Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMU DAKWAH

“PENGERTIAN, SYARAT ILMU, ILMU DAKWAH DAN KEUTAMAANNYA


SEBAGAI FAKTA SOSIAL DAN SEBAGAI AJARAN”

Dosen Pengampu : Muhammad Firdaus, BA.,MA.,Ph.D

Disusun Oleh :

Kelompok 1 BPI 3-B

Nur Aisah (11210520000084)

Dara Alviyanti (11210520000096)

M. Hizkil Hilaludin (11210520000100)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2022 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan
rahmat, nikmat serta karunia-Nya yang tidak ternilai dan tidak dapat dihitung sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengertian, Syarat Ilmu, Ilmu Dakwah dan Keutamaannya
sebagai Fakta Sosial dan Sebagai Ajaran” untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Dakwah.

Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Firdaus, BA.,MA.,Ph.D selaku dosen
pengampu mata kuliah Ilmu Dakwah, juga kepada rekan-rekan yang telah ikut serta menyelesaikan
tugas makalah ini. Alhamdulillah makalah ini telah selesai dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

Harapan saya dengan terbentuknya makalah ini semoga dapat membantu menambah pengetahuan
dan dapat menjadi manfaat untuk kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, banyak kekurangan, dan perlu untuk di perbaiki. Maka dari itu, kami
mengharapkan para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
II. PEMBAHASAN
Pengertian Ilmu
Syarat-syarat Ilmu
Ilmu Dakwah
Dakwah sebagai Fakta Sosial dan Sebagai Ajaran
III. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dakwah Islam berisi tentang petunjuk untuk manusia agar dapat menjadi manusia
yang baik, berkualitas, dapat membangun sebuah tatanan kehidupan yang adil, terbebas
dari penindasan, ancaman, kekhawatiran, dan mampu membangun peradaban yang maju
yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan hadits.
Dakwah merupakan hal besar yang menyangkut kepentingan masyarakat luas,
meliputi: tujuan perorangan, tujuan untuk keluarga, tujuan untuk masyarakat, dan tujuan
manusia sedunia. Sebagai khalifah di muka bumi dakwah menjadi salah satu tugas manusia
mengajak kepada perbuatan baik dan mencegah perbuatan buruk.
Menurut Masyhur Amin ada tiga tujuan yang meliputi: Pertama, tujuan akidah,
yaitu tertanamnya akidah yang mantap bagi tiap-tiap manusia. Kedua, tujuan hukum,
aktivitas dakwah bertujuan terbentuknya umat manusia yang mematuhi hukum-hukum
yang telah disyariatkan oleh Allah SWT. Ketiga, tujuan akhlak, yaitu terwujudnya pribadi
muslim yang berbudi luhur dan berakhlakul karimah. Dari keseluruhan tujuan dakwah
dilihat dari aspek maupun materi dakwah, maka dapat dirumuskan tujuan dakwah adalah
untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. 1
Maka dari itu melakukan proses penyelenggaraan dakwah terdiri dari berbagai
aktivitas untuk nilai tertentu dengan nilai yang ingin dicapai melalui hasil usaha dakwah
yang dilakukan dengan sungguh-sungguh meski pada perwujudan di beberapa kesempatan
terjadi perbedaan pendapat, namun dari perbedaan pendapat tersebut juga memiliki benang
merah yang menjadi titik temu yang ujungnya juga bagian dari hakikat dakwah itu sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu?
2. Apa saja Syarat-Syarat Ilmu?
3. Apa yang dimaksud dengan Ilmu dakwah?
4. Bagaimana Dakwah Sebagai Fakta Sosial dan Sebagai Ajaran?

1 Dr. Syamsuddin AB, S.Ag.,M.Ag Sosiologi dakwah


C. TUJUAN
1. Memahami Pengertian dan Syarat Ilmu
2. Memahami Pengertian Dakwah dan Pengertian Ilmu Dakwah
3. Memahami Dakwah Sebagai Fakta Sosial dan Sebagai Ajaran
4. Fadhail Ad-Dakwah
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa arab, yakni,’alima, ya’lamu, ilman dengan wazan fa’ala,
yaf’alu yang artinya mengerti, atau benar-benar memahami. Dalam bahasa Inggris disebut
sebagai science dari bahasa latin scienta (pengetahuan) dan scire (mengetahui). Sinonim
yang paling dekat dengan bahasa yunani adalah episeme.2 Di dalam kamus Bahasa
Indonesia, ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem dan mengacu pada metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu.
Mulyadhi Kartanegara mengatakan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu
dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, akan tetapi setelah itu
sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau indrawi, sedangkan ilmu dapat lebih
melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisik (Wihadi, Admojo, 1998:
378)
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar
tahun 2005 diantaranya adalah:
1) Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun
menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
2) Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
3) Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif
dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
4) Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun
dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan
hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
5) Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang
disistemasikan dan suatu pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang

2 Jujun S. Suriasumantri (1998), 324.


terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh
pancaindrea manusia
6) Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran.
Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan hukum-hukum, yang
ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Dari beberapa definisi ilmu yang dijelaskan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang rasional, sistematik, konfrehensif, konsisten,
dan bersifat umum tentang fakta dari pengamatan yang telah dilakukan.

Makna dan hakikat ilmu menurut ahli dalam agama islam


Kata ilmu dengan berbagai bentuk terulang sebanyak 854 kali dalam Al-Qur’an.
Kata ini digunakan dalam bentuk dari proses pencapaian pengetahuan dan objek
pengetahuan. Pada pandangan Al-Qur’an, ilmu adalah sebuah keistimewaan yang
menjadikan manusia lebih unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan
fungsi kekhalifahan (Q.S. al-Baqarah [2]: 31-32). Seorang manusia menurut Al-Qur’an
memiliki potensi untuk meraih dan mengembangkan ilmu dengan seizin Allah. Ada banyak
ayat yang memerintahkan manusia untuk menempuh berbagai cara dalam mewujudkan hal
tersebut. Al-Qur’an juga menunjukkan betapa tingginya kedudukan orang-orang yang
berpengetahuan luas.3
Di dalam Al-Qur’an, penjelasan tentang konsep ilmu terdiri dari dua macam.
Pertama, ilmu yang diperoleh tanpa adanya sebuah upaya manusia atau disebut juga ilmu
laduni sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Kahfi [18]: 65. Kedua, ilmu yang diperoleh
karena adanya usaha manusia atau dinamai dengan ilmu kasbi. Ayat-ayat tentang ilmu
kasbi ini jauh lebih banyak dibicarakan dari pada yang berbicara tentang ilmu laduni.
Kenyataan ini sekaligus menjadi pesan implisit yang kuat bahwa jenis ilmu yang kedua
inilah yang lebih ditekankan dalam Islam.
Secara terminologis, ada banyak pandangan tentang definisi atau pengertian ilmu
yang dikemukakan oleh para pemikir muslim, baik secara klasik maupun secara
kontemporer. Beragam pandangan mengenai definisi ilmu ini sekaligus menjadi indikasi
kuat betapa sebenarnya umat Islam memiliki perhatian serius terhadap ilmu. Al-Baqillani

3 Shihab, M. Quraish, (2001).


mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan tentang objek yang diketahui sebagaimana apa
adanya .
Definisi yang seperti ini sangat masyhur di kalangan pemikir muslim, yang sering
kali dihadapkan dengan istilah opini atau ra’yun . Untuk yang terakhir ini cenderung
bersifat subjektif, dalam artian sang subjek memiliki peran yang sangat dominan
(subjektifitas yang tinggi) dalam menilai suatu objek. Sementara itu ilmu dipandang harus
meminimalisir sedapat mungkin unsur subjektifitas, karena itu ia hanya melihat objek
sebagaimana yang ada pada objek itu sendiri.

B. Syarat-Syarat Ilmu
Menurut NS. Asmadi, syarat-syarat ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut:
• Logis atau Masuk Akal, sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan yang diakui
kebenarannya.
• Objektif, sesuai berdasarkan objek yang dikaji dan didukung dari fakta empiris.
Prosedur kerja atau cara penggunaan metode dalam menemukan/meneliti sesuatu harus
didasarkan pada metode yang bersifat ilmiah, tidak tergantung pada
pemahaman secara pribadi.
• Metodik, diperoleh dari cara tertentu dan teratur yang dirancang, diamati dan
terkontrol.
• Sistematik, disusun dalam satu sistem satu dengan saling berkaitan dan
menjelaskan sehingga satu kesatuan.
• Berlaku umum atau universal, berlaku untuk siapapun dan dimanapun, dengan tata
cara dan variable eksperimentasi yang lama untuk hasil yang sama.
• Kumulatif berkembang dan tentatif, ilmu pengetahuan selalu bertambah yang hadir
sebagai ilmu pengetahuan baru. Ilmu pengetahuan yang salah harus diganti dengan yang
benar disebut sifat tentatif.

C. Ilmu Dakwah
Dakwah secara etimologis berasal bahasa Arab yaitu da’a-yad’i-da’watan, yang
artinya mengajak, menyeru, dan memanggil. Secara terminologis dakwah merupakan
aktivitas menciptakan perubahan sosial berupa perkataan atau perbuatan untuk menarik
seseorang atau kelompok kepada suatu aliran atau agama tertentu.
Menurut Toha Yahya Omar, dakwah merupakan upaya menyeru, mengajak dan
menyampaikan kepada seseorang atau kelompok, dan seluruh umat manusia konsepsi
Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia meliputi amar ma’ruf nahi
munkar dengan berbagai macam cara dan media yang diperbolehkan akhlak dan
membimbing pengalamannya dalam perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan
bernegara.
Dan menurut Quraish Shihab dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan
atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap
pribadi maupun masyarakat. perwujudan dakwah bukan sekadar usaha peningkatan
pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang
lebih luas, apalagi pada masa sekarang yang mana harus lebih berperan menuju kepada
pelaksanaan ajaran Islam lebih menyeluruh dalam berbagai aspek.
Jadi, ilmu dakwah adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana proses
menyampaikan ajaran Islam kepada umat, susunan dan tatanan ilmu pengetahuan yang
mempelajari proses-proses keaagamaan dalam segala segi pembahasan yang ada di
dalamnya.
Ilmu Dakwah juga sebagai salah satu keilmuan Islam yang merupakan kumpulan
pengetahuan yang berasal dari ajaran dan pemikiran Islam, dikembangkan oleh umatnya
dalam susunan yang sistematis dan terorganisir, yang membahas masalah-masalah yang
ditimbulkan dalam interaksi antar unsur dalam sistem pelaksanaan kewajiban dakwah
(mengajak kejalan allah) dengan maksud memperoleh pemahaman yang mengenai
kenyataan dakwah sehingga dapat diperoleh susunan pengetahuan yang bermanfaat bagi
penegakan tugas dakwah yang bertujuan terwujudnya umat yang baik.

D. Dakwah sebagai Fakta Sosial dan sebagai Ajaran


a) Dakwah sebagai fakta sosial
Dakwah merupakan suatu ajakan atau seruan terhadap seseorang atau sekelompok
orang, untuk mengikuti amalan ajaran dan nilai-nilai islam. Bagi yang belum islam diajak
untuk menjadi muslim dan bagi yang sudah islam diajak untuk menyempurnakan islamnya,
dan bagi yang sudah mendalam didorong untuk mengamalkan dan menyebarkannya.
Dalam fakta sosialnya implementasi dakwah kepada masyarakat tak hanya terhadap
maasyarakat yang pengetahuan tentang ilmu agamanya masih minim, bahkan yang ilmu
pengetahuannya sudah tinggi pun berlaku. Sebab betapa tingginya keislaman seseorang
pun mereka adalah manusia juga, yang memiliki hawa nafsu dan sering lupa, kualitas iman
seseorang bersifat naik-turun. Dakwah menjadi upaya memanggil kembali hati nurani
untuk menghilangkan sifat-sifat buruk dan menggantinya dengan sifat-sifat yang mulia
yang tunduk dan patuh kepada Allah SWT, di mana sifat-sifat itu adalah sifat-sifat yang
sesuai dengan hati nurani manusia. Jadi yang didakwahi adalah siapa saja, termasuk ustadz,
kyai, mubaligh, zuama, pemimpin dan lain sebagainya.

b) Dakwah sebagai ajaran

‫ع ْن َسبِي ِل ِه ۖ َوه َُو‬ َ ‫ظ ِة ْال َح َسنَ ِة ۖ َو َجاد ِْل ُه ْم بِالَّتِي ه‬


َ ‫ِي أَحْ َسنُ ۚ إِنَّ َربَّكَ ه َُو أَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
َ ‫ض َّل‬ َ ‫ادْعُ إِلَ ٰى َسبِي ِل َربِكَ بِ ْالحِ ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬
َ‫أَ ْع َل ُم بِ ْال ُم ْهتَدِين‬

Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl:125)4
Ajaran dakwah untuk umat harus dengan cara yang baik agar muda diterima,
menggunakan tutur kata yang dapat menyentuh hati, dan memiliki dasar yang kuat. Semua
manusia membutuhkan petunjuk Allah SWT, karena hanya dengan petunjuk-Nya-lah
seseorang dapat mencapai keselamatan di dunia dan di akhirat. Sejarah perkembangan
agama tauhid, menunjukkan bahwa kebenaran yang diturunkan Allah SWT terus-menerus
dapat dikembangkan dengan baik, disebarluaskan melalui dakwah oleh para Nabi, ulama
dan muballigh. Dakwah Islam menentukan tegak atau runtuhnya suatu masyarakat. Islam
tidak bisa berdiri tegak tanpa jamaah dan tidak bisa membangun masyarakat tanpa dakwah.

4 Al-Qur’an dan terjemah


Oleh karena itu, dakwah adalah kewajiban bagi umat Islam. Posisi dakwah dalam Islam,
sangatlah penting.
Seorang pendakwah harus terlebih dahulu berperang dengan musuh yang bersarang
dalam dirinya melalui jihad bi al-nafs sebelum berhadapan dengan musuh lain. Untuk
memeperoleh keberhasilan yang gemilang, pendakwah juga perlu mempersiapkan
beberapa hal, seperti: memiliki wawasan ilmu yang luas terutama dalam bidang agama,
memahami kandungan al-Qur’an, memiliki iman yang kuat, rasa sabar, optimis dan rela
berkorban, baik waktu, pikiran tenaga maupun harta. Tidak kalah pentingnya, yaitu
semangat yang tinggi dalam mencapai tujuan, menyiapkan diri bekerja secara terus
menerus, teratur dan berkesinambungan.
III
KESIMPULAN

Manusia membutuhkan ilmu untuk menjalani kehidupan, ilmu merupakan pengetahuan


yang rasional, sistematik, konfrehensif, konsisten, dan bersifat umum tentang fakta dari
pengamatan yang telah dilakukan. Dengan ilmu kehidupan manusia menjadi lebih mudah dan bisa
menentukan mana yang baik dan buruk. Adapun dakwah menjadi salah satu media agar
mendapatkan ilmu keagaaman, Ilmu Dakwah menjadi salah satu keilmuan Islam yang merupakan
kumpulan pengetahuan yang berasal dari ajaran dan pemikiran Islam, dikembangkan oleh umatnya
dalam susunan yang sistematis dan terorganisir.
Dalam fakta sosialnya dakwah kepada masyarakat tak hanya terhadap masyarakat yang
pengetahuan tentang ilmu agamanya masih minim, bahkan yang ilmu pengetahuannya sudah
tinggi pun berlaku. Sebab betapa tingginya keislaman seseorang pun mereka adalah manusia juga,
yang memiliki hawa nafsu dan sering lupa, kualitas iman seseorang bersifat naik-turun. Untuk itu
menjadi seorang pendakwah harus terlebih dahulu berperang dengan musuh yang bersarang dalam
dirinya sebelum berhadapan dengan musuh lain agar dapat memperoleh keberhasilan yang
gemilang, pendakwah juga perlu mempersiapkan beberapa hal, seperti: memiliki wawasan ilmu
yang luas terutama dalam bidang agama, memahami kandungan al-Qur’an, memiliki iman yang
kuat, rasa sabar, optimis dan rela berkorban.
DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M. Quraish, (2001). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat, Bandung: Mizan.
Kartanegara, Mulyadhi, (2002). Menembus Batas Waktu: Panaroma Filsafat Islam, Bandung:
Mizan.
Rochman, Hidayatur. (2010). Pemikiran Amrullah Ahmad Tentang Sistem Dakwah Islam, STAIN
Purwokerto.
Asror, Ahidul. (2018). Paradigma Dakwah: Konsepsi dan Dasar Pengembangan Ilmu,
Yogyakarta: LkiS
Hasan, Mohammad. (2013). Metodologi Pengembangan Ilmu Dakwah, Surabaya: Pena Salsabila.
Syamsuddin. (2013). Sosiologi Dakwah, Makasar: Alauddin University Press.

Anda mungkin juga menyukai