiah
Dalam perkembagannya, golongan Murjiah terpecah dalam beberapa
sekte. Perpecahan ini dipicu akibat terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat
dalam golongan Murjiah itu sendiri. Menurut Asy-Syahrastani, kelompok
Murjiah terbagi dalam empat kelompok besar. Yakni Murjiah al-Khawarij,
Murjiah al-Qadariyah, Murjiah Jabbariyah, dan Murjiah Murni.
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa
dan mengharuskan melakukan sesuatu. Asy-Syahrastani mengartikan Jabariah
sebagai menolak adanya perbuatan dan menyadarkan semua perbuatan kepada
Allah Swt. Berdasarkan hal ini, Asy-Syahrastani membagi Jabariah dalam dua
bentuk, yaitu :
a. Jabariah Murni, yang menolak adanya perbuatan berasal dari manusia
dan memandang manusia tidak memiliki kemampuan untuk berbuat.
b. Jabariah Pertengahan (Moderat), yang mengakui adanya perbuatan
manusia namun perbuatan manusia tidak membatasi. Namun, orang yang

10
mengakui adanya perbuatan makhluk yang mereka namakan “kasb”
bukan termasuk Jabariyah.
Paham al-Jabr pertama kali diperkenalkan oleh Ja’ad bin Dirham
kemudian disebarluaskan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam
perkembangannya paham ini juga dikembangkan oleh tokoh lainnya,
diantaranya al-Husain bin Muhammad an-Najjar dan Ja’ad bin Dirrar.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa kemunculan paham Jabariyah
terpengaruh dari paham ajaran Yahudi dan Nasrani. Yaitu Yahudi sekte Qurro
dan agama Nasrani yang bersekte Ya’cubiyah.
Mengenai paham Jabariyah ini, para ahli sejarah teologi Islam ada yang
berpendapat bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikelilingi gurun sahara
telah mempengaruhi cara hidup mereka. Kebergantungan mereka terhadap
gurun sahara yang panas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap
alam.
Selain itu, menurut Abdul Rozak, pemikiran-pemikiran Jabariah telah
ada sejak awal periode Islam. Hal itu terlihat dari beberapa peristiwa yang
terjadi baik pada masa Nabi maupun sesudahnya, seperti pada masa Umar bin
Khatab, yaitu ketika terjadinya pencurian dimana pencuri berargumen bahwa
ia telah ditakdirkan untuk mencuri, yang akhirnya pencuri tersebut mendapat
hukuman potong tangan dan dera karena telah menggunakan dalil Tuhan.
6. Doktrin-doktrin Jabariyah.
Doktrin-doktrin Jabariyah secara umum dapat dipaparkan sebagai
berikut, yaitu :
a. Fatalisme, yakni kepasrahan total yang menganggap manusia tidak dapat
melakukan apa-apa, tidak memiliki daya, dan dipaksa berbuat oleh Allah
Swt.
b. Surga dan Neraka tidak kekal, tidak ada yang kekal selain Allah Swt.
c. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini,
pendapat ini sama dengan konsep iman yang di ajarkan Murji’ah.
d. Kalam Tuhan adalah Makhluk.
e. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.
7. Perkembangan Jabariyah

11
Dalam perkembangannya Jabariyah terbagi antara Jabariyah Murni dan
Jabariyah Moderat. Jabariyah Murni terbagi dalam beberapa golongan, yaitu
al- Jahmiyah, an-Najjariyah, dan ad-Dhirariyah.

Teologi atau ilmu kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada
zaman Nabi Muhammad maupun pada zaman sahabatnya. Akan tetapi baru dikenal
pada masa berikutnya, setelah ilmu-ilmu keislaman satu persatu muncul dan setelah
orang banyak membicarakan masalah-masalah alam gaib atau metefisika.
Sahabat-sahabat Nabi waktu itu berkumpul dihadapan Nabi untuk mendengarkan
wahyu ilahi yang turun sewaktu-waktu. Ada diantara mereka yang menulis wahyu dan
ada yang hanya menghapal di luar kepala.1[6] apabila terdapat suatu kesulitan atau
sesuatu yang tidak dapat dipahami, maka mereka dapat menanyakannya secara langsung
kepada Rasul.2[7] Apabila mereka mendengarkan atau mambaca ayat yang
menerangkan tentang sifat Tuhan, maka mereka lantas yakin seyakin-yakinnya. Dengan
demikian, tiadalah sesuatu yang diragukan atau dipersilisihkan. Nabi dapat
menyelesaikan persoalan dengan sebaik-baiknya dan juga mudah dimengerti oleh
sahabat.
Seperti, firman Allah swt. Sebagai berikut:
    
    

“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan dia
yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al- Baqarah: 163)

Para sahabat Nabi karena mereka orang Arab, sedang al- Qur’an diturunkan dalam
Bahasa Arab pula, mereka dapat menangkap isi dan arti yang hakiki dari ayat-ayat al-
Qur’an itu, sehingga mereka yakin bahwa Allah itu Esa, sifatnya pengasih dan

12
penyayang, mereka tidak tanya-tanya lagi. Demikian cara Nabi menyampaikan ajaran
ketauhidan-Nya kepada para sahabat.3[8]
Persoalan politik sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian awal yang kelak
meningkat menjadi persoalan teologi belum terjadi pada masa ini. Meskipun pada masa
ini islam telah bersinggungan dengan politik. Hal ini dapat kita lihat dalam sejarah
penyebaran islam di Hijaz, baik pada periode Mekah maupun pada periode Madinah.
Ketika di Mekah Nabi Muhammad saw. Hanya mempunyai fungsi sebagai kepala
agama dan tidak mempunyai fungsi kepala pemerintahan, karena kekuasaan politik
yang ada di sana belum dapat dijatuhkan pada waktu itu. Kekuasaan politik di kota ini
terletak dalam tangan pedagang tinggi. Sebaliknya di Madinah, Nabi Muhammad saw.
Menjadi kepala agama sekaligus kepala pemerintahan. Beliaulah yang mendirikan
kekuasaan politik yang dipatuhi di kota ini. Sebelum itu tidak ada kekuasaan politik di
kota ini.

C. Perbedaan Aliran Theologi Dalam Islam


1. Aliran Khawarij
Aliran Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn Aliran pertama yang
muncul dalam teologi Islam. Menurut ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa
yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah di
sepakati para jema’ah, baik ia keluar pada masa sahabat khulafaur rasyidin, atau pada
masa tabi’in secara baik-baik. Menurut bahasa nama khawarij ini berasal dari kata
“kharaja” yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari
barisan Ali.Kelompok ini juga kadang kadang menyebut dirinya Syurah yang berarti
“golongan yang mengorbankan dirinya untuk allahdi samping itu nama lain dari
khawarij ini adalah Haruriyah, istilah ini berasal dari kata harura, nama suatu tempat
dekat kufah, yang merupakan tempat mereka menumpahakn rasa penyesalannya kapada
Ali bin abi Thalib yang mau berdamai dengan Mu’awiyah. kelompok yang
memisahkan diri (seceders) dari barisan Ali ibn Abi Thalib, menuding bahwa Ali ibn
Abi Thalib dan Mu’awiyah beserta pengikut-pengikutnya, adalah kafir, sebab telah

13
berbuat salah dan dosa besar. Alasannya, karena mereka tidak memutuskan perkara
(persekutuan, peperangan) dengan hukum Allah.

Tokoh-tokoh Khawarij
Diantara tokoh-tokoh khawarij yang terpenting adalah :
Abdullah bin Wahab al-Rasyidi, pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di
Harura (pimpinan Khawarij pertama), Urwah bin Hudair, Mustarid bin sa’ad, Hausarah
al-Asadi, Quraib bin Maruah, Nafi’ bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah), Abdullah bin
Basyir, Zubair bin Ali, Qathari bin Fujaah, Abd al-Rabih, Abd al Karim bin ajrad, Zaid
bin Asfar,Abdullah bin ibad.
Secara umum ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah:
 Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di bunuh.
 Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah,
dan zubair, dengan Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku tahkim—termasuk yang
menerima dan mambenarkannya – di hukum kafir;
 Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat.
 Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim
berhak menjadi Khalifah apabila suda memenuhi syarat-syarat.
 Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syari’at islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila zhalim.
 Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa
kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
 Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim (Arbitrase).

2. Aliran Murji’ah
Sebuah aliran “moderat” yang berusaha memandang bahwa orang yang melakukan dosa
besar tetap mukmin, karena penentuan dosa besar atau tidak, hanyalah hak prerogatif
Tuhan. Dengan demikian, soal telah kafir atau tetap mukmin adalah urusan Tuhan,
bukan urusan manusia. Sesuai dengan akar katanya ‘raja-yarju’, artinya menunda atau

14
menangguhkan. Yaitu menangguhkan keputusan tersebut sampai hari akhir, dan Tuhan
sebagai hakim di kemudian hari kelak yang akan menentukan perkara tersebut .
Ajaran-ajaran pokok murji’ah dapat disimpulan sebagai berikut: .
 Iman Hanya membenarkan (pengakuan) di dalam Hati
 Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir. Muslim
tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadt.
 Hukum terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat
Tokoh murji’ah Moderat antara lain adalah hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi
Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusufdan beberapa ahli hadits yang berpendapat,
bagaimanapun besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan dari tuhan
masih ada. Sedangkan yang ekstrem antara lain ialah kelompok Jahmiyah, pengikut
Jaham bin Shafwan. Kelompok ini berpendapat, sekalipun seseorang menyatakan
dirinya musyrik, orang itu tidak dihukum kafir.
3. Aliran Mu’tazilah.
Sebuah aliran ‘rasionalis’ yang berpandangan bahwa orang yang berbuat dosa besar
ditempatkan pada posisi “netral” yaitu posisi antara kafir dan mukmin atau tidak kafir
tapi juga tidak mukmin. Dalam ajaran Mu’tazilah posisi netral itu disebut al-manzilah
bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi). Seseorang tidak boleh menganggap
bahwa keburukan dan ketidakadilan, tidak beriman atau dosa itu berasal dari Tuhan,
sebab sekiranya Dia (Tuhan) menciptakan ketidakadilan, maka Dia menjadi tidak
adil.Mu’tazilah juga punya paham al-wa’d wa al-wa’id (janji dan ancaman), bahwa
Tuhan pasti akan memenuhi janji dan ancamannya di hari akhir. Selain itu, ada paham
al-Adl (keadilan), al-Tauhid (ke-Maha Esaan Tuhan), dan al-‘Amr bi al-Ma’ruf wa
Nahy ‘an Munkar (perintah melakukan kebajikan dan larangan menjauhi kejelekan).
Tokoh-tokoh Mu’tazilah
Diantara para tokoh-tokoh yang berpengaruh pada Mu’tazilah yaitu:
 Washil bin Atha’
 Abu Huzail al-Allaf
 Al Nazzam
 Al-Jubba’i
 Ahlussunah Wal- Jamaah

15
4. Aliran Asy’ariah
Penentang aliran Mu’tazilah. Aliran ini berpaham bahwa perbuatan manusia merupakan
ciptaan Tuhan, paham ini disebut al-kasb. Dalam mewujudkan perbuatan yang
diciptakan itu, daya yang ada dalam diri manusia tidak punya pengaruh atau efek.
Asy’ariyah juga menolak paham Mu’atazilah tentang al-wa’d wa al-wa’id (janji dan
ancaman), keadilan Tuhan (al-‘Adl). Lebih-lebih terhadap paham Mu’tazilah tentang
‘posisi netral’ (al-manzilah bain al-manzilatain).
Lahirlah dua aliran “raksasa” yang termashur sampai saat ini menjadi pisau analisis,
yaitu Qadariah dan Jabariah. Dua aliran yang masing-masing pandangannya selalu
bertolak belakang secara diametral. Qadariyah memandang bahwa manusia pada
hakikatnya adalah makhluq yang punya kemerdekaan dalam kehendak (free will) dan
perbuatannya (free act). Sebaliknya, Jabariah berpendapat bahwa manusia tidak
mempunyai kehendak, dan segala tingkah lakunya merupakan paksaan dari Tuhan,
sehingga pahamnya dikenal predestination atau fatalism.
5. Aliran Syi’ah.
Aliran ini adalah pengikut setia Ali ibn Abi Thalib. Paham-paham doktrinnya banyak
berbicara mengenai masalah politik. Soal Khilafah dan Imamah misalnya, bahwa
seorang pemimpin itu harus terbebas atau terjaga dari perbuatan dosa (ma’shum), dan
harus memiliki garis keturunan Ali.Secara garis besarnya, aliran Syi’ah dapat dipetakan
menjadi lima golongan, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, Ghulat, dan Ismailiyah.
Dari kelima golongan tersebut, sebagian berpaham Mu’tazilah, sebagian lagi berpaham
ortodoks, yang sebagian yang lain berpaham antropomorfisme (tasybiyah).
Pokok-Pokok Pikiran Syi’ah
Kaum Syi’ah memiliki lima prinsip utama yang wajib di percayai oleh penganutnya.
Kelima prinsip itu adalah :
 al Tauhid
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa, tunggal, tempat
bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang
pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.
 al ‘adl

16
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan
perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan buruk karena ia
melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang berbuat zalim.
 al Nubuwwah
Kepercayaan Syi’ah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan umat
muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutussejumlah nabi dan rasul ke muka
bumi untnk membimbing umat manusia.
 al imamah
Menurut Syi’ah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia
sekaligus, ia pengganti rasul dalam memelihara Syari’at, melaksanakan Hudud, dan
mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.
 al ma’ad
Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syi’ah sangat percaya sepenuhnya
akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.

6. Aliran Qadariyah
Qadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki
kekuatan atau kemampuan.Sedangkan sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam, qadariyah
adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap
kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam
paham qadariyah manusia di pandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk kepada qadar dan qada . Aliran ini merupakan aliran yang suka mendahulukan
akal dan pikiran dari pada prinsip ajaran Al-Qur’an dan hadits sendiri

Pokok-pokok ajaran Qadariyah


Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam halaman 297/298, pokok-
pokok ajaran qadariyah adalah :
 Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik
dan orang fasikk itu masuk neraka secara kekal.

17
 Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia
lah yang menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima
pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk
(siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosakarena itu
pula, maka Allah berhak disebut adil.

7. Aliran Salafiyah
Secara bahasa salafiyah berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu, yang dimaksud
terdahulu disini adalah orang-orang terdahulu yang semasa Rasul SAW, para sahabat,
para tabi’in, dan tabitt tabi’in. sedangakan salafiyah berarti orang-orang yang mengikuti
salaf .Tokoh terkenal ulama salaf adalah Ahmad bin Hambal. Nama lengkapnya,
Ahmad, bin Muhammad bin Hambal, beliau juga di kenal sebgai pendiri dan tokoh
mazhab Hambali.
Pada abad ke 20 M gerakan ini muncul dengan dimensi baru. Tokoh-tokohnya adalah
Jamaluddin al Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Salafiyah baru al afgani
ini terdiri dari 3 komponen pokok yakni :
 Keyakinan bahwa kemajuan dan kejayaan umat Islam hanya mungkin di
wujudkan jika mereka kembali kepada ajaran Islam yang masih murni dan
kembali pada ajaran Islam yang masih murni, dan meneladani pokok hidup
sahabat Nabi. Komponen pertama ini merupakan satu unsur yang di miliki oleh
salfiyah sebelumnya.
 perlwanan terhadap kolonialisme dan mominasi barat, baik politik, ekonomi,
maupun kebudayaan.
 pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan.
Kesimpulan ini juga menjadi jawaban atas rumusan masalah yang ada pada makalah ini.
Kesimpulan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Teologi pada zaman Nabi Muhammad saw. Belum dikenal. Hal ini dikarenakan
belum ada sahabat-sahabat atau umat Islam pada masa itu yang membicarakan soal
teologi. Kalau ada hal yang tidak dapat dipahami para sahabat pada waktu itu, bisa
langsung ditanyakan kepada Nabi. Jadi, kehidupan pada masa itu menjadi sangat mudah
karena ada Nabi sebagai penerang dan penjelas.
Pada masa pemerintahan khulafāurrasyidīn terutama masa kepemimpinan khalifah
Abu Bakar dan Umar, persoalan politik yang kelak menjadi persolan teologi belum
terjadi. Situasi politik pada masa ini relatif stabil. Baru pada masa kepemimpinan
Usman situasi politik mulai bergolak tetapi belum menyentuh ranah teologi. Masa
kepemimpinan Ali persoalan politik sudah rapuh dan rentang, sehingga terjadi perang
antara Ali dan Mu’awiyah yang akibatnya Ali kalah dan sebagian tentaranya keluar
menentangnya yang kelak disebut Khawarij.

19
DAFTAR PUSTAKA

Al Syahrastani, Muhammad Ibn Abd Karim, al Milal wa al Nihāl : Aliran-aliran


Teologi Dalam Islam, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004.
Abdul Rozak, Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2001.
A. Hanafi M. A., Pengantar Teologi Islam, Jakarta: P. T. JAYAMURNI,
1974.
Nasution, Harun, TEOLOGI ISLAM: ALIRAN-ALIRAN, SEJARAH, ANALISA
PERBANDINGAN, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986.
Siswanto, Deding, ILMU KALAM, Bandung: CV. ARMICO, 1990.
Thahir Abd. Muin, Taib, ILMU KALAM, Jakarta: WIDJAYA, 1973.

20

Anda mungkin juga menyukai