Anda di halaman 1dari 10

Shalat Tahiyatul Masjid

Tahiyyatul Masjid adalah shalat yang dilakukan sebanyak dua


Roka'at, dan dikerjakan oleh seseorang ketika masuk ke masjid.
Adapun hukumnya termasuk sunnah berdasarkan konsensus
karena hal itu merupakan hak setiap orang yang akan masuk ke
masjid
By Lilik Ibadurohman 9 November 2013
8 13094 9

Shalat tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap saat, ketika


seseorang masuk masjid danbermaksud duduk di dalamnya. Ini
merupakan pendapat Imam Asy-Syafii & Ahmad bin Hambal,
yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz, & Ibnu Al-Utsaimin
rahimahumullah.
Dalam hadis yang diriwayatkanoleh Abu
Qatadah radhiyallahu anhu. Rasulullah shallallahu
alaihiwasallam bersabda,

Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia
shalat dua rakaat sebelum dia duduk. (HR. Al-Bukhari no. 537 &
Muslim no. 714)
Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu berkata,

: . ,


: !
Artinya,Sulaik Al-Ghathafani datang pada hari Jumat, sementara
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedang berkhutbah, dia
pun duduk. Maka beliau langsung bertanya padanya, Wahai
Sulaik, bangun dan shalatlah dua rakaat, kerjakanlah dengan
ringan. Kemudian beliau bersabda, Jika salah seorang dari
kalian datang pada hari Jumat, sedangkan imam sedang
berkhutbah, maka hendaklah dia shalat dua rakaat, dan
hendaknya dia mengerjakannya dengan ringan. (HR. Al-Bukhari
no. 49 dan Muslim no. 875)

Para ulama sepakat tentang disyariatkannya shalat 2 rakaat bagi


siapa saja yang masuk masjid & mau duduk di dalamnya. Hanya
saja mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya. Mayoritas
ulama berpendapat shalat Tahiyatul Masjid adalah sunnah &
sebagian berpendapat wajib. Yang jelas tidak sepantasnya
seorang muslim meninggalkan syariat ini.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat tahiyatul masjid
adalah sunnah karena ada indikasi lain yang menyoal pada status
hukum sunnah dan tidak wajib. Di antaranya,
Pertama, hadis Abdullah bin Busr,
:
:

Artinya,Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang melangkahi


pundak-pundak manusia sedangkan Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam berkhutbah, maka beliau berkata,Duduklah, sungguh
engkau telah menyakiti mereka. (Shahih, HR Abu Dawud (1118),
di shahihkan oleh Syeikh Al-Albani)
Kedua, hadis Thalhah bin Ubaidullah radhiyallahu Anhu, beliau
berkata,






Artinya, Seorang laki-laki dari penduduk Nejd yang rambutnya
berdiri datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
kami mendengar gumaman suaranya, namun kami tidak dapat
memahami sesuatu yang dia ucapkan hingga dia dekat dari
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ternyata dia bertanya
tentang Islam. Maka Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam menjawab,Islam adalah shalat lima waktu siang dan
malam. Dia bertanya lagi,Apakah saya masih mempunyai
kewajiban selain-Nya? Beliau menjawab, Tidak, kecuali kamu
melakukan shalat sunnah. (HR. Bukhari (46), Muslim (11/76))
Ketiga, hadis AbuWaqid Al Laitsi radhiyallahu
Anhu, beliau berkata,













Artinya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika sedang
duduk bermajelis di Masjid bersama para sahabat datanglah tiga
orang. Yang dua orang menghadap Nabi shallallahu alaihi
wasallam dan yang seorang lagi pergi, yang dua orang terus
duduk bersama Nabishallallahu alaihi wasallam dimana satu
diantaranya nampak berbahagia bermajelis bersama
Nabi shallallahu alaihi wasallam (di depan), sedang yang kedua
duduk di belakang mereka, sedang yang ketiga berbalik pergi,
Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam selesai bermajelis,
Beliau bersabda: Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga
orang tadi?Adapun salah seorang diantara mereka, dia meminta
perlindungan kepada Allah, maka Allah lindungi dia. Yang kedua,
dia malu kepada Allah, maka Allah pun malu kepadanya.
Sedangkan yang ketiga berpaling dari Allah maka Allah pun
berpaling darinya.(HR. Bukhari (66) Muslim(2176))
Pengertian Shalat Tahiyatul Masjid

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, Tahiyyatul Masjid adalah shalat


yang dilakukan sebanyak dua Rokaat, dan dikerjakan oleh
seseorang ketika masuk ke masjid. Adapun hukumnya termasuk
sunnah berdasarkan konsensus karena hal itu merupakan hak
setiap orang yang akan masuk ke masjid, sebagaimana dalil-dalil
yang telah disebutkan. (Fathul Bari: 2/407)
Siapa Yang Dikecualikan Untuk Tidak Mengerjakan Shalat
Tahiyatul Masjid?

Ibnu Hajar juga berkata, Dikecualikan bagi khotib masjid, yang


akan masuk ke masjid untuk shalat, dan berkhutbah di hari
jumat, maka seorang khotib tidak perlu melakukan shalat
Tahiyatul Masjid. Dikecualikan juga bagi pengurus masjid, karena
ia diberi amanah untuk senantiasa keluar masuk masjid, jika
setiap keluar masuk di perintahkan untuk shalat tahiyatul masjid,
tentu hal itu akan memberatkan baginya. Sebagaimana pula tidak
disunnahkan bagi seseorang yang masuk ke masjid sedangkan
imam telah menegakkan shalat fardhu atau telah selesai

dikumandangkan iqamat, karena sesungguhnya shalat fardhu


telah cukup walaupun tidak shalat tahiyatul Masjid. (Subulus
Salam: 1/320)
Namun sebagian Ulama berpendapat disunnahkan melakukan
tahiyatul Masjid setiap kali masuk ke Masjid. Hal ini sebagaimana
pendapat imam Nawawi, dan ini pendapat yang dipilih oleh ibnu
Taimiyyah, dan Ahmad bin Hambal. (Al-Majmu: 4/75)
Imam Syaukani rahimahullah berpendapat, Bahwa shalat
Tahiyatul Masjid disyariatkan, meskipun berkali-kali masuk ke
masjid, sebagaimana secara ekplisit dinyatakan dalam
hadits. (Nailul Authar: 3/70)
Tahiyatul masjid tergolong sebagai penghormatan terhadap
masjid. Hal itu sepadan denganungkapan salam ketika masuk ke
suatu tempat, sebagaimana seorang yang memberi salam kepada
sahabatnya ketika bertemu.
An-Nawawi rahimahullah berkata, Sebagian yang lain
mengilustrasikan dengan memberi salam kepada pemilik masjid
(Allah subhanahu wataala). Karena maksud dilakukannya
tahiyatul masjid adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan
kepada masjid, sebab seseorang yang masuk ke rumah orang
lain, yang diberi salam adalah pemiliknya bukan rumahnya.
(Hasyiyah Ibnul Qasim: 2/252)
Beberapa Masalah/Hukum Yang Berkaitan Dengan Shalat
Tahiyatul Masjid
Masalah Pertama:

Disyariatkannya untuk shalat Tahiyatul Masjid di setiap waktu


(tidak ada waktu yang terlarang), karena ia termasuk shalat yang
berkaitan dengan sebab (yaitu karena masuk ke masjid). Inilah
pendapat yang dipilih oleh Syeikhul islam ibnu Thaimiyyah,
majduddin Abul Barakat, Ibnul Jauzi, dan yang lain. (Al-inshof :
2/802, Al-Muharrar : 1/86, Nailul Authar : 3/62, Fatawa li ibni
Thaimiyyah : 23/219)

Pendapat ini juga dipilih oleh Syeikh Muhammad bin Utsaimin


(Syarah Mumthi (4/179)) dan juga Syeikh Ibnu Baz dalam kitab
fatawa.
Masalahan Kedua:

Waktu/pelaksanaan shalat Tahiyatul Masjid adalah ketika masuk


ke masjid dan sebelum duduk. Adapun jika ia sengaja duduk,
maka tidak di syariatkan untuk mengerjakan shalat tahiyatul
masjid. Hal itu dikarenakan telah kehilangan kesempatan (yaitu
ketika masuk masjid dan sebelum duduk). (Ahkam Tahiyatul
Masjid, 5)
Masalah Ketiga:

Adapun jikalau ia masuk masjid dan langsung duduk karena tidak


tahu atau lupa dan belum mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid,
maka ia tetap disyariatkan untuk mengerjakan shalat tahiyatul
masjid, karena orang yang diberi uzur (karena lupa atau tidak
tahu) tidak hilang kesempatan untuk megerjakan shalat tahiyatul
masjid, dengan syarat jarak antara duduk dengan waktunya tidak
terlalu lama. (Fathul Bari, 2/408)
Masalah Keempat:

Apabila ada orang yang masuk ke Masjid sedangkan azan


dikumandangkan, maka yang sesuai syariat adalah menjawab
adzan dan menunda sebentar untuk shalat Tahiyatul Masjid,
karena saat itu menjawab adzan lebih penting. Kecuali kalau ia
masuk ke masjid pada hari jumat, sedangkan adzan untuk
khutbah tengah dikumandangkan, maka dalam kondisi seperti ini
mendahulukan shalat tahiyatul masjid daripada menjawab azan
(agar bisa mendengarkan khutbah). Karena mendengarkan
khutbah lebih penting. (Al-Inshaf, 1/427)
Masalah Kelima:

Apabila ada orang yang masuk ke masjid sedangkan imam saat


itu sedang berkhutbah, maka tetap disunnahkan untuk
mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid, dan hendaknya
meringankannya/mempercepatnya (Al-Fatawa li Ibni
Taimiyyah, 23/219). Hal ini sebagaimana dalam hadits
Nabi, Maka janganlah ia duduk kecuali telah mengerjakan dua

rakaat (HR Bukhari (1163) dan Muslim (714)). Begitu pula dalam
hadits yang lain,Hendaklah ia kerjakan dua rakaat, dan
hendaklah meringankanya. (HR Bukhari (931), Muslim (875)).
Jika seorang khatib hampir selesai khutbah, dan menurut dugaan
kuat jika ia mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid akan ketinggalan
shalat wajib (shalat jumat), maka hendaknya ia berdiri untuk
mengerjakan shalat jumat, dan setelah selesai shalat Jumat
hendaknya ia jangan sampai langsung duduk tanpa mengerjakan
shalat tahiyatul masjid.
Masalah Keenam:

Penghormatan di Masjidil Haram adalah Thawaf, hal ini


sebagaimana dikemukakan Jumhur Fuqaha. Imam Nawawi
berkata, Shalat Tahiyyatul Masjidil untuk Masjidil Haram adalah
Thawaf, yang dikhususkan bagi pendatang. Adapun orang yang
Muqim/menetap disitu maka hukumnya sama seperti masjidmasjid yang lain (yaitu disunnahkan shalat Tahiyatul Masjid)
(Fathul Bari: 2/412)
Namun sebagai catatan, hadits yang dijadikan rujukan dalam
masalah ini adalah hadits yang tidak shahih/benar. Bahkan tidak
ada asalnya dari Nabi. Lafaz hadits tersebut adalah:

Tahiyat bagi Al-Bait (Kabah) adalah thawaf, (Lihat AdhDhaifah no. 1012 karya Al-Albani rahimahullah-),
Jadi kesimpulannya shalat Tahiyatul Masjid berlaku untuk semua
masjid, termasuk masjidil haram. Sehingga orang yang masuk
masjidil haram tetap dianjurkan baginya untuk melakukan
tahiyatul masjid jika dia ingin duduk.
Masalah Ketujuh:

Shalat qabliyah dapat menggantikan tahiyatul masjid, karena


maksud dari shalat tahiyatul masjid adalah agar orang yang
masuk masjid memulai dengan shalat, sedangkan ia telah
melaksanakan shalat sunnah rawatib. Jika ia berniat shalat
sunnah rawatib sekaligus shalat tahiyatul masjid atau berniat
shalat fardhu maka ia telah mendapat pahala secara
bersamaan. (Kasyful Qana: 1/423)

Masalah Kedelapan:

Adapun seorang imam, maka cukup baginya untuk mendirikan


shalat fardhu tanpa shalat Tahiyatul Masjid. Hal itu dikarenakan
imam datang di akhir dan kedatangannya dijadikan sebagai tanda
untuk mengumandangkan iqamat. (Subulus Salam: 1329)
Adapun jikalau imam telah datang sejak awal waktu, maka tetap
disyariatkan bagi imam untuk mengerjakan shalat Tahiyatul
Masjid, sebagaimana makmum. Hal itu sebagaimana keumuman
dalil, Jika salah seorang dari kalian masuk ke Masjid, maka
janganlah duduk sehingga ia shalat dua rakaat terlebih
dahulu. (HR Bukhari (444), Muslim (764))
Mengenai shalat di tanah lapang (seperti shalat ied, istisqa),
maka tidak disyariatkan untuk mengerjakan shalat Tahiyatul
Masjid, (Al-Fawakihul Adidah : 1/99)
Namun sebagian ulama ada yang membolehkan shalat tahiyatul
Masjid di tanah lapang karena di tinjau dari segi hukumnya sama
seperti shalat berjamaah di dalam masjid. (Al-inshaf: 1/246).
Namun yang lebih rajih insya Allah pendapat yang pertama,
karena berbeda dari sisi tempatnya dan juga dzahirnya
hadits : Jika salah seorang dari kalian masuk ke Masjid. (HR
Bukhari dan Muslim)
Masalah Kesembilan:

Tidak dipungkiri bahwa shalat tahiyatul masjid berlaku utk siapa


saja, laki-laki & perempuan yang hendak melakukan shalat
berjamaah di masjid. Hanya saja para ulama mengecualikan
darinya khatib Jumat, dimana tak ada satupun dalil yang
menunjukkan bahwa Nabi shallallahu Alaihi wassalam- shalat
tahiyatul masjid sebelum beliau khutbah. Akan tetapi beliau
datang & langsung naik ke mimbar (Al-Majmu: 4/448).
Hikmah dari Shalat Tahiyatul Masjid

Hikmah dari mengerjakan Shalat Tahiyatul Masjid adalah sebagai


penghormatan terhadap Masjid, sebagaimana seseorang masuk
ke rumahnya dengan mengawali ucapan salam, dan juga
sebagaimana seseorang yang mengucapkan salam kepada
sahabatnya disaat keduanya bertemu.

Semoga Allah memberi pertolongan kepada kita agar kita


senantiasa dimudahkan dalam memahami agama Islam yang
benar, dan dimudahkan dalam mengamalkannya dan
mendakwahkannya.

Referensi:
Ahkam Tahiyyatul Masjid, karya Muhammad bin Shalih AlKhuzaim
Ahkam Tahiyatul Masjid fil Fiqh Islami, karya Adil Mubarok AlMuthirat

Penulis : Lilik Ibadurrohman


Morajaah: Ust. Muhsan Syarafudin, Lc, M.H.I

Masuk Masjid Ketika Adzan Jumat


Dikumandangkan
Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 00.02
Label: Fiqh

Tanya : Assalaamualaikum. Beberapa kali saya berangkat ke masjid untuk mengerjakan


shalat Jumat dan tiba di sana ketika adzan sedang dikumandangkan. Manakah yang
lebih utama bagi saya, berdiri mendengarkan dan menjawab adzan terlebih dahulu baru
mengerjakan shalat tahiyyatul-masjid ataukah langsung mengerjakan tahiyyatul masjid
dengan konsekuensi saya tidak kehilangan kesempatan menjawab adzan ?.
Jawab : Waalaikumus-salaam warahmatullaahi wabarakaatuh.

Yang lebih utama Anda lakukan adalah langsung mengerjakan shalat tahiyyatulmasjid[1] agar tidak kehilangan kesempatan mendengarkan khutbah Jumat. Hal itu
dikarenakan menjawab adzan hukumnya sunnah[2], sedangkan mendengarkan
khuthbah Jumat adalah wajib[3]. Yang wajib mesti didahulukan daripada yang
sunnah. Wallaahu alam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 13081434/22062013
00.15].

[1]

Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam pernah bersabda :








Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, hendaklah ia shalat dua rakaat sebelum duduk
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 444 & 1167, Muslim no. 714, Abu Daawud no. 467, dan yang
lainnya].

[2]

Inilah pendapat yang raajih dari dua pendapat yang beredar di kalangan ulama. Inilah pendapat
yang dipegang jumhur ulama.
Ulama Hanafiyyah dan sebagian Maalikiyyah berpendapat wajibnya mendengarkan dan menjawab
adzan dengan dalil :

"











" :









Dari Abu Saiid Al-Khudriy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda :
Apabila kalian mendengar adzan, maka katakanlah semisal apa yang dikatakan muadzdzin
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 611, Muslim no. 383, Abu Daawud no. 522, dan yang
lainnya].
Dalam hadits di atas ada perintah
mengkonsekuensikan kewajiban.

untuk

menjawab

adzan,

dan

perintah

asalnya

Juga atsar berikut :


" :








"
Dari Abdullah (bin Masuud), ia berkata : Termasuk kasarnya tabiat adalah engkau mendehgar
muadzdzin, namun engkau tidak mengatakan (menjawab) apa yang ia katakan [Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah 1/228 (2/384) no. 2383].
Pendalilan di atas dijawab sebagai berikut :
Perintah itu asalnya memang mengkonsekuensikan kewajiban selama tidak ada dalil yang
memalingkannya dari hukum asal tersebut (menjadi sunnah). Dan di sini, ada dalil yang
memalingkannya, yaitu :


" :
























:

















"

Dari Anas bin Maalik, ia berkata : Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam pernah hendak
menyerang satu daerah ketika terbit fajar. Beliau menunggu suara adzan, jika beliau mendengar
suara adzan maka beliau menahan diri. Namun jika beliau tidak mendengar, maka beliau

menyerang. Lalu beliau shallallaahu alaihi wa sallam pun mendengar seorang laki-laki berkata
(mengumandangkan adzan) : Allaahu akbar Allaahu akbar. Rasulullah shallallaahu alaihi wa
sallam bersabda : Di atas fithrah. Kemudian ia (muadzdzin) berkata : Asyhadu an laa ilaaha
illallaah, asyhadu an laa ilaaha illallaah. Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda : Ia keluar dari
api neraka. Lalu beliau shallallaahu alaihi wa sallam melihat siapakah laki-laki itu, dan ternyata ia
seorang penggembala kambing [Diriwayatkan oleh Muslim no. 382, At-Tirmidziy no. 1618, Abu
Daawud no. 2634, dan yang lainnya].
Dalam hadits ini, beliau shallallaahu alaihi wa sallam tidak menjawab dengan kalimat semisal yang
diucapkan muadzdzin.

.
Dari Tsalabah bin Abi Maalik Al-Quradhiy : Bahwasannya orang-orang (para shahabat dantaabiiin)
di jaman Umar bin Al-Khaththaab mengerjakan shalat sunnah hingga Umar keluar. Ketika Umar
keluar dan duduk di atas mimbar, muadzdzin mengumandangkan adzan. Tsalabah berkata : Kami
duduk dan berbincang-bincang. Apabila muadzdzin telah diam (selesai) dan Umar berdiri untuk
berkhuthbah, kami pun diam dan tidak ada seorang pun di antara kami yang berbicara
[Diriwayatkan oleh Maalik 1/446 no. 247; shahih].
Atsar ini menunjukkan bahwa para shahabat dan taabiiin dulu tidak menganggap mendengarkan
dan menjawab adzan sebagai kewajiban, karena mereka berbincang-bincang saat
dikumandangkannya adzan. Mereka baru berhenti saat adzan telah selesai dan khaathib mulai
berkhuthbah.
Adapun atsar Ibnu Masuud radliyallaahu anhu yang di atas adalah lemah karena keterputusan
antara Al-Musayyib bin Raafi dengan Ibnu Masuud radliyallaahu anhu [Jaamiut-Tahshiil no. 768].
[3]

Dalilnya adalah :
Allah taala berfirman :











Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang
agar kamu mendapat rahmat [QS. Al-Araaf : 204].









" :


















"
Dari Samurah bin Jundab : Bahwasannya Nabiyullah ashallallaahu alaihi wa sallam pernah
bersabda : Hadirilah adz-dzikr (khuthbah) dan mendekatlah kepada imam. Sesungguhnya ada
seorang laki-laki yang senantiasa menjauhkan diri darinya, hingga ia pun diakhirkan menuju surga
walaupun ia (ditakdirkan) memasukinya [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1108, Ahmad 5/10,
dan yang lainnya; hasan].
















:







Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, beliau bersabda : Apabila engkau
berkata kepada saudaramu : diamlah pada hari Jumat saat imam sedang berkhutbah, maka
engkau telah berbuat sia-sia [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 934, Muslim no. 851, Abu
Daawud no. 1112, dan yang lainnya].
Hadits
ini
menunjukkan
wajibnya
mendengarkannya.Wallaahu alam.

menghadiri

khuthbah

dan

diam

untuk

Anda mungkin juga menyukai