MAKALAH
DISUSUN OLEH:
1. MHD. HELKI
2. M. ZAM KURNIAWAN
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. ZUFRIANI, M.HI
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang maha kuasa karena
dengan limpahan rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
singkat ini, Shalawat dan salam kita sampaikan kepada junjungan Nabi Muhamnmad
Saw Nabi yang pembawa pelita kepada umat yang berada dalam kegelapan rahmatan
li’alamin.
makalah yang singkat ini, yang mungkin masih banyak kekurangan serta kesalahan
baik dari segi penulisnya maupun kesalahan lainnya yang terdapat dalam makalah
ini, untuk itu kami sangat membutuhkan sekali kritik beserta saran dari pembaca
demi kesempurnaan makalah yang akan datang, akhir kata penulis ucapkan ribuan
terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I............................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian........................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................................3
BAB III.......................................................................................................................................25
A. Kesimpulan..............................................................................................................25
B. Saran.........................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu kalam membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang
yang ingin menyelami seluk beluk agamanya perlu mempelajari teologi yang
terdapat dalam agama yang di anutnya. Seseorang yang telah memahami teologi
dengan cara mempelajarinya secara mendalam diharapkan bisa mendapatkan
keyakinan dan pedoman yang kokoh dalam beragama. Orang yang demikian tidak
mudah diperdayakan oleh zaman yang selalu berubah. Setiap gerak langkah,
tindakan dan perbuatannya selalu dilandaskan pada keyakinan yang dijadikan
falsafah dalam hidupnya (Tsuroya Kiswati, 2013)
Dalam kaitan ini, para sahabat dan tabi’in biasa berbeda pendapat dalam
mengkaji suatu masalah tertentu. Beberapa indikasi yang menjadi pemicu
perbedaan pendapat diantara mereka adalah terdapat beberapa sahabat yang
mendengar ketentuan hukum yang diputuskan oleh Nabi SAW, sementara yang
lainnya tidak. Sahabat yang tidak mendengar keputusan itu lalu mereka berijtihat.
Dari sini kemudian terjadi perbedaan pendapat dalam memutuskan suatu
ketentuan hukum.
1
keesaan Allah, keimanan kepada rasul, para malaikat, hari akhirat dan berbagai
ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkan.
Sedangkan persoalan yang masih berpeluang untuk diperdebatkan misalnya
tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu, akal dan
keadilan Tuhan. Perbedaan itu, kemudian memunculkan berbagai macam aliran,
yaitu
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
2
BAB II
PEMBAHASAN
Teologi dari segi etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu “theologia”
yang terdiri dari kata “theos” yang berarti tuhan atau dewa, dan “logos” yang
artinya ilmu. Sehingga teologi adalah pengetahuan ketuhanan. Teologi merupakan
disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat
dan ilmu pengetahuan. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa teologi
merupakan penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama
secara rasional. Sedangkan menurut A. Hanafi mendefinisikan bahwa teologi
merupakan suatu ilmu yang membahas fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan
hubungan-hubungan antara tuhan dan manusia (Dr. H. Muhammad Hasbi, 2021)
3
wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, sifat-sifat
yang sama sekali wajib di lenyapkan dari pada-Nya; juga membahas tentang
Rasul-rasul Allah, meyakinkan keyakinan mereka, meyakinkan apa yang ada pada
diri mereka, apa yang boleh di hubungkan kepada diri mereka dan apa yang
terlarang menghubungkanya kepada diri mereka” (Prof. Dr. Sukiman, 2021)
4
aspek-aspek dalam Islam yang merupakan salah satu ruang lingkup Islam itu
sendiri (Prof. Dr. Sukiman, 2021)
(tidak bermula) dan lainnya. Islam memiliki cakupan yang sangat luas dan ajaran
Islam bersifat dinamis (kecuali dalam ibadah). Seringkali timbul kesalahpahaman
yang mengatakan bahwa ajaran agama Islam hanya sebatas iman dan shalat saja.
Padahal, jika dipahami dari segala aspeknya, Islam memberikan pemahaman yang
sangat kompleks dan detail dalam setiap bahasannya (Dr. H. Faisol Nasar Bin
Madi, 2023)
Aspek Teologi sangat erat kaitannya dengan aspek lainnya. Salah satunya
aspek ibadat. Ibadat merupakan proses ‘timbal balik’ dari manusia kepada
5
Tuhannya. Sebenarnya, aspek ini adalah langkah atau perbuatan manusia yang
dilakukan untuk lebih dekat kepada Tuhannya dengan melakukan ritual yang
sesuai ajaran Tuhan melalui rasul dan kitab suci-Nya (Dr. H. Jamaluddin & Dr. Shabri
Shaleh
Anwar, 2019)
Ibadat dalam Islam pada dasarnya ada empat. Yaitu, shalat, puasa, zakat,
haji. Keempat ibadah tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu agar dekat kepada
Tuhan dan mencapai ridha-Nya. Keempat ritual ibadah tersebut memiliki poin
penting yaitu “penyucian roh”. Iman seseorang dapat dilihat dari seberapa tekun ia
beribadah dan taat kepada Tuhannya.
1. Aspek ibadat,
a. Pengettian ibadah
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa
khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal
(ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah
qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid
dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan
hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah
qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang
berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan. (Dr. H. Jamaluddin & Dr. Shabri
Shaleh Anwar, 2019) Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia.
Allah berfirman:
Artinya :
6
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka
dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku.
Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan
lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58](Departemen Agama, 2012)
hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan). Rasa cinta harus disertai dengan
rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap
ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat
hambahamba-Nya yang mukmin:
َن يِع ِش اَخ َاَنل او ناَك َو ۖ اًب َه َر َو اًب َغ َر َاَننوعْ دَي َو ِت اَر ْي خَ لْ ا يِف َن وع ِر اَس ي او ناَك ْم هَّ نِإ
7
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera
dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan
penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada
Kami.” [Al-Anbiya’: 90] Sebagian Salaf berkata [2], “Siapa yang beribadah
kepada Allah dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq [3], siapa yang
beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’[4]. Dan siapa
yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy [5].
Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja’, maka
ia adalah mukmin muwahhid.”(Syafii, 2021)
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah
yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Agar dapat
diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan
benar kecuali dengan adanya dua syarat
1) Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
8
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
نَ و نَز ْح َي ْم ه ََل َو ْم ِه ْي َ لَع ٌف ْو َخ ََل َو ِهِّ ب َر َ دنِع هر جَْ أ هََلف ٌن ِس ْح م َو ه َو ِ َِّّل ِ هَه ْج َو َم
َلْس َ أ ْن َم ٰى ََلب
(Febri, 2022)
ِه ِّب َر ِةَ داَب ِع ِب ْك ِر ْش ي ََل َو اًح ِل اَص ًًل َم َع ْل َم ْع َي ْل َف ِه ِّب َر ءَ َاقِل وج ْر َ ي َن
اَك نَم ََ ف ًادَح َ أ
Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang
kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
utusanNya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan
dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada
Allah, dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru
atau bid’ah. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua
bid’ah itu sesat.
9
Menurut (Suarnay, 2021)Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di
balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut?” Jawabnya adalah sebagai
berikut:
5) Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara
dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya
tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam
kehidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena
perpecahan dan pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan
perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan
kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan
Rasul-Nya.
10
paling sesuai untuk menjaga dan memelihara sekaligus meningkatkan fungsi
dari setiap unsur yang dimiliki oleh semua makhluq-Nya; termasuk
didalamnya adalah manusia. Dalam kerangka tersebut Allah menun-jukkan
jalan untuk meraihnya, misalnya dengan melaksanakan berbagai berntuk
pengabdian kepada Allah.
Maka jika dikaji secara detail setiap bentuk ritual dalam agama Islam
memiliki tujuan dan fungsi tersendiri; ibadah Mahdhoh – merupakan
perwujudan rasa tunduk, taat, patuh dan pengakuan manusia terhadap
kekuasaan Allah yang tat terhingga, perwujudan rasa syukur atas Rahmat,
keselematan dan ketidakmampuan manusia dan upaya memperoleh
ketenangan Jiwa melalui pendekatan keillahian. Sedangkan ibadah Ghoiru
Mahdhoh merupakan perwujudan keterikatan batin sebagai makhluk sosial,
rasa tanggung jawab sebagai kholifah Allah di bumi dan perwujudan sifat
rahman dan rahim Allah yang harus diwujudkan oleh manusia dalam
kehidupan sehari-hari.
e. Aspek moral,
1) Konsep Moralitas
Dalam teori Islam klasik, ranah moral yang menilai baik buruk
menekankan pada 2 teoritis yaitu The Theistic-subjectivism yang bertujuan
untuk memahami baik buruknya seseorang yang ditentukan oleh Tuhan dan
11
Rationalistic-objectivism yang bertujuan pada peran akal manusia dalam
menentukan baik buruknya sesuatu. Sehingga Pendidikan Akhlak atau moral
adalah pendidikan yang mengajarkan bagaimana seharusnya bersikap kepada
makhluk ciptaan Tuhan baik yang hidup maupun mati. Hal ini menekankan
bahwa moralitas itu berkaitan langsung dengan perilaku atau tingkah laku
manusia.
12
2) Pandangan Islam Terhadap Nilai Moralitas
13
landasan filosofinya dan ilmu baik buruknya tingkah laku seseorang.
(Hasanah, 2023)
f. Aspek mistisme,
1) Konsep mistisme
14
penghambaan seluruh jiwa terhadap realitas yang maha tinggi, bukan
berangkat dari pemikiran rasional atau penyimpulan indrawi (Sungata, 2022)
15
adalah perasaan dekat dengan Tuhan. Perasaan ini diungkapkan dalam
perasaan sang Sufi akan kehadiran Tuhan di mana pun dan kapan pun.
Kehadiran Tuhan dirasakan baik di dalam dirinya maupun di alam yang
mengelilinginya.Pandangan para sufi –yang merepresentasikan pelaku mistik
di dalam Islam- menggambarkan Tuhan sebagai realitas yang menyeluruh dan
amat paripurna. Dari sudut pandang ruang dan waktu, Tuhan merupakan yang
awal dan yang akhir, asal sekaligus muara tempat kembali segala yang
ada.Tuhan juga merupakan yang dhohir sekaligus yang bathin, yang imanen
sekaligus transenden. Realitas ini didasarkan pada QS al-Hadid (57) ayat 3:
“Dia-lah yang Awal dan Yang Akhir, yang Lahir dan yang Bathin.”8 Di dalam
Islam, untuk menuju kebersatuan dengan Tuhan, sang penempuh jalan
spiritual harus menempuh jalan panjang yang terdiri dari banyak stasiun (al-
maqamat) dan beragam keadaan mental (al-hal). Stasiun-stasiun dimaksud
adalah tobat, zuhud, sabar tawakkal, dan ridha.Sedang keadaan mental
mencakup khauf (takut), tawadhu (rendah diri), taqwa, uns (rasa berteman),
wajd (gembira), dan syukr (syukur).Maqamat dicapai oleh ikhtiar manusia,
sedangkan hal merupakan anugerah dan rahmat dari Tuhan.Selain itu, berbeda
dengan maqam, hal bersifat sementara, datang dan pergi.Menempuh maqam
dan hal guna mencapai kebersatuan dengan Yang Ilahi juga bukan perkara
mudah.Sang penempuh jalan spiritual harus konsisten dan sungguh-sungguh
dalam menjalankan laku spiritualnya.
16
(state of feeling) –karenanya harus dialami langsung oleh setiap individu yang
ingin memahaminyamelebihi pernyataan-pernyataan intelek.Suatu
pengalaman yang dialami seseorang, misalnya, tidak akan bisa dijelaskan
sedetail yang dialaminya kepada orang lain yang tidak memiliki pengalaman
tersebut. Contoh lainnya, seseorang tidak akan mampu memahami nilai suatu
alunan simfoni, jika ia tidak memahami seni simfoni itu sendiri. Demikian
pula pengalaman mistikal, tidak akan dapat diterangkan sesempurna
pengalaman itu sendiri (Cornelius, 2021)
17
untuk mencari makna hidup, kesadaran. akan kehadiran Yang Maha Kuasa
(Tuhan) dan ketakwaan. Adapun dimensi ritual berkaitan dengan upacara-
upacara keagamaan yang dilakukan sebagai ekspresi penghambaan sekaligus
keintiman manusia dengan realitas yang maha kuasa.Dimensi ideologikal
terkait dengan serangkaiankepercayaan yang menjelaskan eksistensi manusia
terhadap Tuhan dan sesamamakhluk Tuhan, dimensiintelektual merujuk pada
tingkatpemahaman diskursif tentang ajaranajaranagama, sedangkan dimensi
sosial hadir ketika ajaran agama terefleksi sebagai inti dan pranata kehidupan
bermasyarakat (Zaenal, 2021)
g. Aspek falsafah,
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philos yang berarti cinta
kepada kebenaran, dan kata sophos yang berarti ilmu dan hikmah (wisdom).
Dan kombinasi dari keduanya biasa diterjemahkan sebagai love of wisdom.
Namun, yang perlu dicatat, ‘sophia’ (wisdom) dalam bahasa Yunani mempunyai
aplikasi yang lebih luas daripada ‘wisdom’ dalam bahasa Inggris modern. Sophia
disini mempunyai makna penggunaan akal dalam semua bidang ilmu pengetahuan
atau persoalan-persoalan praktis. Dengan kata lain, kata sophia mengandung makna
kemauan dan keinginan yang sangat kuat untuk mencari tahu. Dari penjelasan di atas,
filsafat mengandung arti ingin tahu dengan mendalam atau cinta kepada
kebijaksanaan. Selain itu, filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha
menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman
manusia. Adapun pengertian filsafat dari segi istilah adalah berpikir secara sistematis,
radikal dan universal, untuk mengetahui tentang hakikat segala sesuatu yang ada,
seperti hakikat alam, hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat ilmu, hakikat
pendidikan dan seterusnya (Wafi & Abdul, 2022)
Dari definisi tersebut itu pula dapat diketahui bahwa filsafat pada
intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai sesuatu
yang berada di balik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar,
asas dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriyah. Sedangkan dalam
Islam, istilah filsafat biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sebagai
18
falsafah dan hikmah. Definisi falsafah sebagaimana diungkapkan oleh al-
Kindi adalah pengetahuan tentang realitas wujud dengan segala
kemungkinannya, sebab tujuan akhir dari seorang filsuf dalam pengetahuan
teoritisnya adalah untuk mendapatkan kebenaran dan dalam pengetahuan
praktisnya adalah untuk berperilaku sesuai dengan kebenaran tersebut. Istilah
hikmah mempunyai pengertian mendalam serta struktur Islam dan essensinya.
Wahyu Islam memiliki berbagai macam dimensi di dalamnya dan diwahyukan
kepada seluruh umat manusia pada level dasar yaitu al-islam, aliman, dan al-
ihsan atau dalam perspektif lain dikenal sebagai al-shari’ah, altariqah dan al-
haqiqah
(Daradjat, 1992)
19
yang dapat diterima secara umum mengenai apakah yang disebut Islam itu?
Islam harus dilihat dari perspektif sejarah sebagai sesuatu yang selalu
berubah, berkembang dan terus berkembang dari generasi ke generasi dalam
merespon secara mendalam realitas dan makna kehidupan ini. Islam adalah
“an on going process of experience and its expression, which stands in
historical continuity with the message and influence of the Prophet. (sebuah
proses pengalaman dan ungkapannya, yang berdiri dalam kontinuitas historis
dengan pesan dan pengaruh sang nabi)”
h. Aspek sejarah,
20
Agama atau keagamaan sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan
umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam khususnya,
sebagai agama yang telah berkembang selama empatbelas abad lebih
menyimpan banyak banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut
ajaran dan pemikiran kegamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan
budaya. Salah satu sudut pandang yang dapat dikembangkankan bagi
pengkajian Islam itu adalah pendekatan sejarah. Berdasarkan sudut pandang
tersebut, Islam dapat dipahami dalam berbagai dimensinya. Betapa banyak
persoalan umat Islam hingga dalam perkembangannya sekarang, bisa
dipelajari dengan berkaca kepada peristiwa-peristiwa masa lampau, sehingga
segala kearifan masa lalu itu memungkinkan untuk dijadikan alternatif
rujukan di dalam menjawab persoalan-persoalan masa kini (Hasanah, 2023)
21
sesuatu yang dianggap nyata karena kita bersepakat menetapkannya sebagai
kenyataan; kenyataan yang dialami orang lain dan kita akui sebagai
kenyataan. Kedua, kenyataan yang didasarkan atas pengalaman kita sendiri
(experienced reality). Berdasarkan adanya dua jenis kenyataan itu, pegetahuan
pun terbagi menjadi dua macam; pengetahuan yang diperoleh melalui
persetujuan dan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman langsung
atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh dengan cara mempercayai apa
yang dikatakan orang lain karena kita tidak belajar segala sesuatu melalui
pengalaman kita sendiri.7 Bagaimanapun beragamnya pengetahuan, tetapi ada
satu hal yang mesti diingat, bahwa setiap tipe pengetahuan mengajukan
tuntutan (claim) agar orang membangun apa yang diketahui menjadi sesuatu
yang sahih (valid) atau benar (true). Kesahihan pengetahuan benyak
bergantung pada sumbernya. Ada dua sumber pengetahuan yang kita peroleh
melalui agreement: tradisi dan autoritas. Sumber tradisi adalah pengetahuan
yang diperoleh melalui warisan atau transmisi dari generasi ke generasi (al-
tawatur) (Alim, 2011)
Walaupun secara realitas studi ilmu agama (baca: studi Islam [agama])
keberadaannya tidak terbantahkan, tetapi dikalangan para ahli masih terdapat
perdebatan di sekitar permasalahan apakah ia (Studi Islam) dapat dimasukkan
ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara
ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Pembahasan di sekitar permasalahan
ini banyak dikemukakan oleh para pemikir Islam dewasa ini. Amin Abdullah
misalnya mengatakan jika penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies,
Studi Islam, atau Dirasah Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan
di kelas, lalu apa bedanya dengan kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah
ramai diselenggarakan di luar bangku sekolah? Merespon sinyalemen tersebut
menurut Amin Abdullah, pangkal tolak kesulitan pengembangan scope
wilayah kajian studi Islam atau Dirasah Islamiyah berakar pada kesukaran
seorang agamawan untuk membedakan antara yang bersifat normative dan
histories. Pada tataran normativ kelihatan Islam kurang pas kalau dikatakan
sebagai disiplin ilmu, sedangkan untiuk dataran histories nampaknya relevan.
22
i. Aspek kebudayaan
1) Konsep budaya
23
yang dimaksud Geertz sebagai sistem simbol, dengan adanya pola
maknamakna atau sistem konsep-konsep yang teraktualisasi dalam bentuk
simbol yang dapat dikomunikasikan, merupakan sisi halus atau rohani dari
realitas budaya yang padat-pejal-material. Sebagai sisi yang halus dan
mendalam, budaya demikian terkait dengan mentalitas atau kerangka
berpikir masyarakatnya. Karena terkait dengan mentalitas, atau dapat
disebut juga kerangka berpikir masyarakatnya, maka, mengikuti
Koentjara-ningrat, definisi “kebudayaan” menurut ilmu antropologi berarti
“keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan
belajar”. Pada masyarakat tertentu, masyarakat pribumi misalnya,
kebudayaan semacam ini dapat ditemukan karena pada umumnya
masyarakat (dan terbentuknya suatu masyarakat) tentu memiliki budaya
dan pola kebudayaannya sendiri, yang membentuk ciri khas masyarakat
tersebut. Dalam perspektif ini, budaya setempat bagi kalangan tertentu
identik dengan “agama setempat”, “agama suku” atau “agama asli”.
(Uhbiyati, 2019)
Kiranya cukup jelas bagi kita bahwa ada hubungan yang konkret
antara budaya dan agama bagi pelaku yang sama. Sebab baik budaya
maupun agama merupakan ekspresi suasana hatinya yang lebih mendalam.
24
Tuhan, manusia tidak dapat mengabaikan relasi horizontalnya dengan
sesama manusia dan alam ciptaan lainnya. Bahkan dengan beragama
manusia dapat membentuk komunitas-sosialnya yang sama, karena merasa
menemukan “jalan” yang sama. Dengan kata lain, agama tidak bisa
sekedar sebagai persoalan pribadi (privat), melainkan juga manusia
beragama karena adanya dorongan komunitasnya. Dari sini cukup jelas
bahwa peran budaya dalam kehidupan beragama, selain menciptakan bagi
agama sarana ekspresinya yang lebih konkret dan manusiawi, budaya
berperan menciptakan kehidupan beragama yang lebih berbadab (baca:
berbudaya), karena beragama rupanya adalah hidup bersama masyarakat-
budaya(Sahlan, 2016)
25
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
27
yang sangat penting. Karena dari sinilah inti dari ajaran agama Islam tersebut.
Seperti yang kita ketahui, Islam mengajarkan tentang keimanan/ kepercayaan
terhadap Tuhan yang Esa. Maka, aspek ini sangat menarik untuk dipelajari.
Islam memiliki cakupan yang sangat luas dan ajaran Islam bersifat
dinamis (kecuali dalam ibadah). Seringkali timbul kesalahpahaman yang
mengatakan bahwa ajaran agama Islam hanya sebatas iman dan shalat saja.
Padahal, jika dipahami dari segala aspeknya, Islam memberikan pemahaman
yang sangat kompleks dan detail dalam setiap bahasannya. Aspek Teologi
sangat erat kaitannya dengan aspek lainnya. Salah satunya aspek ibadat.
Ibadat merupakan proses ‘timbal balik’ dari manusia kepada Tuhannya.
Sebenarnya, aspek ini adalah langkah atau perbuatan manusia yang dilakukan
untuk lebih dekat kepada Tuhannya dengan melakukan ritual yang sesuai
ajaran Tuhan melalui rasul dan kitab suci-Nya.
B. Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. (2020). Pendidikan islam dalam perspektif filsafat ilmu. Journal Ta’dib,
2(356–68), 13–14.
Assegaf, Abd. R. (2010). Filsafat Pendidikan Islam. . Jakarta: Rajawali Pers.
Dr. H. Faisol Nasar Bin Madi, M. A. (2023). Ilmu Kalam. IAIN Jember Press.
Dr. H. Jamaluddin, M. U., & Dr. Shabri Shaleh Anwar, M. Pd. I. (2019). ILMU
KALAM. Jakarta : PT. Indragiri Dot Com.
29
Dr. H. Muhammad Hasbi. (2021). Ilmu Kalam. Jakarta; Trustmedia Publishing.
Janna. (2019). Etika Dalam Perspektif Filsafat Islam. Jurnal Pendidikan Islam,
3(56–65), 16–19.
Kurniawati, I. (2018). Konsep Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Islam/.
Jakarta: PT Bumi aksara.
Muhaimin. (2003). Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan,
Pengembangan Kurikulum. Bandung: Nuansa, 2003.
Nawawi Uha, I. (2013). Pendidikan Agama Islam: Isu-isu Pengembangan
Kepribadian dan Pembentukan Karakter Muslim Kaffah. Jakarta: VIV Press.
Prof. Dr. H. Iskandar Zulkarnain, M. (n.d.). MEWACANAKAN AKIDAH
MENEGUHKAN KEYAKINA. Jakrata; Penerbit FA PRESS.
Prof. Dr. Sukiman, M. Si. (2021). TAUHID ILMU KALAM Dari Aspek Aqidah
Menuju Pemikiran Teologi Islam. Medan: PERDANA PUBLISHING.
Ruri, L. A. (2021). Islam, Iman Dan Ihsan Dalam Kitab Matan Arba‘In An-
Nawawi (Studi Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Dalam Perspektif
Hadis Nabi Saw). Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, 6, 16–26.
Safir, I. W., & Syamsul, R. (2021). STUDI ILMU KALAM. Fakultas Ushuluddin:
Penerbit: Fakultas Ushuluddin.
Sahlan, A. (2016). Manajemen Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Group.
Suarnay. (2021). Eksistensi Pasraman Dalam Menanamkan Nilai Moral Bagi
Umat Hind. Journal of Sosial Sciences and Humaniti, 1(356–981), 16–16.
Sungata, M. (2022). Mistisisme Yoga: Polarisasi Gerakan Spiritualitas dalam
Masyarakat bLintas Agam. Junal Pangkaja, 1(236–659), 15–16.
Syafii. (2021). DARI ILMU TAUHID/ILMU KALAM KE TEOLOGI:
ANALISIS EPISTEMOLOGIS. Jurnal Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, Teologi,
Paradigma Baru, 2(136–658), 12–13.
30
Tafsir, Ahmad. et. al. (2004). Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam. . Bandung:
Mimbar Pustaka, Media Transfasi Pengetahuan.
TSUROYA KISWATI. (2013). ILMU KALAM ALIRAN SEKTE TOKOH PEMIKIRAN
DAN ANALISA PERBANDINGAN. Bandung: Pustaka Setia.
Uhbiyati, N. (2019). Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
31