Di Susun oleh:
(IAIN) PEKALONGAN
2017
A. Pendahuluan
Perkembangan ilmu di jaman modern seperti saat ini
sangatlah penting dan telah dimanfaatkan perkembanganya.
Karena semua bidang kehidupan memanfaatkan perkembangan
tersebut, mulai dari sektor terkecil hingga ke sektor-sektor besar.
Oleh sebab itu, keberadaan dan juga perkembangan ilmu
sangatlah dibutuhkan oleh seluruh umat didunia ini karena bila
ilmu hanya berhenti pada suatu titik dan tidak mampu
berkembang menyesuaikan sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan umat manusia maka akan fatal akibatnya bagi
kelangsungan masing-masing individunya.
1
satu-satu Zat yang wajib di Tauhidkan, di Esakan, di Makrifatkan
dengan penuh "Keikhlasan". Oleh karena itu dalam makalah ini
dibahas secara detail tentang hierarki ilmu dalam pandangan sufi
yang tentunya dari tingkat ke tingkat sangatlah berkaitan.
2Ibid, hlm.65
2
mendasar dalam menyusun secara hierarkis ilmu-ilmu
metodologia, ontologis, dan etis.Hampir ketiga kriteria ini dipakai
dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat
klasifikasi ilmu-ilmu.3
C. Klasifikasi Ilmu
4Ibid, hlm.128
5 Ibid, hlm.123
3
hikmy. Ilmu nonfilosofis menurutnya dipandang sinonim dengan
ilmu religious, karena dia menganggap ilmu itu berkembang
dalam suatu peradaban yang memiliki syariah (hukun wahyu).6
6 Ibid, hlm.123
7 Ibid, hlm.123
8 Ibid, hlm.123-124
9 Ibid, hlm.124
4
Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu ke dalam
ilmu syariyyah dan ilmu aqliyyah yaitu sebagai berikut:10
1. Ilmu Syariyyah
a. Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul)
1) Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-tauhid)
2) Ilmu tentang kenabian.
3) Ilmu tentang akhirat atau eskatogis
4) Ilmu tentang sumber pengetahuan religious. Yaitu Al-
Quran dan Al-Sunnah (primer), ijma dan tradisi para
sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua
kategori:
i. Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
ii. Ilmu-ilmu pelengkap.
b. Ilmu tentang kewajiban manusia terhadap Tuhan (ibadah)
1) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat:
2) Ilmu tentang transaksi
3) Ilmu tentang kewajiban kontraktual
4) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri
(ilmu akhlak)
2. Ilmu Aqliyyah
a. Matematika: aritmatika, geometri, astronomi dan astrologi,
music
b. Logika
c. Fisika/ilmu alam: kedokteran, meteorology, mineralogy,
kimia
d. Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika:
Ontologi
10 Ibid, hlm.124-125
5
1. Pengetahuan tentang esensi, sifat, dan aktivitas Ilahi.
2. Pengetahuan tentang substansi-substansi sederhana.
3. Pengetahuan tentang dunia halus.
4. Ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu
tentang mimpi.
5. Teurgi (nairanjiyyat). Ilmu ini mengemukakan kekuatan-
kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak seperti
supernatural.
11 Ibid, hlm.126
14Ibid, hlm.85
7
kehidupan manusia, baik hablum minallah, hablum minannas,
maupun hablum minal alam, mempunyai hubungan yang
sangat erat dan saling mengisi antara satu dengan yang
lainnya.Untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat
dalam arti hakiki harus sepadan dengan tujuan tasawuf, yaitu
melaksanakan hakikat ubudiyah guna memperoleh tauhid
yang haqqul yaqin dan makrifatullah yang tahqiq.15
8
manusia dunia. Dia harus memenuhi fitrahnya.Terutama
untuk tercapainya tujuan syariat Islam.
2. Tarekat
9
Para ulama berpendapat tarekat adalah suatu jalan yang
ditrempuh dengan sangat waspada dan berhati-hati ketika
beramal Ibadah. Seorang tidak begitu saja melakukan
rukhsoh, akan tetapi sangat berhati-hati melaksanakan
ibadah. Diantaranya sikap hati-hati itu adalah bersifat wara.
Dengan demikian mengamalkan ilmu tarekat sama dengan
menghindari segala macam yang mubah.19
Artinya:
10
Apa yang digambarkan tadi merupakan tarekat dalam
pengertian sebuah perjalanan spiritual, yang disebut juga
Suluk. Tetapi ada Tarekat dalam pengertian yang lain yakni
sebagai kelompok persaudaraan atau ordo spiritual.
Pengertian ini yang sebenarnya lebih dikenal dikalangan luas,
seperti tarekat Syadziliyah, Qodiriah, Naqsabandiyah, dan
sebagainya.tarekat dalam pengertian ini yaitu tentang
metode spiritual dan peranan sang guru (Mursyid). Seorang
mursyid akan mengajak para muridnya untuk melakukan
perjalanan spiritual bersama melalui zikir menuju Tuhan,
dengan cara seperti yang dialami dan dikuasai oleh sang
Mursyid. Metode ini harus diikuti dengan disiplin yang tinggi
dan penuh dengan ketaatan kepada petunjuk sang Mursyid.22
3. Hakikat
11
Para sufi menyebut diri mreka ahl al haqiqah. Penyebutan
ini mencerminkan obsesi mw=ereka terhadap kebenaran yg
hakiki. Karena itu, mudah dipahami kalau mreka menyebut
Tuhan dengan al-haqq, seperti yang tercermin dalam
ungkapan al Hallaj, ana al Haqq. Obsesi penafsiran mereka
terhadap formula la ilaha illa Allah yg mreka artikan tidak
ada realitas yg sejati kecuali Allah.25
12
bahtera kehidupan manusia berlayar. Inilah tujuan akhir sang
sufi mengorientasikan seluruh eksitensinya.27
4. Makrifat
13
Apabila dihubungkan dengan pengalaman tasawwuf,
maka istilah marifah di sini berarti mengenal Allah ketika Sufi
mencapai suatu maqam dalam tasawuf. pada tingkat ini sang
sufi telah mencapai tujuan pokoknya yakni: mengenal Allah
yang sebenar-benarnya.31
Artinya:
14
b. Asy-Syekh Muhammad Dahlan Al-Kadiriy
mengemukakan pendpt Abuth Thayyib A-Samiriy yg
mengatakan:
Artinya:
Artinya:
Tingkatan Makrifat34
15
Pengertiannya mereka dalam keadaan mencari
kebenaran dengan jalan akal pikiran. Misalnya kita kenal
Udin SH salah seorang ahli hukum, karena Udin memakai
gelar SH. Gelar SH ini memberikan keyakinan kita dengan
pandangan ilmu, bahwa Udin adalah ahli hukum
(meskipun belum dilihat bukti dengan kasat mata)
16
telah membaca buku karangannya tentang ilmu hukum.
Dengan jalan ini keyakinan kita menjdi lebih kuat, karena
terdukung dengan pandangan lahiriyah maupun
pandangan bathiniyah bahwa Udin SH adalah ahli hukum.
17
Jelasnya kita telah melihat dengan mata telanjang bahwa
Udin, memang ahli hukum karena tulisannya itu.
18
Agar seorang sufi benar-benar dapat mencapai tujuan utama
tasawuf, maka harus menempuh langkah-langkah dalam
bertasawuf. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
tasawuf adalah syariat, thoriqoh.Haqiqat, dan marifat. Syariat
tidak bias ditinggalkan oleh kaum mutasawwifin. Karena syariat
adalah unsure pokok bagi unsur-unsur berikutnya. Antara
syariat, thoriqot, haqiqot, dan marifat harus selalu berhubungan
erat dan saling melengkapi. Dan tarekat tanpa syariat jelas
batal. Sebagaimana dikemukakan sendiri oleh kaum
mutasawwifin dalam pandangan mereka:35
sesungguhnya hakikat tanpa syariat adalah batal, syariat
tanpa hakikat adalah tiaa berarti
Imam Ghozali mengatakan:
:
orang yang mengatakan bahwa hakikat berlawanan dengan
syariat, dan batin (agama) bertentangan dengan bagian lahir,
berrti ia lebih dekat pada kekufuran
Syariat ibarat kapal, yakni sebagai instrument mencapai
tujuan.Tarekat ibarat lautan, yakni sebagai wadah yang
mengantar ke tempat tujuan. Hakikat ibarat mutiara yag sangat
berharga dan banyak manfaatnya. Untuk mencari mutiara
hakikat, manusia harus mengarungi lautan dengan ombak dan
gelombang yang dahsyat. Sedangkan untuk mengarungi lautan
itu, tidak ada jalan lain kecuali dengan kapal.36
Ilmu tasawuf menerangkan bahwa syariat itu hanyalah
peraturan belaka, taekatlah yang merupakan perbuatan untuk
melakukan syariat itu. Apabila syariat dan tarekat itu sudah
dikuasai, maka lahirlah hakikat yang tidak lain daripada
perbaikan keadaan dan ahwal, sedang tujuan ialah makrifat
19
yaitu mengenal tuhan dan mencintainya yang sebenar-benarnya
dan sebaik-baiknya. Nabi Muhammad saw bersabda, syariat itu
perkataanku, tarekat itu perbuatanku dan hakekat itu ialah
kelakuanku.37
F. Penutup
G. Daftar Pustaka
20
Kartanegara, Mulyadi. 2006. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta:
Erlangga
21