Anda di halaman 1dari 14

OBJEK ILMU DALAM ISLAM

Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah:

Epistemologi Islam

Dosen Pengampu :

Ust. Soritua Ahmad Ramdani Harahap, S.E., M.H.

Disusun oleh :

WildanTaqiyuddin
Rofif Hasan Kurnia
Muhammad Wilman Mustoven

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
2022/1443
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami utarakan kepada Allah SWT karena berkat rahmatnya
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Objek Ilmu
Dalam Islam” adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pengajar, juga untuk
memperluas pengetahuan kami sebagai mahasiswa Universitas Darussalam.

Kami selaku penulis telah berusaha untuk dapat menyusun makalah ini
dengan baik, namun kami hanya manusia biasa ynag tidak luput dengan
kesalahan. Oleh karena itu, jika didapatkan kesalahan baik dari segi tulisan
maupun isi kami minta maaf sebesar-besarnya.

Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demikesempurnaan makalah ini. Semoga dengan makalah ini kita akan
mengerti tentang Objek Ilmu Dalam Islam.

i
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Kata ilmu dalam al-Qur’an muncul berulangkali dan menempati posisi


kedua setelah tauhid. Dalam shahih Bukhari, bab ilmu (Kitab al-‘Ilm)
disandingkan dengan bab iman (Kitab al-Iman). Dalam hal ini menunjukkan
betapa pentingnya ilmu dalam al-Qur’an setelah iman. Semua hal ini, bisa kita
lihat dari lima ayat pertama yang idturunkan dalam al-Qur’an, serta puluhan
hadits nabi yang menegaskan tentang mencari ilmu.

Seiring berjalnnya waktu, hegemoni dan kolonialisme menyebabkan umat


Islam lebih cenderung kedalam hal meniru dan mengadopsi konsep ilmu barat
secara buta. Kecenderungan sikap inilah yang menyebabkan sifat kebingungan
yang berkelanjutan pada hilangnya identitas. Dengan ini perlu adanya penggalian
dan pengembangan konsep ilmu dalam Islam terutama dari al-Qur’an dan hadits
dapat dijadikan landasan bagi upaya merumuskan kerangka integrasi ilmu
pengetahuan yang tulus.

Berangkat dari semua hal diatas, Makalah ini akan membahas tentang
konsep ilmu dalam Islam sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah. Mulai dari
pengetian ilmu, objek ilmu, sumber ilmu serta metodenya, dan ilmu terhadap
pandangan hidup (worldview).

2. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja pandangan mengenai konsep ilmu?


2. Apa saja sumber ilmu dalam islam?
3. Sebutkan metode memperoleh ilmu pengetahuan!

3. TUJUAN PEMBAHASAN

1
1. Dapat Mengetahui pandangan mengenai konsep ilmu.
2. Dapat Mengetahui sumber ilmu dalam Islam.
3. Dapat Mengetahui metode memperoleh ilmu pengetahuan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Konsep Awal Ilmu


Ilmu atau dalam Bahasa Arab disebut dengan ‘ilm yang diartikan
pengetahuan merupakan kata kerja dari ‘alima yang berarti mengetahui.1
Secara etimologi, ilmu berasal dari akar kata ‘ain-lam-mim dari perkataan
‘aalamah, yaitu ma’rifah (pengenalan), syu’uur (kesadaran), tadzakkur
(pengingat), fahm dan fiqh (pengertian dan pemahaman), ‘aql (intelektual),
diraayah dan riwaayah (perkenalan, pengetahuan, dan narasi), hikah
(kearifan), ‘alaamah (lambang), tanda atau indikasi yang dengan sesuatu
atau seorang yang dikenal.2
Dalam menjelaskan ilmu secara terminology, al-Attas
menggunakan dua definisi. Pertama, ilmu sebagai sesuatu yang berasal
dari Allah SWT, bisa dikatakan ilmu adalah hasil dari datangnya makna
sesuatu atau objek ilmu kedalam jiwa bagi para pencari ilmu tersebut.
Kedua, sebagi sesuatu yang diterima oleh jiwa aktif dan kreatif, ilmu bisa
dikatakan datangnya jiwa terhadap sesuatu ataupun objek ilmu. 3 Hal ini
dapat disimpulkan bahwa ilmu mencangkup semua hal. Selanjutnya al-
Attas menjelaskann bahwa kedatangan diatas bermaksud suatu proses
yang disatu pihak memerlukan mental yang aktif dan persiapan spiritual
dipihak pencari ilmu, serta pihak yang ridha dalam memberikan ilmu yaitu
Allah SWT. Dari definisi dapat disebutkan bahwa proses perjalanan jiwa
pada makna adalah sebuah proses spiritual.4

1
Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasiit, (Istanbul: Daaru-l-Da’wah,
1990), hlm. 624.
2
Wan Mohd. Nor wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan islam Syed Mohd. Naquib
al-Attas, terj. Hamid Fahmy, dkk, (Bandung: Mizan,2003), hlm. 144. Lihat juga di Abdul Hamid
Rajih al-Kurdi, Nazariyyah al-Ma’rifah baina al-Qur’an wa al-Falsafah, (Riyadh: maktab
Muayyad wa al-Ma’had al-‘Ali al-Fikri al-Islami), hlm. 33.
3
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: an
Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, (Kuala Lumpur:
ISTAC,2001),hlm. 14. Lihat juga di Syed Mohd. Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam
Islam, Terj.Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1984), hlm. 43.
4
Syed Mohd. Naquib al-Attas, Islam and the Philosophy of Science, (Kuala
Lumpur:ISTAC, 1989), hlm. 16.

3
Menurut Ibnu khaldun ilmu dibagi menjadi dua macam, yaitu ilmu
naqliyah (ilmu yang berdasarkan pada otoritas atau ada yang
menyebutkian ilmu-ilmu tradisional) dan ilmu ‘aqliyah (ilmu yang
berdasarkan atas akal pikiran atau dalil rasional). Dan yang dimaksud
dengan yang pertama adalah ilmu dalam al-Qur’an, Hadits, Tafsir, Ilmu
Kalam, Tasawwuf, dan Taabiir al-Ru’yah. Sedangkan yang kedua lebih
kepada filsafat (metafisika), matematika, dan fisika dan macam pembagian
lainnya.5
Adapun Al-Attas membagi ilmu berdasarkan hakikat yang interen
dalam keragaman ilmu dalam manusia dan cara-cara yang mereka tempuh
untuk mencapai dan menganggap kategorisasi ini sebagai wujud keadilan
dalam menempatkan ilmu pengetahuan sebagai objek dan manusia sebagai
subjek. Dalam ini, Al-Attas mebagi ilmu manjadi dua bagian, yakni ilmu
iluminasi (ma’rifah) dan ilmu sains atau yang pertama disebut juga ilmu
pengenalan dan kedua ilmu pengetahuan.6
Dalam hal ini, ilmu yang disebutkan tadi adalah ilmu fardhu ‘ain
yang harus dipelajari oleh setiap umat muslim. Sedangkan kategori yang
kedua berkaitan dengan fisik dan objek yang berhubungan dengannya,
yang bisa dicapai dengan penggunaan daya intelektual dan jasmaniah.
Ilmu tersebut bersifat fardhu kifayah dalam perolehannya.7
Dari pengertian yang sudah disebutkan diatas, dapat kita simpulkan
bahwa Islam tidak hanya meliputi ilmu aqidah dan syari’ah saja. Selain
kedua ilmu tersebut kita diwajibkan untuk memepelajari ilmu lainnya.
Bisa dikatakan bahwa dengan ilmu syar’iyyah kita akan mempelajari tanda
Allah dari ayat Qauliyyah yang bisa disebut dengan dzikir, sedangkan
dengan ilmu ghairu syar’iyyah, kita akan mempelajari ayat kauniyyah
Allah yang terbentang pada jagat raya ini, yang disebut dengan tafakur. 8

5
Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi Holistik, (Bandung: Mizan,
2005), hlm. 46.
6
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah..., hlm. 52.
7
Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik..., hlm. 154-158.
8
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan, Cet. XIII, 2003), hlm. 443.

4
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Hal
ini bisa terlihat dalam ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu
dalam posisi yang tinggi serta mulia. Begitupun dengan hadits yang
memberikan dorongon untuk kita dala menuntut ilmu.

B. Objek Ilmu
Terdapat dua alam dalam Islam yang disebutkan dalam al-Qur’an,
yaitu non-fisik (‘alam al-ghayb) dan alam fisik atau tampak (‘alam al-
syahaadah). Dalam menjelaskan objek ilmu pengetahuan, para filsuf
muslim memberikan penjelasan mengenai objek-objek ilmu pengetahuan,
para filsuf Muslim memberikan penjelasan mengenai objek-objek ilmu
pengetahuan, sesuai dengan status ontologisnya. Sedangkan para filsuf
barat selama ini hanya mengakui keberadaan objek yang memiliki status
ontologis yang jelas dan materil, yakni objek-objek fisik. Filsuf Muslim
berbeda pandangan, mereka memiliki pandangan bahwa entitas yang ada
tidak hanya terbatas pada dunia fisik saja, tetapi terdapat pula entitas non-
fisik, seperti konsep mental dan metafsika. Meskipun al-Qur’an
menyebutkan perbedaan pada alam fisik dan metafisik, akan tetapi
keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Karena tujuan alam
fisik kita pelajari untuk menunjukkan ilmu tentang metafisik.9
Telah diberkahi oleh manusia yaitu qalb atau hati yang dapat
menerima pengalaman tentang alam metafisik. Mengetahui alam metafisik
tidak dapat secara langsung kita ketahui akan tetapi melalui perantara
wahyu. Ilmu tanpa bimbingan wahyu hanya akan mengakibatkan
kerusakan. Oleh karena itu, ilmu dalam Islam tidak bisa terlepas dari
wahyu sebagaimana yang dinyatakan dalam surat al-‘Alaq (96) ayat 5,
yang berarti “Dia (Allah SWT) mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya.”

9
Adian Husaini, Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, (Jakarta: Gema InsaniPress,
2013), hlm. 88-89.

5
Dapat disimpulkan dalam penjelasan diatas bahwa islam tidak
hanya berkaitan dengan objek fisik atau yang tampak pada indera dan akal
manusia. Namun ia membahas juga fisik dan metafisik. Oleh karena itu,
kebenaran ilmu atau hal-hal yang mengandung nilai ilmiah dalam Islam,
tidak hanya yang bisa diverifikasi oleh fakta empiris dan dirasionalkan
melalui eksperimen atau logika semata.
Islam secara tegas mengatakan bahwa ilmu berasal dari Allah
SWT. Klasifikasi ilmu pengetahuan yang telah diberikan oleh para ahli
filsafat, pakar, dan orang bijaksana, khususnya para ahli sufi dapat
diterima seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Hazm, Imam al-Ghazali, dan al-
Suyuti. Telah diakui al-Attas mengenai kebenaran klasifikasi ilmu yang
mereka berikan.10 Pada hakikatnya terdapat kesatuan dibalik urutan
tingkatan (hierarki) semua ilmu pengetahuan dalam kaitannya dengan
Pendidikan seorang Muslim. Dapat dikategorikan ilmu berdasarkan dalam
keragaman ilmu manusia dan cara-cara yang ditempuh mereka untuk
memperolehnya dan pengategorian tertentu itu melambnagkan usaha
manusia untuk melakukan keadilan terhadap setiap bidang ilmu
pengetahuan.11

C. SUMBER ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM


Ilmu pengetahuan merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab
suci Al Qur’an, kata ‘ilm sendiri disebut di dalam Al Qur’an sebanyak 105
– 854 kali, Al Qur’an adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala
rujukan, sumber dari segala sumber, dasar bagi segala sains dan ilmu
pengetahuan, tidak ada satu perkara pun yang terlewatkan, semuanya telah
diatur di dalamnya baik berhubungan dengan Allah (Hablum Minallah)
maupun berhubungan dengan manusia (Hablum Minannas) Dalam Bahasa
arab, pengetahuan diimplementasikan dengan istilah al-ilm, al-ma’rifah,
dan as-syu’ur, Menurut sarjana muslim, ilmu didefinisikan sebagai
10
Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, (PetalingJaya:
ABIM, 1980), hlm. 44.
11
Syed Muhammad Naquib al-Attas, , hlm. 140-141.

6
pengetahuan sesuatu secara objektif. Sumber ilmu pengetahuan terbagi
menjadi dua yaitu : Al-Qur’an dan Hadits, :

1. Al Qur’an: Kedudukan Al Qur’an sebagai ayat – ayat qaulliyyah


(Words of God) menempati posisi yang sangat strategis dan tingkat
kesahihannya lebih diandalkan, menurut M. Quraish Shihab. Al
Qur’an adalah kitab hidayah yang memberikan petunjuk kepada
manusia dalam persoalan akidah, tasyri’, dan akhlak demi kebahagiaan
umat manusia. Tiada pertentangan antaran Al Qur’an dan Ilmu.
2. Hadits : Dorongan dari Al Qur’an dan perintah dari
Rasulullah kepada umatnya untuk menuntut ilmu sepanjang hidupnya

Al Qur’an dan Hadits menciptakan atmosfer yang khas yang


mendorong aktivitas intelektual, atau bisa dibilang bahwa sumber ilmu
pengetahuan berasal dari wahyu dan akal yang mencakup fisik dan
metafisik. Dalam perspektif lain, hakikat ilmu dalam islam bersumber dari
3 konsep ini, yaitu : Ayat Qauliyah (Tuhan), Ayat Kauniyah (Alam
Semesta) dan Ayat Insaniyyah (Diri Manusia).

D. METODE MEMPEROLEH ILMU PENGETAHUAN

Di dalam Al Qur’an, penjelasan tentang konsep ilmu terdiri dari


dua macam, yang pertama ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia atau
disebut sebagai ilmu laduni dan ilmu yang di dapat karena usaha manusia
itu sendiri atau kasbi. Dalam buku Element of Philosophy Louis O.Kattsoff
menunjukkan ada lima aliran metodis untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan yaitu :

1. Empirisme : Menurut aliran ini ilmu pengetahuan dapat diperoleh


melalui pengalaman, menganggap bahwa pengetahuan itu merupakan
rasa atau aura yang memberikan signal ke indrawi
2. Rasionalisme : Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan
itu terletak pada akal. Rasionalisme tidak menyangkal adanya

7
pengalaman, tetapi hanya dipandang sebagai perangsang bagi fikiran
saja. Rasionalisme meyakini bahwa kebenaran dan kesesatan terletak
dalam ide, bukan di dalam barang atau sesuatu.
3. Fenomalisme : Merupakan suatu pengetahuan yang
mensintesakan antara apriori (aspek teori) dengan aposteriori (aspek
fakta dan pengalaman). Kant sebagai bapak perintis metode ini
menyatakan bahwa sesuatu itu dapat merangsang indrawi, kemudian
diterima oleh akal dalam bentuk pengalaman dan disusun secara
sistematis dengan jalan perantara.
4. Intuisiosme : Pengetahuan ini dinamakan pengetahuan diskursif
atau pengetahuan simbolis. Pengetahuan yang diperoleh dari intuisi
tidak dapat dibuktikan seketika melalui kenyataan, karena pengetahuan
ini muncul tanpa adanya pengalaman terlebih dahulu.
5. Metode Ilmiah : Metode ini mengikuti prosedur – prosedur yang
sudah ada, seperti halnya hipotesis setelah pengamatan, disertai
verifikasi dan bahan – bahan bukti untuk memperkuat hipotesis
tersebut. Metode ini juga mencakup berbagai Tindakan fikiran, pola
kerja, cara teknis, dan tata Langkah untuk mengetahui pengetahuan
baru.
6. Pengetahuan Ilmiah : Merupakan langkah pengembangan dari
epistemology, metode ini merupakan pertumbuhan pengetahuan sehari
– hari yang ditulis secara garis besar. Kebenaran ilmiah merupakan
suatu pengetahuan yang jelas dan pasti kebenarannya menurut norma –
norma keilmuan, serta cenderung bersifat objektif.

E. Ilmu dan Pandangan Hidup (Worldview)


Setiap masyarakat selalu dipenuhi dengan nilai, aturan, dan sistem
kepercayaan yang dapat membentuk pola pikir dan perilaku anggotanya.
Dalam kehidupan sosial, seperangkat nilai, aturan, dan kepercayaan
biasanya diturunkan dari generasi ke generasi melalui proses sosialisasi,
yang pada akhirnya membentuk tradisi sosial. Oleh karena itu, tradisi

8
sebagai konsep sosiologis biasanya dimaknai untuk mencakup pandangan
dunia yang terkait dengan nilai, aturan, sistem kepercayaan, dan pola pikir
di seluruh gaya hidup masyarakat.
Komunitas Muslim dikenal memiliki akar tradisi yang kuat, karena
Islam yang mereka anut merupakan bagian dari sistem kepercayaan
universal yang telah ada sejak zaman Nabi Adam, mungkin ratusan abad
yang lalu. Pandangan ini didasarkan pada konfirmasi dari berbagai surat
Al-Qur'an bahwa para nabi dan rasul awal mewariskan kepada umatnya
gagasan tentang Tuhan Yang Maha Esa (Tauhid), seperti yang diajarkan
Nabi Muhammad kepada umat Islam.12 Akar yang kokoh dari tradisi ini
juga disebabkan oleh fakta bahwa Al-Qur'an secara tegas memerintahkan
umat Islam untuk menjadikan Tauhid sebagai tempat pertemuan 'Kalimah
Sawa' mereka dan sudut pandang untuk hidup berdampingan di antara
agama-agama suci lainnya.13 Dengan kata lain. Tuhan menekankan bahwa
tauhid adalah sumber nilai, aturan, norma dan tradisi yang mendasari
keyakinan dalam kehidupan, pada berbagai tahapan sejarah dan dalam
semua konteks sosial budaya.
Ilmu bukan hanya kumpulan pengetahuan yang sistematis, tetapi
juga sebagai suatu metodologi. Metodologi yang benar tidak pernah
bertentangan dengan kebenaran.14

F. Klasifikasi Ilmu menurut Al-Qur’an


Dengan mengacu pada istilah al-‘ilm dan derivasi Al-Qur'an, para
penafsir tampaknya mengklasifikasikan pengetahuan yang berbeda. Ada
yang berpendapat bahwa ilmu terdiri dari dua bagian: ilmu Nazari dan
ilmu ‘amali. Yang pertama adalah pengetahuan yang bisa dipelajari tanpa
latihan, seperti pengetahuan bahwa makhluk hidup itu ada. Kedua,

12
QS: An-Nahl: 36, al-A’raf: 59, al-A’raf: 65, al-A’raf: 73,75, al-Maidah: 72, al-Ankabut:
16
13
QS: Ali Imran: 64
14
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam: A Framework
for An Islamic Philosophy of Education, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1991), hlm. 14.

9
pengetahuan bahwa mengetahuinya saja tidak cukup, tetapi harus dengan
mengamalkannya. Seperti ilmu beribadah kepada Allah swt.
Ada pula yang membagi ilmu tersebut menjadi “aqli” dan
“sam’i”. Yang pertama, yaitu ilmu yang didapat melalui penelitian.
Contohnya ilmu tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara
dua hal. Yang kedua, yaitu ilmu yang didapat melalui pendengaran tanpa
penelitian. Contohnya mengetahui hasil pertambahan angka 1 dan 2
menjadi 3 (1 + 2 = 3).
Dalam dunia pendidikan, ada yang disebut dengan “ilmu Islam”
dan “ilmu Barat”, “ilmu agama” dan “ilmu umum”. Demikian seterusnya,
sehingga tidak ditemukan kata sepakat mengenai pembagian atau
klasifikasi ilmu dalam berbagai perspektif.
Terlepas dari klasifikasi ilmu di atas, penulis berkeyakinan bahwa
ilmu dalam Al-Qur'an pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua jenis.
Pertama, ilmu yang diperoleh melalui proses belajar (al-`ilm kasbiy).
Kedua, ilmu yang didapatkan tanpa proses belajar, yang merupakan
anugerah dari Tuhan, sering disebut ilmu Ladunniy.15

15
Ridwan Darmawan, Konsep Ilmu Ladunni dalam Prespektif Al-Quran, (Jakarta: Jurnal
UIN Jakarta, 2019), hlm. 22.

10
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Objek Ilmu dalam islam mencakup 2 ruang, yaitu Alam Fisik dan Alam
Metafisik (Ghoib) atau sering disandingkan dengan Ilmu Pemikiran Manusia dan
Ilmu Pengetahuan Alam itu sendiri. Karena konsep ilmu dalam Al Qur’an
sangatlah luas dan tidak terbatas, untuk itu Manusia di anugrahkan akal oleh Allah
Swt untuk mempelajari segala yang ada di dunia ini, seperti halnya dalam ilmu
Ushul Fiqh dalil terbagi menjadi dua, yaitu Dalil Naqli ( Bersumber dari Al
Qur’an dan Hadits ) dan Dalil ‘Aqli ( Bersumber dari akal fikiran manusia ).
Perintah tentang menuntut ilmu pun telah dijelaskan di Al Qur’an dan Hadits,
bahkan Allah akan mengangkat derajat orang – orang yang menuntut ilmu.

11
DAFTAR PUSTAKA

 Darmawan, Ridwan, Konsep Ilmu Ladunni dalam Prespektif Al-Quran,


(Jakarta: Jurnal UIN Jakarta, 2019).
 Hamid, Abdul, Rajih al-Kurdi, Nazariyyah al-Ma’rifah baina al-Qur’an
wa al-Falsafah, (Riyadh: maktab Muayyad wa al-Ma’had al-‘Ali al-Fikri
al-Islami).
 Husaini, Adian, Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, (Jakarta: Gema
InsaniPress, 2013).
 Kartanegara, Mulyadi, Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi Holistik,
(Bandung: Mizan, 2005).
 Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasiit, (Istanbul: Daaru-l-
Da’wah, 1990)
 Mohd., Syed, Naquib al-Attas, Islam and the Philosophy of Science,
(Kuala Lumpur:ISTAC, 1989).
 Mohd., Syed,Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam,
Terj.Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1984).
 Mohd., Wan, Nor wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan islam Syed
Mohd. Naquib al-Attas, terj. Hamid Fahmy, dkk, (Bandung: Mizan,2003)
 Muhammad, Syed, Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of
Islam: an Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of
Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC,2001).
 Muhammad, Syed, Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam,
(PetalingJaya: ABIM, 1980).
 Muhammad, Syed, Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam:
A Framework for An Islamic Philosophy of Education, (Kuala Lumpur:
ISTAC, 1991).
 Quraish, M., Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Berbagai
Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, Cet. XIII, 2003)

12

Anda mungkin juga menyukai