Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KELOMPOK

“RUMPUN ILMU AGAMA”


Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan
Dosen Pengampu : Dr. M. Farid Hamzens, M.Si.

Disusun Oleh :
Kelompok 8
Arifah Alvi Maziyya 11171010000019
Putri Mulia Hayati S. 11171010000077
Ratih Zahratul Jannah 11171010000083
Kelas 3B

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
OKTOBER / 2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tak
lupa puja dan puji syukur atas ridho-Nya, yang telah melimpahkan rahmat kesehatan, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “Rumpun Ilmu Agama” dalam pemenuhan tugas mata kuliah Islam dan Ilmu
Pengetahuan ini dengan tepat waktu.
Makalah ini kami selesaikan dengan kerja kelompok sehingga terselesaikan dengan
tepat. Tidak terlepas dari sifat kemanusiawian, dari kesalahan ketata bahasaan. Oleh karena itu,
kami selaku pemakalah mohon kritikan dan masukannya agar dapat memperbaiki kekurangan
dalam makalah ini.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat memberi pemahaman kepada para pembaca,
utamanya untuk anggota pembuat makalah sendiri. Permohonan maaf dan kemakluman kami
harapkan atas kesalahan maupun kelurangan kami. Sekian dari kami, semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tangerang Selatan, Oktober 2018

Tim Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama berabad-abad ulama telah menurus-menerus mambahas ilmu secara intensif
dan ekstensif seperti benar-benar diakui oleh siapaoun yang mengenal baik melalui
banyaknya kepustakaan yang membahas ini. Beragam definisi ilmu telah dikemukakan
oleh para teolog dan fuqaha, filsuf san para ahli bahasa.
Istilah “agama” dikenal juga dengan istilah religion dalam Bahasa Eropa dan religio
atau religi dalam Bahasa latin, serta din dari Bahasa Arab. Berkenaan dengan
terminology agama, Endang Saifuddin Anshari memformulasikan bahwa agamma, religi
dan din adalah sitem credo yakni tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya
sesuatu yang mutlak di luar manusia dan satu system ritus (tata peribadatan) manusia
kepada yang dianggap Yang Mutlak, secara system norma (tata kaidah) yang mengatur
hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan
tata keperibadatan dimaksud (Anshari,1967).
Menurut Durkhiem, agama adalah system yang menyatu mengenai berbagai
kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda sacral-kepercayaan
dan peribadatan yang mempersatukan semua orang yang menganutnya ke dalam
komunitas moral, seperti gereja. Sedangkan Yenger, ahli Sosiologi Amerika mengatakan
agama adalah system kepercayaan dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa
dalam kehidupan manusia (Gholib, 2006).
Dapat disimpulkan bahwa agama dalah suatu peraturan yang mendorong jiwa
seseorang yang mempunyai akal memegang peraturan Tuhan itu dengan kehendaknya
sendiri, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengetahui dan mempelajari apa itu Tafsir, Hadist, Fiqh, Ilmu Kalam, Filsafat Islam,
Tasawuf
2. Mengetahui dan memahami sejarah dan peradaban islam
3. Mengetahui dan memahami ciri-ciri ilmu agama islam
4. Mengerti dan mengetahui metode penelitian ilmu agama islam
5. Mengetahui siapa saja tokoh-tokoh ilmu agama islam
6. Serta untuk mengetahui bagaimana pandangan islam tentang ilmu pengetahuan agama
islam dan fungsinya bagi kehidupan

1.3 Tujuan
Untuk mempelajari, mengetahui serta memahami dalam lebih luas rumpun ilmu agama.
Yang lebih tepatnya memahami arti tafsir, hadist, fiqh, ilmu kalam, tasawuf, dan filsafat
islam. Tidak hanya itu tetapi juga untuk mempelajari dan memahami sejarah dan
peradaban islam, ciri-ciri ilmu agama islam, metode penelitian agama isam serta
tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam agama islam. Dan yang terakhir untuk mengetahui
lebih lanjut bagaimana pandangan islam tentang ilmu pengetahuan agama islam dan
fungsinya bagi kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ilmu Agama


Selama berabad-abad ulama telah menurus-menerus mambahas ilmu secara intensif
dan ekstensif seperti benar-benar diakui oleh siapapun yang mengenal baik melalui
banyaknya kepustakaan yang mamabahs ini. Beragam definis ilmu telah dikemukakan
oleh para teolog dan fuqaha, filsuf san para ahli bahasa.
Yang pertama diajukan diajukan oleh seorang pakar filologi al-Raghib al-Isfahani,
dalam karyanya kamus istilah Quran ilmu didefiniskan sebagai “persepsi suatu hal dalam
hakikatnya” (al-’ilm idrak al-shay’ bi-haqiqatihi), ini artinya bahwa sekedar menilik sifat
(misalnya: bentu, ukuran, berat, isi, warna dan siffat-sifat lainnya) suatu hal tidak
merupakan bagian dari ilmu. Mendasari definsi ini adalah suatu pandangan filosofis
bahwa setiap zat terdiri atas essence dan accidents. Essence adalah apa yang membuat
sesuatu seabagi dirinya, sesuatu darinya akan tetap satu dan sama sebelum, semasa,
setelah perubahan, maka disebut sebagai hakikat. Ilmu adalah segala hal yang
menyangkut hakikat yang tak berubah.
Yang kedua diberikan oleh “Hujjat al-Islam” imam al-Ghazali yang memerikan ilmu
sebagai “pengenalan sesuatu atas dirinya” definsinya di sini, untuk tahu sesuatu, berarti
mengenali sesuatu itu sebagai adanya. Tiga hal di sini yang perlu diuraikan. Pertama,
dengan menyatakan bahwa ilmu adalah pengenalan, imam al-Ghazali tampak
menekankan fakta bahwa ilmu merupakan masalah per-orangan. Kedua, tidak seperti
istilah idrak yang tidaak hanya menyiratkan suatu gerakan nalar atau perubahan darii satu
keadaan kepada keadaan lain (misalnya: keadaan jahil kepada keadaan berilmu). ketiga,
istilah ma’rifah dalam defenisi imam al-Ghazali mengiaskan kepada fakta bahwa ilmu
selalu merupakan semacam penemuan diri. Dalam pandangan Imam al-Ghazali, kita
tidak dapat mengklain memiliki ilmu sesuatu kecuali jika dan hingga kita tahu sesuatu itu
“apa adanya”. sesuangguhnya sesuatu itu tampak tidak sebagaimana hakikatnya. Bumi
tampak datar, bintang tampak keci, matahari tampak mengelilingi bumi, dan seterusnya.
Istilah “agama” dikenal juga dengan istilah religion dalam Bahasa Eropa dan religio
atau religi dalam Bahasa latin, serta din dari Bahasa Arab. Berkenaan dengan
terminology agama, Endang Saifuddin Anshari memformulasikan bahwa agamma, religi
dan din adalah sitem credo yakni tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya
sesuatu yang mutlak di luar manusia dan satu system ritus (tata peribadatan) manusia
kepada yang dianggap Yang Mutlak, secara system norma (tata kaidah) yang mengatur
hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan
tata keperibadatan dimaksud (Anshari,1967).
Menurut Durkhiem, agama adalah system yang menyatu mengenai berbagai
kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda sacral-kepercayaan
dan peribadatan yang mempersatukan semua orang yang menganutnya ke dalam
komunitas moral, seperti gereja. Sedangkan Yenger, ahli Sosiologi Amerika mengatakan
agama adalah system kepercayaan dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa
dalam kehidupan manusia (Gholib, 2006).
Dapat disimpulkan bahwa ilmu agama adalah suatu peraturan yang mendorong jiwa
seseorang yang mempunyai akal memegang peraturan Tuhan itu dengan kehendaknya
sendiri, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

2.2 Keilmuan Islam


keilmuan Islam adalah
➢ Ilmu al-Qur’an
➢ Ilmu Tafsir
➢ Ilmu Hadist
➢ Fiqh
➢ Ilmu kalam
➢ Filsafat Islam
➢ Tasawuf

2.2.1 Ilmu-ilmu Al-Qur’an


Ilmu-ilmu al-qur’an merupakan sebuah rumpun ilmu-ilmu yang terkait dengan usaha
kaum muslim untuk memahami pesan-pesan Tuhan yang termaktub dalam kitab suci
al-Qur’an. Disamping menjadi sumber utama segala corak pemikiran islam juga menjadi
dorongan kaum muslim untuk menelaah dan mengembangkan metodologi bagaimana
memahami dan menfsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Ilmu-ilmu ini meliputi: ‘ilm al-tafsir
(ilmu tentang interpretasi al-Quran), ‘ilm asbab al’nuzul (ilmu tentang latar belakang
turunnya al-Quran), ‘ilm-al-Makiyy wa al-Madaniyy (ilmu tentang ayat-ayat Makiyyah
dan Madaniyyah), ‘ilm nasikh wa Mansukh (ilmu tentang pengahpusan atau
pembatalan hokum yang terdapat dalam suatu ayat), dan ‘ilm al-qira’at (ilmu tentang
variasi bacaan al-Quran), tetapi sebenarnya cikal bakal ilmu ini sudah ada sejak zaman
Nabi (Nata, Suwito, Abdillah, & Arief, 2003)
Pada zaman sahabat sebenrnya sudah muncul para mufassir, misalnya para
al-Khulafa al-Rasyidun, Ibn’Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid ibn Tsabit.penyusun pertama
ilmu-ilmu al-Qur;an adalah Anas ibn Malik di masa tabi’ al-tabi’in, beliau juga sebagai
penulis hadist dan sekaligus pendiri mazhab Maliki. Dalam hal ini ilm tafsir adalah ilmu
yang pertama kali muncul, yang pembukuannya dilakukan antara lain oleh Syu’bah ibn
Hajjaj, Sufyan ibn ‘Uyainah dan Waki’ ibn Jarrah. Penafsiran mereka itu lebih
merupakan kumpulan dari ucapan-ucapan para sahabat dan tabi’in. sebagai induk dari
ilmu-ilmu al-Quran, ilmu tafsir memperoleh perhatian dan mencakup wilayah kajian
yang terbesar disbanding dengan ilmu-ilmu al-Quran lainnya, karena sebagaimana
disebutkan di atas aktivitas pernafsiran al-Quran ini sduah muncul sejak masa Nabi
secara Bersama-sama, tetapi setelah nabi wafat sebagaian aplikasi dari pemahaman
mereka kepada al-Quran tidak sama, termasuk intensitas mereka dalam menggunakan
rasio(ra’y). umar bin khattab, misalnya banyak menggunakan ratio dalam pemahaman
dan penerapan ajaran al-Quran, sementara Abdullah ibn Umar dan Abdullah ibn Abbas
lebih banyak menggunakan Hadist (Nata, Suwito, Abdillah, & Arief, 2003).
Kemudian pada masa tabi’al-tabi’in metodologi penafsiran al-Quran itu mengarah
kepada dua pola, yakni tafsir bi al-matsir (tafsir yang didasarkan pada ucapan-ucapan
para sahabat, tabi’in dan tabi;al-tabi’in) dan tafsir bi al-ra’y (tafsir yang didasarkan pada
rasio semata) (Nata, Suwito, Abdillah, & Arief, 2003).

2.2.2 Ilmu Tafsir


Ilmu Tafsir adalah suatu cara untuk mamahami isi kadungan Al-Qur’an. Kata tafsir
diabil dari bahasa Arab ‫ التفسير‬yang berasal dari ‫( فسر‬menerangkan). Akan tetapi untuk
menghindari kesalahfahaman pengertian tentang tafsir (Husain Adz-dzahabi, 1976):
a. Tafsir Menurut Bahasa (Etemologi).
Para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tafsir secara bahasa
diantaranya adalah:
Dalam Kamus Al-Munjid Disebutkan : Tafsir adalah isim masdar yang berarti ta’wil,
pengungkapan, penjelasan, keterangan, dan penyerahan.
Menurut Imam As-Suyuti : Tafsir mengikuti wazan taf’il berasal dari Al-Fasru
artinya menerangkan dan menyingkap.
b. Tafsir Mneurut Istilah
Menurut Al-Zarkasyi : Tafsir adalah ilmu untuk mengetahui pemahaman kitab Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk menjelaskan berbagai makna,
hukum dan hikmah yang terkandung didalamnya (Baidan, 2005).

unsur-unsur pokok yang terkandung dalam pengertian tafsir adalah sebagai berikut:
a) Hakekat tafsir adalah menjelaskan maksud ayat Al-Qur’an yang sebagian besar
memang diungkap dalam bentuk dasar yang sangat global (mujmal).
b) Tujuan tafsir adalah memperjelas apa yang sulit dipahami dari ayat-ayat Al-Qur’an,
sehingga apa yang dikehendaki Allah dalam firmannya dapat dipahami dengan
mudah, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan.
c) Sasarannya adalah agar Al-Qur’an sebagai hidayah Allah untuk manusia yang
berfungsi menjadi rahmat bagi seluruh manusia dan makhluk Allah yang lain.
d) Tafsir sebagai sarana pendukung bagi terlaksananya penafsiran Al-Qur’an itu meliputi
berbagai ilmu pengetahuan yang cukup banyak.
e) Bahwa upaya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an bukanlah untuk mencapai kepastian
pengertian Al-Qur’an akan tetapi, pencarian dan penggalian makna itu hanyalah
menurut kadar dengan kemampuan manusia.

2.2.3 Ilmu-ilmu Hadist


Ilmu-ilmu hadist merupakan rumpun ilmu-ilmu yang lahir dari kebutuhan kaum
muslimin untuk memperoleh hadis dan sunnah nabi Saw yang autentik dan sahih.
Mengingat pentingnya hadis sebagai bayan (penjelas pemberi keterangan) al-Qur’an
dan juga sebagai sumber hukum islam kedua sesudah al-Quran, maka tela’ah ilmu
hadist menempati posisi yang penting dalam ilmu-ilmu tradisional Islam, karena
tujuan pokok ilmu hadist adalah menguji kesahhihan hadist yang begitu banyak
bertebarang di kalangan sahabat dan tabi’an (generasi sesudah sahabat), maka lahirla
beragam metode dan cara verivikasi yang melahirkan cabang-cabang ilmu seperti
ilmu riwayah (telaah periwayatan dan pengutipan hadist), ilmu dirayah (pembahasan
penerimaan dan penolakan hadist dari segi sanad dan matan), ilmu rijal al-hadist
(telaah perawi hadist), ilmu al-jarh wa al-tadil (telaah tentang cacat moral dan adilnya
perawinya hadist).
Ilmu hadist meliputi dua bidang kajian dasar, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu
hadits dirayah. Ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang mencakup tentang pemindahan
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa ucapan, tindakan atau
pentetapannya. Jadi subyek kajian ilmu hadits riwayah ini adalah ucapan, tindakan,
sifat dan penetapan Nabi, dari segi penyampainnya dan seseorang kepada orang lain.
Kemudian perhatian ilmu ini adalah pada hafalan sunnah dan penulisannya serta
pemeliharaan dari kesalahan dalam mentransfer segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi, dengan maksud agar umat Islam dapat mengikuti Nabi dengan
sebaik-baiknya.
Pada masa kenabian, hanya ada sedikit hadits Nabi yang ditulis oleh para sahabat.
memang mereka lebih menekankan pada penghafalan dan penulisan ayat-ayat
al-Quran yang telah diwahyukan Allah kepada Nabi secara bertahap. Nabi sendiri di
awal-awal masa kenabiannya mencegah para sahabat untuk menulis Hadits, dan
hanya mengizinkan penyampaiannya kepada orang lain secara lisa. Namun beliau
kemudian mengizinkan penulisan hadits ketika sebgain besar ayat-ayat al-Quran
sudah diturunkan dan aman dari kemungkinan bercamputnya al-Quran dan Hadits.
Izinpun hanya diberikan kepada beberapa oang sahabat tertentu yang memiliki
kecakapan akan hal ini seperti Abdullah ibn Amr ibn Ash.orang yang pertama kali
membukukan hadits adalah Al-Zuhri. Namun pembukuan Hadits pertama kali
secara sistematis dilakukan oleh Malik Ibn Anas (93-178 H) dengan kitabnya yang
terkenal al-muwaththa. Meski demikian, pada masa ini periwayatan Hadits melalui
oral tetap lebih banyak dari pada melalui tulisan.
Ilmu Hadits dirayah adalah ilmu utnuk mengetahui keadaaan para periwayat
Hadits dan syarat-syaratny serta jenis-jenis Hadits yang diriwayatkan dari segi
diterima atau ditolaknya. Subyek kajian ilmu Hadits dirayah ini adalah sanad dan
matan Hadits. Sanad adalah rantai (silsilah) para rawi yeng mentransfer Hadits dari
sumber pertama. Bahasan pada sanad adalah keadaan masing-masing tokohnya, dari
segi bersambung atau terputusnya sanad, dari segi tinggi atau rendahnya sanad.
Sedangkan matan adalah lafazh hadits itu sendiri; dan bahasan pada matan ini
adalah segi kesahehan dan kelemahannya. Dengan ilmu Hadits dirayah ini kemudian
muncul klasifikasi Hadits menjadi tiga, yakni Hadits Shahih, Hadits Hasan dan Hadits
Dha’if.
Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya sampai kepada Nabi, yang ditransfer
oleh para rawi yang adil dan teliti dalam hafalan maupun penulisan Hadits, serta tidak
tercela. Hadits Hasan adalah serupa dengan kriteria Hadits Shahih ini. Hanya saja,
dalam Hadits hasan para periwayatnya bersikap kurang adil dan kurang teliti, baik
dalam hafalan maupun penulisan Hadits. Sedangkan Hadits Dha’if adalah Hadits yang
tidak memenuhi kriteria Hadits Shahih dan Hadits Hasan.
Ilmu Hadits dirayah muncul setelah pembukuan Hadits, karena ilmu Hadits ini
merupakan ketentuan-ketentuan atau metode untuk menilai kesahihan atau kelemahan
suatu Hadits. Di antara ilmu-ilmu Hadits yang terpenting adalah ilm al-jarh wa ta’dil
(ilmu tentang cara menilai baik dan buruknya periwayat Hadits), ilm rijal al-Hadits
(ilmu tentang tokoh-tokoh Hadits), ilm ‘ilal al-Hadits (ilmu tentang sebab-sebab
yang menjadikan tercelanya Hadits-Hadits), ilm gharib ak-Hadits (ilmu tentang
kata-kata dalam Hadits yang mengandung arti samar-samar atau aneh), dan ilm nash
al-Hadits wa mansukhih (ilmu tentang Hadist-Hadist yang kontradiktif yang tidak
dapat dikompromikan, sehingga jalan keluarnya adalah dengan cara menjadikan salah
satunya sebagai penghapus hokum yang ada pada Hadits lainnya).

2.2.4 Fiqh
Fiqih berasal dari bahasa Arab faqiha, yafqahu, fiqhan, yang berarti ‘memahami,
memikirkan, mempelajari’. Menurut Abdul Wahab Afif (1995) mengatakan Fiqih
adalah kumpulan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah (praktis) yang digali
dari dalil-dalilnya yang tafsili (terperinci)”.Fiqh merupakan cabnag ilmu tradisonal
islam yang terkait dengan upaya memahami hukum islam yang termaktub dalam
al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Jika fiqh adalah telaah yurisprudensi bagaimana
memahami, menggali, dan menetapkan hukum dari sumber-sumbernya (Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi Saw), seperti menegathui apa yang diwajibkan, disunahkan,
diharamkan, dimakruhkan dan diperbolehkan serta mana yang sah dan mana yang
batal(tidak sah). salah satu prinsip yurisprudensi yang disepakati oleh
mazhab-mazhab Islam adalah empat sumber hukum Islam, yaitu al-Qur’am, Sunnah
Nabi Saw, Ijma, dan akal. Ilmu fiqih muncul pada periode tabi’I al-tabi’in abad kedua
hijriyah.

2.2.5 Ilmu Kalam


Ilmu kalam adalah tentang prinsip-prinsip dasar keimanan islam yang meliputi
keyakinan keesaan Allah, kenabian, hari kebangkitan, keyakinan dasar agama
(aqidah). Dalam persoalan konsep iman terdapat dua aliran, yakni Khawarij dan
Murji’ah. Maka disiplin ini membahas akidah utama agama Islam pun mendapat
sebutan ilmu kalam.
1. Ilmu Tauhid
Ilmu ini dinamakan ilmu Tauhid karena membicarakan tentang keesaan Allah. Yang
terpenting dalam pembahasan ilmu ini ialah mengenai keesaan Allah. Menurut
ulama-ulama Ahl al-Sunnah bahwa Tauhid adalah bahwa Allah itu Esa dalam
zat-Nya, tidak terbagi-bagi, Esa dalam sifat-sifat-Nya yang azali, tiada tara bandingan
bagi-Nya dan Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya
(Muthahhari,2002)
2. Ilmu Ushuluddin
Ilmu ini dinamakan ilmu ushuluddin sebab membahas tentang prinsip-prinsip agama
Islam. Ilmu usuluddin ialah ilmu yang membahas padanya tentang prinsip-prinsip
kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang qat’i (al-Quran dan Hadis Mutawatir) dan
dalil-dalil fikiran.
3. Ilmu Akidah atau Aqa’id
Ilmu ini dinamakan ilmu akidah atau aqa’id sebab membicarakan tentang
kepercayaan Islam. Syekh Thahir al-Jazairi (1851-1919) menerangkan bahwa akidah
Islam ialah hal-hal yang diyakini oleh orang-orang Islam, artinya mereka menetapkan
atas kebenaran.

Sejarah munculnya ilmu kalam berawal sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW,
timbullah persoalan-persoalan dikalangan umat islam tentang siapakah pengganti
Nabi (Khalifatul Rasul) kemudian persoalan itu dapat diatasi setelah dibai’atnya/
diangkatnya Abu Bakar As-Shiddiq sebagai khalifah, setelah Abu Bakar wafat
kekhalifahan dipimpin Umar bin Khattab pada masa kepemimpinan Umar bin
Khattab umat islam tampak tegar dan mengalami ekspansi seperti kejazirah Arabian,
Palestina, Syiria, sebagian wilayah Persia dan Romawi serta Mesir. Setelah
kekhalifahan Umar bin Khattab berakhir maka Utsman bin Affan menjadi Khalifah,
Utsman termasuk dalam golongan Quraisy yang kaya kaum keluarganya terdiri dari
orang-orang Aristokrat Mekkah karena pengalaman dagangnya mereka mempunyai
pengetahuan administrasi. Pengetahuan mereka ini bermanfaat dalam memimpin
administrasi daerah-daerah di luar semenanjung Arabiah yang bertambah masuk
kebawah kekuasaaan islam. Namun karena pada masa kekhalifahan Utsman
cenderung kepada nepotisme terjadilah ketidakstabilan dikalangan umat Islam
dengan banyaknya penentang-penentang yang tidak setuju kepada khalifah Ustman
puncaknya tewas terbunuh oleh pemberontak dari Kufah, Basroh dan Mesir. Setelah
Ustman wafat Ali bin Abi Thalib sebagai calon terkuat terpilih sebagai khalifah yang
keempat tetapi ia segera mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula
menjadi khalifah seperti Thalhah, Zubair dan Aisyah peristiwa ini dikenal dengan
perang Jamal. Tantangan kedua datang dari Muawiyah bin Abi Sufyan yang juga
ingin menjadi khalifah dan menuntut kepada ali supaya menghukum
pembunuh-pembunuh Ustman. Dari peristiwa-peristiwa tersebut munculah Teologi
asal muasal sejarah munculnya kalam (Hasbi, 2015).

2.2.6 Filsafat Islam


Filsafat islam merupakan ilmu islam rasional yang telah melahirkan para
pemikir-filsuf yang disegano di dunia seperti al-farabi, ibn sina, kelompok ikhwan
al-shafa, ibn-rusyd dan lain sebagainya. Dalam pengetian umum, filsafat adalah
sebuah penyempurnaan jiwa manusia baik secra teoritis maupun praktis. Sedangkan
dalam pengertian khusus, yaitu disebut dengan filsafat pertama, atau metafisika
artinya sebuah disiplin ilmu yang menelaah prinsip-prinsip umum keberadaan
maujud sabagai maujud.

2.2.7 Tasawuf
Tasawuf merupakan salah satu disiplin yang lahir dan berkembang dalam rahim
kebudayaan islam. Ilmu tasawuf merupakan cara-cara seseorang mendekatkan dirinya
kepada Allah Menurut Nasr (1981) terdapat tiga dimensi ajaran islam, yaitu syariah,
thariqah, dan haqiqah (kebenaran). yang ketiganya berturut-turut berkorespondensi
dengan islam, iman dan ihsan. Selain itu tasawuf dillakukan dengan cara takhalli
(upaya mengosongkan diri dari sifat dan perbuatan buruk serta sikap ketergantungan
pada kenikmatan hidup duniawi), tahalli (upaya menghiasi diri dengan pemilikan sifat,
sikap dan perbuatan yang baik), tajali ( penampakan diri Tuhan yang bersifat absolut
dalam bentuk alam yang bersifat terbatas) (Nata, Suwito, Abdillah, & Arief, 2003).
Dalam pembahasan disiplin ilmu-ilmu islam, tasawuf sebagai sebuah cabang
kebudayaan ilmiah islam. Sebagai suatu disiplin ilmiah dan akademis, tasawuf
memeiliki dua cabang, yaitu tasawuf teoretis (menggunakan pendekatan/bahasa
filosof untuk mengekspresikan pengalaman mistiknya) dan tasawuf praktis
(pembinaan akhlak).

2.2.8. Sejarah dan Peradaban Islam


Pada periode kenabian (610-632 M) persoalan-persoalan kemasyarakatan
muncul belum begitu banyak dikarenakan para sahabat dapat menanyakan secara
langsung pada Nabi ketika terdapat persoalan-persoalan baru. Di samping itu, para
sahabat tidak mengalami kesulitan dalam memahami Al-Qur’an dan Hadist karena
mereka memahami betul maksud ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist, sementara bahasa
Arab pada waktu itu masih murni, belum berakulturasi dengan bahasa-bahasa lain
(Nata, 2003)
Pada periode al-Khulafa’ al-Rasyidun (11-41 H / 632-661 M), melalui
upaya-upaya penyebaran Islam yang dilakukan sahabat, Islam mulai berkembang ke
wilayah-wilayah di luar semenanjung Arabia. Di wilayah-wilayah baru ini terdapat
atau muncul persoalan-persoalan baru yang belum pernah terjadi pada masa Nabi di
jazirah Arab. Pada masa ini terdapat dua kecenderungan dalam memahami Islam,
yaitu: kecenderungan memahami teks (Nashsh) Al-Qur’an dan Hadist yang secara
harfiah disebut ahl al-hadist dan kecenderungan memahami teks dengan banyak
menggunakan rasio, yang disebut ahl-ra’y. Pada masa ini dilakukan pembukuan
Al-Qur’an dalam bentuk mushhaf, yakni pada zama khalifah Utsman ibn Affan,
karena hal ini memang sangat dibutuhkan untuk menghindari perbedaan bacaan
al-Qur’an yang dapat mengarah kepada perpecahan. Pada masa ini belum
merumuskan metodologi untuk memahami Al-Qur’an dan Hadist dan belum
merumuskan ilmu-ilmu agama sebagai ijtihad mereka dalam memahami kedua
sumber Islam ini.
Dilanjut pada periode Dinasti Umawiyah (41-133 H / 661-750 M). Wilayah
Islam semakin luas meliputi juga beberapa wilayah yang sudah mewakili tingkat
kebudayaan yang “lebih tinggi”, yakni bekas wilayah Imperium Romawi (Bizantium
Timur) dan kekuasaan kerajaan Sasan di Persia. Dalam wilayah-wilayah baru ini
terdapat persoalan-persoalan dalam kehidupan kaum muslimin sebagaimana akibat
dari interaksi kaum muslimin dengan penduduk wilayah baru. Hal ini menimbulkan
semakin banyaknya pemikiran keagamaan sebagaimana ijtihad dari para ulama, yang
dapat diklarifikasikan menjadi dua pola yaitu ahl al-hadist dan ahl al-ra’y. Namun,
pemikiran-pemikiran tersebut belum dirumuskan menjadi ilmu tersendiri. Ilmu yang
sudah dibukukan dalam periode ini adalah ilmu pengetahuan umum dan filsafat.
Ilmu tersebut merupakan terjemahan dari bahasa lain untuk kepentingan kehidupan
praktis. Diantaranya adalah: Kunasy (buku kedokteran yang diterjemahkan atas
intruksi ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz pada tahun 99-102 H / 717-720 M) dan Diwan
(buku matematika yang diterjemahkan atas perintah Hisyam ibn ‘Abd al-Malik pada
tahun (106-126 H / 724-742 M)
Ilmu-ilmu agama islam baru muncul pada masa awal dinasti Abbasiyah
(133-766 H / 750-1258 M). Hal itu terjadi setelah kaum muslimin dapat menciptakan
stabilitas keamanan di seluruh wilayah islam. Disisi lain kaum muslimin, yang
tingkat kehidupannya memang semakin baik, tidak lagi berkonsentrasi untuk
memperluas wilayahnya, melainkan berupaya untuk membangun suatu peradaban
melalui pengembangan ilmu pengetahuan. Maka munculah beberapa kegiatan dalam
kaitan dengan kebangkitan ilmu pengetahuan ini, yang terdiri dari tiga bentuk: (1)
menyusun buku-buku, (2) rumusan ilmu-ilmu islam, (3) penterjemahan manuskrip
dan buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab.
Adapun penyusunan buku-buku mengambil beberapa tahap. Pertama, pencatatan
ide dan hasil percakapan. Kedua, mengambil bentuk pembukuan ide-ide sejenis serta
pembukuan buku-buku hadist. Ketiga, mengambil bentuk penyusunan buku-buku
yang sudah di sistematisasi dengan bab-bab. Tahap ini di ikuti dengan penyusunan
buku-buku hadist, fiqh, tafsir, sejarah, dan sebagainya pada tahun 143 H / 760 M.
Ada beberapa hal yang mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan: (1)
masuknya orang-orang non-Arab ke dalam agama islam (mawali), baik dari Persia,
Bizantium, maupun Mesir. (2) dukungan khalifah-khalifah Abbasiyah, terutama
sejak Abu Ja’far Al-Mansur (137-159 H / 754-775 M) untuk melakukan
penerjemahan buku-buku filsafat yunani ke dalam bahasa Arab serta pembukuan
ilmu-ilmu islam. Penulisan buku-buku ini sebagai upaya untuk memagari pengaruh
pemikiran-pemikiran asing yang tidak sesuai dengan ajaran islam. (3) bertambahnya
perhatian dalam penghafalan Al-Qur’an serta dalam pembukuan Hadist, sehingga
mempermudah untuk berijtihad atau merumuskan ilmu-ilmu agama Islam.
Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan dunia keilmuan di Dunia Islam klasik
merupakan bagian sentral dari gerakan kebudayaan dan peradaban Islam. Era
keemasan Islam pada abad ke-8 sampai abad ke-14 pada dasarnya merupakan era
kejayaan dunia ilmu pengetahuan, bukan dunia sosial politik dan lainnya. Kemajuan
ilmu pengetahuan Islam dengan etos keilmuannya yang begitu tinggi dijadikan
sebagai barometer dan indikator utama kemajuan peradaban islam klasik. Prinsip
tersebut bersesuaian dengan karakter Islam yang mengutamakan ideofak dan
sosiofak daripada artefak material dari sebuah kebudayaan.
Oleh karena merupakan bagian sentral dari gerakan peradaban Islam, maka
kemajuan dunia ilmiah pada masa Islam klasik terjadi di berbagai sektor kehidupan.
Karena masjid merupakan jantung atau pusat peradaban Islam, maka dari masjid
pulalah tradisi ilmiah berkembang. Masjid adalah tempat pertama lembaga
pendidikan islam yang menjadi pusat aktivitas ilmiah berbagai jenis ilmu
pengetahuan dikembangkan. Setelah masjid tidak dapat lagi menampung
aktivitas-aktivitas ilmiah berbagai jenis ilmu pengetahuan dan seni, dimulailah
dibangun lembaga pendidikan Islam di luar kompleks masjid. Lembaga pendidikan
yang pertama kali dibangun disebut dengan maktab. Kemudia sesuai dengan
perkembangan dunia keilmuan yang begitu pesat, didirikanlah lembaga-lembaga
pendidikan yang dapat mewadahi berbagai macam aktivitas ilmiah tersebut.
Lembaga-lembaga pendidikan itu adalah majlis, bait al-hikmah atau dar al-‘ilmi,
madrasah, observatorium, rumah sakit, dan zawiyah.

2.3 Ciri-ciri Ilmu Agama Islam


a) Islam adalah agama tauhid , Yang dimaksud At-Tauhid disini adalah Ifradullah bil
Ibadah ( Meng-Esa-kan Allah dlm Beribadah)
b) Islam agama pemersatu dan bukan pemecah belah, Islam mengajarkan agar
beriman kepada semua utusan Allah yang diutusNya untuk memberikan petunjuk
kepada semua manusia dan untuk mengatur kehidupannya dan beriman bahwa
Rasululloh Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penghabisan semua
Rasul Allah, syari’atnya menggantikan semua syari’at yang sebelumnya. Beliau
diutus kepada seantero manusia untuk menyelamatkan mereka dari kelaliman dan
agama-agama palsu. Ditegaskan pula bahwa agama Islam selalu terpelihara
kebenarannya.
c) Islam adalah agama yang mudah, jelas dan bisa dimengerti. Islam tidak mengakui
takhayul dan kepercayaan yang merusak serta falsafah yang sulit, ia dapat
diterapkan di segala tempat dan waktu.
d) Islam mengajarkan persamaan, persaudaraan sesama muslim. Ia anti terhadap semua
yang bersifat perbedaan daerah dan tingkat sosial.
e) Islam tidak mengajarkan kekuasaan tokoh agama yang memonopoli agama. Islam
juga tidak mengenal pikiran yang sulit dibuktikan kebenarannya. Juga tidak
mengenal apa yang disebut pembesar-pembesar agama yang dipuja. Setiap
manusia bisa mempelajari Al-Qur’an dan hadits Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa
sallam menurut faham orang-orang shaleh dahulu, kemudian mewarnai kehidupan
masyarakat sesuai dengan Qur’an dan Hadits.

2.4. Metode Penelitian Ilmu Agama Islam


Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Nata, Suwito, Abdillah, & Arief, 2003).
Islam tidak hanya didasarkan kepada intuisis mistis dari mansuia dan terbatas pada
hubungan antara manusia dengan Tuhan. Islam tidak melepkan dirinya dalam masalah
kehidupan manusia di muka bumi. Islam juga merupakan agama yang membentuk suatu
masyarkat dan peradaban.
Neong Muhadjir, Guru Besar Pascasarjana dalam Filsafat Ilmu, Penelitian dan
Kebijakan, menawarkan tiga model bagi pengembangan ilmu-ilmu keislaman yaitu,
metode postulasi; metode pengembangan multidisiplin dan interdisiplin; dan metode
pengembangan reflektif-konseptual-problematik. (Nata, Suwito, Abdillah, dan Arief,
2003).

1. Metode Postulasi, yaitu bangunan pokok metode ini adalah deduksi, diberangkatkan
dari konsep idealisasi. Model islamisasi ilmu pengetahuan dapat masuk ke dalam
konsep idealisasi transcendental.
2. Metode Pengemabangan Multidisipliner dan Interdisipliner, yaitu dengan
multidisipliner adalah cara bekerjanya seorang ahli di suatu disiplin dan berupaya
membangun disiplin ilmu lain. Sedangkan interdisipliner adalah cara kerja sejumlah
ahli dari berbagai keahlian untuk menghasilkan sebuah teori Bersama.
3. Metode Pengembangan Reflektif-Konseptual-Tentatif-Problematik. Metode ini dapat
bergerak merentang dari konsep idealisasi teoritik, moralistic, dan transcendental
secara reflektif. Pada metode ini kita berangkat dari konstruksi teoritik-sistematik
ilmu yang berkembang.

Fazlur Rahman dalam bukunya Islam and Modernity sering menyebutkan dua
istilah metodik dalam buku-bukunya, yakni historico-critical method dan
hermeneutic method . historico-critical method merupakan sebuah pendekatan
kesejarahan yang pada prinsipnya bertujuan menemukan fakta-fakta objektif secara
utuh dan mencari nilai-nilai tertentu yang terkandung di dalamnya. Jadi yang
ditekankan oleh metode ini adalah pengungkapan nilai-niali yang terkadnung dalam
sejumlaah data sejarah, bukan peristiwa sejarah itu sendiri. Metode kedua yang
digunakan Rahman adalah metode Hermeneutic, yaitu metode untuk memahami dan
menafsirkan teks-teks kuno seperti teks kitab suci, sejarah, hokum juga dalam bidang
filsafat. Ada dua tugas hermeneutic yang pada dasarnya identic satu sama lainnya,
yaitu interpretasi gramatika dan interpretasi psikologis. Gramatika merupakan sarana
berfikir setiap orang, sedangkan psikologi memengkinkan seseorang memahami
pribadi menulis.
Hermeneutik pada dasarnya bersifat mensejarah, artinya makna suaru penafsiran
tidak pernah berhenti pada suatu masa saja, tetapi selalu berubah menurut modifikasi
sejarah. Dalam metode ini Rahman menggunakannya untuk menafsirkan Islam
normative, yakni Al-Qur’an, sepanjang mengenai prinsip-prinsip hermeneutic:
memahami teks secara keseluruhan tidak secara sepotong-potong, memahmi teks
menurut kehendak penciptanya, menghidupkan kembali dalam situasi subjek yang
menafsirkannya.

2.5. Tokoh-tokoh Agama Islam


2.5.1 Ilmu Tafsir
1. Syaykh Darwisy Khad, Syaykh ini merupakan orang pertama menyadarkan
Muhammad Abduh tentang arti, hakekat dan tujuan dari ilmu.
2. Al-Sayyid Jamâl al-Dîn al-Afghâni, Gagasan yang ditawarkan lebih cenderung
kepada paham rasional dan berbasis ilmiyah moderen (pasti). Sebagai jiwa
pengembara ia kembali membuka jaringan ilmiyah di Mesir. Ia meluangkan waktu
untuk membimbing pemikir muda berbagai corak pemikiran filsafat Iran. Di mesir ini
pemikiran al-Afghâni tidak hanya berupaya memopulerkan aliran rasionalnya namun
ia berupaya melakukan pendekatan keilmuwan berdasarkan kualitas masyarakat
umumnya (Zed Book, 1998).
Kemajuan berfikir Abduh semakin berkualitas dan berkembang setelah
pertemuannya dengan al-Afghani. Ia semakin kritis tidak hanya terhadap sistim
pembelajaran keagamaan yang berlaku di al-Azhar sendiri bahkan sampai kepada
perjalanan sistim pemerintahan. Abduh meneruskan ide-ide pembaharuan dalam
pemahaman beragama. Ia mewarisi dan memaparkan kembali filsafat Islam rasional
al-Afghâni dengan cara menempatkan berbagai corak retorikanya ke dalam format
situasi audiens. Jadi wajarlah kalau dalam tafsir Abduh terkadang ditemui penafsiran
rasional yang ternyata format tersebut terungkap dalam forum khusus kajian
al-Qur’ân bagi kalangan ilmuwan, bukan awwam. Pengaruh pemikiran rasional
al-Afghâni dalam tafsir Abduh dapat dilihat ketika ia menafsirkan kata al-Fīl dalam
QS. al-Fīl. Menurut Abduh, apa yang dialami oleh panglima Habasyah (Ethiopia) dan
bala tentaranya merupakan salah satu bentuk penyakit ganas. Ia dapat menyerang
manusia melalui pori-pori kulit seketika muncul bisul-bisul yang dapat menyebabkan
kulit dan daging akan hancur dan berjatuhan. Penyakit tersebut dibawa oleh sebangsa
serangga nyamuk atau lalat. Binatang tersebut dapat dikatakan sebagai -makroba
yang belum dapat diuraikan secara jelas keberadaan dan kuantitasnya kecuali oleh
Sang Pencipta (10 Muhammad Abduh, Tafsīr Juz ‘âmma,hal.60).
3. Al-Zamakhsyâri (Tafsîr al-Kasysyâf)
Tafsīr al-Kasysyâf karya al-Zamakhsyari merupakan kitab tafsir sangat dikagumi
oleh Abduh dan bahkan menunjuknya sebagai kitab tafsir yang paling berperan dan
layak digunakan oleh pengkaji dalam melakukan pengkajian al-Qur’ân. Abduh
menjadikan tafsir ini sebagai salah satu di antara tafsir yang berpengaruh dalam
penafsirannya seperti Tafsîr al-Thabari, Tafsîr al-Nasafi, al-Dur al-Manshur fi Tafsîr
al-Ma’tsûr, Tafsîr Mafâtih al-Ghayb, tafsir al-Baidhowi, tafsir Jalalain dan
sebagainya. Tafsîr al-Kasysyâf seperti halnya dengan tafsir lain, Abduh
menjadikannya bahan dasar ataupun perbandingan dalam memahami suatu ayat.
4. Imam al-Ghazâli
Imam al-al-Ghazâli27 merupakan tokoh terkemuka dalam penafsiran al-Qur’ân
Esoteris. Pemikiran imam al-Ghazâli sangat berperan dalam pandangan-pandangan
Abduh. Ia memiliki persamaan persepsi dalam memahami al-Qur’ân. Menurutnya
al-Qur’ân telah mengungkapkan semua persoalan keagamaan. Namun pesan dari
ayat-ayat itu sebahagian disampaikan dalam bentuk ungkapan sharih dan sebahagian
lagi berbentuk isyarat. Dengan ungkapan lain, ayat tersebut disampaikan dalam
bentuk umum (mujmal) dan lainnya terperinci. Dari kondisi ini dapat dipahami
bahwa keterlibatan pikiran tidak dapat diabaikan. Akal sangat dibutuhkan untuk
memahami secara mendalam pengertian ayat tersebut.
Selanjutnya hal tersebut dipertegas lagi oleh pandangan al-Ghazâli sebagaimana
pemahaman Abduh tentang al-Qur’ân yang menyatakan bahwa al-Qur’ân adalah
firman Tuhan yang abadi berasal dari Zat Tuhan. Berpijak dari ketidakmampuan
sepenuhnya manusia memahami sifat-sifat Tuhan, bagaimana mungkin bagi mereka
memahami kesempurnaan makna Kalam-Nya. (Tamrin, 2010).
5. Tafsîr al-Thabari
Tafsîr al-Thabari35 istilah lain dari Jâmi al-Bayân fî Tafsîr ây al-Qur'ân merupakan
salah satu bentuk tafsir ma'tsûr klasik yang memakai metode tahlili. Tafsir ini dapat
dikatakan tafsir pertama yang memakai sistim ma’tsûr dan mutadawwîn. Ia
mendapatkan julukan sebagai tafsir induk, umm al-Tafsîr. Sebagai tafsir pertama
yang dapat dilacak keberadaannya hingga sekarang, ia konsisten untuk memilih
penafsiran al-Qur’ân dengan berdasarkan dalil al-Qur’ân sendiri, hadis-hadis
Rasûlullâh dan riwayat para tabi'in. tafsir pun sangat didukung oleh
kemampuan-kemampuan ilmu al-Qur’ân-nya (Tamrin, 2010).

2.5.2 Ilmu Hadits


1. Imam Bukhari
Para ulama sepakat bahwa Shahih Bukhari adalah kitab yang paling shahih sesudah
Al-Quran. Nama lengkap ulama ini adalah Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail bin
Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah. Ulama ini lahir di Bukhara, suatu kota di
Uzbekistan, wilayah Uni Sovyet yang merupakan simpang jalan antara Rusia, Persi,
Hindia dan Tiongkok. Karena itu, dia disebut dengan nama Bukhari (putra daerah
Bukhara). Beliau dilahirkan selesai shalat Jumat, pada tanggal 13 Syawal 194 H
(810M). Bukhari mulai mempelajari Hadis sejak usianya masih muda sekali, bahkan
sebelum mencapai usia sepuluh tahun. Meskipun usianya masih sangat muda, dia
memiliki kecerdasan dan kemampuan menghafal yang luar biasa.
- Nama Kitab Karyanya.
Kitab inilah induk kitab-kitab hadis yang ternama. Al-Bukhari menamainya
dengan: (al-Jami‘ash-Shahih al-Musnad min Haditsi Rasul SAW). Kitab ini
terbagi dalam 97 kitab, dan 3.451 bab. Bukhari menyelesaikan Shahihnya
dalam waktu 16 tahun. Setiap beliau hendak menulis hadis, beliau mandi dan
beristikharah. Ibnu Shalah menetapkan bahwa jumlah hadis al-Bukhari ada
7.275 buah hadis dengan berulang-ulang. Kalau tidak berulang-ulang ada
4.000 buah hadis.
2. Imam Muslim
Nama lengkapnya ialah Muslim bin Hajjaj bin Muslim bin Wardi bin Kawisyadz
al- Qusyairi an-Naisaburi. Nama panggilan adalah Abul Husain. Imam adz Dzhabi
berkata; Imam Muslim meninggal pada bulan Rajab tahun 261 Hijriyah di Naisabur.
Nama Kitab Karyanya Dalam bidang hadis, Imam Muslim banyak sekali
menyumbangkan karya-karya kepada umat Islam. Salah satunya, adalah (Jami‘ush
Shahih). Kitab ini berisikan sebanyak 7.273 buah hadis, termasuk dengan yang
terulang. Kalau dikurangi dengan hadis yang terulang tinggal 4000 hadis saja. Shahih
Muslim adalah kitab yang kedua dari kitab-kitab hadis yang menjadi pegangan
(pedoman) sesudah Shahih Bukhari. Shahih muslim lebik baik susunan dari Shahih
al-Bukhary. Karena itu mudah mencari hadis di dalamnya, daripada di dalam Shahih
al-Bukhary.
Para ulama menyebut kitab shahih ini sebagai kita yang belum pernah didapati
sebelum dan sesudahnya dalam segi tertib susunannya, sistematis isinya, tidak
bertukar-tukar dan tidak berlebih dan tidak berkurang sanad-sanadnya. Al-Hafis Abu
Ali an-Nisabury berkata “dibawah kolong langit tidak terdapat seshahih kitab hadis
selain kitab Shahih Muslim”.
Imam an-Nawawi mengatakan, dalam kitab Shahih Muslim hadis-hadis dan jalur
periwayatannya disajikan kepada pembaca dengan susunan dan pemaparan yang tertib
dan indah. Keindahan itu dapat ditemui dari tahqiq Imam Muslim yang matang
terhadap jalur periwayatan hadis, sehingga substansi kitab sangat dalam dan penuh
dengan aneka macam bentuk kewara‘an dan kehati-hatian.
- Kitab Syarahnya
Kitab-kitab syarah Shahih Imam Muslim ada 15 buah. Yang amat terkenal
diantaranya Al-Mu‘lim bi Fawa‘idi, karya Al-Mazary (536 H), Al-Ikmal
karya al-Qhadhi Iyadh (544 H), Minhaj al-Muhadditsin karya an-Nawawy
(676H), Ikmal al Ikmal, karya az- Zawawy (744H), Ikmal al-Ikmali Mu‘lim
karya Abu Abdillah al-Abiyy al Maliky (927 H). Syarh al-Qadhy Iyadh
menyempurnakan Syarh al-Mazary, Syarh an-Nawawy mengumpulkan Syarh
al-Mazary, Syarh al-Qadhyu Iyadh dan Syarh Mufhim al-Qurthuby (Syarh
Mukhtasar Muslim yang disusun oleh al-Qurthuby). Syarh Abu Abdillah
al-Abiyy al-Maliky, terkandung di dalamnya Syarh al-Mazary, al-Qadhi
Iyadh, al-Qurthuby dan an-Nawawy selain daripada tambahan dan tanbih.
3. Imam Abu Daud
Menurut adz-Dzahabi, Abu Daud lahir pada tahun 202 Hijriyah. Ia sering melakukan
rihlah, mengumpulkan hadis menelurkan karya dalam bidang hadis.
- Nama Kitab Karyanya
Diantara karyanya yang terbesar dan sangat berfaedah bagi para Mujtahid
ialah kitab Sunan yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Abu Daud.
Abu Daud sendiri mengatakan, ‖Aku telah menulis hadis Rasul sebanyak
500.000 hadis, kemudian aku pilih sejumah 4.800 lalu masukkan dalam kitab
ini‖. Kemudian dikatakannya; ‖Saya tidak meletakkan sebuah hadis yang telah
disepakati oleh orang banyak untuk ditinggalkannya. Saya jelaskan dalam
kitab tersebut nilainya dengan shahih, semi shahih (yusybihuhu), mendekati
shahih (yuqaribuhu) dan jika dalam kitab saya tersebut terdapat hadis yang
wahnun syahidun (sangat lemah) ―.
- Kitab-Kitab Syarahnya
Kitab syarah diantaranya Ma‘alim as-Sunan karya al-Khataby dan Aun
al-Ma‘bud karya seorang ahli hadis yang terkenal di India, Abu ath-Thaib
Syams al-Haqq Azhim Abady. Sebaik-baik kitab mukhtasarnya ialah
Mujtaba‘susunan al-Mundziry yang telah disyarahkan as-Sayuthy.
Al-Mujtaba itu telah disaring oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Hasil saringan
itu dinamai Tahdzib as-Sunan.
4.Imam Al-Tirnidzi
Nama lengkapnya Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin adh-Dhahak
as-Sulami at-Tirmidzi al-Imam al-Alim al-Bari. Dia dilahirkan pada tahun 200 H
(824M) di sebuah kota kecil Turmudz yang terletak di pinggir Utara Sungai
Amuderia, sebelah Utara Iran.
- Nama Kitabnya Karyanya
Para ulama menyebutkan nama kitab Imam at-Tirmidzi ini, antara lain
adalah:
1) Shahih at-Tirmidzi. Orang yang sering menyebutnya demikian adalah
al-Khatib al- Baghdadi sebagaimana disebutkan Jalaluddin as-Suyuthi.
2) al-Jami‘ ash-Shahih. Orang yang sering menyebutnya demikian adalah
al-Hakim.
3) al-Jami‘ al-Kabir. Penyebutkan dengan nama ini jarang digunakan dan orang
yang menyebutnya demikian adalah al-Kattani dalam Kitab ar-Risalah
al-Muthrafah.
4) as-Sunan. Nama ini adalah nama yang masyhur digunakan dengan
menisbatkan nama tersebut kepada penyusunnya, as-Sunan at-Tirmidzi, guna
membedakan dengan Kitab as-Sunan lainnya.
5) Al-Jami. Nama ini adalah nama yang paling sering digunakan dan paling
masyhur. Ketika dinisbatkan kepada penyusunnya, yaitu Jami‘ at-Tirmidzi.
Syeikh Mana al-Qathan dalam ‫طتنحذ ٕوػه ف يدثحط‬ٚ )Mabahits fi Ulum al-Hadits)
mengelompokkan karya at-Tirmizi ini dalam kelompok shahih dengan sebutan
al-Jami‘ ash-Shahih.
- Kitab-Kitab Syarahnya
Sebagian syarahnya ialah Syarh as-Sayuthi dan Syarh an Sindy. Syarahnya yang
paling besar ialah Aridhah al-Ahwadzy karya Ibnu Arabi al-Maliki dan sebagian
dari Mukhtasarnya ialah Mukhtasar al-Jami‘ karya Najmuddin ibn Aqil.
5.Ibnu Majah
- Nama Kitab Karyanya
Ibnu Majah menyusun kitab Sunan yang kemudian terkenal dengan nama
Sunan Ibnu Majah. Yang mula-mula menjadikan susunan kitab ini menjadi
kitab induk hadis yang keenam adalah Ibnu Thahir al-Maqdisy, kemudian
diikuti oleh al-Hafis Abd al-Ghany al-Maqdisy dalam kitab al-Ikmal. Mereka
mendahulukan sunan ini atas al-Muwaththa‘, karena banyak zawaidnya atas
kitab lain.
- Kitab-Kitab Syarahnya
Sebagian dari syarah Sunan Ibnu Majah adalah Mishbah az-Zujajah, karya
as-Sayuthy dan Syarh as-Sindy (Budiman, 2017).

2.5.3 Ilmu Fiqh


Perkembangan ilmu fiqih dan perkembangan yang paling pesat terjadi pada periode
Umayyah dan Abbasiyah. Pada masa ini tokoh-tokoh fiqih yang terkenal hingga saat
ini adalah Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), Malik ibn Anas (Mazhab Maliki),
Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (Mazhab Syafi’i), dan Ahmad ibn Hambal (Mazhab
Hambali).
1. Abu Hanifah al-Nu’man
Abu Hanifah banyak memakai “pendapat” yang dalam bahasa Arab dikenal dengan
istilah al-ra’yu, qiyas, atau analogi serta istihsan yang juga merupakan suatu bentuk
analogi. Abu Hanifah dikenal sangat hati-hati dalam menggunakan sunnah sebagai
sumber hukum. Ia hanya memakai sunnah yang betul-betul diyakininya orisinal dan
bukan sunnah buatan. Oleh karena itu, ia dikenal sebagai penganut mazhab ahl
al-ra’yi (aliran rasionalis). Selain itu, Abu Hanifah juga berada di Kufah sehingga
tidak banyak menjumpai hadist. Sumber hukum yang digunakan Abu Hanifah yaitu
Al-Qur’an, sunnah (secara selektif), al-Ra’yu, qiyas, istihsan, dan syar’u man
qablana (agama sebelum kita). Qiyas adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada
suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan
nash karena adanya persamaan ‘illat antara kedua kejadian atau peristiwa tersebut.
Sedangkan istihsan adalah menetapkan hukum terhadap suatu masalah yang
menyimpang dari ketetapan hukum yang diterapkan pada masalah-masalah yang
serupa karena ada alasan yang lebih kuat. Adapun syar’u man qablana merupakan
syariat hukum dan ajaran-ajaran yang berlaku pada para nabi sebelum Nabi
Muhammad SAW seperti syariat Nabi Ibrahim, Nabi Daud, Nabi Musa, dan Nabi
Isa. Diantara murid Abu Hanifah yaitu Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ibrahim Al- Anshari
(113-182 H) dan Muhammad Ibn Hasan Al-Syaibani (102-189 H). Mazhab Hanafi
resmi dipakai oleh daulah Turki Ustmani, dan pada periode Abbasiyah banyak dianut
di Irak. Sekarang mazhab ini banyak terdapat di Turki, Suriah, Afghanistan,
Turkistan, Bangladesh, Israel, Jordania, Pakistan, Palestina, dan India. Suriah,
Lebanon, dan Mesir juga menggunakan mazhab ini secara resmi.
2. Malik Ibn Anas al-Asbahi
Malik Ibn Anas al-Asbahi sebagai pendiri mazhab Hanafi lahir pada tahun 713 H
dan berasal dari Yaman. Malik Ibn Anas menulis sebuah kitab terkenal
“al-Muwatta’”, yang merupakan kitab hadits dan fiqih. Dalam kitab ini, hadits diatur
di dalamnya
sesuai dengan bidang-bidang yang terdapat dalam buku fiqih. Dalam melahirkan
produk hukum, Malik banyak berpegang pada sunnah Nabi dan ijma’ Sahabat. Jika
ia tidak mendapatkan dasar hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah, maka ia
menggunakan qiyas dan masalih al-mursalah, yaitu maslahat umum. Dengan
demikian, sumber hukum yang digunakan oleh Imam Malik, yaitu Al-Qur’an,
sunnah, tradisi yang berlaku di kalangan sahabat (qaul al-shahabi), qiyas, dan
al-mashalih al-mursalah. Malik ibn Anas memiliki banyak murid, diantaranya
al-Syaibani, al-Syafi’i, Yahya al-Lais, al-Andalusi, Abd. Al-Rahman Ibn al-Qasim di
Mesir dan Asad Ibn al Furat al-Tunisi, Filsuf Ibn Rusyd dan pengarang Bidayah
al-Mujtahid termasuk pengikut Malik. Mazhab Maliki ini banyak dianut di Hejaz,
Maroko, Tunis, Tripoli, Mesir Selatan, Sudan, Bahrain, Aljazair, Gambia, Ghana,
Libya, Nigeria, dan Kuwait.
3. Muhammad bin Idris al-Syafi’i
Imam Syafi’i memiliki nama lengkap Muhammad ibn Idris al-Syafi’i lahir di Ghazza
pada tahun 767 M dan berasal dari suku bangsa Quraisy. Ia pernah belajar pada Sufyan
Ibn Uyaynah dan Muslim Ibn Khalid di Mekkah, dan ketika pindah ke Madinah, ia
belajar pada Malik ibn Anas hingga Imam Maliki ini meninggal dunia. Dalam
menetapkan produk hukum, al-Syafi’i berpegang pada lima sumber yaitu Al-Qur’an,
sunnah Nabi, ijma’ atau konsensus, pendapat sebagian sahabat yang tidak mengandung
perselisihan di dalamnya, serta qiyas. Murid-murid Imam Syafi’i antara lain di Irak
terdapat nama Ahmad Ibn Hambal, Daud Al-Zahiri, dan Abu Ja’far Ibn Jarir al Tabari.
di Mesir terdapat Isma’il al-Muzani dan Abu Yusuf Ya’qub al-Buwaiti. Abu Hamid
al-Ghazali, Muhy al-Din al-Nawawi, Taqi al-Din Ali Al-Subki, Taj al-Din Abd.
Al-Wahhab Al-Subki dan Jalal al-Din al-Suyuti adalah termasuk ke dalam golongan
pengikut-pengikut besar dari al-Syafi’i. Mazhab Syafi’i banyak dianut di Indonesia,
Ethiopia, Kenya, Malaysia, Singapura, Somalia, Srilanka, Tanzania, dan Yaman.
Bahkan Brunei Darussalam menjadikan mazhab Syafi’i sebagai mazhab resmi negara.
4. Ahmad bin Hanbal
Ahmad Ibn Hanbal lahir di Baghdad pada tahun 780 M dan berasal dari
keturunan Arab. Pada mulanya ia belajar hadits dan banyak mengadakan perjalanan,
tetapi kemudian dia belajar hukum juga. Diantara guru-gurunya terdapat Abu Yusuf
dan al-Syafi’i. Kemudian ia sendiri menjadi guru dan mulai termasyhur namanya.
Dalam pemikiran hukumnya, Ahmad Ibn Hambal banyak menggunakan lima sumber
yaitu Al-Qur’an, sunnah, pendapat sahabat yang diketahui tidak mendapat tentangan
dari sahabat lain, pendapat seorang atau beberapa sahabat dengan syarat sesuai dengan
Al-Qur’an dan sunnah serta qiyas. Diantara murid Ahmad Ibn Hambal yaitu Abu al
Wafa’ Ibn Aqil, Abd. Al- Qadir al-jili, Abu al Farraj Ibr, Aljawzi, Muwaffaq al-Din
Ibn Qudama, Taqi al-Din Ibn Taimia, Muhammad Ibn al-Qayyim dan Muhammad Abd.
Al-Wahhab. Penganut mazhab Ahmad Ibn Hambal ini terdapat di Irak, Mesir, Suriah,
Palestina, dan Arabia. Di Saudi Arabia dan Qatar, mazhab ini merupakan mazhab
resmi dari negara.

2.5.4 Ilmu Kalam


1. Aliran Syi’ah
Tokoh-tokoh aliran syiah:
- Abu Dzar al-Ghiffari, Miqad bin Al aswad
- Ammar bin Yasir
- Ali bin Abi Thalib, juga dikenal dengan Amirul Mukminin
- Hasan bin Ali, juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
- Husein bin Ali, juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
- Ali bin Husein, juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
- Zaid bin AAli, juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak - Ali bin
Husein dan saudara tiri Muhammad al-Baqir
Kaum syi’ah memiliki lima prinsip utama yang wajib dipercayai oleh penganutnya
yakni
1. al-Tauhid (semua tentang Allah)
2. al’Adl (Allah maha adil)
3. an Nubuwwah (Allah mengutus Nabi dan Rasul untuk membimbing Umat)
4. al imamah (kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus)
5. al ma’ad (mereka percaya akan datangnya hari kiamat).

2. Aliran Murji’ah
Tokoh-tokoh aliran Murji’ah:
1. Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
2. Abu Hanifah
3. Abu Yusufdan
4. dan beberapa ahli hadits lainnya.
a) Aliran Murji’ah memiliki beberapa ajaran inti untuk pengikutnya. Ajaran-ajaran
inti Murji’ah dapat disimpulan sebagai berikut: Iman hanya membenarkan
(pengakuan) di dalam hati
b) Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir.
c) Muslim tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadt.
d) Hukum terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat

3. Aliran Khawarij
Tokoh-tokoh aliran Khawarij yang terpenting adalah :
1. Abdullah bin Wahab al-Rasyidi (pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di
Harura, pimpinan Khawarij pertama)
2. Urwah bin Hudair
3. Mustarid bin sa’ad
4. Hausarah al-Asadi
5. Quraib bin Maruah
6. Nafi’ bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
7. Abdullah bin Basyir
8. Zubair bin Ali
9. Qathari bin Fujaah
10. Abd al-Rabih
11. Abd al Karim bin ajrad
12. Zaid bin Asfar
13. Abdullah bin ibad
Secara umum ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah:
a) Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di bunuh.
b) Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan
zubair, dengan Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku tahkim—termasuk yang
menerima dan mambenarkannya – di hukum kafir;
c) Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat.
d) Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim
berhak menjadi Khalifah apabila suda memenuhi syarat-syarat.
e) Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syari’at islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila zhalim.
f) Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa
kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
g) Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim (Arbitrase)

4. Aliran Qadariyah
Tokoh- tokoh aliran Qadariah
1. Ma’bad Al-Jauhani (Ma;bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah
berguru pada Hasan Al-Basri)
2. Ghailan Ad-Dimasyqy (Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan
ayahnya menjadi maula Usman bin Affan)
Diambil dari kitab Fajrul Islam halaman 297/298 oleh Dr. Ahmad Amin, aliran
Qadariyah memiliki ajaran pokok sebagai berikut:
a) Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik dan
orang fasikk itu masuk neraka secara kekal.
b) Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah
yang menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima
pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk
(siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosakarena itu pula,
maka Allah berhak disebut adil.
c) Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati
bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat,
mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka
Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat dengan
zatnya sendiri.
d) Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana
yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama.
Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik
atau buruk

5. Aliran Jabariyah
Tokoh-tokoh aliran Jabariah, antara lain:
1. Ja'd Bin Dirham
Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh
pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri
2. Jahm bin Shafwan
Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwan
dengan Bani Ummayah
Diantara ajaran Jabariyah adalah :
a) Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap
perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang
menentukannya.
b) Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
c) Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
d) Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
e) Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
f) Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama
penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
g) Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
h) Bahwa Al-Qur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah

6. Aliran Mu’tazilah
Tokoh-tokoh yang berpengaruh pada aliran Mu’tazilah yaitu:
1. Washil bin Atha’
2. Abu Huzail al-Allaf
3. Al Nazzam
4. Al-Jubba’I
Ada lima prinsip pokok ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini
untuk memegangnya, yan dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf :
a) Al Tauhid (keesaan Allah)
b) Al ‘Adl (keadlilan tuhan)
c) Al Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman)
d) Al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi)
e) Amar mauruf dan Nahi mungkar

2.5.6 Filsafat Islam


a. al-Kindi merupakan filosof muslim pertama dalam sejarah dunia Islam, inti utama
ajarannya adalah keterpaduan filsafat dan agama. Melalui tulisannya inilah terbuka
gerbang umat Islam untuk berfilsafat. Kariernya sebagai penerjemah dan editor
memudahkan al-Kindi mentransfer banyak pemikiran Yunani ke dunia Islam (Gholib,
Filsafat Islam, 2009).
b . al-Razi adalah seorang filosof sekaligus dokter ternama di masa Dinasti
Samaniyyah. Al-Razi dikenal sebagai seorang rasionalis murni, alur fikir
kontroversialnya adalah penetapan lima kekekalan yang terdiri dari Tuhan, ruh, materi,
ruang dan waktu. Tetapi sesungguhnya al-Razi menegaskan nilai dari setiap lima yang
kekal tersebut berbeda-beda dan Tuhan adalah substansi kekal yang menciptakan
empat kekekalan lainnya menjadi kekal dan bereksistensi. Pada tahap ini,
sesungguhnya al-Razi berupaya menunjukkan bahwa Tuhan tetaplah yang Maha dari
segalanya. Konsep lima kekekalan ini sebenarnya ditujukan untuk menempatkan
Tuhan sebagai “pencipta” dan melepaskannya dari teori emanasi yang sudah mulai
digaungkan al-Kindi (Gholib, Filsafat Islam, 2009).
c Al-Farabi merupakan ahli manthiq, disebut dengan Guru Kedua, karena
kemampuannya menerjemahkan ide-ide Aristoteles dan mengakulturasikannya
dengan tradisi intelektual islam, khususnya dengan
tata bahasa Arab. Dengan kemampuan logikanya, al-Farabi berhasil melogikakan
penciptaan melalui teori emanasi yang tersusun secara sistematis. Keberhasilannya
menjelaskan teori emanasi pada masa berikutnya menjadi acuan banyak filosof
muslim untuk meneliti sekaligus
memperbaharuinya (Gholib, Filsafat Islam, 2009).
d Ibnu Miskawaih lebih dikenal sebagai filosof etika dari pada filosof metafisika. Ide
etikanya secara umum berkaitan dengan peran dan fungsi jiwa dan bagaimana jiwa
berperan dalam kehidupan manusia. berikutnya merujuk pada teori jiwanya dan
mengembangkannya dalam suatu pemikiran metafisis (Gholib, Filsafat Islam, 2009).
e Ibnu Sina adalah puncak filsafat peripatetik, Ibnu Sina menggabungkan keseluruhan
teori peripatetik. la mengambil teori al-Kindi untuk menjelaskan hubungan filsafat
dan agama lalu mengembangkan emanasi al-Farabi dan menyempurnakan ide jiwanya
Ibnu Miskawaih serta merevisi lima kekekalan al-Razi (Gholib, Filsafat Islam, 2009).

2.5.7 Tasawuf
1. Imam al-Ghazali
Adalah tokoh sufi yang terkenal pada abab ke 5. Al – Ghazali yang nama
lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, ia adalah salah
seorang pemikir besar islam yang di anugerahi gelar Hujjatul Islam (bukti
kebenaran agama islam), dan zain ad-din (perhiasan agama). Dijelaskan dalam
pengantar buku karya imam al-Ghazali yang berjudul Mukhtasar Ihya
Ulumuddinbahwa As –Subki dalam Thabaqat asy-syafi’iyyah menyebutkan bahwa
karangan Imam al-Ghazali sebanyak 58 karangan, dan menyebutkan bahwa
karya-karyanya mencapai 80 buah.
2. Ibn Athaillah as Sakandary
Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad Ibn Athailla as Sakandary,
dikenal seorang sufi, sekaligs mahdzab Maliki serta tokoh ketiga dalam tarikat
al-Syadzil. Penguasaanya akan hadist dan fiqih membuat ajara-ajaran tasawufnya
memiliki landasan nas dan akar syariat yang kuat. Karya-karya nya amat
menyentuh dan amat diminati semua kalangan.
3. Al-Muhasibi
Nama lengkapnya Abu Abdullah Haris Ibn Asad. Pada mulanya ia tokoh
muktazilah dan membela ajaran rasionalisme muktazilah. Namun belakangan dia
meninggalkannya dan beralih kepada dunia sufisme dimana dia memadukan antara
filsafat dan teologi.
4. Abdul Qadir Al-Jilani
Beliau adalah seorang sufi yang sangat terkenal dalam agama islam. Ia adalah
pendiri tarikat Qhadiriyyah. Dia mendirikan sebuah tarikat dengan namanya sendiri.
Syeikh Abdul Qadir disebut-sebut sebagai Qutbh (poros spiritual)pada zamannya,
dan bahkan disebut sebagai Ghauts Al Ahzam (pemberi pertolongan terbesar).
Sebutan tersebut tidak bisa diragukan karena janjinya untuk memperkenalkan
prinsip-prinsip spiritual yang penuh keghaiban. Buku arangan yang paling popular
adalah Futuh Al Ghayb (menyingkap kegaibhan). Mellaui Abdul Qadir tumbuh
gerakan sufi mellaui bimbingan gru tharikat (mursyid) jadi Qhadariyyah adalah
tarikat yang paling pertama berdiri.
5. Junaid Al-Baghdadi
Al junaid adalah seorang sufi yang mempunyai wawasan yang luas terhadap ajaran
tasawuf, mampu membahas secara mendalam, khusus tentang paham tauhid dan
fana karena itulah ia digelari Imam Qusayiri didalam kitabnya al-risalah
al-qusyairiyyah menyebutnya tokoh dan imam kaum sufi.

2.5.8 Sejarah dan Peradaban Islam


1.Abu Ja’far al-Manshur, Dialah pencetus ide Daulah Abasiyah. Dia juru taktik dan
tokoh intelektual di belakang saudaranya Abu al-Abbas as-Safah, khalifah pertama
Daulah Abbasiyah.
2.Alib Arselan as-Saljuki
Di balik kejayaan Dinasti Saljuk ada nama Alib Arselan sebagai tokoh utamanya.
Orang-orang Turki patut berbangga karena lahir seorang Alib Arselan di tengah-tengah
mereka. Alib Arselan pernah memukul mundur 200.000 pasukan Romawi hanya
dengan 20.000 pasukan saja. 1 banding 10.
3. Nuruddin Zanki
Nuruddin berusaha sekuat tenaga menyatukan wilayah-wilayah Syam. Ia
membebaskan Damaskus, Baalbek, Edessa, Harran, dan Mosul. Setelah itu ia
mengarahkan pasukannya menuju Palestina menghadapai Pasukan Salib. Ia juga
menghadapi orang-orang Salib di Mesir. Dan kemudian memasukkan wilayah-wilayah
tersebut di bawah kekuasaannya.
4. Shalahuddin al-Ayyubi
Di bawah bimbingan Nuruffin Zanki, karir Shalahuddin terus menanjak, hingga ia
diamanahi untuk memimpin Mesir

2.6 Tokoh – tokoh Agama Islam dalam Bidang Pendidikan


2.6.1 Matematika
1. Al-Khawarizmi : Penemu Al-Jabar
2. Abu al-Wafa’ : Pengembang Trigonometri
3. ‘Umar Khayyam : Perintis geometri analitik, Perintis geometri Non-Euclidian
2.6.2 Astronomi
1. Al-Farghani
2. Al-Battani
3. Al-Thusi
2.6.3 Fisika
1. Ibn al-Haitsam : Bapak optik
2. Al-Biruni : Penghitung pertama keliling bumi
3. Al-Khazini : Pencetus Teori Gravitasi, Penemu tekanan udara
2.6.4 Kimia
1. Jabir b. Hayyan : Sufi ahli kimia, Bapak kimia
2. Zakariyya al-Razi : Peran unik al-Razi adalah dia mentransformasikan alkimia
menjadi ilmu kimia yang sepenuhnya empiris-eksperimental.
2.6.5 Ilmu medis (kedokteran)
1. Al-Razi : Al-Razi tercatat sebagai orang pertama yang mencurahkan segenap
pikirannya untuk mendiagnosis penyakit cacar dan campak.
2. Ibn Sina (Pangeran Para Dokter), Berkat prestasinya dalam ilmu medis, Ibn Sina
memperoleh julukan Father of Doctor.
3. Abu al-Qasim al-Zahrawi : Sang ahli bedah
4. Ibn Nafis: Penemu Kapiler Paru-paru

2.7. Pandangan Islam tentang Ilmu Pengetahuan Agama Islam


Dalam Islam, pengetahuan diistilahkan dengan al-’ilmu, yang mempunyai dua
pengertian; yaitu pengetahuan yang berasal dari wahyu Allah untuk mengenal-Nya dan
pengetahuan yang diperoleh manusia itu sendiri, baik melalui pengalaman (empiris),
rasional, dan intuisi. Islam yang tidak hanya mengakui bahwa pengetahuan (ilmu) harus
dibuktikan secara empiris dan rasio, melainkan juga mengakui pengetahuan yang bersifat
transenden yang tidak dapat dijangkau indera maupun akal manusia (Rusuli, 2015).
Pada dasarnya semua pengetahuan bersumber dari Allah yang dijelaskan melalui
ayat-ayat-Nya, baik ayat-ayat Qur’aniyah maupun ayat-ayat kauniyah yang kemudian
diinterpretasikan manusia. Ilmu yang berasal dari ayat-ayat Qur’aniyah merupakan
sumber utama dalam Islam, begitu juga yang terdapat dalam al-Sunah, karena keduanya
merupakan wahyu yang datang dari Allah secara langsung. Ilmu juga berasal dari
manusia yang merupakan hasil interpretasinya tentang ayat-ayat kauniyah dengan cara
penggalian, penelitian, pengamatan dan sebagainya. Ilmu ini bisa didapatkan melalui
pemikiran akal yang sehat dan juga melalui kemampuan inderawinya (Rusuli, 2015).
Sebagai sumber pengetahuan, al-Qur’an tidak hanya memberikan doktrin yang
bersifat dogmatis, melainkan juga memberikan peluang kepada para ilmuwan untuk
mengadakan penelitian dalam rangka membuktikan kebenaran ayat-ayatNya. dalam hal
ini ’ilmu mengakui keterbatasan-keterbatasan manusia dalam menangkap pengetahuan,
sehingga dalam wilayah yang tidak bisa ditangkap manusia, ia menyandarkan pada
bantuan wahyu. Allahlah yang menggenggam rahasia-rahasia itu kemudian
diinformasikan kepada manusia melalui wahyu, baik yang berkenaan dengan fisik dan
metafisik, empiris dan metaempiris, maupun bentuk dan substansi. Dengan demikian,
wahyu memberikan bantuan intelektual yang tidak terjangkau oleh kekuatan rasional dan
empiris. Islam memandang bahwa ’ilmu (pengetahuan dalam Islam) jauh lebih jujur
dibandingkan dengan sains. Dalam arti, ’ilmu meletakkan nilai-nilai di permukaan agar
jelas dan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai aturan main yang harus ditaati. dalam
Islam, pengetahuan yang datangnya dari wahyu Allah (ayat-ayat Qur’aniyah dan
al-Sunah), kebenarannya bersifat mutlak sdan seiring dengan berjalannya waktu,
kebenaran ini akan terkuak (Rusuli, 2015).
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
Jadi dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa mempelajari Ilmu Agama Islam itu
sangat penting dan bermanfaat. Dengan kita mempelajari tentang ilmu tasawuf, ilmu
kalam, ilmu fiqh, Al-Qur’an, ilmu hadist, filsafat Islam, serta mempelajari tokoh-tokoh
yang berpengaruh pada masa kejayaan islam dahulu sangat bermanfaat dan membuktikan
bahwa ke Esa an Allah sungguh luar biasa kepada umat-umatnya.
Dapat disimpulkan juga bahwa agama adalah suatu peraturan yang mendorong jiwa
seseorang yang mempunyai akal memegang peraturan Tuhan itu dengan kehendaknya
sendiri, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Islam
sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan mewajibkan kepada umatnya untuk
senantiasa mencari ilmu yang bermanfaat.

3.2 Saran
Sebagai umat islam kita harus selalu menggali ilmu pengetahuan yang berguna bagi
umat manusia. Dan juga kita harus dapat mengaplikasan dan mengembangkan ilmu yang
sudah di peroleh dari tokoh-tokoh muslim yang hebat untuk kepentingan dan
kemaslahatan umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Afif, Pengantar Studi Perbandingan Madzhab, Jakarta: Darul Ulum Press,1995,
hlm.8.
Baidan, N. B. (2005). Wawasan Ilmu Tfasir . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiman, A. (2017). ULUMUL HADITS. Rangkasbelitung.
Gholib, A. (2006). Study Islam . Jakarta: Faza Media.
Gholib, A. (2009). Filsafat Islam. Jakarta: Faza Media.
Hasbi, M. (2015). Ilmu Kalam. Yogyakarta: Trustmedia Publishing.
Husain Adz-dzahabi, M. (1976). Tafsir wa Al-Mufassiriun. Kairo: Kuliyatul Syari’ah
Al-Azhar.
Husaini, A. 2. (2013). Filasafat Ilmu. Jakarta: Gema Insani.
Heriyanto, Husain. 2011. Mengali Nalar Saintifik Peradaban Islam. Bandung: Mizan Publika
Nata, A., Suwito, Abdillah, M., & Arief, A. (2003). Integrasi Ilmu Agama dengan Ilmu
Umum. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Tamrin. (2010). TOKOH DAN PENAFSIR BERPENGARUH. Al-Ihkam, vol.5 no.2.
Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M. 2015. Daud. Ilmu Pengetahuan Dari John Locke ke
Al-Attas. Diakses darii
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=372468&val=6817&title=ILMU%2
0PENGETAHUAN%20DARI%20JOHN%20LOCKE%20KE%20AL-ATTAS , Minggu
1 Oktober 2018
Muhammad Abduh, Tafsīr Juz ‘âmma,(Kairo:Dâr Mathâbi al-Sya'b, t.th), hlm. 60
Murtadha,Muthahhari. Mengenal Ilmu Kalam. Cet. I. (Jakarta: Pustaka Zahra, 2002).
Zed Book, Para Perintis Zaman Baru Islam, terj. Ilyas Hasan (Bandung:Mizan, 1998), hlm.
21.

Anda mungkin juga menyukai