Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK

ILMU KALAM
“FAKTOR-FAKTOR LAHIRNYA ALIRAN ILMU KALAM”

Dosen Pengampu : Drs. Abdullah Idris, MA

Disusun Oleh:

Kemas Aldo Pangestu


Wulan Maudina
Ifana Fauziah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGI AGAMA ISLAM
IBNU SINA BATAM
2022

i
KATA PENGANTAR
ِ ‫الر‬
 ‫ح ْي ِم‬ َّ َّ ِ ‫ِب ْس ِم هّللا‬
‫الر ْح َم ِن‬

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan Taufik dan Hidayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat beriring salam
semoga tercurah kepada baginda Rasulullah Saw, semoga penyusun termasuk
hamba Allah yang mendapatkan syafa’at beliau di Yaumil Masyar nanti, Aamiin.

Terima kasih tak terhingga penyusun ucapkan kepada semua pihak yang
telah membantu penyusun dalam penyelesaian makalah ini terutama :

1. Kedua orang tua penyusun yang telah memberi bimbingan dalam


penyusunan makalah ini.
2. Bapak Dosen Pengampu mata kuliah Manjemen Lembaga Pendidikan
Islam (Drs. Abdullah Idris, MA) yang telah memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada penyusun sehingga terbuka wawasan penyusun
untuk menyelesaikan makalah ini.
3. Teman-teman penyusun yang ikut andil dalam penyelesaian
penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan


karena penyusun masih dalam taraf belajar, namun demikian penyusun
mengharapkan makalah ini dapat dijadikan referensi yang berarti bagi
pengembangan pendidikan, khususnya mata kuliah Ilmu Kalam di lingkungan
akademik.

Batam, 01 Juni 2022

Kelompok 5

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam pembahasan Ilmu Kalam, kita dihadapkan pada barbagai macam


gerakan pemikiran-pemikiran besar yang kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai
gambaran bahwa agama Islam telah hadir sebagai pelopor munculnya pemikiran-
pemikiran yang hingga sekarang semuanya itu dapat kita jumpai hampir di
seluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam sebagi mana di
jumpai dalam sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya, karena
Islam dengan bersumber pada al—Quran dan As-Sunnah dapat berhubungan
dengan pertumbuhan masyarakat luas.

Mengkaji aliran-aliran ilmu kalam pada dasarnya merupakan upaya


memahami kerangka berpikir dan proses pengambilan keputusan para ulama
aliran teologi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam. Pada dasarnya,
potensi yang dimiliki setiap manusia, baik berupa potensi biologis maupun
potensi psikologis secara natural adalah sangat distingtif. Oleh sebab itu,
perbedaan kesimpulan antara satu pemikiran dan pemikiran lainnya dalam
mengkaji suatu objek tertentu merupakan suatu hal yang bersifat natural pula.

Aliran kalam lebih merupakan bentuk segregasi komitas dalam tubuh umat
Islam yang terbentuk karena adanya perbedaan pandangan dalam beberapa
persoalan teologi Islam. Perbedaan pandangan dalam beberapa persoalan teologi
Islam. Perbedaan ini juga terjadi dalam satu komunitas yang mengklaim
menganut aliran kalam tertentu. Fenomena inilah yang lazim terjadi dalam tradisi
pemikiran kalam, hingga setiap aliran kalam masih memiliki golongan-golongan
yang berbeda satu sama lain. Hal itu disebabkan oleh adanya kecenderungan
berpandangan ekstrem pada satu sisi dan ada juga yang moderat dalam satu aliran
pemikiran kalam yang sama.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Kalam

Secara harfiah kalam artinya perkataan atau percakapan.


Sedangkan secara terminologi bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang
membicarakan tentang wujud Allah, sifat-sifat yang mesti ada padanya,
sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin
terdapat padanya. Menurut Husain Tripoli bahwa ilmu kalam ialah ilmu
yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan
keagamaan (agama Islam) dengan bukti-bukti yang yakin.
Menurut Ibnu Khaldun Ilmu Kalam adalah Ilmu yang mengandung
argument-argument rasional untuk membela Aqidah-aqidah Imanya dan
mengandung penolakan terhadap golongan bid’ah (perbuatan-perbuatan
baru tanpa contoh) yang didalam aqidah menyimpang dari mazhab salah
dan ahli sunnah. Menurut Fu’at Al-Ahwani Ilmu Kalam adalah
memperkuat aqidah agama dengan ajaran-ajaran yang rasional. Ilmu kalam
dikenal sebagai ilmu keislaman yang berdiri sendiri, yakni pada masa
khalifah al-Ma’mun (813-833 H) dari Bani Abbasiyah. Sebelum itu
pembahasan terhadap kepercayaan Islam disebut al-fiqhu fi al-din sebagai
lawan dari al-fiqhu fi al-‘ilmi.
Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan bagaimana
menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan (agama islam) dengan
bukti-bukti yang yakin. Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membahas soal-soal
keimanan yang sering juga disebut Ilmu Aqaid atau Ilmu Ushuluddin.
Ilmu ini adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh
dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam. Tiga lainnya
ialah disiplindisiplin keilmuan Fiqh, Tasawuf, dan Falsafah. Jika Ilmu
Fiqh membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum, sehingga

2
tekanan orientasinya sangat eksoteristik, mengenai hal-hal lahiriah, dan
Ilmu Tasawuf membidangi segi-segi penghayatan dan pengamalan
keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan orientasinya pun
sangat esoteristik, mengenai hal-hal batiniah, kemudian Ilmu Falsafah
membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang hidup ini
dan lingkupnya seluas-luasnya, maka Ilmu Kalam mengarahkan
pembahasannya kepada segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai
derivasinya.
Karena itu ia sering diterjemahkan sebagai Teologia, sekalipun
sebenarnya tidak seluruhnya sama dengan pengertian Teologia dalam
agama Kristen, misalnya. (Dalam pengertian Teologia dalam agama
kristen, Ilmu Fiqh akan termasuk Teologia). Karena itu sebagian kalangan
ahli yang menghendaki pengertian yang lebih persis akan menerjemahkan
Ilmu Kalam sebagai Teologia dialektis atau Teologia Rasional, dan
mereka melihatnya sebagai suatu disiplin yang sangat khas Islam.1

B. Sejarah Ilmu Kalam


Ilmu Kalam adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang
telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam.
Tiga lainnya ialah disiplin-disiplin keilmuan Fiqh, Tasawuf, dan Falsafah.
Jika Ilmu Fiqh membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum,
sehingga tekanan orientasinya sangat eksoteristik, mengenai hal-hal
lahiriah, dan Ilmu Tasawuf membidangi segi-segi penghayatan dan
pengamalan keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan
orientasinya pun sangat esoteristik, mengenai hal-hal batiniah, kemudian
Ilmu Falsafah membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif
tentang hidup ini dan lingkupnya seluas-luasnya, maka Ilmu Kalam
mengarahkan pembahasannya kepada segi-segi mengenai Tuhan dan
berbagai derivasinya.

1
Muhammad Hasbi, Ilmu Kalam Memotret Berbagai Aliran Teologi Dalam Islam (Trustmedia
Publishing, Yogyakarta. 2015) Hal. 3

3
Karena itu ia sering diterjemahkan sebagai Teologia, sekalipun
sebenarnya tidak seluruhnya sama dengan pengertian Teologia dalam
agama Kristen, misalnya. (Dalam pengertian Teologia dalam agama
kristen, Ilmu Fiqh termasuk Teologia). Karena itu sebagian kalangan ahli
yang menghendaki pengertian yang lebih persis akan menerjemahkan Ilmu
Kalam sebagai Teologia dialektis atau Teologia Rasional, dan mereka
melihatnya sebagai suatu disiplin yang sangat khas Islam.

Sejarah munculnya ilmu kalam berawal sejak wafatnya Nabi


Muhammad SAW, timbullah persoalan-persoalan dikalangan umat islam
tentang siapakah pengganti Nabi (Khalifatul Rasul) kemudian persoalan
itu dapat diatasi setelah dibai’atnya/ diangkatnya Abu Bakar As-Shiddiq
sebagai khalifah, setelah Abu Bakar wafat kekhalifahan dipimpin Umar
bin Khattab pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab umat islam
tampak tegar dan mengalami ekspansi seperti kejazirah Arabian, Palestina,
Syiria, sebagian wilayah Persia dan Romawi serta Mesir.2

C. Alasan Penamaan Ilmu Kalam

Sebagaimana dikemukakan diatas, kalam adalah kata-kata. Ilmu


kalam dinamakan juga ilmu tauhid. Ilmu tauhid ialah percaya kepada
Tuhan Yang Maha Esa (Monothoisme) merupakan sifat yang terpenting
diantara segala sifat tuhan. Namun demikian, pada hal-hal tertentu terdapat
perbedaan antara ilmu kalam dan ilmu tauhid. Ilmu kalam disebut juga
Ushuluddin atau ilmu Aqaid. Hal ini dikarenakan ilmu kalam membahas
ajaran dasar agama islam, yaitu kepercayaan atau keyakinan yang menjadi
pokok ajaran agama. Ajaran dasar ini disebut juga Aqaid (jamak dari
aqidah). Teologi islam dalam bentuk ilmu kalam pembahasannya lebih
bersifat filosofis, corak berfikir yang demikian itu mengakibatkan
timbulnya aliran-aliran teologi islam yang mempunyai paham yang
berbeda dan bertentangan satu sama lain.

2
Ibid., Hal. 7

4
Lahirlah teologi islam seperti Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah,
Asy’ariah dan Maturidiyah. Pada umumnya teologi islam yang diajarkan
dan yang dikenal di indonesia beraliran Asy’ariah sehingga timbul kesan
di kalangan sementara umat islam di indonesia seolah-olah inilah satu-
satunya teologi yang ada dalam islam.3

D. Faktor Lahirnya Ilmu Kalam

Ilmu kalam yaitu suatu ilmu yang membahas tentang keyakinan. Yang
kemudian muncul berbagai aliran ilmu kalam yang dikarenakan perbedaan
pemahaman pemikiran tentang akidah (keyakinan), karena ilmu bersumber
dari filsafat yang basisnya fikiran. Aliran kalam muncul dipicu oleh persoalan
politik yang menyangkut pembunuhan Usman bin Affan yang berbuntut pada
penolakan muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.

Setelah Usman bin Affan wafat kedudukannya sebagai khalifah digantikan


oleh Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali mendapat tantangan dari Muawiyah,
gubernur damaskus dan keluarga dekat Usman, ia tidak mau mengakui Ali
sebagai khalifah. Ia menuntut Ali supaya menghukum pembunuh-pembunuh
Usman, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal pembunuhan itu.

Salah seorang pemuka pemberontak-pemberontak Mesir yang datang ke


Madinah dan kemudian membunuh Usman adalah Muhammad Ibn Abi Bakr,
anak angkat dari Ali Ibn Abi Thalib. Dan pula Ali tidak mengambil tindakan
terhadap pemberontak-pemberontak itu, bahkan Muhammad Ibn Abi Bakr
diangkat menjadi Gubernur Mesir.Yang kemudian terjadi perang siffin antara
pihak Ali dan Muawiyah.

Dipandang bahwa peperangan itu tidak akan menyelesaikan masalah dan


hanya mengakibatkan jatuhnya korban dikedua belah pihak, maka peperangan
itu diakhiri dengan arbitrase (perjanjiandamai). Yang mana pihak Ali diwakili
oleh Abu Musa al-Asy'ari dan dari pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin
Ash. Sejarah mengatakan antara keduanya terdapat pemufakatan untuk
3
Hassan Basri, Sejarah dan Pokok Pikiran Aliran-aliran (Azkia Pustaka Utama, Cet. Ke. 3
Bandung. 2007) Hal. 2

5
menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu. Akan tetapi Amr bin Ash
mengumumkan hanya menyutujui penjatuhan Ali tetapi menolak penjatuhan
Muawiyah.

Dengan adanya arbitrase ini kedudukan Muawiyah telah naik sebagai


khalifah yang tidak resmi. Tidak mengherankan jika putusan ini ditolak oleh
Ali dan tak mau meletakkan jabatannya, sampai ia mati terbunuh ditahun
661M. Sikap Ali yang menerima arbitrase, sungguh pun dalam keadaan
terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentranya. Mereka berpendapat bahwa
hal serupa itu tidak bias diputuskan oleh arbitrase manusia.

Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum


yang ada dalam al-Qur'an. Mereka memandang Ali telah berbuat salah dan
oleh karena itu mereka meninggalkan barisannya. Golongan mereka inilah
yang terkenal dengan nama al-khawarij, yaitu orang yang keluar dan
memisahkan diri. Persoalan-persoalan yang terjadi dalam lapangan politik
yang akhirnya membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan teologi.
Timbullah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir.

Khawarij memandang bahwa Ali, Muawiyah, Amr Ibn al-As, Abu Musa
al-Asy'ari dan lain-lain yang menerima arbitrase adalah kafir, karena al-Qur'an
mengatakan: "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka merreka itu adalah orang-orang yang kafir." (Q.S. al-
Maidah:5:44).[2]

Dari ayat ini mereka mengambil semboyan Laahukmaillalillah. Dan


karena keempat pemuka islam diatas telah dipandang kafir dalam arti bahwa
mereka telah keluar dari Islam, mereka mesti dibunuh. Untuk membunuh
mereka berempat, tetapi menurut sejarahhanya orang yang dibebani
membunuh Ali IbnAbiThalib yang berhasil dalam tugasnya. 

Khawarij mengatakan orang yang melakukan dosa besar adalah kafir


karena mereka mempunyai devinisi iman percaya dalam hati
(tashdiqu bilqalbi), diucapkan dalam lisan (iqrou billisan), dan melakukan

6
dengan perbuatan ('amal ubilarkan). Sehingga jika orang yang tidak beriman
dan melakukan dosa besar dianggap kafir.

Lambat laun kaum Khawarij pecah menjadi beberapa sekte. Konsep kafir
turut pula mengalami perubahan. Yang dipandang kafir bukan lagi hanya
orang yang tidak menentukan hokum dengan al-Qur'an, tetapi orang yang
berbuat dosa besar juga dipandang kafir.

BAB III

7
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehendak Tuhan dipahami oleh aliran Mu’tazilah sebgai kehendak yang tidak
mutlak-mutlaknya, namun dibatasi  akan  kebebasan dan perbuatan manusia,
keadilan Tuhan, kewajiban Tuhan kepada manusia dan sunnatullah. Sedangkan
oleh aliran Asy’ariyah, kehendak tuhan ini dipahami sebagai kehendak mutlak
yang dipahami sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya .Menurut
Mu’tazilah dipahami sebagai sesuatu yang terpusat pada kepentingan manusia.

Mengenai Keadilan Tuhan, Al-Maraghi juga sejalan dengan pemikiran kalam


Mu’tazilah yang meninjau keadilan Tuhan dari sudut kepentingan manusia, bukan
dari sudut Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak atau pemilik alam semesta, yang
dapat berbuat apa saja yang dikehendakinya, walaupun tidak adil dalam
pandangan manusia.    

Kehendak Tuhan dipahami oleh aliran Mu’tazilah sebgai kehendak yang tidak
mutlak-mutlaknya, namun dibatasi  akan  kebebasan dan perbuatan manusia,
keadilan Tuhan, kewajiban Tuhan kepada manusia dan sunnatullah. Sedangkan
oleh aliran Asy’ariyah, kehendak tuhan ini dipahami sebagai kehendak mutlak
yang dipahami sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya .Menurut
Mu’tazilah dipahami sebagai sesuatu yang terpusat pada kepentingan manusia.

B. Saran

Demikian makalah ini kami susun dengan segala keterbatasan yang ada.
Untuk itu saran, masukan dan kritik yang membangun kami nantikan demi
perbaikan makalah ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai