Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Afandy Saputra

NIM : 0053 0255 2021


Kelas : 55 MH2
Dosen Pengajar : Dr. Kamri Ahmad, S.H., M.Hum.

SUMBER ILMU MENURUT ISLAM DAN ILMUWAN SEKULER


Pengertian Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab “alima” berarti pengetahuan dan Pemakaian
kata ini dalam bahasa Indonesia kita ekuivalenkan dengan istilah “science”. Science
berasal dari bahasa Latin: Scio, Scire yang juga berarti pengetahuan. Namun secara
umum Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya dan
disusun secara sistematis berdasarkan dengan metode ilmiah.
Ilmu adalah usaha-usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Pengertian Pengetahuan
Secara etimologis pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
“knowledge”. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Sementara secara terminologi akan
dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan.
Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil
pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf,
mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan
demikian, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses
kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.
Pengetahuan :
1. Pengetahuan adalah informasi akan suatu kejadian yang belum teruji
kebenarannya (kebenarannya belum diuji dan dikaji).
2. Pengetahuan Persepsi subyek (manusia) atas obyek (riil dan gaib) atau fakta.
3. Pengetahuan umumnya merupakan suatu hal yang kita ketahui terhadap suatu
objek, sehingga pengetahuan sangat mungkin menjadi ilmu jika telah diuji dan dikaji
kebenarannya.
Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan berasal dari kata bahasa Inggris yakni science, yang berasal
dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari,
mengetahui. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu pengetahuan mengalami
perluasan arti sehingga menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik. Dalam
bahasa Jerman dikenal wissenschaft.
Pengertian ilmu menurut The Liang Gie (1987) adalah rangkaian aktivitas
penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman
secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan
pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin di mengerti
manusia sedangkan pengetahuan (knowledge) yang dapat dikenali (identify), dapat
diterangkan (explain), dapat dilukiskan (describe), dapat diperkirakan (predict), dapat
dianalisis (diagnosis), dan dapat diawasi (control) akan menjadi suatu ilmu (science).
Ilmu Pengetahuan adalah Kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan
sistem dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji/
diverifikasi kebenarannya. Ilmu Pengetahuan :
1. Bukan satu, melainkan banyak (plural)
2. Bersifat terbuka (dapat dikritik)
3. Berkaitan dalam memecahkan masalah.
Pada hakikatnya ilmu pengetahuan bertujuan untuk mencari kebenaran ilmiah
yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Dengan ilmu pengetahuan maka setiap
manusia akan bisa mendapatkan sebuah kebenaran melalui proses-proses tertentu
baik dengan melakukan penelitian ilmiah maupun dengan bebagai cara lainnya.
Pandangan Islam Terhadap Ilmu Pengetahuan
Pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan sangat lah erat karena ilmu dalam
Islam merupakan komponen ke dua setelah al-Qur’an dan al-Hadis.karena menurut
hadis dari Rasulullah SAW yang artinya; Menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap
muslim dan muslimah.
Imam Ghazali telah mengklasifikasikan ilmu menjadi dua bagian. Yaitu ilmu fardu
kifayah dan ilmu fardu ‘ain. Istilah fardu ‘ain merujuk pada kewajiban agama yang
mengikat setiap muslim dan muslimah. Ilmu fardu ‘ain adalah ilmu yang wajib dituntut,
dicari dan diamalkan oleh setiap pemeluk agama Islam. Istilah fardu kifayah merujuk
pada hal-hal yang merupakan perintah Allah yang mengikat komunitas muslim dan
muslimat sebagai satu kesatuan, tidak mengikat setiap anggota komunitas.
Akal menghasilkan ilmu dan ilmu berkembang dalam masa keemasan Islam.
Supaya dapat dipelajari dengan baik dan benar, ilmu perlu diklasifikasikan (digolong-
golongkan). Klasifikasi ilmu, karena itu, merupakan salah satu kunci untuk memahami
tradisi intelektual Islam. Sejak al-Kindi di abad ketiga H/kesembilan M hingga Syah
Waliullah dari Delhi pada abad kedua belas H/kedelapan belas M, generasi demi
generasi sarjana muslim telah mencurahkan pikiran dan kemampuannya untuk
membuat klasifikasi ilmu dalam Islam secara rinci. Sebagian klasifikasi ilmu itu asli
dan berpengaruh besar, tetapi sebagian lagi hanyalah pengulangan klasifikasi
sebelumnya yang kemudian dilupakan orang.
Dalam uraian berikut akan disebutkan secara ringkas dan dalam garis-garis
besarnya klasifikasi yang dibuat oleh al-Farabi, Imam al-Ghazali, dan Qutubuddin al-
Syirazy.
Menurut al-Farabi, klasifikasi dan perincian ilmu adalah sebagai berikut:
I. Ilmu Bahasa, yang dibagi menjadi tujuh bagian.
II. Ilmu Logika, dibagi menjadi delapan bagian.
III. Ilmu-ilmu Matematis, dibagi menjadi tujuh bagian.
IV. Ilmu Metafisika, dibagi menjadi tiga bagian.
V. Ilmu Politik, dibagi menjadi dua bagian.
VI. Ilmu Fikih, dibagi menjadi dua bagian.
VII. Ilmu Kalam, dibagi menjadi dua bagian.
Karakteristik klasifikasi ilmu al-Farabi itu adalah, pertama, dimaksudkan sebagai
petunjuk umum ke arah berbagai ilmu, sehingga para pengkaji dapat dapat memilih
subyek-subyek yang benar-benar membawa manfaat bagi dirinya. Kedua, klasifikasi
tersebut memungkinkan seseorang belajar tentang hierarki (urutan tngkatan) ilmu.
Ketiga, berbagai bagian bagian dan sub bagiannya memberikan sarana yang
bermanfaat dalam menentukan sejauh mana spesialisasi dapat ditentukan secara
benar. Keempat, klasifikasi menginformasikan kepada para pengkaji temtang apa
yang seharusnya dipelajari sebelum seseorang dapat mengklaim (menuntut
pengakuan) diri ahli dalam suatu ilmu tertentu.
Dalam berbagai karyanya, Imam al-Ghazali, menyebut empat klasifikasi ilmu yaitu,
1. Ilmu-ilmu teoritis dan praktis,
2. Ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang dicapai,
3. Ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu intelektual,
4. Ilmu fardu ‘ain (kewajiban setiap orang) dan ilmu fardu kifayah (kewajiban
masyarakat).
Mengenai (1) ilmu teoritis dan praktis, Ghazali mengatakan ilmu teoritis adalah ilmu
yang menjadikan keadaan-keadaan yang wujudnya diketahui sebagaimana adanya.
Ilmu praktis berkenan dengan tindakan- tindakan manusia untuk memperoleh
kesejahteraan di dunia ini dan akhirat nanti. Tentang (2) ilmu yang dihadirkan dan ilmu
yang dicapai, pembagiannya didasarkan atas perbedaan caracara mengetahuinya.
Menurut Ghazali pengetahuan yang dihadirkan bersifat langsung, serta merta,
suprarasional, (diatas atau diluar jangkauan akal), intuitif (secara intuisi, berdasarkan
bisikan hati) dan kontemplatif (bersifat renungan). Waktu menjelaskan perbedaan
antara (3) ilmu- ilmu keagamaan dengan ilmu hasil penalaran (intelektual), Ghazali
mengatakan bahwa ilmu-ilmu keagamaan ialah ilmu-ilmu yang diperoleh dari para
nabi, tidak hadir melalui akal manusia biasa. Pembagian ilmu ke dalam (4) kategori
fardu ‘ain dan fardu kifayah dilakukan oleh Ghazali berdasarkan pertimbangan bahwa
fardu ‘ain merujuk pada kewajiban agama yang mengikat setiap muslim dan
muslimah. Dengan fardu kifayah, dia merujuk kepada hal-hal yang merupakan
perintah Ilahi yang bersifat mengikat komunitas (kelompak orang) bagi muslim dan
muslimat sebagai satu kesatuan.
Menurut Qutubuddin al-Syirazy, klasifikasi ilmu dibagi dua, ilmu filosofis dan ilmu
non filosofis. Ilmu filosofis (kefilsafatan) dibagi menjadi dua bagian ilmu teoritis dan
ilmu praktis, masing-masing dipecah lagi menjadi beberapa butir. Ilmu-ilmu non
filosofis, ilmu-ilmu ini diistilahkannya sebagai ilmu religius, jika didasarkan atas, atau
termasuk dalam ajaran-ajaran wahyu. Jika sebaliknya, disebut ilmu non religius. Ilmu-
ilmu religius dapat diklasifikasikan menurut dua cara yang berbeda: (1) ilmu-ilmu naqli
(keagamaan) dan ilmu-ilmu intelektual (aqli atau akal). (2) klasifikasi ilmu tentang
pokok-pokok (usul) dan ilmu tentang cabang- cabang (furu’). Selain ketiga tokoh
tersebut, ada tokoh-tokoh lain seperti; Ibnu Syina, Ibnu Rusyd, dan masih banyak
tokoh-tokoh yang lain yang sangat berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan
bagi umat Islam, bahkan umat manusia di dunia.
Pandangan Barat Terhadap Ilmu Pengetahuan
Menurut epistemologi barat, mereka tidak mengakui adanya alam metafisik
tersebut. Bagi mereka objek ilmu itu hanyalah apa yang bisa diindra dan apa yang
bisa dipikirkan oleh akal manusia. Oleh karenanya, jika sesuatu berhubungan dengan
alam metafisik, maka itu bukan bagian dari ilmu, mereka menafikan wahyu dan intuisi
sebagai sumber ilmu. Baginya sumber ilmu itu hanya ada dua macam, yakni :
- Akal
- Pengalaman manusia.
Bagi mereka yang menganut paham rasionalisme, ilmu itu bersumber dari
akalnya. Bagi mereka yang menganut paham empirisme, ilmu itu bersumber dari
pengalaman.
Ilmu pengetahuan dalam konsep barat, ilmu tidak bermuara kepada Tuhan.
Karena mereka tidak mengakui adanya wahyu sebagai sumber ilmu, maka ilmu yang
mereka miliki menganut 3 paham atau aliran, yaitu :
- Aliran Rasionalisme
- Aliran Empirisme
- Aliran Kritisisme
Konsep Ilmu Pengetahuan di Barat yakni ilmu hanya akan bisa diusahakan
melalui akal dan panca indra semata. Selagi manusia mau berusaha menggunakan
akalnya, maka mereka akan mendapatkan ilmu. Namun, ketika mereka berhenti
menggunakan akalnya, maka disitulah manusia dianggap tiada. Bagi mereka peran
akal lebih dominan dibandingkan dengan wahyu, dan bahkan mereka tidak mengakui
otoritas wahyu sebagai sumber ilmu.

Anda mungkin juga menyukai