Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Pemurah


dan Lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-
Nya sehingga saya mampu menyelesaikan penyusunan makalah pendidikan
agama islam dengan judul “Moderasi Dalam Islam” .

Penyusunan makalah sudah saya lakukan semaksimal mungkin dengan


dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya.
Untuk itu saya pun tidak lupa mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang
sudah membantu saya dalam rangka menyelesaikan makalah ini.

Tetapi tidak lepas dari semua itu, saya sadar sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa
serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada saya membuka
seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan kritik ataupun
sarannya demi penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari makalah yang sederhana


ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat berbagai permasalah lainnya yang masih
berhubungan pada makalah-makalah berikutnya.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….... i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………. ii

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………………..1

A. Latar Belakang………………………………………………………………………....1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………...1
C. Tujuan………………………………………………………………………………….1
D. Manfaat………………………………………………………………………………...2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………....3

A. Pengertian Moderasi Islam…………………………………………………………….3


B. Prinsip Prinsip Moderasi Islam………………………………………………………...4
C. Macam Macam Moderasi Islam……………………………………………………….6
D. Ciri Sikap Moderasi Islam……………………………………………………………11

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………..14

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………...14

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...15

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Studi dan pembahasan tentang al-Qur‟an tidak akan ada habishabisnya. Selalu ada hal
menarik dari setiap sisinya. Al-Qur‟an layaknya sebuah permata yang memancarkan cahaya
yang berbedabeda sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Kehadiran berbagai ragam
fenomena dan dinamika Islam kekinian telah banyak menghabiskan analisa dari para pemerhati
terutama kaum intelektual dalam menguak misteri tentang terorisme, fundamentalisme, dan
radikalisme dalam Islam. Fenomena-fenomena ini selalu menjadi diskursus aktual yang tidak
pernah membosankan untuk dibicarakan baik dalam exposing media maupun dalam ruang-
ruang diskusi akademis yang digelar. Hal ini membuktikan adanya identifikasi yang khas
terkait dengan fenomena-fenomena tersebut, bahkan tidak jarang kekhasan itu melahirkan
teoretisasi dari berbagai pihak.

Dalam Al Quran dan Hadits banyak disebutkan tentang pentingnya sikap moderat, serta
posisi umat Islam sebagai umat yang moderat dan terbaik. Toleransi dan moderasi adalah nilai
inti dalam ajaran Islam. Sangat penting mengembangkan nilai-nilai toleran dan moderat untuk
mengatasi persoalan untuk seperti radikalisasi keaagamaan, kekerasan atas nama agama,
pengafiran pihak lain, sikap ekstrim, fanatisme berlebihan.

Islam moderat adalah islam yang tidak condong ke kiri atau ke kanan, melainkan lurus,
sebagaimana Bahasa Al-Quran : jalan lurus (al-shirat – al-mustaqim ). Sejalan dengan jalan
lurus tersebut, Al-Quran juga menegaskan umat Islam sebagai umat yang moderat (wasatha),
umat terbaik yang akan menjadi saksi dan pelopor bagi kemajuan dan perdamaian dunia.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Islam moderat ?
2. Apa sajakah prinsip-prinsip moderasi islam ?
3. Apa sajakah macam-macam moderasi islam ?
4. Bagaimana ciri sikap moderasi dalam islam ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian moderasi islam.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip moderasi dalam islam.

1
3. Untuk mengetahui macam-macam moderasi dalam islam.
4. Untuk mengetahui bagaimana ciri sikap moderasi dalam islam.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Secara teoritis
Makalah ini diharapkan memperkaya wawasan khususnya dalam bersikap
menerimadengan cara positif terhadap semua golongan dan semua agama di Indonesia
yang kerap banyak kekerasan terjadi karena pemahaman yang dangkal dan doktrin-doktrin
agama yang sempit dalam berpandangan berkehidupan yang majmuk ini.
2. Secara praktis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan dalam materi pembelajaran
keagamaan yang multi perspektif sehingga tidak memberikan pemahaman yang fanatik
dan radikal, tercipta hubungan sikap moderat saling menerima tidak ada perselisihan
dalam berkeyakinan dan beragama dan kegiatan sosial lainnya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Moderasi Islam

Dalam pandangan umat Islam, dari sekian banyak agama, ideologi, dan falsafah yang
mengemuka di dunia, hanya Islam yang akan bisa bertahan menghadapi tantangan-tantangan
zaman. Pandangan ini bahkan bagi sebagian dari mereka sudah menjadi keyakinan. Pandangan
ini berdasarkan pada sebuah kenyataan yang tidak dapat terbantahkan bahwa hanya Islam
sebagai sebuah agama yang memiliki sifat universal dan komprehensif. Sifat inilah yang
kemudian meniscayakan sejumlah keistemewaan keistimewaan yang melekat pada Islam dan
tidak pada agama-agama lain.
Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan demikianlah Aku (Tuhan) jadikan kalian umat
yang “wasat” (adil, tengah-tengah, terbaik) agar kalian menjadi saksi (syuhada’) bagi semua
manusia, dan agar Rasul (Muhammad SAW) menjadi saksi (syahid) juga atas kalian.” (Q. S.
Al-Baqarah:143). Umatan wasathan dalam ayat tersebut berarti “golongan atau agama tengah”.
Kata “wasat” dalam ayat di atas, jika merujuk kepada tafsir klasik seperti al-Tabari atau al-
Razi, mempunyai tiga kemungkinan pengertian, yakni: umat yang adil, tengah-tengah, atau
terbaik. Ketiga pengertian itu, pada dasarnya, saling berkaitan.
Moderasi Islam dalam bahasa arab disebut dengan al-Wasathiyyah al Islamiyyah. Al-
Qardawi menyebut beberapa kosakata yang serupa makna dengannya termasuk katan
Tawazun, I'tidal, Ta'adul dan Istiqamah. Sementara dalam bahasa inggris sebagai Islamic
Moderation. Moderasi Islam adalah sebuah pandangan atau sikap yang selalu berusaha
mengambil posisi tengah dari dua sikap yang berseberangan dan berlebihan sehingga salah satu
dari kedua sikap yang dimaksud tidak mendominasi dalam pikiran dan sikap seseorang.
Dengan kata lain seorang Muslim moderat adalah Muslim yang memberi setiap nilai atau aspek
yang berseberangan bagian tertentu tidak lebih dari porsi yang semestinya.
K.H. Abdurrahman Wahid pun merumuskan bahwa moderasi harus senantiasa
mendorong upaya untuk mewujudkan keadilan sosial yang dalam agama dikenal dengan al-
maslahah al-‘ammah. Bagaimanapun hal ini harus dijadikan sebagai fondasi kebijakan publik,
karena dengan cara yang demikian itu kita betul-betul menerjemahkan esensi agama dalam

3
ruang publik. Dan setiap pemimpin mempunyai tanggungjawab moral yang tinggi untuk
menerjemahkannya dalam kehidupan nyata yang benar-benar dirasakan oleh publik.
Islam selalu bersikap moderat dalam menyikapi setiap persoalan, bahkan prinsip
moderasi ini menjadi karakteristik Islam dalam merespon segala persoalaan. Dalam konteks
keseimbangan, Rasulullah pun melarang umatnya untuk tidak terlalu berlebihan meski dalam
menjalankan agama sekalipun. Beliau lebih senang jika hal itu dilakukan secara wajar tanpa
adanya pemaksaan diri dari yang berlebihan.

B. Prinsip – Prinsip Moderasi Islam

Konsep moderasi memiliki banyak manifestasi. Ini terkait dengan cara seorang Muslim
berurusan dengan Muslim lain, dan juga cara dia berurusan dengan non-Muslim. Berikut
penjelasan melalui pengupasan filsafat Islam dalam hal ini filsafat yang sebenarnya didasarkan
pada lebih dari satu prinsip, sebagai berikut :

1) Sifat Keanekaragaman

Allah telah menciptakan manusia yang berbeda satu sama lain. Mereka berbeda dalam
bahasa, warna kulit, ras, dll. Al-Quran menyatakan, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.
Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui.” (QS. Ar Rumm [30]: 22)

Jadi, Islam menyajikan ini sebagai filosofi penciptaan, dan tidak pernah dapat dipercaya
bahwa Allah memerintahkan kita untuk saling membenci karena perbedaan ini. Allah
sepenuhnya mampu menciptakan semua manusia dengan satu iman, karena Dia adalah Tuhan
dari seluruh alam dan Dia sepenuhnya mampu melakukan segala yang Dia kehendaki. Namun,
Dia, Yang Maha Tinggi, memutuskan untuk memberi manusia kebebasan untuk memilih iman
untuk diyakini. Al-Quran mengklarifikasi hal ini, dengan mengatakan, “Jikalau Tuhanmu
menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa
berselisih pendapat.” (QS. Hud [11]: 118)

4
2) Ta’aruf (Saling Mengenal)

Berdasarkan prinsip pertama, pertanyaan logis yang mengikutinya adalah: apa tujuan
perbedaan itu? Al Quran menjawab pertanyaan ini dengan jelas dan langsung ketika berkata,
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Al Hujurat [49] : 13)

Untuk memahami dengan baik implikasi dan pentingnya prinsip ta’aruf ayat tersebut,
adalah baik untuk melihat ke dalam surah (Al Hujurat) secara keseluruhan. Surat itu
menyajikan serangkaian moral yang melindungi masyarakat. Ini dimulai dengan menyoroti
etika berurusan dengan Nabi Saw. Kemudian, menyajikan etika dan aturan yang melindungi
komunitas Muslim terhadap gosip, perselisihan, penyakit sosial, dll.

Oleh karena itu, sangat cocok dalam suasana ini bahwa surah ini menyajikan aturan
tentang hubungan antara komunitas Muslim dan komunitas lain, yang merupakan prinsip saling
mengenal.

3) Keadilan dalam Berurusan dengan Orang Lain

Berdasarkan fakta bahwa kita semua adalah makhluk Allah, dan Allah adalah
Yang Maha Adil, maka kita wajib saling memperlakukan manusia secara adil. Bahkan jika
ada semacam perselisihan dengan orang lain, seseorang tidak diizinkan untuk mengabaikan
prinsip keadilan ini. Al-Quran menetapkan aturan ini dengan jelas ketika mengatakan, “Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”( QS. Al Maidah [5]: 8)

Karena orang mungkin menganggap bahwa perbedaan keyakinan itu sebagai penyebab
seseorang melakukan ketidakadilan dan tidak ramah kepada orang-orang dari agama lain, Al
Quran mengoreksi kesalahpahaman ini dan memberi petunjuk bagaimana semestinya seorang

5
Muslim berurusan dengan non-Muslim dengan mengatakan, “Allah tidak melarang kamu
untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena
agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah [60]: 8)

Dengan demikian, pendekatan yang coba disajikan Islam pada pembahasan moderasi ini
dapat diringkas menjadi prinsip-prinsip berikut:

 Mengakui bahwa keberagaman adalah hukum Ilahi, maka tidak ada cara untuk
membantah atau menolaknya.
 Untuk percaya pada kesatuan asal manusia dan martabat manusia. Tradisi Nubuwat
menyatakan: “Ya Allah, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, aku bersaksi bahwa semua
hamba adalah saudara.” [2]
 Untuk bekerja sama dalam masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama bagi
seluruh umat manusia.

[1] Al-Tahir Ibn Ashur, Maqasid Al-Shari’ah Al-Islamiyyah, 188.

[2] Abu Dawud (5/1510)

C. Macam-macam Moderasi Islam

1. Moderasi dalam Akidah

Akidah merupakan sistem keimanan hamba secara total terhadap wujud sang pencipta
berikut perangkat ajaran yang diturunkannya. Hal ini merupakan sebuah dimensi esoterik
(Akidah) yang memuat aturan paling dasar menyangkut sistem keimanan dan kepercayaan
seseorang terhadap entitas Allah SWT sebagai pencipta alam semesta. Lebih dari itu,
pemaknaan iman secara benar dan tulus dalam Islam dimaksudkan untuk dapat menstimulasi
sisi spiritualisme keagamaan paling asasi dalam wujud penghambaan dan pengabdian secara
total kepada Allah SWT. Untuk itu harus kita ketahui bahwa Akidah berasal dari akar kata
bahasa arab I’tiqad yang berarti keyakinan atau kepercayaan.

6
Dengan begitu, mengandung perangkat keimanan dan keyakinan akan adanya Sang
Pencipta jagad raya dengan kekuasaan mutlak yang dimilikinya. Akidah pun dapat
didiversifikasikan dalam empat istilah yaitu Akidah ketuhanan, Akidah Kenabian, Akidah
Kerohanian, dan Akidah Kegaiban. Akidah yang dimaksud di sini, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Mahmud Syaltut, adalah sesuatu yang menuntut keimanan yang disertai
keraguan dan kesamaran, yang pertama kali didakwakan oleh Rasulullah, dan merupakan
materi dakwah setiap rasul. Kemoderasian akidah Islam merupakan sebuah realita yang diakui
oleh banyak pihak. Akidah Islam memiliki ajaran-ajaran yang moderat. Ciri-ciri yang tampak
adalah bahwa akidah Islam serasi dengan fitrah dan akal, mudah dan terang, tidak ada unsur
kerancuan dan paradoksal, abadi, dan tidak betentangan dengan ilmu pengetahuan. Moderasi
ajaran-ajarannya terlihat dalam pemaparan tentang pokok-pokok keimanan seperti ketuhanan,
kenabian, malaikat, dan kitab suci. Pemaparannya berada di tengah-tengah anatara dua kutub
ekstrim akidah Yahudi dan akidah Nasrani. Ini membuktikan dengan jelas bahwa akidah Islam
adalah ajaran yang benarbenar bersumber dari Allah SWT.

2. Moderasi dalam Syari’ah

Kata syariat mengandung pemaknaan beragam baik dari segi etimologi maupun
terminologi. Makna etimologi syariat adalah tempat mengalirnya air atau sebuah jalan setapak
menuju sumber air. Sedangkan menurut terminologinya secara luas, syariat bisa diidentikkan
dengan ad-din (Islam) itu sendiri. Syariat adalah panduan hukum, baik menyangkut hubungan
hamba dengan Tuhan maupun hubungan manusia dalam berinteraksi sosial seharihari.36
Syariah terbagi menjadi dua macam, yaitu syariah dalam makna yang luas dan syariah dalam
makna sempit. Syariah dalam makna luas, mencakup aspek akidah, akhlak, dan amaliah, yaitu
mencakup keseluruhan norma agama Islam, yang meliputi seluruh askpek doctrinal dan aspek
praktis. Adapun syariah dalam makna sempit merujuk kepada aspek praktis (amaliah) dari
ajaran Islam, yang terdiri dari norma-norma yang mengatur tingkah laku konkret manusia
seperti ibadah, nikah, jual beli, berperkara di pengadilan, dan lain-lain. Adapun untuk
pembinaan syariah yang merupakan moderasi Islam sebagai berikut:

a. Tidak menyulitkan

Syariat Islam ditetapkan untuk memberi kemudahan kepada pemeluknya dan tidak
mempersulit dalam pelaksanaannya, selama tidak mendatangkan mudarat dan tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Hajj ayat

7
78 yang artinya, “Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama…”.Ayat
tersebut menerangkapkan bahwa yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW,
bukanlah agama yang sempit dan sulit tetapi adalah agama yang lapang dan tidak menimbulkan
kesulitan kepada hamba yang melakukannya.

b. Menyedikitkan beban

Menyedikitkan beban itu merupakan sesuatu hal yang logis bagi tidak adanya kesulitan,
karena didalamnya banyaknya beban berakibat menyempitkan. Orang yang menyibukkan diri
terhadap Alquran untuk meneliti perintah-perintah dan larangan-larangan yang ada di
dalamnya, pasti dapat menerima terhadap kebenaran pokok ini, karena dengan melihatnya
sedikit, memungkinkan untuk mengetahuinya dalam waktu sekilas dan muda
mengamalkannya, tidak banyak perincian perinciannya, sehingga hal itu dapat menimbulkan
kesulitan terhadap orang-orang yang mau berpegang dengan Alquran. Sebagaimana kita
ketahui bahwa keimanan manusia bisa bertambah dan bisa berkurang sewaktu-sewaktu. Selain
itu, keimanan juga bermacammacam kualitasnya dilihat dari sisi pengaruhnya terhadap
kehidupan dalam keseharian. Meningkatnya keimanan dan meningkatkan kualitasnya
terusmenerus merupakan salah satu rahasia keistiqamahan dalam ketaatan. Hanya dengan
keyakinan atau keimananlah, manusia bisa memahami eksistensi Allah SWT dan kekuasaan-
Nya.

3. Moderasi dalam Akhlak

Dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk, tidak semua teman kita
berasal dari agama yang sama. Adakalanya ia berasal dari agama lain. Dalam hal ini, Islam
menggariskan akhlak bergaul dengan teman non Muslim. Agama memang tidak dapat
dipaksakan kepada orang lain. Tiaptiap orang mempunyai hak untuk memilih agama sesuai
dengan keyakinannya. Allah swt berfirman dalam QS. Al-Kafirun (109): 6, “ Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku" Akhlak di sini tidak hanya berlaku kepada teman yang
berlainan agama, tetapi juga kepada teman yang berlainan kelompok, aliran, ataupun golongan
tertentu. Dalam konteks ini, kita tetap dianjurkan bersikap toleran kepada mereka. Ada enam
hal yang merupakn pokok yang harus dijalankan setiap Muslim dalam kehidupan sehari-hari
ketika berinteraksi dengan Muslim lainnya. Tujuan digariskannya interaksi antarMuslim ini
tiada lain supaya hubungan mereka semakin terjalin dengan baik. Dengan begitu, kasih sayang,

8
kedekatan, dan keakraban di antara mereka, akan saling terpancar. Seperti halnya sebagai
berikut:

 Menjenguk orang sakit


 Mengucapkan salam dan membalasnya ketika mendapat ucapan salam
 Mengantar jenazah
 Memenuhi undangan
 Mendoakan kerika bersin, dan
 Memberikan nasihat ketika diminta.

Jika tiap-tiap butir akhlak tersebut dipenuhi, maka itu sudah merupakan wujud penunaian
terhadap hak-hak Muslim lainnya. Apabila tidak menghormati hak-hak Muslim lainnya, berarti
tidak mempunyai kepedulian terhadap urusan mereka. Ia kehilangan sensitivitas terhadap
mereka dan akhirnya menjadi acuh terhadap persoalan mereka. Adapula akhlak terhadap non-
Muslim, seorang filusuf Yunani yakni Aristoteles pun pernah mengeluarkan statmen bahwa,
manusia adalah makhluk yang bermasyarakat, manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa
berinteraksi dengan manusia lainnya. Interaksi dengan manusia lain merupakan sebuah
keniscayaan yang tidak dapat dibantah. Sebab, tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang
tidak memerlukan uluran tangan orang lain.

Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk, berinteraksi dengan berbagai


kalangan merupakan suatu keniscayaan. Berinteraksi dengan mereka adalah wujud
pengamalan terhadap silah persatuan rakyat Indonesia. Ditinjau dari segi agama, kaum
Muslimin menempati posisi mayoritas di Indonesia. Meskipun demikian, mereka tidak dapat
lepas dari kebutuhan berinteraksi dengan pemeluk agama lain yang diakui di Indonesia.

Sebagai seorang Muslim, kita mesti memahami posisi kita dan posisi penganut agama di
luar kita. Sah-sah saja kita meyakini bahwa agama Islam adalah agama paling benar di sisi
Allah. Kita juga mencermati ketentuan Allah tentang adanya pemeluk agama lain. Kita juga
harus yakin bahwa Allah sengaja menciptakan manusia dalam beragam agama. Artinya,
keberadaan pemeluk agama lain merupakan kehendak dan hukum-Nya yang tidak dapat di
ganggu gugat. Kalau saja Allah berkahandak, niscaya Dia menjadikan umat manusia ini
tergabung dalam satu agama. Tetapi bukan itu yang dikehendakinya. Dia berkehendak
menciptakan manusia terbagi ke dalam banyak agama. Kita dapat memahami bahwa ternyata
keragaman agama yang di kehendaki Allah mengandung banyak hikmah. Salah satunya adalah

9
Allah hendak menguji siapa di antara kita yang paling baik amal perbuatannya. Karena itu,
Allah memerintahkan kepada kita supaya berlomba-lomba dalam kebaikan. Sebab, hanya dia
yang maha mengetahui kebenaran mutlak. Bertolak pada ketentuan di atas, sangat jelas bagi
kita bahwa pluralisme agama adalah hukum Allah yang terjabar di jagad raya ini, ragam agama
yang membentang dari belahan dunia timur sampai barat merupakan wujud pengejawantahan
hukumnya. Tujuan dari pluralism sendiri adalah agar manusia saling mengenal satu sama lain.
Dengan keanekaragaman ini, Allah tidak menginginkan manusia terlibat dalam ketegangan dan
konflik. Hubungan yang harmonislah yang hendak dituju oleh agama, sebagaimana tersurat
dalam firman Allah yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. AL-Hujurat: 13)41

Karenanya, misi Rasulullah SAW di dunia ini tidak tertuju pada kelompok tertentu, tetapi
kepada seluruh umat manusia, sebagai pengemban risalah semesta, beliau memiliki sifat
penyayang kepada siapa saja termasuk kepada kaum non-Muslim. Allah SWT berfirman, “Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Namun perlu dicatat bahwa akhlak terhadap non-Muslim ini hanya berlaku kepada kalangan
non-Muslim dzimmi. Dalam bahasa fikih disebut kafir dzimmi. Kafir jenis seperti ini adalah
kafir yang memiliki semangat untuk hidup berdampingan dengan kaum Muslimin.

4. Moderasi dalam Bidang Politik (Peran Kepala Negara)

Adalah amat naif bila ada Negara tanpa pemimpin atau kepala Negara. Maka dalam
Islam, kepala Negara atau kepala pemerintahan itu wajib adanya dan memiliki sikap kuat dan
amanah. Para penguasa di Negara kita harus menyadari bahwa mereka hidup di tanah air Islam
dan memerintah orang-orang yang mayoritas Islam. Adalah hak setiap bangsa untuk meliliki
pemerintahanya yang menyeluruh. Hak mereka pula, memiliki undang-undang dasar serta
peraturan-peraturan yang menggambarkan tentang kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, serta
adatistiadat. Adapun mereka yang mengaku sebagai orang Islam, tetapi menolak hukum Islam,
maka perbuatan mereka ini tidak dapat diterima oleh akal ataupun diridhai oleh suatu agama.
Sebagian ada yang menolak agama secara terang-terangan dan berseru agar orang mengikuti
saja Timur dan Barat. Dia tidak ingin Islam memiliki ruangan apa pun untuk mengungkapkan

10
tentang dirinya sendiri walaupun itu hanya berupa sudut kecil. Di antara para penguasa itu ada
pula yang mendakwakan sendirinya sebagai Muslim, namun Islamnya adalah dari hasil kerja
akal sendiri, ilham hawa nafsunya, serta tipu daya setannya. Dia mau mengambil dari Islam
hanya sesuatu yang disukainya, dan menolak segala yang tidak disenanginya. Di antara mereka
ada pula yang mengimpor ideologi dan undangundang asing, tetapi ia masih juga mau
membiarkan sedikit ruang untuk Islam. Bagaimanapun sudah tiba saatnya kini, bagi para
penguasa kita untuk menyadari bahwa tidak ada kebebasan hakiki bagi rakyat dan tidak tidak
ada kestabilan dalam masyarakat mereka, selain peraturan yang berasaskan Islam yang sudah
pasti menyeluruh dalam pengambilan hukum. Selama penguasa tidak memberlakukan asas
Islam dalam perundang-undangan Negara, dalam hal ini dapat melahirkan masyarakat yang
berlebih-lebihan dan melampaui batas, baik dalam kaitan agama maupun bukan.

D. Ciri Sikap Moderasi Islam

Islam adalah agama yang moderat dalam pengertian tidak mengajarkan sikap ekstrim
dalam berbagai aspeknya. Posisi pertengahan menjadikan anggota masyarakat tersebut tidak
memihak ke kiri dan ke kanan, hal mana mengantar manusia berlaku adil. Posisi itu juga
menjadikan dapat menyaksikan siapa pun dan di mana pun. Allah menjadikan umat Islam pada
posisi pertengahan agar menjadi saksi atas perbuatan manusia yakni umat yang lain.

Untuk lebih detailnya, di bawah ini akan dijelaskan tentang beberapa ciri sikap moderasi
dalam islam :

1) Memahami Realita

Dikemukakan bahwa islam itu relevan untuk setiap zaman dan waktu. Disebutkan juga
bahwa ajaran islam itu ada yang tetap dan tidak bisa dirubah, seperti shalat lima waktu, da nada
juga yang bisa dirubah karena waktu dan tempat seperti zakat fitrah dengan beras, gandum,
atau sagu tergantung yang menjadi makanan pokok pada masyarakat itu.

Umat islam yang moderat (wasath) adalah mereka yang mampu membaca dan
memahami realitas yang ada. Tidak gegabah atau ceroboh. Mempertimbangkan segala sesuatu,
termasuk kebaikan dan keburukannya.

11
Terkait hal ini kita bisa belajar banyak dari Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah orang
pandai dalam membaca realitas. Salah satu contohnya adalah Nabi Muhammad SAW tidak
menghancurkan patung-patung yang ada di sekitar Ka’bah selama beliau berdakwah di sana.
Beliau sadar tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya pada waktu itu. Namun pada saat
Fathu Makkah, semua patung dan kemusyrikan di kota Makkah dihancurkan semua.

2) Memahami Fiqih Prioritas

Umat Islam yang bersikap moderat sudah semestinya mampu memahami mana-
mana saja ajaran Islam yang wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Mana yang
fardlu ‘ain (kewajiban individual) dan mana yang fardlu kifayah (kewajiban komunal).
Di samping memahami mana yang dasar dan pokok (ushul) dan mana cabang (furu).

3) Memberikan Kemudahan Kepada Orang Lain Dalam Beragama

Ada istilah bahwa agama itu mudah, tapi jangan dipermudah. Pada saat mengutus
Muadz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari ke Yaman untuk berdakwah, Nabi
Muhammad saw. berpesan agar keduanya memberikan kemudahan dan tidak
mempersulit masyarakat setempat. Cerita lain, pada suatu ketika ada sahabat nabi yang
berhubungan badan dengan istrinya pada siang bulan Ramadhan. Lalu sahabat tersebut
mendatangi Nabi Muhammad saw. untuk meminta solusi. Nabi Muhammad saw.
menyebutkan kalau hukuman dari perbuatan sahabatnya itu adalah memerdekakan
budak, puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang fakir miskin.
Ternyata sahabat tadi mengaku tidak mampu untuk menjalankan itu semua karena dia
memang miskin dan payah. Seketika sahabat tadi membawa sekeranjang kurma untuk
nabi. Kemudian Nabi Muhammad saw. menyuruh sahabatnya itu untuk menyedekahkan
kurma kepada orang yang paling miskin. Sahabat tadi menjawab kalau dirinya lah orang
yang paling miskin. Lalu Nabi Muhammad saw. memerintahkan sahabat tadi untuk
membawa sekeranjang kurma itu dan menyedekahkan kepada keluarganya sebagai
kafarat atas perbuatannya, jima’ pada siang bulan Ramadhan.

4) Memahami Teks Keagamaan Secara Komprehensif

12
Perlu dipahami bahwa satu teks dengan yang lainnya itu saling terkait, terutama teks-teks
tentang jihad misalnya. Ini yang biasanya dipahami separuh-separuh, tidak utuh, sehingga jihad
hanya diartikan perang saja. Padahal makna jihad sangat beragam sesuai dengan konteksnya.

5) Bersikap Toleran

Umat Islam yang bersikap moderat adalah mereka yang bersikap toleran,
menghargai pendapat lain yang berbeda –selama pendapat tersebut tidak sampai pada
jalur penyimpangan. Karena sesungguhnya perbedaan itu adalah sesuatu yang niscaya.
Intinya sikap toleran adalah sikap yang terbuka dan tidak menafikan yang lainnya.

Para sahabat sangat baik sekali mempraktikkan sikap toleran. Misalnya Abu Bakar
melaksanakan shalat Tahajjud setelah bangun tidur, sementara Umar bin Khattab tidak
tidur dulu saat menjalankan salat Tahajjud. Para ulama terdahulu juga sangat toleran
sekali. Imam Syafi’i misalnya. Bahkan, dia sampai berkata: “Kalau pendapatku benar
tapi mungkin juga salah. Pendapat orang lain salah tapi mungkin juga benar.”

6) Memamhami Sunnatullah Dalam Penciptaan

Allah menciptakan segal sesuatu melalui proses, meski dalam Al-Qur’an


disebutkan kalau Allah mau maka tinggal “kun fayakun.” Namun dalam beberapa hal
seperti penciptaan langit dan bumi –yang diciptakan dalam waktu enam masa. Pun dalam
penciptaan manusia, hewan, dan tumbuhan. Semua ada tahapannya. Begitu pun Islam,
orang yang bersikap moderat pasti memahami kalau ajaran-ajaran Islam itu diturunkan
dan didakwahkan secara bertahap.

Pada awal-awal, Nabi Muhammad saw. berdakwah secara sembunyi-sembunyi,


lalu terang-terang-terangan. Juga dalam minuman keras (khamr) misalnya. Ada empat
tahapan dalam pelarangan khamr: informasi kalau kurma dan anggur itu mengandung
khamr (an-Nahl: 67), informasi manfaat dan mudarat khamr (al-Baqarah: 219), larangan
melaksanakan shalat saat mabuk (an-Nisa: 43), dan penetapan keharaman khamr (al-
Maidah: 90).

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

14
DAFTAR PUSTAKA

 http://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21414341083.pdf
 https://www.wasathiyyah.com/khazanah/fatwa/19/07/2019/prinsip-moderasi-dalam-
islam/
 https://www.nu.or.id/post/read/93128/enam-ciri-sikap-moderat-dalam-berislam
 https://www.scribd.com/doc/306072296/Moderasi-Islam
 https://saatsantai.com/contoh-kata-pengantar-makalah-agama/

15

Anda mungkin juga menyukai