Anda di halaman 1dari 21

KONSEP ILMU DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN BARAT

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Dr. H. Imam Bonjol Juhari, M.Si

Oleh :

Chusna nazilatul fithri NIM: 233206020009


Nurhibbulwalidain NIM: 2332060200010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami tujukan kepada Allah SWT, yang dengan rahmat
dan karunianya memungkinkan kami menyelesaikan makalah mengenai “
Konsep Ilmu Dalam Perspektif Islam dan Barat” tepat pada waktunya.
Sholawat dan salam kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
telah membimbing umat dari zaman jahiliyyah menuju zaman yang
dipenuhi dengan ilmu pengetahuan, membawa petunjuk untuk hidup lebih
baik melalui pengetahuan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan


dan memiliki kekurangan karena keterbatasan ilmu dan referensi yang kami
miliki. Namun, dengan segala keterbatasan itu, kami berhasil menyelesaikan
makalah ini.

Kami ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada dosen mata kuliah Dr. H. Imam Bonjol Juhari, M.Si, yang telah
memberikan wawasan, motivasi, dan dukungan sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Kami berharap agar kritik dan saran dari pembaca
dapat tetap disampaikan kepada kami, dan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat. Amiin.

1
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR........................................................................................... 1
BAB I ..................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ................................................................................................ 3
A. Latar belakang masalah ....................................................................... 3
B. Rumusan masalah................................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 5
BAB II ................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN................................................................................................... 6
A. Pengertian Ilmu Pengetahuan .............................................................. 6
B. Konsep ilmu dalam perspektif Islam................................................... 8
C. Konsep ilmu dalam perspektif Barat ................................................. 14
BAB III .................................................................................................................17
KESIMPULAN ...................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................19

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Pengetahuan memegang peranan yang signifikan dalam


perspektif Islam dan Barat. Al-Qur'an dan hadits, sebagai landasan
agama Islam, secara luas membahas urgensi ilmu. Pencari ilmu
dihargai setara dengan seorang mujahid yang berjuang untuk
kepentingan Allah SWT. Individu yang memiliki pengetahuan
dianggap sebagai pewaris tradisi kenabian setelah turunnya Nabi
Muhammad Saw. sebagai nabi terakhir. Demikian pula, dalam
konteks peradaban Barat, peran ilmu tak terpisahkan dari usaha
pengembangan pengetahuan1.
Islam dan Barat menyampaikan pandangan yang berbeda
mengenai hakikat ilmu. Dalam konteks Islam, diakui bahwa pada
dasarnya ilmu adalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, segala
upaya manusia untuk mencapai pengetahuan bergantung pada
kehendak Allah SWT sebagai pemilik ilmu. Meskipun
ketergantungan ini melekat pada kehendak Allah SWT, hal tersebut
tidak berarti bahwa manusia dibiarkan tanpa usaha. Manusia tetap
diwajibkan untuk berupaya mencari ilmu.
Tidak seperti konsep ilmu dalam perspektif Barat, bagi
ilmuwan Barat, pengetahuan dapat diperoleh melalui pemikiran
rasional dan penggunaan panca indra. Ketika seseorang berusaha
menggunakan akalnya, mereka diyakini dapat memperoleh
pengetahuan. Namun, jika mereka menghentikan upaya rasional
mereka, itulah saat dianggap bahwa mereka tidak memiliki
pengetahuan. Orang Barat tidak mengakui wahyu sebagai sumber
1
et al Adian Husaini, Filsafat Ilmu Perspektif Barat Dan Islam (Depok: Gema Insani,
2013)

3
pengetahuan, karena mereka menganggap akal lebih dominan
dibandingkan dengan wahyu.
Pengembangan ilmu dalam konteks Islam dari awalnya telah
mengikuti dua jalur yang berbeda. Dalam usaha ini, seringkali terjadi
ketegangan atau bahkan konflik antara keduanya. Pertama, terdapat
jalur ortodoks yang umumnya dianut oleh sebagian besar kaum
Muslim. Kedua, terdapat jalur yang kurang ortodoks yang
menggunakan metode burhani. Jalur ini berfokus pada
pengembangan disiplin ilmu rasional dan eksak, seperti filsafat,
matematika, astronomi, astrologi, fisika, dan geografi 2.
Terkadang orang berusaha menyelidiki, menemukan, dan
mengembangkan berbagai cabang ilmu. Ini sejalan dengan
keyakinan bahwa pengetahuan memiliki berbagai manfaat yang
dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Meskipun demikian,
implementasi pengetahuan tidak selalu memberikan kepuasan
kepada semua orang. Sejak zaman dahulu, ada individu yang
menggunakan ilmu pengetahuan untuk tujuan baik terhadap umat
manusia, namun juga ada yang menggunakannya untuk tujuan yang
bertentangan dengan kebaikan ciptaan Tuhan.
Banyak penemuan ilmiah telah digunakan oleh manusia,
tetapi hanya sedikit yang berupaya memahami hakikat ilmu itu
sendiri. Oleh sebab itu kami menulis makalah ini dengan tujuan
mengetahui hakikat dari ilmu dalam perspektif Islam dan Barat.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian ilmu pengetahuan?


2. Bagaimana konsep ilmu dalam perspektif Islam?

2
A. Khudori Soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016), 35

4
3. Bagaimana konsep ilmu dalam perspektif Barat?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari ilmu pengetahuan.


2. Untuk mengetahui konsep ilmu dalam perspektif Islam.
3. Untuk mengetahui konsep ilmu dalam perspektif Barat.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan

Secara etimologis, kata ‘ilmu berasal dari bahasa Arab al-


‘ilm yang berarti mengetahui hakekat sesuatu dengan sebenar-
benarnya.3 Badr al-Din al-‘Aini mendefinisikan, bahwa ilmu secara
bahasa merupakan bentuk masdar dari pecahan kata kerja ‘alima
yang berarti tahu; meskipun demikian, tambahnya, kata ilmu
berbeda dengan kata ma’rifah. Kata ma’rifah memiliki makna yang
lebih sempit dan spesifik, sementara ilmu mempunyai makna yang
lebih umum.4
ilmu merupakan bentuk pengetahuan, namun tidak semua
pengetahuan dapat dianggap sebagai ilmu. Hal ini disebabkan karena
pengetahuan dapat diperoleh dengan atau tanpa penerapan metode
ilmiah, seperti melalui pengalaman sehari-hari atau informasi dari
sumber yang dianggap memiliki kewibawaan atau otoritas tertentu.
Sebaliknya, ilmu harus diperoleh melalui metode ilmiah, yang
mencakup penggunaan metode berpikir deduktif dan induktif.
Pengetahuan mencakup seluruh gagasan, pemikiran, ide,
konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan
segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Di sisi lain, ilmu
pengetahuan merujuk pada sistem pengetahuan manusia yang telah
disusun secara sistematis. Pengetahuan memiliki sifat yang lebih
spontan, sementara ilmu pengetahuan bersifat lebih sistematis dan
reflektif. Kedalaman pengetahuan jauh lebih luas daripada ilmu

3
Majma‘ al-Lughah Al-Arabiyah, , Mu‘jam Al-Wasith (istanbul: dar ad-da’wah, 1990).
4
Badr al-Dîn Al-‘Aini, ‘Umdah Al-Qârî. Juz 2 (bairut: dar al-fikr, n.d.).

6
pengetahuan karena mencakup segala sesuatu yang diketahui
manusia tanpa harus diatur secara sistematis.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang memiliki
dasar, berlaku secara umum, dan pasti. Ilmu merupakan kumpulan
kebenaran-kebenaran yang saling terhubung secara sistematis.
Dalam tulisannya yang berjudul "Pengantar Filsafat Ilmu" 5,
The Liang Gie menyatakan bahwa ilmu dapat dipandang sebagai
kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan, sebagai
cara bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan, dan sebagai hasil
dari kegiatan tersebut yaitu ilmu pengetahuan. Ketiga aspek ini
membentuk suatu kesatuan logis yang saling terkait dan dinamis.
Proses ilmu memerlukan upaya aktif dari manusia, dijalankan
melalui metode tertentu, dan akhirnya menghasilkan pengetahuan
yang terorganisir. Dengan kata lain, menurut The Liang Gie, ilmu
adalah "kegiatan penelitian, metode ilmiah, dan pengetahuan yang
terorganisir."
Ciri- ciri umum ilmu pengetahuan :
1. Ilmu memiliki sifat rasional, yang berarti bahwa proses berpikir
dalam ilmu harus tunduk secara eksklusif pada prinsip-prinsip
logika.
2. Ilmu bersifat objektif, yang mengindikasikan bahwa ilmu
pengetahuan didukung oleh bukti-bukti (evidensi) yang dapat
diperiksa untuk memastikan keabsahannya.
3. Ilmu bersifat matematis, artinya cara kerjanya terorganisir
berdasarkan suatu patokan tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional, menghasilkan fakta-
fakta yang relevan dalam bidang yang diteliti.

5
the liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (yogyakarta: penerbit liberty, 1997).

7
4. Ilmu memiliki sifat universal dan terbuka, yang berarti bahwa
ilmu harus dapat diakses oleh setiap individu, bukan hanya oleh
kelompok tertentu.
5. Ilmu bersifat akumulatif dan progresif, yang berarti bahwa
kebenaran yang telah ditemukan selalu dapat menjadi dasar
untuk menemukan kebenaran yang baru, memungkinkan
kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
6. Ilmu bersifat dapat dikomunikasikan, yang berarti informasi
ilmiah dapat disampaikan atau dibahas bersama orang lain,
memungkinkan pertukaran ide dan pengetahuan antarindividu
atau komunitas ilmiah.6

B. Konsep ilmu dalam perspektif Islam

Dalam perspektif Islam, sumber utama dari segala


pengetahuan adalah Allah SWT, dan manusia memperoleh
pengetahuan ini melalui wahyu-Nya yang terdapat dalam Al-Qur'an.
Al-Qur'an, sebagai sumber utama pengetahuan, memberikan
petunjuk mengenai cara manusia memperoleh ilmu. Beberapa ayat
Al-Qur'an menyarankan agar Al-Qur'an dijadikan sumber ilmu,
menggunakan kata-kata seperti "ya'qilun" (memikirkan) dan
"yatadabbarun" (memperhatikan).
Petunjuk Al-Qur'an mengenai cara memperoleh pengetahuan
atau kebenaran dapat dibagi menjadi tiga macam: melalui panca
indera, akal, dan wahyu. Dalam beberapa ayat, Al-Qur'an
mendorong manusia untuk menggunakan inderanya dalam mencari
ilmu, menggunakan kata-kata seperti "qala" (menimbang), "qadara"
(ukuran/ketentuan), dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa

6
Darwis A. Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Pespektif Barat Dan Islam, 2019.

8
pengetahuan dapat diperoleh melalui observasi terhadap segala
sesuatu, dengan dasar pemikiran, perhitungan, dan pengukuran.
Dengan menggunakan indera, manusia dapat melakukan
observasi dan eksperimen. Al-Qur'an memberikan metodologi
pengetahuan yang mendukung penggunaan indera, namun juga
menyadari keterbatasan indera manusia sebagai alat untuk
memperoleh pengetahuan yang benar. Al-Qur'an mengecam mereka
yang hanya mengandalkan indera untuk mencari kebenaran, seperti
yang diilustrasikan dalam kisah kaum Nabi Musa yang ingin melihat
Tuhan secara langsung. Al-Qur'an juga mengakui adanya realitas
yang tidak dapat diamati oleh indera, menunjukkan bahwa indera
memiliki batasan dalam mencapai kebenaran.
Di atas pengetahuan indera, ada pengetahuan yang lebih
tinggi, yaitu pengetahuan akal. Al-Qur'an menggunakan kata-kata
seperti "tafakkur" (merenungkan), "ta'aqqul" (memikirkan),
"tafaqquh" (memahami), untuk menunjukkan peran akal sebagai
metode untuk memperoleh ilmu. Meskipun sebagian besar ulama
dan ahli filsafat Islam mengakui akal sebagai sumber pengetahuan,
terdapat perbedaan pendapat tentang tingkat kepentingannya.
Beberapa filsuf rasionalis dan kelompok Muktazilah serta pengikut
Syi'ah melebihkan pentingnya akal, sementara golongan ulama
tasawuf, ahli fikih, dan hadis, lebih sederhana dalam menilai peran
akal, menghargainya sekadar saja dan tidak mengklaim bahwa akal
dapat mencakup segala hal, terutama yang berkaitan dengan
ketuhanan dan hal-hal ghaib. Al-Kindi (801-873), misalnya,
berpendapat bahwa indera manusia adalah sumber pengetahuan
utama, sedangkan akal adalah sumber kedua.

9
Menurutnya Harun Nasution,7 akal manusia mempunyai tiga
tingkatan, yaitu:

a. akal yang bersifat potensial,


b. akal yang bersifat aktual (telah keluar dari sifatpotensialnya),
c. akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas. Ini berarti
bahwa akal baru mempunyai makna apabila ia diaktualkan, bukan
hanya sebagai potensi.
Menurut Ghulsyani8, sesungguhnya kebenaran akal lebih tinggi
daripada pengetahuan indera, namun akal dapat juga jatuh pada
kekeliruan-kekeliruan yang berbahaya. Ada beberapa faktor
menurutnya yang menyebab-kan terjadi distorsi pada pengetahuan
akal, yaitu:
a. Ketiadaan iman
b. Mengikuti hawa nafsu, kecenderungan dan keinginankeinginan;
c. Cinta, benci buta, dan prasangka;
d. Takabur
e. Taklit buta terhadap pendapat nenek moyang dan pemikiran
jumud
f. Tergesa-gesa dalam memutuskan;
g. Kebodohan sehingga menerima atau menolak sesuatu tanpa
alasan;
h. Kedangkalan pengetahuan karena tidak mau berpikir secara
mendalam;
i. Ketidakpedulian terhadap pentingnya kebenaran.
Agama Islam memberikan penekanan yang sangat besar.
Dalam Al-Qur'an, kata "al-ilm" digunakan lebih dari 780 kali. Allah

7
Harun Nasution, Perkembengan Pemikiran Modern Dalam Islam (jakarta: yayasan obor,
1992). H:18
8
Mehdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut Al-Quran (bandung: penerbit mizan, 2003). H:
107-117

10
SWT menyatakan, "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah. Tuhanmu adalah Yang paling pemurah, yang mengajarkan
manusia melalui perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya" (QS Al-Alaq: 1-5). Ayat ini
menunjukkan urgensi membaca, pena, dan ajaran untuk manusia
agar mereka memiliki ilmu pengetahuan.
Dalam ayat lain, Allah mengajarkan nama-nama benda
kepada Adam, kemudian menantang malaikat untuk menyebutkan
nama-nama tersebut. Malaikat mengakui bahwa mereka hanya
mengetahui apa yang telah diajarkan oleh Allah, menunjukkan
bahwa ilmu yang diberikan kepada Adam membuatnya unggul,
sehingga malaikat diwajibkan bersujud kepadanya (QS Al-Baqarah:
31-32).
Ayat lainnya menekankan perbedaan antara orang yang
berilmu dan yang tidak berilmu, menyatakan, "Adakah sama orang-
orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" (QS Az-Zumar: 9). Dengan ini, Al-Qur'an
menegaskan bahwa orang yang memiliki ilmu pengetahuan berbeda
dengan mereka yang tidak memiliki ilmu pengetahuan.
Kesimpulannya, agama Islam menekankan bahwa ilmu pengetahuan
adalah suatu nilai yang tinggi dan perbedaan antara orang yang
berilmu dan yang tidak berilmu adalah nyata.
Ayat ini menegaskan bahwa hanya orang yang berilmulah
yang memahami berbagai hal dalam alam semesta ciptaan Allah swt.
‫غفُ ْو ٌر‬
َ ‫ع ِزي ٌْز‬ َ ‫ّٰللا مِ ْن ِعبَا ِد ِه ا ْلعُلَ ٰۤمؤ ُۗا اِ َّن ه‬
َ ‫ّٰللا‬ َ ‫اِنَّ َما يَ ْخشَى ه‬
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara
hambahambaNya, hanyalah ulama”. (QS Al-Fathir: 28). Ini berarti
bahwa hanya orang yang berilmu yang takut kepada Allah swt.

11
Terdapat sejumlah hadist yang menyatakan pentingnya ilmu bagi
manusia, antara lain adalah:
o Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.Carilah ilmu
walaupun di negeri cina.
o Carilah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat.
o Para ulama adalah pewaris para Nabi.
o Orang yang paling berharga adalah yang paling banyak
ilmunya dan yang paling hina adalah yang paling bodoh.9

Dikarenakan kepentingan ilmu pengetahuan, diwajibkn bagi


setiap Muslim untuk mengejar ilmu. Menurut Mahdi Ghulsyani10,
Al-Quran menunjukkan alasan mengapa pentingnya mempelajari
ilmu pengetahuan.

Mencari pengetahuan dianggap sebagai tugas yang harus


dilakukan, terutama jika pengetahuan dari suatu ilmu diakui sebagai
persyaratan dalam syariah untuk mencapai tujuan-tujuan Islam.
Sebagai contoh, kesehatan dianggap sebagai hal yang penting dalam
masyarakat Islam, dan oleh karena itu, memahami ilmu obat-obatan
dianggap sebagai tanggung jawab bersama. Seluruh cabang ilmu
dianggap sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
dan selama ilmu tersebut memainkan peran tersebut, maka ilmu
dianggap sebagai sesuatu yang suci. Sebaliknya, jika tidak, ilmu
dapat menjadi sarana untuk kesesatan.

Al-Quran mendukung terbentuknya masyarakat yang agung dan


mulia, bukan masyarakat yang patuh dan bergantung pada orang-
orang kafir.

9
Ghulsyani. H: 39-40
10
Ghulsyani. H: 49

12
Di era modern saat ini, banyak permasalahan kehidupan manusia
yang tidak dapat dipecahkan tanpa upaya pengembangan ilmu
pengetahuan.

Dalam ajaran Islam, ditegaskan bahwa orang Muslim


seharusnya mengejar ilmu yang bermanfaat, sementara dilarang
mencari ilmu yang risikonya lebih besar daripada manfaatnya.
Sebuah hadis Nabi menyatakan, "Sebaik-baik ilmu adalah yang
bermanfaat." Menurut Imam Abu Rajab al-Hambali, "ilmu yang
bermanfaat adalah yang dipelajari secara teliti dari Al-Quran dan
Sunnah Rasulullah, dengan upaya memahami maknanya." Ilmu yang
demikian "meresap ke dalam hati, menghasilkan perasaan tenang,
ketakutan, tunduk, merendahkan diri, dan pengakuan akan
kelemahan di hadapan Allah Ta'ala." Ini berarti bahwa ilmu yang
hanya dihafalkan tanpa memahaminya dan meresap ke dalam hati
bukanlah ilmu yang bermanfaat; bahkan, ilmu semacam itu dapat
menjadi bencana bagi pemiliknya dan membawa ancaman besar di
akhirat.

Menurut Mahdi Ghulsyani11, ilmu yang bermanfaat adalah


ilmu yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang Allah,
mendapatkan keridhaan dan kedekatan dengan-Nya, baik itu ilmu
kealamian maupun ilmu syariah. Hal ini disebabkan karena tujuan
utama kehidupan manusia adalah mendekatkan diri kepada Allah
dan mendapatkan keridhaan-Nya. Dikatakan juga bahwa suatu ilmu
bermanfaat jika dapat membantu manusia memainkan peran mereka
di dunia ini sesuai dengan yang ditentukan oleh Allah SWT. Jika
tidak, ilmu tersebut dianggap tidak bermanfaat. Dengan ilmu,
seorang Muslim dapat meningkatkan pemahaman tentang Allah,

11
Ghulsyani. H: 55

13
membantu mengembangkan masyarakat Islam, merealisasikan
tujuan-tujuannya secara efektif, membimbing orang lain dalam
beribadah kepada Allah, dan dapat menyelesaikan berbagai masalah
yang dihadapi oleh masyarakat manusia.12

C. Konsep ilmu dalam perspektif Barat

Dalam budaya Barat, istilah "ilmu" dikenal sebagai


"Knowledge," yang merujuk pada pengetahuan. Asal usul kata
"Knowledge" dapat ditelusuri dari kata "know," yang
mengindikasikan pernyataan pikiran untuk mengatasi ketidaktahuan
dan meningkatkan kejernihan pemikiran. Selain itu, konsep
"Knowledge" juga mencakup pemahaman sebagai keahlian dan
keterampilan yang diperoleh oleh individu melalui pengalaman dan
pendidikan. Tambahan, "Knowledge" juga mencakup makna sebagai
pengetahuan tentang manusia, objek tertentu, atau perolehan
pandangan melalui informasi fakta tentang sesuatu.
Berdasarkan konsep tersebut, terdapat tiga elemen kunci
dalam ilmu:
1. Keterampilan yang diperoleh oleh manusia melalui proses belajar
dan pengalaman, membentuk manusia menjadi mahir dalam suatu
disiplin ilmu.
2. Pengetahuan sebagai hasil dari fakta dan informasi tertentu yang
manusia dapat ketahui melalui buku dan proses pembelajaran.
3. Pemahaman ilmu yang juga didapat melalui kesadaran dan
kebiasaan, melibatkan proses suatu ilmu pengetahuan berdasarkan
pengalaman nyata manusia, baik melalui observasi atau interaksi
sosial.13

12
Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Pespektif Barat Dan Islam.
Khairiah Mohd. Yassin, “Hubungan Budaya Dan Ilmu Dari Perspektif Barat Dan Islam
13

KHAIRIAH BINTI MOHD. YASSIN,” Manu 20, no. August (2014): 25–51.

14
Dari penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam
budaya Barat, konsep ilmu dianggap sebagai hasil usaha murni
manusia. Proses keilmuan ini terjadi melalui pemikiran rasional yang
diperoleh dari pengalaman melalui panca indera.
Dalam perspektif Barat, terdapat tiga jenis teori kebenaran
pengetahuan, yaitu:
a. Teori Korespondensi
Teori korespondensi mengacu pada kesesuaian antara
suatu pernyataan dengan kenyataan atau situasi yang
sebenarnya.
b. Teori Kohersi
Teori kohersi mencakup kesesuaian antara suatu
pernyataan dengan pernyataan lain yang telah diterima
kebenaranya.
c. Teori Pragmatik
Teori pragmatik menekankan nilai kegunaan sebagai
tolak ukur kebenaran suatu pengetahuan atau kebenaran
suatu hal14.
Ketiga macam teori kebenaran menurut perspektif Barat
dapat digolongkan menjadi dua macam kebenaran yaitu:
a. Kebenaran empiris
Kebenaran empiris meliputi: mementingkan obyek,
menghargai cara kerja induktif dan aposterioris, dan
lebih mengutamakan pengamatan indera.
b. Kebenaran logis
Kebenaran logis meliputi: mementingkan subyek,
menghargai cara kerja deduktif dan apriorism, dan lebih
mengutamakan penalaran akal budi15.

14
Teguh Wangsa GandhiHW, Filsafat Pendidikan: Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 51

15
Perbedaan tentang kebenaran juga terkait dengan dimana
kebenaran itu berada. Ada yang berpendapat bahwa kebenaran
berada pada objek di luar pikiran manusia tetapi ada yang
berpendapat bahwa kebenaran ada pada pikiran manusia. Menurut
pandangan ini kebenaran bersifat subjektif yakni tentang bagaimana
manusia memperoleh kebenaran yang mengandung dua arti yaitu
bagaimana orang itu sendiri memperoleh kebenaran dan bagaimana
cara manusia memperoleh kebenaran dari pihak luar dirinya.

15
Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Pespektif Barat Dan Islam, 71

16
BAB III

KESIMPULAN

Konsep ilmu dalam Islam berbeda dengan pandangan di


peradaban Barat. Dalam konteks Barat, ilmu seringkali disamakan
dengan sains, sementara dalam Islam, sains dianggap sebagai bagian
dari ilmu pengetahuan secara keseluruhan. Dalam keilmuan Islam,
Allah selalu terlibat sebagai sumber ilmu, sedangkan dalam tradisi
Barat, keilmuan dianggap sebagai usaha manusia semata. Perbedaan
konsep ilmu ini memengaruhi tujuan pendidikan, kurikulum, dan
proses pembelajaran.
Orientasi tujuan pendidikan dalam Islam adalah menciptakan
manusia yang beradab, sedangkan di Barat, orientasi ini mungkin
lebih terfokus pada sains dan pencapaian individual. Kurikulum
pendidikan dalam Islam diharapkan bersifat integral. Proses
pembelajaran di Islam harus mencerminkan adab ilmu dan hubungan
yang baik antara guru dan peserta didik.
Islam memandang ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang
bersumber dari Tuhan, menekankan aspek rabbani. Ini berbeda
dengan perspektif Barat yang mengandalkan akal dan panca indera
manusia sebagai sumber informasi utama, dan di mana ilmu sering
dihubungkan dengan aspek ilmiah dan humanistik. Islam mengakui
wahyu sebagai sumber ilmu, yang kadang disebut sebagai ilmu
naqli, sementara di Barat, pengetahuan bersumber dari akal manusia
dan hukum kausalitas(sebab akibat).
Menurut pandangan Barat, akal dan indera khususnya
pengetahuan yang berasal dari manusia itu sendiri merupakan
sumber pengetahuan. Akibatnya, wahyu tidak diakui sebagai sumber

17
informasi di lembaga pendidikan Barat karena Barat secara eksklusif
menghargai akal dan indera sebagai sumber pengetahuan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Aini, Badr al-Dîn. ‘Umdah Al-Qârî. Juz 2. bairur: dar al-


fikr, n.d.
Al-Arabiyah, Majma‘ al-Lughah. , Mu‘jam Al-Wasith.
istanbul: dar ad-da’wah, 1990.
Ghulsyani, Mehdi. Filsafat Sains Menurut Al-Quran.
bandung: penerbit mizan, 2003.
Gie, the liang. Pengantar Filsafat Ilmu. yogyakarta: penerbit
liberty, 1997.
Khairiah Mohd. Yassin, “Hubungan Budaya Dan Ilmu Dari
Perspektif Barat Dan Islam KHAIRIAH BINTI MOHD. YASSIN,”
Manu 20, no. August (2014)
Nasution, Harun. Perkembengan Pemikiran Modern Dalam
Islam. jakarta: yayasan obor, 1992.
Soelaiman, Darwis A. Filsafat Ilmu Pengetahuan Pespektif
Barat Dan Islam, 2019.
Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Pespektif Barat Dan
Islam.
Wangsa, Teguh GandhiHW, Filsafat Pendidikan: Mazhab-
Mazhab Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013)

19
20

Anda mungkin juga menyukai