Anda di halaman 1dari 14

KEDUDUKAN ILMU DAN ULAMA’ SERTA TUJUAN ILMU DALAM

ISLAM
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah: Epistemologi Islam
Dosen Pengampu: Al-Ustadzah Patimah, M. Ag

Disusun oleh:
Kelompok 2
Ashifa Purnama Putri 412020728002
Farisa Lindariansyah 412020728009
Qudwatun Niswah 412020728022

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
2022/1443
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................2

BAB III. PEMBAHASAN.......................................................................................4

A. Tujuan Ilmu dalam Islam ................................................................................4

B. Kedudukan Ilmu dan Ulama dalam Islam ......................................................8


BAB IV. PENUTUP..............................................................................................11

A. Saran............................................................................................................11

B. Kesimpulan.................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

i
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menuntut ilmu adalah suatu hal yang sangat penting untuk
mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Tanpa adanya ilmu,
manusia tidak bida melakukan segala hal. Dalam mencari nafkah perlu ilmu,
beribadah peril ilu dan bahkan makan dan minumpun memerlukan ilmu.
Dengan begitu menuntut ilmu merupakan suatu keharusan yang tidak bisa
ditolak apalagi menyangkut dengan kewajiban seseorang sebagai hamba Allah
SWT. jika seseorang tidak memahami kewajibannya sebagai hamba, maka
bagaimana bisa dia memperoleh kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan
akhirat
Ulama merupakan figur yang memiliki peranan khusus dalam kehidup
an masyarakat. Sejak masa lalu ulama selalu terlibat dalam berbagai kegiatan
baik yang berkaitan dengan peribadatan yang mahdhah41 maupun dalam upac
ara yang berkaitan dengan siklus hidup, seperti, kelahiran, perkawinan, dan ke
matian.
Ulama mempunyai posisi tersendiri dalam masyarakat Islam, meskipu
n telah terjadi beberapa perubahan dalam bidang penekanan dan bidang garapa
nnya, mereka tetap memiliki posisi penting sampai sekarang.42 Hal ini dikare
nakan pengetahuan agamanya yang benar-benar paham dan menguasai, ini jug
a didukung oleh beberapa ayat Alqur’an dan hadits Nabi yang menunjukkan p
osisi penting seorang ulama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan Ilmu dalam Islam?
2. Bagaimana Kedudukan Ilmu dan Ulama dalam Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tujuan Ilmu dalam Islam
2. Mengetahui Kedudukan Ilmu dan Ulama dalam Islam

1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu atau dalam bahasa Arab disebut dengan ‘ilm yang bermakna
pengetahuan merupakan derivasi dari kata kerja ‘alima yang bermakna
mengetahui.1 Secara etimologi, ilmu berasal dari akar kata ‘ain-lam-mim yang
diambil dari perkataan ‘alamah, yaitu ma’rifah (pengenalan), syu’ur (kesadaran),
tadzakkur (pengingat), fahm dan fiqh (pengertian dan pemahaman), ‘aql
(intelektual), dirayah dan riwayah (perkenalan, pengetahuan, narasi), hikmah
(kearifan), ‘alamah (lambang), tanda atau indikasi yang dengan sesuatu atau
seseorang dikenal.

Dalam menjelaskan ilmu secara terminologi, al-Attas menggunakan dua


definisi; pertama, ilmu sebagai sesuatu yang berasal dari Allah SWT, bisa
dikatakan bahwa ilmu adalah datangnya (husul) makna sesuatu atau objek ilmu ke
dalam jiwa pencari ilmu; dan kedua, sebagai sesuatu yang diterima oleh jiwa yang
aktif dan kreatif, ilmu bisa diartikan sebagai datangnya jiwa (wusul) pada makna
sesuatu atau objek ilmu.2

Ibnu Khaldun memilah ilmu atas dua macam, yaitu ilmu naqliyah (ilmu
yang berdasarkan pada otoritas atau ada yang menyebutnya ilmu-ilmu tradisional)
dan ilmu ‘aqliyah (ilmu yang berdasarkan akal atau dalil rasional). Termasuk yang
pertama adalah ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, tafsir, ilmu kalam, tasawuf, dan
ta’bir al-ru’yah. Sedangkan yang kedua adalah filsafat (metafisika), matematika,
dan fisika, dengan macam-macam pembagiannya.3

1
Majma’ al-Lughah al-’Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasit, (Istanbul: Dar al-Da’wah,

1990), 624.
2
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: an

Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC,

2001), 14. Lihat juga di Syed Mohd. Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, Terj.

Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1984), 43.


3
Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi Holistik, (Bandung:

Mizan, 2005), 46.

2
Kedudukan ulama di dalam Alquran sangatlah mulia, dan Allah SWT
menjadikan mereka sebagai makhluk yang berkedudukan tinggi.4 Mereka seperti
penerang dalam kegelapan, juga sebagai pemimpin yang membawa petunjuk bagi
umat Islam, yang dapat mencapai kedudukan al-akhyār (orang-orang yang penuh
dengan kebaikan), serta derajatorang-orang yang bertakwa dengan ilmunya.
Dalam kehidupan seharihari, ulama mempunyai peran penting di tengah
kehidupan umat Islam, dan ulama juga bisa terus eksis sebagai ahli agama dengan
posisinya yang terhormat.5

BAB III. PEMBAHASAN

4
Imam al-Gazali, Ihyā ‘Ulūm al-dīn, Terj. Moh Zuhri, Ihyā ‘Ulūm al-dīn,

(Semarang: CV. asy-Syifa, 2011), p.9.


5
Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan, Pergumulan Elit Muslim Dalam

Sejarah Indonesia, (Jakarta: Mizan Publika, 2012), Cet 1, p.1.

3
A. Tujuan Ilmu dalam Islam
a. Pengaruh Ilmu Pengetahuan
Pada abad ke-17 dan ke-18 terjadi fenomena dimana pengetahuan yan
g dihasilkan mulai “menekan” pengaruh kuat doktrin teologis di Barat. D
avid Hume memelopori istilah systemic khowledge , yaitu kaidah yang m
enyatakan bahwa pengetahuan itu benar apabila bisa dibuktikan secara sti
mulant dan sistemik, sehingga menolak ilmu atau apapun yang tidak dida
sari pada observasi. Meskipun Barat mengalami perkembangan ilmu yan
g pesat, tetapi semua itu tidak didasari dengan pelajaran agama.
Menurut seorang filsuf Yahudi Jerman, Ernst Cassirer mengatakan ba
hwa agamalah problem pengetahuan yang muncul saat ini. Dikarenakan
pemikiran filsufi sudah ada sejak dimulainya sejarah, dimana pemikiran
primitive, mistisisme dan religious mendominasi. Cassirer juga menyatak
an bahwa pemikiran seperti itu termasuk politik pun menyebabkan doktri
n metafisika yang ada dalam dogma agama menjadi tidak berkembang ka
rena tidak ada bukti. Maka dari itu, kebenaran tidak lagi berdasarkan aga
ma maupun Tuhan, tetapi hanya bisa masuk ke dalam alam pikiran manu
sia dan totalitas kemaanusiaan.
Sehingga masalah keilmuan dan sejarah yang didasarkan oleh doktrin
agama mulai banyak yang diragukan. Namun ketika ilmu pengetahuan m
enurut perspektif sejarah agama ditinggalkan, ilmu pengetahuan kini dipe
nuhi oleh pseudosains dan pseudohistory. Ronald H. Fritze, sejarawan A
merika yang mengkritik akan hal ini mengatakan jika film, televise, radio
majalah dan internet memuat banyak informasi palsu dan tidak bias diper
tanggungjawabkan otentisistasnya.
Fenomena seperti pseudosains dan pseudohistory dapat dilihat dari ba
gaimana Nazi terinspirasi mitos tentang keunggulan ras Arya disbanding
ras lainya, mengakibatkan hampir satu generasi pria di Eropa lenyap. Per
gerakan nasionalisme Tamil dan gerakan Dravida di India Selatan juga te
rinspirasi dari legenda benua Lemuria yang hilang, yang berujung pada in
timidasi terhadap Muslim India hingga internal Hindu India itu sendiri. F

4
ritze menyimpulkan bahwa pseudohistory telah menghapus worldview
Kristen yang menyakini bahwa mausia diciptakan selama 6 hari menjadi
teori evolusi Darwin.
Sehingga ilmu pengetahuan dinilai telah kehilangan visinya. Jean-Fran
cois Lyotard, seorang filsuf Perancis menyatakan bahwa yang terjadi adal
ah “komersialisasi dan merkantilisasi pengetahuan”. Hal ini menunjukan
bahwa tujuan ilmu tidaklah tunggal semua pihak merasa berhak berbuat s
emaunya dengan ilmu yang dimiliikanya (Kholid. M, 2021)

b. Islam Mencerdaskan Akal


Ajaran Islam yang mengedepankan asas berpikir tidak dapat dipisahka
n dari akal. Manusia telah dianugerahi Allah dengan akal yang membeda
kan mereka dengan makhluk lainya. Kecerdasan yang berasal dari akal a
kan berpengaruh kepada hikmah yang membawa manfaat bagi manusia.
Maka dari itu, Allah memerintahkan umat manusia untuk selalu melihat t
anda-tanda kekuasaan-Nya dengan akalnya.
Kecerdasan yang lahir dari akal sehat akan menghindarkan manusia d
ari hal buruk dan bencana. Penggunaan kecerdasan yang didasari oleh eg
o akan menimbulkan perpecahan yang berujung pada kezaliman dan kese
ngsaraan. Kecerdasan dalam Islam juga akan menjauhkan mausia dari ke
kafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.

c. Ilmu Mampu Melembutkan Hati


Salah satu contohnya dapat dilihat dari riwayat tentang Umar bin Khat
tab ra. Sebelum memeluk Islam, Umar bin Khattab adalah sosok yang sa
ngat keras dan terlibat perselisihan dengan kaum Muslim. Tidak hanya it
u, Umar dikisahkan sering menyiksa budak yang masuk Islam dan bertek
ad membunuh Rasulullah s.a.w.
Setelah memeluk Islam, Umar tetap dengan tegasnya menegakkan aga
ma dan syariat Islam. Kelembutan hatinya terlihat manakala Umar menan
gis ketika melantunkan ayat Al-Qur’an pada waktu memimpin sholat, ata
upun ketika menjadi khalifah. Di riwayat yang lain disebutkan bahwa U

5
mar rela menggendong karung berisi tepung untuk diberikan kepada wani
ta yang ditemuinya sedang memasak batu.
Lantunan Al-Quran yang didengar tidak memiliki dampak apapun terh
adap orang yang hatinya keras dan berperilaku buruk. Hal tersebut bisa di
katakan ia telah jauh dari mukjizat Al-Qur’an. Kelembutan hati akan sela
ras dengan fitrah penciptaan yang menjunjung tinggi nyawa manusia, keh
ormatan dan kelangsungan makhluk hidup lain. Seorang mukmin yang b
erilmu akan berpikir bahwa apa yang ada di dunia ini adalah titipan Allah.
Kelak, semuanya akan dipertanggungjawabkan.

d. Ilmu Mampu Memupuk Talenta


Hidup adalah tanggung jawab yang kelak akan diminta pertanggungja
wabannya oleh Allah terkait bagaimana kita menjalaninya. Maka dari itu,
seorang Muslim harus menjalani hidupnya dengan baik dan sejahtera. Me
mperdalam ilmu untuk mengasah ketrampilan sangatlah penting, terutam
a untuk keberlangsungan dakwah dan hidup kita.
Seorang Mukmin yang multitalenta akan mudah menanamkan nilai-nil
ai keislaman di berbagai bidang bakat yang ia kuasai. Inilah yang membe
dakan seorang Muslim yang menjalankan dakwah dengan seseorang yan
g mempelajari sesuatu hanya untuk mencari nafkah dan ekonomi. Bagi se
orang Mukmin, segala kegiatan merupakan ladang pahala bagi mereka. S
elain itu, ilmu dan keahlian yang dimiliki merupakan sebuah karunia dari
Allah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan

e. Ilmu Dapat Menyucikan Jiwa


Ilmu yang benar akan selalu dapat menentramkan dan menenagkan ha
ti. Karena itu ilmu yang benar merupakan nutrisi jiwa bagi seorang Musli
m. Dalam Islam dijelaskan bahwa mengingat Allah dengan berzikir meru
pakan cara yang ampuh untuk menenangkan hati.
Jika kebutuhan primer hati terpenuhi maka akan tentran dan tenang ji
wa manusia. Kekosongan jiwa dai nilai-nilai spiritual atau agama akan m
enjerumuskan seseorang pada perbuatan yang tidak masuk akal dan jatuh

6
pada maksiat. Maka dari itu, kesucian jiwa seseoang adalah salah satu tan
da bahwa lmu yang dia pelajari sesuai dengan syariat Islam.

f. Ilmu Bertujuan Membentuk Akhlak


Ketinggian ahklak adalah hal yang tak dapat dipisahkan dari para penu
ntut ilmu. Dalam Islam terdapat perbedaan antara akhlak, moral dan etika.
Aspek Akhlak Moral Etika
Makna Perangai, perbua Nilai atau ketent Ilmu tentang bai
tan kita uan baik dan bur k dan buruk
uk
Sumber Dasar Al-Qur’an dan S Adat istiadat ata Adat istiadat ata
unah u hasil kesepakat u hasil kesepakat
an bersama an bersama
Sifat atau Nil Universal dan Lokal dan tem Lokal dan tem
ai abadi porer porer

Dapat dilihat, Islam menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoma


n utama, sedangkan moral berdasarkan kesepakatan masyaraka
t. Ketinggian ilmu seorang Muslim akan tercermin dalam akhl
ak dan perbutannya.

g. Ilmu Untuk Menjaga Kesehatan


Dalam sejarah dan tradisi Islam aspek kesehatan tidak dapat
dilupakan, yang dapat dilihat dari banyaknya karya dari ilmuw
an Muslim di bidang kedokteran dan kesehatan. Ibnu Sina yang menu
lis buku al-Qanun fi al-Tibb (The Canon of Medicine) yang berisi tentang
perancangan obat-obatan mutakhir bahkan masih dipergunakan sebagai r
ujukan sampai beberapa abad setelahnya.
Ada lagi Ibnu al-Nafis yang dinobatkan sebagai pelopor fisiologi yang
telah berhasil merumuskan dasar sirkulasi paru-paru, jantung dan kapiler.

7
Dalam karnyanya yang berjudul Syarh al-Adawiya’ al-Murakkabah, ia m
enjelaskan konsep metabolisme tubuh, system anatomi, fisiologi dan psik
ologi. Bahkan al-Nafis juga mengkrtik Ibnu Sina dalam bukunya yang be
rjudul Syarh Tasyrih al-Qanun li Ibn Sina (Commentary on Anatomy in
Avicenna’s Canon) terkait teori denyut, otot, tulang, panca indera, emped
u dan yang lainnya.
Dalam aspek aqidah, Allah lah yang memberikan kesembuhan atas pe
nyakit, sedangkan dokter, obat dan peralatan medis hanyalah perantara se
bagai ikhtiyar memperoleh kesembuhan dn kesehatan (Kholid. M, 2021).

B. Kedudukan Ilmu dan Ulama dalam Islam


Dalam Islam, ilmu memiliki kedudukan yang sangat mulia. Ayat a
l-Qur’an dan hadits Rasulullah telah banyak menegaskannya. Orang yang
memiliki ilmu mempunyai derajat yang sangat tinggi di sisi Allah SWT.
Dalam satu ayat Alquran bahwa orang yang memiliki ilmu maka akan
Allah sejajarkan atau Allah samakan dengan malaikat dalam
persaksiannya, Ayat yang di maksud di atas adalah
‫ْط ۚ اَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل ه َُو ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي‬
ِ ‫َش ِه َد هَّللا ُ َأنَّهُ اَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ َو َو ْال َماَل ِئ َكةُ َوُأولُو ْال ِع ْل ِم قَاِئ ًما بِ ْالقِس‬
“Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia (demikian
pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak
ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS Ali Imran:
14).
Disini dapat dilihat bagaimana para ulama di muliakan, menurut
imam Al Quthubi dalam kitab Jami’ Li Ahkam Alquran berpendapat
bahwa di dalam ayat ini terdapat dalil dan tentang kemulian para ulama,
tentu Allah akan menyertakan mereka dengan namanya dan nama para
malaikat sebagaimana Allah menyertakan para ulama.
Dalam suatu riwayat, Rasulullah SAW menyatakan perbedaan
kedudukan antara orang-orang yang berilmu dan ahli ibadah tetapi tidak
berilmu.

8
َ ‫قال صلى هللا عليه وسلم نوْ ُم ال َعالِ ِم َأ ْف‬
‫راعي آداب العلم‬vv‫ذي ي‬vv‫ أي نوم العالم ال‬.‫ض ُل ِم ْن ِعبَا َد ِة ال َجا ِه ِل‬
‫أفضل من عبادة الجاهل الذي ال يسلم آداب العبادة‬.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidurnya orang alim itu lebih utama
dari pada ibadahnya orang bodoh. Maksudnya adalah orang alim yang
tidur dalam keadaan memelihara adabul ibadah (adab-adab ibadah) itu
lebih afdal dari pada orang bodoh yang beribadah tetapi tidak
memperhatikan adabul ibadah. Inilah mengapa, Rasulullah juga
menegaskan bahwa ‫اء‬vv‫ة االنبي‬vv‫اء ورث‬vv‫ العلم‬atau sejatinya para ulama adalah
pewaris nabi, dalam makna bahwa mereka mengemban estafeta keilmuan
syariat dari masa ke masa.
Memuliakan ulama adalah wasilah untuk kemuliaan ilmu itu
sendiri. Mereka adalah orang pilihan dan memilki keistimewaan di sisi
Allah sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW berikut:
‫وقال صلى هللا عليه وسلم أكرموا لعلماء فانهم عند هللا كرماء مكرمون‬
Rasululah SAW bersabda, “Muliakanlah ulama (orang-orang yang
mengerti ilmu syariat dan mengamalkannya), karena mereka itu orang-
orang mulia (orang-orang pilihan Allah) dan yang dimuliakan pula (di
kalangan malaikat).”
Menurut imam Ghazali membagi menjadi dua kategori. Tokoh
bergelar hujjatul Islam itu menjelaskan kategori pertama adalah ulama
akhirat dan ulama su (ulama buruk) atau ulama yang lebih mementingkan
keduniawiaannya. Sedangkan ulama akhirat adalah ulama yang sederhana,
bersahaja, dan tidak berlebihan dalam kenikmatan. Hal ini di sampaikan
Imam Ghazali dalam sebuah karyanya Mukasyafat al-Qulub, beliau
mengingatkan agar membedakan mana ulama yang su’ dan mana ulama
akhirat (Hidayat et al, 2021)
Hasan ibn ‘Aly al-Hijajy dalam karyanya al-Fikr al-Tarbawy ‘inda
Ibn Rajab al-Hanbaly (Pemikiran Pendidikan Ibn Rajab al-Hambali) men
guraikan beberapa argumen terkait pemikiran pendidikan seorang ulama sa
laf –Ibn Rajab al-Hambali (736-795 H) yang menjelaskan tentang ilmu da
n kedudukannya di dalam Islam, di antaranya; Pertama, ayat yang pertama
kali Allah turunkan adalah tentang ilmu, yaitu QS. al-‘Alaq; 1-5 “Bacalah

9
dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan. Dia telah mencipta
kan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling P
emurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengaj
arkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Kedua, Allah telah memberikan karunia berupa ilmu kepada Rasulullah
sebagaimana Allah tegaskan secara khusus dalam firman-Nya QS. al-Nisa;
113: “Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu (wahai Muha
mmad), dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.
Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. Ketiga, Allah juga secara
khusus memerintahkan Rasul-Nya untuk memintailmu kepada-Nya, sebag
aimana dalam firman-Nya QS. Thaha; 114: Dan katakanlah:”Ya Rabbku, t
ambahkanlah kepadaku ilmu”.
Keempat, Allah juga mengungkapkan keutamaan Adam dibanding
para malaikat adalah karena faktor dan kepemilikan ilmu, dimana Allah m
engajarkannya nama-nama segala sesuatu, dan para malaikat mengaku kel
emahan mereka karena tidak mengetahui hal tersebut, yang dapat dilihat p
ada QS. Al-Baqarah:31-33 (Maulida, 2017)

BAB IV. PENUTUP

A. Saran
Alangkah baiknya kita sebagai Muslim memperdalam keilmuan kit
a. Karena didalam ilmu terdapat tujuan yang baik yang dapat mencerdasak
an akal, melembutkan hati, memupuk talenta, menyucikan jiwa, membentu
k akhlak serta berpengaruh pada kesehatan.

10
Selain itu, Orang yang memiliki ilmu mempunyai derajat yang
sangat tinggi di sisi Allah SWT. Allah SWT menematkan ulama dan ilmu
dalam kedudukan yang tinggi. Keistimewaan orang yang berilmu
dijelaskan baik dalam Alquran atau sunnah Rasulullah SAW.

B. Kesimpulan
Ilmu dalam Islam mempunyai tujuan membentuk pribadi seorang
Muslim yang mulia. Ilmu akan meninggikan derajat pemiliknya, agar hal it
uu tercapai ilmu yang diperoleh harus benar dan sesuai syariat Islam. Ilmu
juga harus diamalkan dengan baik agar tidak menjadi pangkal kezaliman, s
ehingga ilmu harus didasari dengan keimanan dan ketaqwaan.
Selain itu orang yang memiliki ilmu mempunnyai derajat yang ting
gi dalam Islam. Rasululah SAW bersabda, “Muliakanlah ulama (orang-
orang yang mengerti ilmu syariat dan mengamalkannya), karena mereka
itu orang-orang mulia (orang-orang pilihan Allah) dan yang dimuliakan
pula (di kalangan malaikat).”

DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1993. Islam and Secularism. Kuala Lumpur:
ISTAC. Edisi kedua.

Al-Ghazali, Al-Imam, ”Ihyā ‘Ulum al-dīn”, penerjemah Ibnu Ibrahim


Ba`adillah, Jakarta: PT. Gramedia, 2011.

11
Burhanudin, Jajat, Ulama Dan Kekuasaan, Pergumulan Elit Muslim Dalam
Sejarah Indonesia, Jakarta: Mizan Publika, 2012.

Hidayat A. et al. 2021. Kedudukan Mulia Ulama dan Keistimewaan Ilmu.


https://mui.or.id/hikmah/31578/kedudukan-mulia-ulama-dan-keistimewaan-ilmu.
Diakses pada 15 Juni 2022.
Kholid M. et al. 2021. Epistemologi Islam Prinsip-prinsip Dasar Ilmu
Pengetahuan dalam Islam. Direktorat Islamisasi Ilmu Pengetahuan (DIIP)
Universitas Darussalam Gontor. Ponorogo.
Maulida Ali. 2017. Kedudukan Ilmu, Adab Ilmuwan Dan Kompetensi Keilmuan
Pendidik (Studi Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan). Jurnal Edukasi Islami.
Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 06, No. 11.

12

Anda mungkin juga menyukai