Anda di halaman 1dari 15

HUMANISASI ILMU KEISLAMAN, SPIRITUALISASI ILMU UMUM DAN

REVITALISASI KEARIFAN LOKAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Kesatuan Ilmu

Dosen Pengampu: Abu Hapsin,H.,Drs.,MA, Ph.D.

Oleh :

Ulya Hafidhotul Ma’rifah (2102046032)

M. Feriq Ihsanul Amal (2102046036)

Progam Studi Ilmu Falak

Fakultas Syari’ah dan Hukum

UIN Walisongo Semarang

Jl. Walisongo No. 3-5 Semarang, Jawa Tengah


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan bimbingan-Nya makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Makalah yang
berjudul “HUMANISASI ILMU KEISLAMAN, SPIRITUALISASI ILMU UMUM DAN
REVITALISASI KEARIFAN LOKAL” Ini sebagai pemenuhan tugas dari Dosen Pembina
Filsafat Kesatuan Ilmu.

Selama penyusunan makalah ini banyak kendala yang dihadapi, namun berkat bimbingan
serta bantuan dari berbagai pihak semua kendala tersebut dapat teratasi. Pada kesempatan ini
dengan ketulusan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya
kepada pihak-pihak yang telah membantu melancarkan pembuatan makalah yang berjudul
“HUMANISASI ILMU KEISLAMAN, SPIRITUALISASI ILMU UMUM DAN
REVITALISASI KEARIFAN LOKAL”.

Penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan


maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak
yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai,
Amin.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1

A. Latar Belakang ................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...........................................................................................2
C. Tujuan ............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................3

A. Humanisasi Ilmu Keislaman............................................................................3


B. Spiritualisasi Ilmu Umum................................................................................5
C. Revitalisasi Kearifan Lokal.............................................................................7

BAB III PENUTUP ......................................................................................................11

A. Kesimpulan ..................................................................................................11
B. Saran ............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………..12

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendekatan Unity Of Science sebagai paradigma dalam pembelajaran Filsafat
Kesatuan Ilmu di UIN Walisongo Semarang memiliki karakteristik; humanisasi ilmu
keislaman, spiritualisasi ilmu pengetahuan dan revitalisasi kearifan lokal yang terintegrasi
melalui rencana pembelajaran semester (RPS) dan kegiatan pembelajaran mata kuliah
Filsafat Kesatuan Ilmu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini merupakan
upaya semangat spritualisasi ilmu pengetahuan guna membentuk moderasi beragama
dengan mengkontekstualisasi ayat-ayat Al-Quran dengan materi dan kegiatan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Paradigma Unity Of Science memberikan
makna kepada mahasiswa bahwa pembelajaran mata kuliah Filsafat Kesatuan Ilmu sarat
dengan nilai-nilai spiritual yang berhubungan dengan ajaran Islam dan menjadi modal
utama dalam pembinaan menjadi mahasiswa yang berfikir moderat.
Pandangan tentang unity of sciencies antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan
dewasa ini yang dilakukan oleh kalangan intelektual muslim, tidak lepas dari kesadaran
beragama. Secara totalitas di tengah ramainya dunia global yang sarat dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan sebuah konsep bahwa ummat Islam akan maju
dapat menyusul menyamai orang-orang barat apabila mampu menstransformasikan dan
menyerap secara aktual terhadap ilmu pengetahuan dalam rangka memahami wahyu, atau
mampu memahami wahyu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Disamping itu terdapat asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari negara-
negara barat dianggap sebagai pengetahuan yang sekuler oleh karenanya ilmu tersebut
harus ditolak, atau minimal ilmu pengetahuan tersebut harus dimaknai dan diterjemahkan
dengan pemahaman secara Islami. Ilmu pengetahuan yang sesungguhnya merupakan
hasil dari pembacaan manusia terhadap ayat-ayat Allah swt, kehilangan dimensi
spiritualitasnya, maka berkembangkanlah ilmu atau sains yang tidak punya kaitan sama
sekali dengan agama.

iv
Sehingga masih adanya dualistik ilmu atau dikotomi ilmu. Untuk menghilangkan
dikotomi ilmu tersebut perlu adanya paradigma mengenai unity of sciencies yang
menjelaskan bahwa ilmu itu ada satu, tidak ada ilmu agama maupun ilmu umum. Maka
dari itu makalah ini akan membahas mengenai bagaimana menjalankan paradigma
tersebut yaitu dengan ilmu keIslaman.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Jelaskan maksud dari Humanisasi Ilmu Ke-Islaman !
2. Jelaskan maksud dari Spiritualisasi Ilmu Pengetahuan !
3. Jelaskan maksud dari Revitalisasi Kearifan Lokal !
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari Humanisasi Ilmu Ke-Islaman.
2. Untuk mengetahui maksud dari Spiritualitas Ilmu Pengetahuan.
3. Untuk mengetahui maksud dari Revitalisasi Kearifan Lokal.

v
BAB II
ISI
A. Humanisasi Ilmu Keislaman
Humanisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penumbuhan rasa
kemanusiaan.Chabib Toha mengartikan “Humanisme, kemanusiaan adalah nilai-nilai
obyektif yang dibatasi oleh kultur tertentu, nilai kebebasan, kemerdekaan, kebahagiaan.
sedangkan ilmu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.
Jadi Humanisasi yang dimaksud adalah mengkontruksi ilmu-ilmu keislaman agar
semakin menyentuh dan memberi solusi bagi persoalan nyata kehidupan nyata manusia.
Strategi humanisasi ilmu-ilmu keislaman mencakup segala upaya untuk memadukan nilai
universal Islam dengan ilmu pengetahuan moderrn guna peningkatan kualitas hidup dan
peradaban manusia. Dalam lingkungan pendidikan, terutama pendidikan tinggi, boleh
dikatakan setiap waktu istilah “ilmu” di ucapkan dan suatu Ilmu di ajarkan.
Mengapa perlu humanisasi ilmu-ilmu keislaman? Hal ini dibuktikan profil umat
Islam yang ingin dilahirkan itu adalah yang ‘abidan zahidan ‘aliman bi ulumil akhirah
faqihan bi mashalihil khalqi fiddunya. Ini dapat diartikan sebagai berikut: ‘Abidan itu
hard worker. Dimana seorang abid itu sangat produktif. Seorang abid akan berupaya
melakukan amilussahalihat. Sedangkan zahid itu berarti feauture oriented dan lebih
menenkankan spiritual oriented, tidak materialistik. Jadi, orientasinya kedepan wal
akhiratu khairullaka minal ula, bahwa yang nanti, the next is better then now. Kemudian,
aliman bi’ulumul akhirah berarti mereka tau betul ilmu akhirat. Adapun wafaqihan bi
mashalihil khalqi berarti ia memiliki local wosdom .
Dengan demikian, local wisdom nantinya mengantarkan seseorang memiliki
keikhalsan. Tapi apa yang terjadi sekarang? Sekarang yang terjadi adalah pemahaman
parsial atas ilmu-ilmu kesilaman, sehingga ilmu keislaman menjadi tidak humanis,
bahkan ilmu keislaman itu malahirkan sikap radikal dan suka menyesatkan orang.
Bahkan orang bisa saling tawuran gara-gara persoalan ini.

vi
Dalam sejarahnya yang panjang, Islam memiliki sejarah yang panjang pula
pertemuannya dengan Barat. Interaksi dunia Islam dengan dunia Barat moderen lewat
kolonialisme membuka mata kaum Muslim untuk memperluas gerakan kebangkitan
mereka tidak hanya dengan membenahi persoalan-persoalan keagamaan yang bersifat
internal, melainkan juga gerakan-gerakan politik untuk merebut kemerdekaan dari
kolonialisme Barat, dan yang menjadi elan vital dari kemajuan Barat adalah pandangan
dunianya yang menekankan sentralnya pekan akal atau rasio, kebebasan, dan otonomi
manusia.
Humanisasi ilmu-ilmu keislaman ini perlu dilakukan karena ilmu-ilmu keislaman
selama ini terlalu bersifat teosentris, atau menurut ungkapan Qodri Azizy, “merupakan
barang langit atau barang ‘mati’ yang tidak lagi aplicable (bisa diaplikasikan) di
tengahtengah masyarakat dan yang menggantungkan di awang-awang karena tidak
tersentuh oleh pemikiran baru. Dengan demikian dapat disebut sebagai sebuah gagasan
dalam strategi pengembangan ilmu-ilmu ke-Islaman yang bertujuan agar ilmu-ilmu
keislaman dapat menjawab tantangan zaman, khususnya pembebasan umat islam dari
belenggu keterbelakangan.
Dalam pandangan Rahman, kelemahan modernisme Islam terletak pada tidak
adanya sistem dalam gerakan yang dapat menyatukan secara organik antara wahyu (al-
Qur’an), tradisi, dan realitas kontemporer umat. Melalui telaah historis terungkap pesan
moral al-Qur’an yang merupakan etika sosial al-Qur’an. Bersifat universal, kemudian
diturunkan ke dalam konteks umat sekarang dengan bantuan hasil-hasil studi yang cermat
dari ilmuilmu sosial atas persoalan-pers oalan yang dihadapi umat tersebut. Keprihatinan
yang terjadi juga terjadi atas hilangnya wacana kemanusiaan dalam studi Islam yang
menjadi basis lahirnya berbagai tragedi kemanusiaan dalam dunia Islam. Dalam tragedi
Islam hanya ada dua komponen yang pertama yang dominan, sementara komponen yang
kedua tidak mendapatkan porsi yang cukup.
Dengan demikian, Humanisasi Ilmu-ilmu Keislaman secara etimologis merujuk pada
istilah “humanistik” yang muncul sebagai counter theory terhadap kecenderungan
“positivistik” dalam filsafat ilmu.Itulah sebabnya Amin Abdullah memasukkan para
intelek muslim eksponen “gerakan” humanisasi ilmu-ilmu keislaman ini,dari segi
pendekatan yang digunakannya,dalam era post-positivis.

vii
Menurut Nasuka, sebagaimana dikutip Waryani Fajar Riyanto, bahwa yang
dimaksud ilmu-ilmu ke-Islaman adalah ilmu-ilmu agama Islam. Ilmu-ilmu agama Islam
sendiri adalah keseluruhan pengetahuan yang disusun secara sistematis dan metodis yang
mencakup tentang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, yang bersumber pada
al-Qur’an dan as-Sunnah. Ruang lingkup ilmu-ilmu agama Islam (relegious knowledge),
misalnya mencakup bidang akidah (ilmu kalam), syari’ah (ilmu fiqih), dan akhlak (ilmu
tasawuf).
Humanisasi ini dimaksudkan bahwa ilmu keislaman itu harus hadir untuk
memberikan solusi terhadap segala persoalan yang sedang dihadapi masyarakat. Dengan
adanya humanisasi dapat membuat ilmu-ilmu agama khususnya ilmu tafsir hadis relevan
dengan perkembangan dan tantangan zaman yang semakin maju ini. Namun bukan berati
bagi kita merubah wahyu, justru mengajak kita kembali pada wahyu juga sunnah.
Langkah-langkah untuk melakukan humanisasi ilmu-ilmu keislaman;
Menghumanisasikan nama-nama prodi, fakultas, dan institusi pendidikan,
Menghumanisasikan mata kuliah dengan melakukan research yang terus menerus, dan
Menghumanisasikan mata kuliah dengan melalui studi kasus
B. Spiritualisasi Ilmu Pengetahuan
Spiritualisasi adalah memberikan pijakan nilai-nilai ketuhanan (ilahiyah) dan
etika terhadap ilmu-ilmu sekuler untuk memastikan bahwa pada dasarnya semua ilmu
berorientasi pada peningkatan kualitas/keberlangsungan hidup manusia dan alam serta
bukan penistaan/perusakan keduanya. Strategi spiritualisasi ilmu-ilmu modern meliputi
segala upaya membangun ilmu pengetahuan baru yang didasarkan pada kesadaran
kesatuan ilmu yang kesemuanya bersumber dari ayat-ayat Allah baik yang diperoleh
melalui para nabi, eksplorasi akal, maupun ekplorasi alam. Allah menurunkan ayat-ayat
Qur’aniyah dan ayat-ayat kauniyah sebagai lahan eksplorasi pengetahuan yang saling
melengkapi dan tidak mungkin saling bertentangan. Eksplorasi atas ayat-ayat Allah
menghasilkan lima gugus ilmu, Kelima gugus ilmu itu adalah :
1. Ilmu agama dan humaniora (religion and humanity sciences), yaitu ilmu-ilmu
yang muncul saat manusia belajar tentang agama dan diri sendiri, seperti ilmu-
ilmu keislaman, seni, sejarah, bahasa, dan filsafat.

viii
2. Ilmu-ilmu sosial (social sciences), yaitu sains sosial yang muncul saat manusia
belajar interaksi antar sesamanya, seperti sosiologi, ekonomi, geografi, politik,
dan psikologi.
3. Ilmu-ilmu kealaman (natural sciences), yaitu saat manusia belajar fenomena
alam, seperti kimia, fisika, antariksa, dan geologi.
4. Ilmu matematika dan sains komputer (mathematics and computing sciences),
yaitu ilmu yang muncul saat manusia mengkuantisasi gejala sosial dan alam,
seperti komputer, logika, matematika, dan statistik.
5. Ilmu-ilmu profesi dan terapan (professions and applied sciences) yaitu ilmu-
ilmu yang muncul saat manusia menggunakan kombinasi dua atau lebih
keilmuan di atas untuk memecahkan problem yang dihadapinya, seperti
pertanian, arsitektur, bisnis, hukum, manajemen, dan pendidikan.

Mengintegrasikan Islam dalam ilmu-ilmu modern, dengan kata lain, bagaimana


menanamkan nilai-nilai keislaman pada sains dan teknologi, Quraishi dan Ali Shah dalam
“The Role of Islamic Thought in the Resolution of the Present Crisis in Science and
Technology” telah mencoba menjawab masalah ini. Menurutnya, penanaman nilai
keislaman dalam sains dan teknologi dilakukan dengan 4 cara, yakni:

a. Menafsirkan ulang implikasi moral dan sosial atas sains dan teknologi agar
sesuai dengan ajaran Islam hingga tak ada lagi dikotomi antara Islam di satu
sisi dan sains teknologi di sisi lain.
b. Mengajarkan bidang studi dan juga sunah nabi yang menjadi keharusan guna
membentuk pribadi muslim yang dinamis pada para pengkaji sains dan
teknologi.
c. Melakukan Islamisasi terhadap berbagai pendekatan yang ada dalam sains dan
teknologi.
d. Membekali dengan semangat keislaman yang benar, misalnya penggunaan
sains dan teknologi bagi kemaslahatan manusia.

Dalam mengintegrasikan ilmu-ilmu keislaman ke dalam ilmu-ilmu umum


sebaiknya mengacu kepada perspektif ontologis, epistemologis dan aksiologis.

ix
Dari perspektif ontologis, bahwa ilmu itu pada hakikatnya, adalah merupakan
pemahaman yang timbul dari hasil studi yang mendalam, sistematis, objektif dan
menyeluruh tentang ayat-ayat Allah SWT. baik berupa ayat-ayat qauliyyah yang
terhimpun di dalam al-Qur’an maupun ayat-ayat kawniyyah yang terhampar dijagat alam
raya ini. Karena keterbatasan kemampuan manusia untuk mengkaji ayat-ayat tersebut,
maka hasil kajian manusia tersebut harus dipahami atau diterima sebagai pengetahuan
yang relatif kebenarannya, dan pengetahuan yang memiliki kebenaran mutlak hanya
dimiliki oleh Allah.

Dari perspektif epistemologi, adalah bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi


diperoleh melalui usaha yang sungguh-sungguh dengan menggunakan instrumen
penglihatan, pendengaran dan hati yang diciptakan Allah SWT. Terhadap hukum-hukum
alam dan sosial yang sering disebut dengan Sunnatullāh. Karena itu tidak menafikan
Tuhan sebagai sumber dari segala realitas termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari perspektif aksiologi, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi harus diarahkan
kepada pemberian manfaat dan pemenuhan kebutuhan hidup umat manusia. Bukan
sebaliknya, ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan untuk menghancurkan kehidupan
manusia. Perlu disadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bagian dari ayat-
ayat Allah dan merupakan amanat bagi pemiliknya yang nantinya akan dimintai
pertanggung jawaban di sisi-Nya.

C. Revitalisasi Kearifan Lokal (local wisdom)


Selama ini local wisdom dairtikan diartikan sebagai tradisi. Tapi seusungguhnya
local wisdom itu berarti kemampuan seseorang menggunakan 8 akal pikiran untuk
menyikapi. Dalam konteks ini, lokal wisdom merupakan sikap terhadap suatu kejadian,
objek atau situasi. Sedangkan lokal menunjukkan interaksi dimana situasi tersebut terjadi.
Dengan demikian local wisdom mengajari orang agar mampu menggunakan akal
pikiran untuk mensikapi suatu kejadian.Penguatan terhadap kearifan lokal ini semakin
penting. Tantangan arus moderenisasi, liberalisasi, dan globalisasi sudah tak terbendung
lagi. Revitalisasi lokal wisdom dalam strategi pengembangan paradigma kesatuan ilmu
pengetahuan merupakan penguatan kembali ajaran-ajaran luhur bangsa ini. Strategi ini

x
terdiri dari semua usaha agar tetap setia pada ajaran luhur budaya lokal dan
pengembangan guna penguatan karakter bangsa.
Jadi Revitalisasi kearifan lokal dapat diartikan sebagai strategi untuk
menghidupkan kembali tradisi dan falsafah hidup yang telah lama bersemayam ditengah
masyarakat.Sedangkana kearifan lokal dapat diartikan sebagai suatu kekayaan budaya
lokal yang mengandung kebijakan hidup,pandangan hidup yang mengakomodasi
kebijakan dan pandangan hidup. Pada umumnya,etika dan nilai moral yang terkandung
dalam kearifan lokal diajarkan secara turun temurun dan diwariskan dari generasi ke
generasi, Walaupun telah ada upaya pewarisan kearuifan lokal dari generasi ke
generasi,tidak ada jaminan bahwa keariafan lokal akan tetap kokoh menghadapi
globalisasi yang menawarkan gaya hidup yang makin pragmatis dan konsumtif. Hargens
menyatakan bahwa arus modernnisasi,liberalisasi,dan globalisasi semestinya tidak
meniadakan suatu negara tenggelam dalam tatanan global,asalkan negara rersebut
ditopang oleh identitas nasionalisme yang kuat yang juga didukung oleh ideologi dan
kepemimpinan politik yang kuat.
Revitalisasi lokal wisdom dapat dilakukam dengan tiga cara, yaitu: Pengakuan
atas eksistensi lokal wisdom, Pemanfaatan lokal wisdom dalam aktivitas ilmiah, dan
Pengembangan dan pelestarian lokal wisdom dalam aktivitas ilmiah.
a) Etika Protestan Dunia Barat Dan Kearifan Lokal Nusantara
Kapitalisme yang pada mulanya disulut oleh Revolusi Industri di
Eropa,pada akhirnya melahirkan modernisasi yang bergulir cepat karena
distimulasi oleh etika protestan yang mengajarkan kerja keras dan
rasionalitas.Jika dunia barat memiliki etika protestan yang mampu mengacu
mereka untuk meraih kemajuan dan kesejahteraan,di Indonesia sebenernya juga
memiliki asset spiritual yang berupa kearifan lokal dan nilai-nilai spiritual yang
ditawarkan oleh semua agama yang ada di Indonesia,terutama agama Islam
yang sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam.Dalam Islam
misalnya dikenal dengan seruan ‘bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu
akan hidup selamanya,dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan
mati esok hari.Hal tersebut memperlihatkan kesetaraan substansial dengan etika
protestan yang berlaku di dunia barat yang pada hakikatnya terdapat kesamaan

xi
dengan agama Islam.Hadits diatas dapat dipandang sebagai etika dan moralitas
Islam yang mengajarkan pada umat Islam untuk semangat meraih kemajuan dan
keunggulan duniawi.Selain etika moral yang bersumber dari agama,Indonesia
juga terdapat kearifan lokal yang menuntun masyarakat dalam hal pencapaian
kemajuan dan unggulan,etos kerja,keseimbangan dan keharmonisan alam dan
sosial.Dalam hal keharmonisan sosial dan alam hampir semua masyarakat
Indonesia mengenal gotong royong dan toleransi.Pada suku-suku tertentu yang
bermukim di pedalaman juga dikenal kearifan lokal yang bersifat menjaga dan
melestarikan alam.
b) Revitalisasi Kearifan Lokal Untuk Pencegahan Radikalisme
Radikalisme merupakan salah satu fenomena yang telah
mengglobal,melintasi sekat-sekat negara maupun agama.Radikalisme masih
menjadi musuh bersama Negara-negara di dunia.Begitu juga dengan pentingnya
peran tokoh agama dalam mereinterpretasi doktrin sebagai kontra wacana
terhadap kaum radikalis ekstrim yang menyalahgunakan agama.Dalam konteks
inilah,kearifan lokal sebagai bagian dari salah satu bagian warisan leluhur yang
sangat berharga guna menjadi modal untuk mendeteksi,mencegah,dan melawan
virus radikalisme.
Gerakan revitalisasi ini bisa dilakukan dengan memaksimalkan peran
tokoh adat dan tokoh agama.Keterlibatan masyarakat dan tokoh agama
setidaknya dapat mencegah dan meminimalisir aksesakses radikalisme.Dalam
tingkat lokal,peran tokoh adat dan tokoh agama ternyata sangat
fungsional,selain itu dengan memaksimalkan fungsi Lembaga-lembaga
masyarakat,menghidupkan ritual yang bersifat lokal merupakan hal ampuh yang
bisa dilakukan dalam melawan radikalisme.Lembaga masyarakat baik
berbentuk artefak seperti rumah adat, ruang kumpul, maupun bersifat non-fisik,
seperti ikatan kesukuan, marga, dan sistem kekeluargaan memiliki fungsi dalam
menangkal radikalisme.
Misalnya ikatan marga yang terdapat di suku Batak sanagat strategis
dalam meminimalisir konflik. Bagi system kesukuan,marga dianggap ikatan
saudara,bahkan bagi sebagian orang,ikatan marga itu jauh lebih tinggi daripada

xii
ikatan agama. Dengan kata lain kita baoleh beda agama,asal kita satu
marga.Akibatnya konflik dan perselisihan bisa minimalisir. Di pulau Jawa,
dengan adanya tradisi ziarah kubur ke makam yang dianggap suci, ternyata bisa
miminialisir konflik-konflik yang ada di masyarakat.Perbedaan yang beragam,
Ketika sudah masuk dalam lingkungan makam untuk ziarah bisa melebur dan
membaur antar sesame

xiii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Humanisasi adalah mengkontruksi ilmu-ilmu keislaman agar semakin menyentuh
dan memberi solusi bagi persoalan nyata kehidupan nyata manusia. Strategi
humanisasi ilmu-ilmu keislaman mencakup segala upaya untuk memadukan nilai
universal Islam dengan ilmu pengetahuan moderrn guna peningkatan kualitas hidup
dan peradaban manusia. Sedangkan Spiritualisasi adalah memberikan pijakan nilai-
nilai ketuhanan (ilahiyah) dan etika terhadap ilmu-ilmu sekuler untuk memastikan
bahwa pada dasarnya semua ilmu berorientasi pada peningkatan kualitas atau
keberlangsungan hidup manusia dan alam serta bukan penistaan atau perusakan
keduanya. Strategi spiritualisasi ilmu-ilmu modern meliputi segala upaya membangun
ilmu segala upaya membangun ilmu pengetahuan baru yang didasarkan pada
kesadaran kesatuan ilmu yang kesemuanya bersumber dari ayat-ayat Allah. Kemudia
revitalisasi kearifan lokal lokal dapat diartikan sebagai strategi untuk menghidupkan
kembali tradisi dan falsafah hidup yang telah lama bersemayam ditengah masyarakat.
Sedangkana kearifan lokal dapat diartikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang
mengandung kebijakan hidup, pandangan hidup yang mengakomodasi kebijakan dan
pandangan hidup.
B. Saran
Penulis banyak mendapatkan pengalaman dalam membuat makalah ini. Memnag
banyak sekali kendala dalam proses pembuatan makalah. Atas bantuan berbagai
pihak penulisa dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyarankan agar pembaca
harus memahami betul apa itu Humanisasi ilmu keislaman, spiritualisasi ilmu umum,
dan revitalisasi kearifan lokal. Dengan memahami pen jelasan dalam makalah ini
mahasiswa memiliki ketepatan dalam menyusun sebuah gagasan baik lisan maupun
tulisan.

xiv
DAFTAR PUSTAKA
Suyatno,Suyono (2011).Revitalisasi Kearifan Lokal Sebagai Identitas Bangsa Di
Tengah Perubahan Nilai Sosiokultural.Metasastra Jurnal.4(1):82
Al-Faruqi, Isma’il Raji,. Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Penerbit Pustaka.
2003.
Hidayat, Komarudin. Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1999.

xv

Anda mungkin juga menyukai