Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AKHLAK TASAWUF

MAKHRIFAH DAN MAHABBAH


(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah akhlak tasawuf)
Dosen Pengampu: Dr. S. Hamdani, M.Ag.

Disusun oleh:
Putri Amany Nuha (11200510000067)
Muhammad Fauzan (11200510000074)

KPI 1C
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020 M/1442
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Selawat serta salam
semoga tercurah-limpahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW. Yang
kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT. Atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dari mata kuliah Akhlak Tasawuf dengan judul
“Makhrifah dan Mahabbah”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf.

Tangerang, 14 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
A. Makhrifat...................................................................................................................................2
1. Pengertian Makrifat...............................................................................................................2
2. Cara mencapai makrifat.........................................................................................................3
3. Implikasi ma’rifat..................................................................................................................5
4. Manfaat marifat.....................................................................................................................5
5. Alat makhrifat:.......................................................................................................................6
B. MAHABBAH..............................................................................................................................7
1. Pengertian Mahabbah............................................................................................................7
2. Tujuan Dan Kedudukan Mahabbah dan Makhrifat................................................................8
3. Paham Mahabbah..................................................................................................................8
4. Kiat Menggapai Mahabbah Allah Swt...................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................................................11
B. Saran........................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Mahabbah” adalah cinta, atau cinta yang luhur kepada Tuhan yang suci dan tanpa
syarat,tahapan menumbuhkan cinta kepada Allah, yaitu: keikhlasan, perenungan, pelatihan
spiritual, interaksi diri terhadap kematian, sehingga tahap cinta adalah tahap tertinggi oleh
seorang ahli yang menyelaminya. Didalamnya kepuasan hati (ridho), kerinduan (syauq) dan
keintiman (uns).
Sedangkan Ma’rifah ialah ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Dalam
kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari
dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan
membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat,
seperti hidup zuhud, ibadah dan barulah tercapai ma’rifat.
Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Mahabbah dan Ma’rifah beserta tujuan,
kedudukan, paham,serta mahabah dan ma’rifah dalam pandangan al-Qur’an dan al hadits,
Maka jika ada kesalahan yang sekiranya di luar kesadaran, kami siap menerima kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sekalian.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari Mahabbah dan Ma’rifah ?


2. Apakah tujuan dan kedudukan Mahabbah dan Ma’rifah menurut paham tokoh sufi ?
3. Bagaimanakah cara mencapai mahabbah dan makhrifat?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian Makhrifah.


2. Mangetahui pengertian Mahabbah.
3. Mengetahui tujuan dan kedudukan makhrifah.
4. Mengetahui tujuan dan kedudukan mahabbah.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Makhrifat

1. Pengertian Makrifat
Istilah Ma’rifah dari segi bahasa berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang
artinya pengetahuan atau pengalaman.1 mengetahui atau mengenal sesuatu. Dalam tasawuf
istilah berarti mengenal Allah ketika Sufi mencapai suatu maqam dalam tasawuf. Kemudian
istilah ini dirumuskan definisinya oleh beberapa ulama tasawuf, antara lain :
Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat ulama tasawuf yang mengatakan,Yang
Artinya:
" Ma'rifah adalah ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang wajib adanya
(Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaannya"

Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiriy mengemukakan pendapat Abuth


Thayyin A-Samiriy yang mengatakanArtinya:" Ma'rifah adalah hadirnya kebeneran Allah
(pada Sufi)... dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan nur ilahi.."

Menurut al-Gazaliberarti ilmu yang tidak menerima keraguan yaitu "pengetahuan" yang


mantap dan mapan, yang tak tergoyahkan oleh dan apapun, karena ia adalah pengetahuan
yang telah mencapai tingkat haqq al- yaqinSecara definitif, makrifat menurut al-Gazali
adalah:
"Terbukanya rahasia-rahasia Ketuhanan dan tersingkapnya hukum-hukum Tuhan yang
mencakup segala yang ada”.
Ma’rifatullah menurut konsep al-Ghazali adalah berupaya untuk mengenal Tuhan sedekat-
dekatnya yang diawali dengan pensucian jiwa dan zikir kepada Allah secara terus-menerus,
sehingga pada akhirnya akan mampu melihat Tuhan dengan hati nuraninya.2

Ma’rifah adalah pengetahuan bukanpada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih
mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan pada
pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan, dan hakikat itu satu,
1
IAIN Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Sumatera Utara, 1983), hal. 122.
2
Hussein Bahreis, Ajaran-ajaran Akhlak Al-Ghazali, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981), hal. 104.
3

dan segala yang maujud berasal dari yang satu. Makrifat adalah kemampuan untuk
berkomunikasi dan melihat cahaya penampakan tajalli akan Tuhan Yang Maha
Esa.Adapun ciri ma'rifatullah adalah selalu merasa membutuhkan Allah. Tidak pernah
merasa tenang, nyaman, jika bersandar kepada selain Allah. Jika mau bicara, ia minta
dituntun Allah. Selama bicara pun ia selalu berdoa, minta diampuni jika ada khilaf.

2. Cara mencapai makrifat


Menurut al-Ghazali sarana untuk mendapat ma'rifat seorang sufi adalah qalbu, bukan
perasaan dan bukan pula akal budi. Dalam konsep ini, qalbu berarti segumpal daging yang
terletak pada bagian kiri dada manusia, tetapi ia merupakan semacam “radar” dan sebagai
daya rohaniah ketuhanan.
Qalbu bagaikan cermin sementara ilmu adalah pantulan gambar relitas yang termuat
di dalamnya. Maka jika qalbu yang berfungsi sebagai cermin tidak bening ia tidak akan
memantulkan realitas-realitas ilmu jadi qalbu harus senatiasa bening dengan jalan ketaatan
kepada Allah dan kemampuan menguasai hawa nafsu..
Qalb merupakan alat terpenting untuk menghayati segala rahasia yang ada dialam ghaib,
sebagai puncak penghayatan ma’rifat kepada Allah SWT. Imam al-Ghaza>li (w. 505 H)
menulis sebagai berikut :

“Kemuliaan dan kelebihan manusia mengatasi segala jenis makhluk adalah kesiapannya
untuk ma’rifat kepada Allah SWT, yang di dunia merupakankeindahan, kesempurnaan, dan
kebahagiaannya. Dan di akhirat merupakanharta, kebahagiaan, dan simpanannya. Adapun
alat untuk mencapaipenghayatan ma’rifat adalah qalb, bukan yang lainnya. Maka hati itulah
yangalim (tahu) terhadap Allah SWT, bertaqarrub (ibadah) kepada Allah SWT,beramal untuk
Allah SWT, berusaha menuju Allah SWT, dan hati pula yang membuka tabir untuk
menghayati alam ghaib yang berada di sisi Allah SWT.Adapun anggota badan adalah
khodamnya dan alat yang dipergunakan hati,laksana sang raja memerintah terhadap hamba
atau khadamnya. Hati akanditerima AllahSWT apabila bersih dari selain Allah SWT, dan hati
akanterhijab dari Allah SWT bila diisi selain Allah SWT. Maka hati itu disuruhmencari Allah
SWT, bertaqarub, taat dan hati pula yang diperintah untukberibadah. Sebaliknya, tidak akan
sampai kepada Allah SWT dan celaka bilahatinya kotor dan tersesat. Adapun gerak ibadah
semua anggota adalahpancaran hatinya. Itulah hati, bila manusia mengenalnya ia akan
mengenaldirinya sendiri, dan bila mengenal dirinnya ia akan mengenal Tuhannya”.
4

Jelasnya, qalb atau hati merupakan instrumen penting “fisiologi mistik”


untukmendapatkan ma’rifat, karena dengan hati manusia bisa mengetahui, berhubungan,dan
berdialog dengan hal-hal yang ghaib, khususnya mengetahui dan berdialogb dengan Allah
SWT. Sebagai upaya untuk mendukung ritual Maka, hati yang bersih dan suci yang akan
diterima oleh Tuhan. Manusia yang memiliki qalb yang bersih, mereka patut berbahagia
karena perilakunya selalu condongkepada kebajikan. Begitupun sebaliknya,mereka patut
bersedih jika hatinya masihdiselimuti dengan kesesatan dan kegelapan karena yang memiliki
peran dominan adalah nafsu.3

Seseorang yang sedang mencari makrifat berarti orang tersebut sedang memebersihkan hati
adapun cara membersihkan hati dalam rangka mengenal Allah.Swt :

1. Takhalli
Berarti meninggalkan semua perbuatan tercela dan sifat-sifat tercela yang terdapat
dalam dirinya. Seperti menjauhi perbuatan terlarang. Tidak sombong, riya, menjaga
bicara, menjaga dari perbuatan iri dan dengki juga termasuk takhalli
2. Tahalli
Tahalli merupakan tahapan yang condong kepada mengisi dan menghiasi diri dari
sifat terpuji. Dengan mengisi diri dari sifat terpuji, maka akan memperindah diri di
hadapan Tuhan. Beribadah dengan sungguh-sungguh. Selalu mengingat Allah setiap
saat.

3. Tajalli.
Ketika diri seorang hamba telah terbebas dari sifat tercela dan telah terisi dengan sifat
terpuji maka yang akan terjadi adalah bertemunya seorang hamba dengan Tuhan-Nya.
Dari proses itulah seorang hamba akan mengenal Tuhan melalui kekuatan hati
sanubari.

Dari proses itulah seorang hamba akan mengenal Tuhan melalui kekuatan hati sanubari.
Keberadaan qalb dapat menjadi sarana untuk menemukan dan menghayati segala bentuk
tentang rahasia Ilahi serta membuka tabir alam ghaib yangberada di sisi Tuhan.sebagiamana
menurut Abdul Qadir al-Jailani, Ma’rifat adalah tidak dapat dibeli atau dicapai melalui usaha

3
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 116-
117.
5

manusia. Ma’rifat adalah anugerah dari Allah swt.Dalam hal ini kedudukan niat dan kemauan
sangatlah urgen untuk menggapai marifat tersebut.4

3. Implikasi ma’rifat.
Seseorang yang telah mendapat maarifat, dirinya akan mendapat berupa pengetahuan
ilham, yaitu pengetahuan yang diberikan Allah secara langsung kepada hamba-hambanya
yang dipilihnya, baik mengenai urusan dunia maupun akhirat.
Setelah seseorang berada padatingkatan ma’rifat, maka akan mengenal rahasia-rahasia Allah.
Allah memperkenalkan rahasia-rahasia-Nya kepada mereka hanya apabila hati mereka hidup
dan sadar melalui zikrullah. Dan hati memiliki bakat, hasrat, dan keinginan untuk menerima
rahasia Ketuhanan.

4. Manfaat marifat.
Dengan Ma’rifattullah hidup menjadi lebih tenang. Karena selalu merasa dekat
dengan Allah. Hal sebaliknya jika kita menjauh dari Allah maka akan dating kesengsaraan
dan kesusahan dalam menjalani hidup. Bagi seorang muslim ma’rifatullah adalah bekal
untuk meraih prestasi hidup setinggi-setingginya. Sebaliknya, tanpa ma’rifatullah, tidak
mungkin seorang muslim memiliki keyakinan dan keteguhan hidup.
Menurut al-Ghazali, seorang muslim selayaknya memahami bahwa keindahan cinta
yang paling hakiki adalah ketika mencintai Allah swt. Pondasi utama yang harus dibangun
oleh seorang muslim untuk menggapai keindahan cinta tersebut dengan mengenal Allah5.

Makhrifat adalah Melihat allah dengan mata hati.


1. Makrifat awam : peranyaraan syahadat mengetahui dan mengeal allah
2. Makrifat ulama: dengan akal atau dengan ilmu
3. Makrifat sufi: dengan hati yang artinya sufi sudah melihat allah dengan mata hati.

4
Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Rahasia Sufi, Cet, VIII, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2004), hal. 102.

5
Lihat Abdullah Gymnastiar , Meraih Bening Hati Dengan Manajemen Qolbu, (Jakarta: Gema Insani Press,
2002), hal. 2
6

5. Alat makhrifat:
Hati: hati mempnyai 3 lapis
1. Yang pertama :QALBUN : mengetahui sifat allah.
2. Yang kedua: RUH: Mencintai Allah. Setelah mengenal dan mengetahui allah
3. Yang keiga: SIR: alat untuk melihat Allah dengan mata hati
B. MAHABBAH

1. Pengertian Mahabbah

Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang secara harfiah
berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan yang mendalam. Dalam Mu'jam al-Fal-
safi, Jamil Shaliba mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari
benci. Al-Mahabbah dapat pula berarti al-wadud, yakni yang sangat kasih atau penyayang.
Pengertian Mahabbah adalah cinta yang luhur, suci dan tanpa syarat kepada Allah. Setelah
membentuk kepribadian manusia maka mahabbah akan mempengaruhi kualitas keimanan
seseorang. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman
sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah 165). Mahabbah artinya cinta. Hal ini
mengandung maksud cinta kepada Tuhan. Secara luas, mahabbah memuat pengertian yaitu:

a. Memeluk dan mematuhi perintah Tuhan dan membenci sikap yang melawan pada
Tuhan.
b. Berserah diri kepada Tuhan.
c. Mengosongkan perasaan hati dari segala-galanya kecuali dari Zat Yang Dikasihi.

Dalam ajaran tasawuf mahabbah dikaitkan dengan ajaran yang disampaikan oleh
seorang sufi wanita bernama Rabiah Al-Adawiah. Mahabah adalah paham tasawuf yang
menekankan perasaan cinta kepada Tuhan. Tuhan bukanlah suatu zat yang harus ditakuti,
tapi sebaliknya sebagai zat yang harus dicintai dan didekati. Untuk dapat mencintai dan
dekat dengan Tuhan, maka sekarang harus banyak melakukan peribadatan dan
meninggalkan kesenangan duniawi.
Dikemukakan al-Kalazabi, ma’rifat datang sesudah mahabbah, karena ma’rifat lebih
mengacu pada pengetahuan sedangkan mahabbah menggambarkan kecintaan. Disebutkan
dalam sebuah Hadits Qudsi :
‫”"كنت خزينة خا فية احببت ان اعرف فخلقت الخلق فتعر فت اليهم فعرفونى‬
“Aku (Allah) adalah perbendaharaan yang tersembunyi (Ghaib), Aku ingin
memperkenalkan siapa Aku, maka aku ciptakan mahluk. Maka Aku memperkenalkan
DiriKu kepada mereka. Maka mereka mengenal Aku” (Hadits Qudsi)

Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta kepada Allah
adalah puncak dari seluruh maqam spiritual dengan derajad/level yang tinggi. "(Allah)
mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya”. Ma’rifat merupakan karunia
pemberian langsung dari Allah, maka ia sekali-kali tidak bergantung pada banyak atau
sedikitnya amal kebaikan. Ma’rifat adalah anugerah Allah yang didasari kasih Tuhan
kepada hamba-Nya. Adapun amal ibadah sebagai persembahan hamba kepada Tuhannya.

Adapun cara-cara untuk dapat menuju Mahabbah dan Ma’rifat adalah :


8

1. Tobat, baik dari dosa besar maupun dosa kecil

2. Zuhud, yaitu mengasingkan diri dari dunia ramai

3. Wara (sufi), mencoba meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat shubhat

4. Faqir, hidup sebagai orang fakir

5. Sabar, dalam menghadapi segala macam cobaan

6. Tawakkal, menyeru sebulat-bulatnya pada keputusan Tuhan

7. Ridha, merasa senang menerima segala takdir.

2. Tujuan Dan Kedudukan Mahabbah dan Makhrifat

Al-mahabbah dapat berarti kecenderungan pada sesuatu yang sedang berjalan, dengan
tujuan untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual, seperti cintanya
seseorang yang kasmaran pada sesuatu yang dicintainya. Mahabbah pada tingkat selanjutnya
berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah
tertinggi dengan tercapainya gambaran Yang Mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan. Kata
mahabbah selanjutnya digunakan untuk menunjukkan suatu paham atau aliran dalam tasawuf.
Mahabbah obyeknya lebih ditujukan pada Tuhan. Jadi, Mahabbah artinya kecintaan yang
mendalam secara ruhiah pada Tuhan.

Ma'rifah adalah pengetahuan yang obyeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir,
tetapi lebih mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan
pada pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan yang satu, dan
segala yang maujud berasal dari yang satu. Selanjutnya ma'rifah digunakan untuk
menunjukan salah satu tingkatan dalam tasawuf. Al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang
mempunyai ma'rifah tentang Tuhan, yaitu arif, tidak akan mengatakan ya Allah atau ya rabb
karena memanggil Tuhan dengan kata-kata serupa ini menyatakan bahwa Tuhan ada di
bekalang tabir. Tujuan ma’rifat adalah berhubungan dengan Allah, dengan kendali jiwa
kepada eksistensinya yang intern, wasilahnya adalah spiritual.

Keutamaan mahabbah dijelaskan Rasul dalam haditsnya: “Diriwayatkan dari Anas bin
Malik r.a: Seorang lelaki yang berasal dari pedalaman bertanya kepada Rasulullah s.a.w:
Bilakah berlakunya Kiamat? Rasulullah s.a.w bersabda: Apakah persediaan kamu untuk
menghadapinya? Ia menjawab: Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah s.a.w
bersabda: Kamu akan tetap bersama orang yang kamu cintai”.Selain itu Mahabbah dapat
mengantarkan hamba yang memiliki kecintaan tersebut di antara penghuni langit. Sebab para
malaikat akan selalu mencintai orang-orang yang dicintai oleh Allah atas kedekatannya
dengan-Nya, juga karena mereka selalu memenuhi perintah Allah”
9

3. Paham Mahabbah

Paham mahabbah diperkenalkan oleh sufi perempuan yaitu, Rabiah al-Adawiyah.


Beliau adalah zahid perempuan yang amat besar dari Bashrah, di Irak.Ia hidup antara tahun
713-801 H.Tuhan baginya dzat yang dicintai hingga meluaplah dalam hatinya rasa cinta yang
mendalam kepada-Nya.

Selain Rabiah al-adawiayah ada beberapa tokoh sufi yang menerangkan tentang
mahabbah dan diantaranya adalah Al-Qushairi,beliau memberikan lebih dari 80 definisi.Ia
tidak memberikan definisi secara pasti atau jelas. Ia mengatakan Mahabbah adalah kondisi
keadaan jiwa yang mulia(halal asy-syarifah). Sementara Ath-Thusi membagi Mahabbah
menjadi 3 tingkatan. Pertama, Mahabbah al-ammah,yaitu Mahabbah yang timbul dari belas
kasih dan kebaikan Allah kepada hambanya. Kedua, hub ash-shadiqin wa al-muttaqiqin,yaitu
Mahabbah yang timbul dari pandangan hati sanubari terhadap kebesaran, keagungan,
kemahakuasaan, ilmu dan kekayaan  Allah. Ketiga Mahabbah as-shiddiqin wa al arifin, yaitu
Mahabbah yang timbul dari penglihatan dan ma’rifat mereka terhadap qadimnya kecintaan
Allah yang tanpa ‘illat. Demikian pula mereka mencintai Tuhan tanpa ‘illat.

Dilihat dari segi tingkatannya,mahabbah dikemukakan al-shirraj,dikutip dari Harun


Nasution,ada 3 macam yaitu Mahabbah orang biasa,Mahabbah orang shiddiq dan Mahabbah
orang yang arif. Mahabbah orang biasa mengambil bentuk selalu mengingat Allah dengan
zikir, menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan
Tuhan. Selanjutnya Mahabbah orang shiddiq adalah cinta yang kenal pada Tuhan,pada
kebesaran-Nya,pada kekuasaan-Nya,pada ilmunya dan lain-lain. Sedangkan cinta orang yang
arif adalah cinta yang tahu berul pada Tuhan.

            Ketiga tingkat Mahabbah tersebut tampak menunjukkan suatu proses


mencintai,yaitu mulai dari mengenal sifat-sifat Tuhan dengan menyebut-Nya melalui
zikir,dilanjutkan dengan leburnya diri(fana) pada sifat-sifat Tuhan itu,dan tampaknya cinta
yang terakhirlah yang ingin dituju oleh Mahabbah

4. Kiat Menggapai Mahabbah Allah Swt.


1. Membaca Al-Qur’an dengan mencerna dan memahami kandungan dan maksudnya.
2. Melakukan shalat sunnah peyerta shalat fardhu. Sebab hal ini menghantarkan kepada
tingkatan mahbub (tercinta) setelah fase mahabbah (kecintaan).
3. melanggengkan dzikrullah dalam segala kondisi; baik dengan lisan, hati ataupun
tindakan. Maka ia akan mendapatkan mahabbah sebesar kadar dzikirnya.
4. Lebih mendahulukan apa yang dicintai Allah daripada cinta hawa nafsunya walau hal
itu amat berat.
10

5. Menghayati sifat dan asma Allah, meyakininya dan mengetahuinya. Lalu dia
berkubang dalam ilmunya tersebut. Siapa saja yang mengetahui Allah; baik asma,
sifat dan af’alNya maka Allah pasti mencintainya.
6. Bersaksi dan mengakui kebaikan Allah, anugerah dan segala nikmatNya; baik yang
jelas atau yang tersamar. Sungguh hal ini akan mendatangkan mahabbah kepadaNya
7. Yaitu sebab yang paling menakjubkan , yakni kekhusyu’an hati secara keseluruhan di
hadapan Allah.
8. Menyendiri dan menyepi -saat Allah turun ke langi bumi- untuk bermunajat
kepadaNya, membaca kalamNya, menghadap sepenuh hati dan sopan dalam
beribadah di hadapanNya. Kemudian diakhiri dengan istighfar dan taubat.
9. Suka berkumpul dengan para pendamba mahabbah yang jujur, hingga dapat memetik
ucapan baik mereka. Lalu menjadikan kita tidak berbicara kecuali dengan yang
berguna bagi diri kita dan orang lain.
10. Menajuhi segala faktor yang menghalangi hati dengan Allah. Sebab, jika hati
seseorang rusak maka ia tak akan dapat memtik manfaat dari kehidupan dunia dan
akhiratnya.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang secara harfiah berarti
mencintai secara mendalam.Pengertian Mahabbah adalah cinta yang luhur, suci dan
tanpa syarat kepada Allah.
2. Ma’rifah dari segi bahasa berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya
pengetahuan dan pengalaman. Ma’rifat adalah pengetahuan yang objeknya bukan
pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih mendalam kepada bathin, dengan
mengetahui rahasianya.
3. Tujuan Mahabbah adalah untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material
maupun spiritual, seperti cintanya seseorang yang kasmaran pada sesuatu yang
dicintainya, Sedang Ma’rifah bertujuan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui
hati sanubari.
4. Inti ajaran mahabbah adalah merupakan sikap dari jiwa yang  mengisyaratkan ke
pengabdian diri atau pengorbanan diri sendiri dengan cara mentransendenkan ego,
dan menggantinya dengan cinta.
5. Ma’rifah tidak diperoleh melalui pemikiran dan penalaran akal, tetapi bergantung
pada kehendak dan rahmat Tuhan. Ma’rifat adalah pemberian Tuhan kepada Sufi
yang sanggup menerimanya.
6. Pembahasan Mahabbah dan ma’rifah dapat ditemukan dalam Ayat-ayat al-Qur’an al-
Karim dan Hadits-hadits rasulullah SAW.

B. Saran

Ketertundukan hati secara total di hadapan Allah, adalah bukti bahwa ma’rifat
kepada Allah juga tertanam dalam kalbu kita, berusaha mewujudkannya dalam setiap
perbuatan, ibadah dan merealisasikannya dalam kehidupan sehingga kita termasuk
dalam golongan ma’rifatullah.
Allah tidak melarang bahkan memerintahkan HambaNya untuk mengenal diriNya,
Ma’rifat kepada Tuhan tidak bisa ditemukan meskipun dengan menyembahnya secara

11
12

benar. Ma’rifat ditemukan dengan cara larut dengan-Nya, melalaikan dunia secara
total dan terus-menerus berpikir tentang-Nya.
DAFTAR PUSTAKA

Hussein Bahreis, Ajaran-ajaran Akhlak Al-Ghazali, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981)


Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Rahasia Sufi, Cet, VIII, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2004)
Lihat Abdullah Gymnastiar , Meraih Bening Hati Dengan Manajemen Qolbu, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2002),
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2002),
H. Abudin Nata, MA, Drs, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 1996

13

Anda mungkin juga menyukai