Nim : 1808066061
UIN Walisongo menyimbolkan paradigma wahdatul ulum itu dengan sebuah intan
berlian yang sangat indah dan bernilai tinggi, memancarkan sinar, memiliki sumbu dan sisi
yang saling berhubungan satu sama lain. Sumbu paling tengah menggambarkan Allah sebagai
sumber nilai, doktrin, dan ilmu pengetahuan. Allah menurunkan ayat-ayat Qur’aniyah dan
ayat-ayat kauniyah sebagai lahan eksplorasi pengetahuan yang saling melengkapi dan tidak
mungkin saling bertentangan. Eksplorasi atas ayat-ayat Allah menghasilkan lima gugus ilmu
yang kesemuanya akan dikembangkan oleh UIN Walisongo.
Yaitu ilmu-ilmu yang muncul saat manusia belajar tentang agama dan diri sendiri,
seperti ilmu-ilmu
keislaman seni, sejarah, bahasa, dan filsafat.
Yaitu sains sosial yang muncul saat manusia belajar interaksi antar sesamanya, seperti
sosiologi, ekonomi, geografi, politik, dan psikologi.
Yaitu saat manusia belajar fenomena alam, seperti kimia, fisika, antariksa, dan
geologi.
4). Ilmu matematika dan sains komputer (mathematics and computing sciences)
Yaitu ilmu yang muncul saat manusia mengkuantisasi gejala sosial dan alam, seperti
komputer, logika, matematika, dan statistik.
Yaitu ilmu-ilmu yang muncul saat manusia menggunakan kombinasi dua atau lebih
keilmuan di atas untuk memecahkan problem yang dihadapinya, seperti pertanian, arsitektur,
bisnis, hukum, manajemen, dan pendidikan.
UIN Walisongo dibekali ilmu-ilmu yang menjadi fokus kajian mahasiswa yang
kesemuanya disinari dan dibimbing oleh wahyu Allah. Ilmu-ilmu yang dipelajari harus
memenuhi 3 syarat:
(1). Ilmu itu mengantarkan pengkajinya semakin mengenal Tuhannya.
(2). Ilmu itu bermanfaat bagi keberlangsungan hidup manusia dan alam.
(3). Ilmu itu mampu mendorong berkembangnya ilmu-ilmu baru yang berbasis pada kearifan
lokal (local wisdom).
Alumni yang dilahirkan UIN Walisongo memiliki lima karakter yang disebut dengan
PANCA KAMIL yang bisa diringkas menjadi Titah Si Oma dengan kepanjangan:
* Prinsip-prinsip
1. Integrasi.
Prinsip ini meyakini bahwa bangunan semua ilmu pengetahuan sebagai satu kesatuan
yang saling berhubungan yang semuanya bersumber dari ayat-ayat Allah baik yang diperoleh
melalui para nabi, eksplorasi akal, maupun ekplorasi alam.
2. Kolaborasi.
Prinsip ini memadukan nilai universal Islam dengan ilmu pengetahuan modern guna
peningkatan kualitas hidup dan peradaban manusia.
3. Dialektika.
Prinsip ini meniscayakan dialog yang intens antara ilmuilmu yang berakar pada
wahyu (revealed sciences), ilmu pengetahuan modern (modern sciences), dan kearifan lokal
(local wisdom).
4. Prospektif.
Prinsip ini meyakini bahwa paradigma kesatuan ilmu pengetahun ini akan
menghasilkan ilmu-ilmu baru yang lebih humanis dan etis yang bermanfaat bagi
pembangunan martabat dan kualitas bangsa serta kelestarian alam.
5. Pluralistik.
Prinsip ini meyakini adanya pluralitas realitas, metode, dan pendekatan dalam semua
aktivitas keilmuan.
UIN Walisongo menawarkan sebuah paradigma baru yang benih-benihnya sudah
muncul dalam diskursus keilmuan di UIN lain di Indonesia yang lebih populer dengan
sebutan paradigma integrasi keilmuan Islam. Paradigma UIN Walisongo diberi nama
paradigma kesatuan ilmu pengetahuan Wahdat al-Ulum (Unity of Sciences). Terdapat
perbedaan cukup mendasar antara paradigma ini dengan paradigma integrasi.
1. Paradigma kesatuan ilmu pengetahuan berangkat dari kesadaran yang muncul di UIN
Walisongo bahwa terdapat 3 krisis dalam dunia keilmuan modern, yakni krisis pada ilmu-
ilmu naqliyah, krisis pada ilmu-ilmu aqliyyah, dan krisis pada local genius (local wisdom).
2. Paradigma kesatuan ilmu pengetahuan memandang bahwa integrasi hanyalah salah satu
prinsip dari paradigma baru ini dan masih ada prinsip yang lain yakni kolaborasi, dialektika,
prospektif, dan pluralistik
3. Paradigma kesatuan ilmu pengetahuan bertekad untuk menangani tiga krisis itu
berlangsung secara simultan dan tidak berlangsung berat sebelah. Dengan kata lain,
humanisasi ilmu-ilmu naqliyah akan berlangsung sama giatnya dengan spiritualisasi ilmu-
ilmu aqliyah (sains modern), begitu juga dengan revitalisasi local wisdom.
* Pendekatan
Paradigma wahdatul ulum juga memiliki pendekatan. Pendekatan yang dimaksud
adalah teo-antroposentris. Pendekatan ini membimbing para pengkaji agar selalu menjadikan
Tuhan sebagai asal dan tujuan dari segala proses ilmiah tanpa meninggalkan peran manusia
sebagai makhluk yang memiliki mandat ilmah.
pendekatan teo-antroposentris pada pandangan Islam tentang ilmu itu sendiri, baik
dalam dimensi ontologis, epistemologis, maupun aksiologisnya. Pada dimensi ontologis
(whatness) ilmu adalah keseluruhan realitas, baik yang metafisik maupun yang fisik; baik
teks Qur’aniyah maupun teks Kauniyah. Implikasi dari pandangan demikian adalah tidak
adanya dikotomi objek ilmu antara yang metafisik dan yang fisik, dan juga tidak adanya
dikotomi jenis ilmu antara ilmu mengenai teks Qur’aniyah dan ilmu mengenai teks Kauniyah.
Pada dimensi epistemologis (howness) ilmu, yang mengakui dua sumber ilmu, yakni dari
Tuhan dan dari manusia sekaligus, baik melalui potensi indera, akal, maupun intuisinya.
Implikasi dari pandangan demikian adalah tidak adanya dikotomi metodologis dalam
memahami realitas. Ada pluralitas metodologis dalam mendapatkan ilmu, sejalan dengan
adanya pluralitas realitas yang menjadi objek ilmu. Dan, pada dimensi aksiologis (whyness)
ilmu, yang memiliki dua orientasi nilai, yakni nilai ketuhanan dan nilai kemanusiaan
sekaligus. Dengan demikian, pengembangan ilmu secara aksiologis menolak pandangan yang
dikotomis antara orientasi pada nilai ketuhanan atau nilai kemanusiaan semata, lebih-lebih
pandangan yang menyatakan bahwa ilmu bebas nilai.
Strategi menjalankan Ilmu Pengetahuan di UIN Walisongo
(a). Ayatisasi
Berikut ini beberapa local wisdom yang harus dihidupkan kembali untuk menjadi
karakter setiap manusia Indonesia:
Molimo adalah larangan untuk tidak melakukan main, madon, mabuk, madat, maling
(judi, zina, mabuk, narkoba, mencuri).