Anda di halaman 1dari 11

ASPEK TEOLOGI ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam


Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Hamdani Anwar M.A.

Disusun Oleh:
Alima Syifa Rahmadiani (11190340000032)
Intan Nabila Fajriati (11190340000033)
Nurmayyadah (11190340000037)

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat Iman
dan Islam serta melimpahkan rahmat kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Aspek Teologi Islam yang Insya Allah bermanfaat bagi mahasiswa maupun
khalayak umum.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan proses analisis dan diskusi yang
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak serta beberapa sumber terpercaya
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat, tata bahasanya serta isi dari makalah. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini sehingga mendekati kesempurnaan.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Aspek Teologi Islam ini
Insya Allah bermanfaat terhadap pembaca.

Jakarta, 12 November 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................5
2.1 Pengertian mutazilah, syiah, asy’ariyah.............................................................5
2.2 Sebab-sebab muncul mutazilah, syiah, asy’ariyah.............................................6
2.3 Ajaran-ajaran dasar mutazilah, syiah, asy’ariyah.............................................. 7
2.4 Masa kemajuan dan kemunduran mutazilah, syiah, asy’ariyah..........................8

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................14


3.1 Kesimpulan........................................................................................................11
3.2 Saran..................................................................................................................11

Daftar pustaka..........................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Islam adalah agama yang diturunkan Allah dan diperuntukkan kepada seluruh umat
manusia. Kehadiran agama Islam ini adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta
(rahmatan lill ‘aalamiin). Pembelajaran dan pembahsan mengenai Islam, bukan berbicara
tentang definisi saja. Melainkan dibahas pula aspek-aspek dalam Islam yang merupakan salah
satu ruang lingkup Islam itu sendiri.
Aspek-aspek dalam Islam diantaranya adalah aspek Teologi, aspek ibadat, aspek
moral, aspek falsafah, aspek sejarah, aspek kebudayaan, dan lain sebagainya. Di dalam
aspek-aspek tersebut tentunya memiliki landasan dari segala aspek lainnya, yakni Aspek
Teologi.
Aspek Teologi sederhananya berarti aspek Ketuhanan, yaitu yang membahas tentang
Tuhan, keberadaan, dan sifat-sifatnya. Aspek Teologi ini berisi pandangan atau persepktif
beberapa kelompok/aliran dalam Islam yang berkenaan tentang Tuhan. Sebagai contoh
Tradisionalisme dan Liberalisme.
Tradisionalisme disini diartikan sebagai pemikiran suatu aliran yang lebih memilih
dan menggunakan wahyu/dalil ketimbang kekuatan akal, sedangkan Liberalisme adaah pola
pikir suatu aliran yang lebih banyak menggunakan akal dibanding wahyu. Kedua pemikiran
ini dibahas lebih mendalam dalam kajian Ilmu Kalam, dan aliran-aliran yang masuk di dalam
pembahasan ini disebut dengan aliran kalam.
Aspek Teologi memiliki peran yang sangat penting. Karena dari sinilah inti dari
ajaran agama Isllam tersebut. Seperti yang kita ketahui, Islam mengajarkan tentang
keimanan/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Maka, aspek ini sangat menarik
untuk dipelajari.
Pada dasarnya, Tuhan adalah sang Pencipta alam semesta. Maka dari itu, perlu
membahas tentang arti penciptaan, materi yang diciptakan, hakikat roh, kejadian alam,
hakikat akall, hakikat wujud, arti qidam (tidak bermula) dan lainnya.
Islam memiiki cakupan yang sangat luas dan ajaran Islam besifat dinamis (keciali
dalam ibadah). Seringkali timbul kesalahpahaman yang mengatakan bahwa ajaran agama
Islam hanya sebatas iman dan shalat saja. Padahal, jika dapahami dari segala aspeknya, Islam
memberikan pemahaman yang sangat komplek dan detail dalam setiap pembahasannya.
Aspek Teologi sangat erat kaitannya dengan aspek lainnya. Salah satunya aspek
ibadat. Ibadat merupakan ‘timbal balik’ dari manusia kepada Tuhannya. Sebenarnya, aspek
ini adalah langkah atau perbuatan manusia yang dilakukan untuk lebih dekat kepada
Tuhannya dengan melakukan ritual yang sesuai ajaran Tuhan melalui rasul dan kitab suci-
Nya.
Ibadat dalam Islam pada dasarnya ada empat, yaitu, shalat, puasa, zakat, haji.
Keempat ibadat tersebut memliki tujuan yang sama, yaitu agar dekat kepada Tuhan dan
mencapai ridha-Nya. Keempat ritual ibadah tersebut memiliki poin penting yaitu “penyucian
roh”. Iman seseorang dapat dilihat dari seberapa tekun ia beribadah dan taat kepada
Tuhannya.

1.2  Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan mutazilah, syiah, asy’ariyah?
2. Apa sebab-sebab munculnya aliran mutazilah, syiah, asy’ariyah?
3. Apa ajaran-ajaran dasar aliran mutazilah, syiah, asy’ariyah?
4. Bagaimana kemajuan dan kemunduran aliran mutazilah, syiah, asy’ariyah,?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan mutazilah, syiah, asy’ariyah.
2. Untuk mengetahui sebab-sebab munculnya mutazilah, syiah, asy’ariyah.
3. Untuk mengetahui apa ajaran-ajaran dasar aliran mutazilah, syiah, asy’ariyah.
4. Untuk mengetahui bagaimana kemajuan dan kemunduran aliran mutazilah, syiah,
asy’ariyah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mu’tazilah1
Secara etimologi, mu’tazilah berasal dari kata I’tizal yang berarti menunjukkan
kesendirian, kelemahan, keputusasaan, atau mengasingkan diri. Dalam Al-Qur’an, kata-kata
ini diulang sebanyak sepuluh kali yang semuanya mempunyai arti sama yaitu al ibti’ad ‘abi
al-sya’i: menjauhi sesuatu, seperti dalam suatu redaksi ayat.
Adapun secara terminologi sebagai ulama mendefinisikan mu’tazilah sebagai satu
kelompok dari Qodariyah yang berselisih pendapat dengan umat Islam yang lain dalam
permasalahan hukum pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Washil bin Atha’ dan Amr bin
Ubaid pada zaman Hasan Al-Bashri (w.110 H).
B. Sebab-sebab Muncul
Aliran Mu’tazilah ini muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke-2 Hijriah, antara
taun 105-110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan dan
khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah-mantan
murid Hasan-yang bernama Washil bin Atha. Awalnya nama mu’tazilah sendiri diberikan
oleh orang luar mu’tazilah, yakni atas dasar ucapan Hasan Al-Bashri setelah melihat Washil
bin Atha’ memisahkan diri dari halaqoh yang diselenggarakan olehnya. Hasan Al-Bashri
diriwayatkan memberi komentar sebagai berikut “Itazala anna” (dia mengasingkan diri dari
kami). Akhirnya orang-orang yang mengasingkan diri itu disebut Mu’tazilah, yang dapat
diartikan sebagai orang yang mengasingkan diri dari majelis kuliah Hasan Al-Bashri.
Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan antar aliran khawarij dan aliran
murji’ah mengenai orang mukmin yang berdosa besar. Menghadapi dua pendapat ini, Washil
bin Atha yang ketika itu menjadi murid Hasan Al-Bashri, seorang ulama terkenal di Basra,
mendahului gurunya dalam mengelurakan pendapat. Wasil mengatakan bahwa orang mukmin
yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya, orang itu bukan
mukmin dan bukan kafir. Aliran mu’tazilah merupakan golongan yang membawa persoalan-
persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis. Dalam pembahasannya mereka
banyak memakai akal sehingga mendapat nama kaum rasionalis islam.
C. Ajaran-Ajaran Dasar2
Selanjutnya, kaum Mu’tazilah merumuskan ajaran pokoknya yang dibentuk dengan
nama al-Ushul al-Khamsah, atau lima ajaran dasar, yaitu al-tauhid, al-‘adl, al-wa’d wa al-
wa’id, al-manziah bain al-manzilatain, dan amar ma’aruf nahi munkar. Kelima ajaran ini
secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Al-Tauhid

1
Chuzaimah Batubara, Handbook Metodologi Studi Islam, h.145-146
2
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, h.272-275
Secara harfiah, al-tauhid berarti mengesakan Tuhan, atau meyakini sungguh-sungguh
bahwa Tuhan hanya satu Tuhan saja. Tuhan dalam paham mereka akan benar-benar Maha
Esa hanya kalau Tuhan merupakan suatu zat yang unik, tidak ada yang serupa dengan Dia.
b. Al-‘Adl
Secara harfiah, al-‘adl artinya menempatkan sesuatau pada tempatnya (wadl’u syai fi
mahallihi). Bagi Mu’tazilah, paham al-‘adl ini memilihi hubungan dengan al-tauhid. Yakni
jika dengan al-tauhid kaum Mu’taziah ingin menyucikan diri Tuhan dari persamaan dengan
makhluk, maka dengan al-‘adl mereka ingin menyucikan perbuatan Tuhan dari persamaan
berbuat adil; Tuhan tidak bisa berbuat zalim.
c. Al-Wa’d wa al-Wa’id
Secara harfiah, al-wa’ad dan al-wa’id adalah janji kebaikan (surga) bagi orang yang
berbuat baik, dan ancaman keburukan (neraka) bagi orang yang berbuat buruk. Paham ini
merupakan lanjutan dari paham al-‘adl sebagaimana telah disebutkan sebelunya. Tuhan tidak
dapat disebut adil, jika ia tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan jika
tidak menghukum orang yang berbuat buruk. Keadilan menghendaki agar orang yang
bersalah diberi hukuman, dan orang yang berbuat baik diberi upah, sebagaimana dijanjikan
Tuhan.
d. Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Secara harfiah, al-manzilah bain al-manzilatain adalah posisi menengah bagi orang
yang berbuat dosa besar, serta erat hubungannya dengan paham keadilan Tuhan sebagaimana
telah dikemukkan sebelumnya. Menurut kaum Mu’tazilah, bahwa para pembuat dosa besar
bukanlah kafir, tetapi bukan pula mukmin, karena imannya tidak sempurna.
e. Amar ma’ruf nahi munkar
Secara harfiah, amar ma’ruf nahi munkar adalah perintah mengerjakan yang baik dan
menjauhi perbuatan yang buruk. Paham ini dianggap sebagai kewajiban bukan hanya oleh
kaum Mu’tazilah saja, melainkan juga oleh golongan umat Islam lainnya. Perbedannya yang
terdapat antara golongan itu adalah tentang pelaksanaanya. Apakah perintah dan larangan itu
cukup dijalankan dengan penjelasan dan seruan saja, ataukah perlu diwujudkan dengan
paksaan dan kekerasan. Kaum Mu’tazilah berpendapat kalau dapat cukup dengan seruan,
tetapi kalau perlu dengan kekerasan. Sejarah membuktikan, bahwa mereka pernah memakai
kekerasan dalam menyiarkan ajaran mereka.
Jadi kelima ajaran kaum Mu’tazilah tersebut dianalisis secara seksama, maka terdapat
beberapa catatan sebagai berikut.
1. Ajaran tersebut terkait dengan upaya memurnikah tauhid yang semurni-murninya.
2. Kaum Mu’tazilah pada dasarnya memiliki paham tentang sifat, namun sifat bagi mereka
sama dengan zat, atau sifat yang tidak terpisah pada zat. Sebab sifat yang terpisah dengan zat
dapat menimbulkan paham syirk yang bertentangan dengan paham al-tauhid.
3. Dalam membangun pahamnya, kaum Mu’tazilah juga membawa ayat-ayat Al-Qur’an yang
dipahami secara rasional.
4. Dalam hubungan manusia dengan Tuhan, kaum mu’tazilah menganut paham qadariyah,
yakni paham bahwa perbuatan manusia ditentukan oleh kehendak dan pilihan manusia
sendiri, dan bukan oleh Tuhan. Hal-hal yang bersifat baik yang mendapatkan balasan surga,
dan hal-hal yang bersifat buruk yang mendapatkan balasan neraka, dilakukan oleh manusia
sendiri, dan bukan atas paksaan (jibr) Tuhan.
5. Demi mempertahankan pahamnya yang demikian terdapat pernyataan yang bersifat
mewajibkan atau memaksa Tuhan, serta menyatakan bahwa Tuhan tidak berdaya dalam
melakukan yang buruk, adalah paham yang tampaknya tidak sejalan dengan konsep
kebebasan Tuhan.
D. Masa Kemajuan dan Kemunduran Aliran Muktazilah
Kejayaan aliran muktazilah terjadi pada zaman khalifah Al-Makmun (813-833 M)
yang melegitimasikan aliran ini sebagai mazhab negara. Akan tetapi, setelah khalifah Al-
Makmun wafat, aliran Muktazilah mulai mengalami kemunduran.
Terlebih dengan digantinya kekhalifahan Al-Makmun oleh Khalifah Al-Mutawakkil
(847-861 M). Pembatalan aliran Muktazilah sebagai mazhab negara dan pembakaran kitab-
kitab mengenai ajaran Muktazilah, telah dilakukan pada zaman kekhalifahan Al-Mutawakkil.
Banyak masyarakat yang merasakan sikap keras kaum Muktazilah karena tidak
sepaham dengan ajaran Muktazilah. Di zaman Al-Makmun, ajaran Muktazilah sebagai
mazhab negara telah digunakan oleh pengikutnya sebagai ajang pemaksaan ajaran
Muktazilah kepada ulama dan masyarakat.
Akibatnya, banyak ulama yang dihukum, ditekan, dan dimasukkan ke penjara hanya
karena berbeda pendapat dengan kaum Muktazilah. Saat itulah kaum Muktazilah menjadi
minoritas, dan karena keminoritasan inilah masyarakat umum memberikan reaksi keras
terhadap sikap dan perlakuan kaum Muktazilah.
Walau demikian, tidak berarti kiprah aliran ini usai begitu saja. Beberapa tokoh aliran
ini masih tetap mempertahankan, dan walhasil, muncul salah satu tokoh Muktazilah, bernama
Al-Khayyat, yang berperan besar dalam mempertahankan eksistensi aliran Muktazilah. Dia
dianggap sumber asli aliran Muktazilah bagi orang yang ingin tahu seperti apa muktazilah itu.
Karya-karyanyalah yang banyak memaparkan tentang aliran muktazilah tersebut.
Pada akhir abad kelima hijriah muncul lagi seorang ulama Muktazilah, Al-Zamakhsyari, yang
berhasil membuat kitab tafsir Al-Kasyaf.
Pada abad ke-20 ini, meskipun aliran muktazilah terbenam, tapi kini kian banyak
cendikiawan muslim maupun nonmuslim dan para orientalis, yang menggali kembali aliran
Muktazilah sebagai landasan untuk mengetahui dan mendalami problematika keislaman.
Sungguh ironis memang, jika kaum muktazilah yang menganut paham kebebasan
memaksakan ajaran-ajarannya kepada manusia se-Islam lainnya.
"Paksaan dan kekerasan yang mereka pakai, memunculkan lawan dan musuh yang
dengan keras menentang aliran Muktazilah. Pada akhirnya, membawa pada jatuhnya kaum
Muktazilah sendiri," inilah yang digunakan Harun Nasution untuk mengungkapkan
kehancuran kelompok Muktazilah dalam karyanya berjudul Islam Rasional: Gagasan dan
Pemikiran.
Faktor Kemajuan Fakor Kemunduran
1. Didukung oleh kaum intelektual yang 1. Khalifah terlalu memaksakan kehendaknya
mengangungkan akal dan cendrung terhadap filsafat

2. Mengutamakan akal dari pada naqal 2. Banyak ulama yang dibunuh karena tidak
sependapat dengan penguasa

3. Didukung oleh penguasa 3. Khalifah Al-Mutawakkil membatalkan


pemakaian mazhab resmi muktazilah dan
digantikan dengan mazhab As’ariyah

4. Mengembangkan ajarannya melalui perdebatan 4. Muktazilah semakin lama semakin tersisih


dari panggung sejarah. Hal ini terjadi karena
bani Saljuk menggulingkan bani Buwaihi

5. Karya tokoh – tokohnya lebih diwarnai oleh filsafat 5. Buku buku muktazilah tidak lagi dipakai  dan
Yunani dipelajari di perguruan tinggi.

*Dalam perjalanan aliran muktazilah muncul


lagi pada abad ke XX dan dipelajari di
perguruan tinggi seperti Universitas Al-Azhar.
Aliran muktazilah juga ada nilai positifnya dan
memberikan sumbangan kepada kemajuan islam
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Mu’tazilah muncul sebagai respon atas sebuah pertanyaan dari seseorang mengenai dosa
besar, Wasil Ibn Ata menjawab bahwa orang yang dosa besar bukanlah mukmin bukan pula
kafir. Jawaban ini merupakan jawaban yang berbeda dari suatu perkumpulan Hasan al-Basri
di Mesjid Basrah. Karena jawaban yang berbeda ini, Wasil meninggalkan barisan tersebut.
Dengan demikian, ia disebut sebagai kaum Mu’tazilah. Karena lebih mengutamakan akal dari
pada wahyu mu’tazilah juga disebut kaum rasionalis Islam. Mu’tazilah sendiri mempunyai
lima ajaran pokok yaitu: Al Tauhid (keesaan Allah), Al ‘Adl (keadlilan tuhan), Al Wa’d wa
al wa’id (janji dan ancaman), Al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi), Amar
ma’ruf nahi mungkar.

2. Saran
Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, kedepannya insyaallah kami akan
lebih fokus dalam menjelaskan suatu makalah yang akan dibebankan kepada kami dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Maka dari
itu kami mohon saran dan kritikan yang membangun dari ibu bapak guru, siswa-siswi, dan
bagi siapa saja yang membaca makalah ini supaya kami dapat menyajikan makalah
berikutnya dengan lebih baik dari yang sekarang.
Daftar Pustaka
Chuzaimah Batubara, Handbook Metodologi Studi Islam (Jakarta: Prenada Media Group,
2018)
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif (Jakarta: Prenada Media Group, 2011)
Muhammad Abu Zahrah, Imam. Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam (Jakarta: Logos
Publishing House, 1996)
Asmuni, Yusran. Ilmu Tauhid (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994)
Hanafi, A.  Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Alhusna Zikra, 1995)
Nasution, Harun. Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1995)

Anda mungkin juga menyukai