IMAN
Aqidah, Tauhid, Teologi.
(Abu Hanifah al-Asy’ari dan
Abu Mansur al-Maturidy)
1
I. SEJARAH PERKEMBANGAN NU
A. Defenisi
Secara bahasa NU berasal dari kata nahdlah dan ulama. Nahdlah artinya
kebangkitan dan ulama’ artinya orang-orang alim (berilmu). Jadi arti NU
secara bahasa adalah kebangkitan para ulama’. Secara istilah, NU adalah
organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang didirikan para ulama
yang didirikan oleh KH Hasyim asyari.
B. Sejarah NU
Nahdlatul Ulama’ didirikan di surabaya pada 31 Januari 1926 M (16
Rojab 1344 H)1. Awal berdirinya, terkait dengan arab saudi, yang mana
arab saudi di tahun 1924 dipimpin oleh kaum sunni (raja syarif husein),
yang dikalahkan oleh raja abdul aziz bin saud yang beraliran wahabi.
sehingga amaliyah dan kebijakan yang akan diberlakukan di arab saudi
adalah bernafaskan wahabi. Di Arab Saudi akan diadakan pertemuan
internasional yang ingin membahas tentang khilafah islamiyah, dan dalam
hal ini indonesia yang waktu itu diwakili oleh KH wahab hasbulah tidak
bisa masuk karena bukan atas nama perwakilan organisasi. Karena itulah,
agar mempunyai organisasi sebagai pendelegasi KH Wahab, dibentuklah
NU.
C. Kepengurusan NU
2
B. Misi
1) Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan
rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam
perbedaan.
2) Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai
dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa,
berbudi luhur, berpengetahuan luas.
3) Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta
kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan.
4) Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk
menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan
berkembangnya ekonomi rakyat.
5) Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
3
Madzhab al-Hanbali.
3. Bidang tashawwuf mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M)
dan Imam al-Ghazali.
Ketiga rumusan tersebut merujuk pada sendi utama dalam agama Islam itu,
yaitu Iman, Islam dan Ihsan. adapun rujukan dari 3 sendi islam tersebut
merujuk pada hadits nabi yang diriwayatkan imam muslim:
ِ Hَ بَ ْينَ َما نَحْ نُ ِع ْن َد َرسُوْ ِل هللاِ َذاتَ يَوْ ٍم اِ ْذ طَلَ َع َعلَ ْينَا َر ُج ٌل َش ِد ْي ُد بَي،ال
ِ اHHَاض الثِّيH
،ب ِ ع َْن ُع َم َر ْب ِن ْال َخطَّا
َ َب ق
ِهHْ ِه ِا َلى رُ ْك َب َتيHْ َن َد رُ ْك َب َتيHس ِا َلى النَّ ِب ِّي َفأَ ْس
َ َحتَّى َج َل، ٌدHهُ ِمنَّا َا َحHُعْرف
ِ ال َي َّ ُرH ِه اَ َثHْالي َُرى َع َلي
َ َف ِر َوHالس َ ،عْر ِ َش ِد ْي ُد َس َوا ِد ال َّش
هللا
ُ ال َّ َه ِاHال ِا َل
َ َه َد َا ْنHال ُم َا ْن ت َْشَ H َا ِإل ْس:هللا
ِ ُوْ لHال َر ُس َ َيا ُم َح َّم ُد َا ْخ ِبرْ ِنى ع َِن ْا ِإل ْس:ال
َ ال ِم ؟ َف َق َ ض َع َكفَّ ْي ِه َع َلى َف ِخ َذ ْي ِه َو َق
َ َو َو
. َص َد ْقت َ :ال َ َق.ال َ ضانَ َوتَحُجَّ ْال َبيْتَ ِا ِن ا ْس َت
ً طعْتَ ِا َل ْي ِه َس ِب ْي َّ ال َة َو ُت ْؤ ِت َي
َ الز َكا َة َو َتصُوْ َم َر َم َ َّهللا َو ُت ِق ْي َم الص
ِ َُو َا َّن ُم َح َّمدًا َرسُوْل
وْ ِمHHَلِ ِه َو ْاليHُس
ُ ِه َورHِ ِه َو ُكتُبHِالئِ َكت ِ ؤ ِمنَ ِباHْ َا ْن ُت:الH
َ هلل َو َم ِ أَ ْخ ِبرْ ِني ع َِن ْا ِإل ْي َمH َف:ال
َ ان ؟ َقH َ َف َع َج ْبنَا َل ُه َيسْأَ ُل ُه َوي:ال
َ َق.ُُص ِّد ُقه َ َق
َ َّ َد هللاَ َكأَنHُ اَ ْن تَ ْعب:ا َلHHَا ِن ؟ قHأ َ ْخبِرْ نِي َع ِن ْا ِإلحْ َسHHَ ف:ا َلHHَ ق. َص َد ْقت
ك َ : قَا َل،آلخ َر َوتُ ْؤ ِمنَ بِ ْالقَ ْد ِر َخي ِْر ِه َو َش ِّر ِه ِ ْا
تُ ائِ ُل ؟ قُ ْلHالس
َّ ْد ِري َم ِنHَ ثُ َّم قَا َل لِى يَا ُع َم ُر اَت،ت َملِيًّا ُ ق فَلَبِ ْث
َ َ ثُ َّم ا ْنطَل: قَا َل،َتَ َراهُ َواِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن تَ َراهُ فَإِنَّهُ يَ َراك
)9 : قَا َل فَإِنَّهُ ِجب ِْر ْي ُل اَتَا ُك ْم يُ َعلِّ ُم ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم (رواه مسلم،هللَا ُ َو َرسُوْ لُهُ اَ ْعلَ ُم
“Dari Umar bin al-Khaththab Z, berkata: “Pada suatu hari kami berkumpul
bersama Rasulullah T, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang bajunya sangat putih,
rambutnya sangat hitam. Tidak kelihatan tanda-tanda kalau dia melakukan
perjalanan jauh, dan tak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Laki-laki itu
kemudian duduk di hadapan Nabi T sambil menempelkan kedua lututnya pada
lutut Nabi T. Sedangkan kedua tangannya diletakkan di atas paha Nabi T.
Laki-laki itu bertanya, “Wahai Muhammad beritahukanlah aku tentang Islam”.
Rasulullah T menjawab, “Islam adalah kamu bersaksi tiada tuhan selain Allah
SWT dan Muhammad adalah utusan Allah SWT, mengerjakan shalat,
menunaikan zakat, puasa pada bulan ramadhan dan kamu haji ke Baitullah jika
kamu telah mampu melaksanakannya”. Laki-laki itu menjawab, “Kamu benar”.
Umar berkata, “Kami heran kepada laki-laki tersebut, ia bertanya tapi ia
sendiri yang membenarkannya”. Laki-laki itu bertanya lagi, “Beritahukanlah aku
tentang Iman”. Nabi T menjawab “Iman adalah engkau beriman kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat dan qadar (ketentuan)
Allah yang baik dan yang buruk”. Laki-laki itu menjawab, “Kamu benar”. Laki-
laki itu bertanya lagi, “Beritahukanlah aku tentang Ihsan.” Nabi T menjawab,
“Ihsan adalah kamu menyembah Allah SWT seolah-olah kamu melihat-Nya, jika
kamu tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Ia melihatmu”. Kemudian orang
itu pergi. Setelah itu aku (Umar) diam beberapa saat. Kemudian Rasulullah T
bertanya kepadaku, “Wahai Umar siapakah orang yang datang tadi?” Aku
menjawab, “Allah SWT dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Lalu Nabi T
bersabda, “Sesungguhnya laki-laki itu adalah Malaikat Jibril AS. Ia datang
4
kepadamu untuk mengajarkan agamamu”. (HR. Muslim: 9).
Dari ketiga sendi islam tersebut di breakdown menjadi sebagai berikut: Iman
memunculkan ilmu tauhid atau ilmu kalam. Islam (dalam pengertian yang
sempit) menghadirkan ilmu fiqh atau ilmu hukum Islam dan Ihsan melahirkan
ilmu tashawwuf atau ilmu akhlaq.
5
9. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas
dibidang pengembangan seni dan budaya.
10. Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama disingkat
LAZISNU, bertugas menghimpun, mengelola dan mentasharufkan zakat
dan shadaqah kepada mustahiqnya.
6
Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu
adalah:
َ Hال ِة أَ َش
ار َ Hالص
َّ َ ْي ٌء ِمنHهللا ِإ َذا َجا َء الرَّجُلُ َو َق ْد َفا َتهُ َش ِ ( َكانَ النَّاسُ َع َلى َع ْه ِد َرسُوْ ِل:ال َ من ب ِْن َأ ِب ْي َل ْي َلى َق
ِ ْع َْن َع ْب ِدالرَّح
صلَّى َ ال ِة ثُ َّم َجا َء َيوْ ًما ُم َعا ٌذ بْنُ َج َب ٍل َفأَ َشارُوْ ا ِإ َل ْي ِه َفد
َ َخَل َو َل ْم َي ْنت َِظرْ َما َقالُوْ ا َف َل َّما َ ص َ صلَّى َما َفا َتهُ ثُ َّم د
َّ َخَل ِفي ال َ ِإ َل ْي ِه النَّاسُ َف
َذاHا ٌذ َف َه َكHH َّن َل ُك ْم ُم َعH ْد َسH ( ِإنَّهُ َق:لH َ ال َله ُْم النَّ ِب ُّي « َس َّن َل ُك ْم ُم َعا ٌذ
ٍ Hو ِف ْي ِر َوا َي ِة َس ِّي ِدنَا ُم َعا ٍذ ب ِْن َج َب.» َ النَّ ِب ُّي َذ َكرُوْ ا َلهُ َذ ِلكَ َف َق
. وقد صححه الحافظ ابن دقيق العيد والحافظ ابن حزم، وغيرهم، وابن أبي شيبة، رواه أبو داود وأحمد.)َفاصْ َنعُوْ ا
7
“Abdurrahman bin Abi Laila berkata: “Pada masa Rasulullah , bila seseorang
datang terlambat beberapa rakaat mengikuti shalat berjamaah, maka orang-orang
yang lebih dulu datang akan memberi isyarat kepadanya tentang rakaat yang telah
dijalani, sehingga orang itu akan mengerjakan rakaat yang tertinggal itu terlebih
dahulu, kemudian masuk ke dalam shalat berjamaah bersama mereka. Pada suatu hari
Mu’adz bin Jabal datang terlambat, lalu orang-orang mengisyaratkan kepadanya tentang
jumlah rakaat shalat yang telah dilaksanakan, akan tetapi Mu’adz langsung masuk
dalam shalat berjamaah dan tidak menghiraukan isyarat mereka, namun setelah
Rasulullah selesai shalat, maka Mu’adz segera mengganti rakaat yang tertinggal
itu. Ternyata setelah Rasulullah selesai shalat, mereka melaporkan perbuatan
Mu’adz bin Jabal yang berbeda dengan kebiasaan mereka. Lalu beliau menjawab:
“Mu’adz telah memulai cara yang baik buat shalat kalian.” Dalam riwayat Mu’adz
bin Jabal, beliau bersabda; “Mu’adz telah memulai cara yang baik buat shalat
kalian. Begitulah cara shalat yang harus kalian kerjakan”. (HR. al-Imam Ahmad
(5/233), Abu Dawud, Ibn Abi Syaibah dan lain-lain. Hadits ini dinilai shahih oleh al-
Hafizh Ibn Daqiq al-‘Id dan al-Hafizh Ibn Hazm al-Andalusi).
الَ ِمHهُ فِي ْا ِإل ْسHَ ٍل َع ِم ْلتHأَرْ َجى َع َمHِ د ِّْثنِ ْي بH «يَا بِالَ ُل َح:صالَ ِة ْالفَجْ ِرَ ال لِبِالَ ٍل ِع ْن َد
َ َي هللاِ ق َّ َِوع َْن أَبِ ْي ه َُر ْي َرةَ أَ َّن نَب
ا َع ٍة ِم ْنHوْ رًا فِ ْي َسHHُطه َ ْطهَّرَ َت َع َمالً أَرْ َجى ِع ْن ِديْ ِم ْن أَنِّ ْي لَ ْم أَت ُ َما َع ِم ْل:ك فِي ْال َجنَّ ِة» قَا َل َ ُف نَ ْعلَ ْي
َّ ْت د ُ فَإِنِّ ْي َس ِمع
اHH َم:ا َلHَبَ ْقتَنِ ْي إِلَى ْال َجنَّ ِة؟ قH «بِ َم َس:ا َل لِبِالَ ٍلHَ ق: ٍةHَ َوفِ ْي ِر َواي.ب لِ ْيَ ِا ُكتHHوْ ِر َمHHُك الطَّه ُ صلَّي
َ ِْت بِ َذل ٍ َلَ ْي ٍل أَوْ نَه
َ َّار ِإال
َّ َْت أَ َّن هللِ َعل
َ َي َر ْك َعتَي ِْن فَق
ال النَّبِ ُّيHH ُ ت َو َرأَيُ ْأHHض ُّ ََث ق
َّ ط إِالَّ ت ََوHH َ َا أHHن َو َمHِ ْت َر ْك َعتَ ْي
ٌ دHHابَنِ ْي َحHHص ُ لَّيHHص ُّ َت ق
َ َّط إِالHH ُ أَ َّذ ْن
. رواه البخاري ومسلم.»َ«بِ ِه َما» أَيْ نِ ْلتَ تِ ْلكَ ْال َم ْن ِزلَة
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi bertanya kepada Bilal ketika shalat
fajar: “Hai Bilal, kebaikan apa yang paling engkau harapkan pahalanya dalam Islam,
karena aku telah mendengar suara kedua sandalmu di surga?”. Ia menjawab:
“Kebaikan yang paling aku harapkan pahalanya adalah aku belum pernah berwudhu’,
baik siang maupun malam, kecuali aku melanjutkannya dengan shalat sunat dua
rakaat yang aku tentukan waktunya.” Dalam riwayat lain, beliau berkata kepada
Bilal: “Dengan apa kamu mendahuluiku ke surga?” Ia menjawab: “Aku belum
pernah adzan kecuali aku shalat sunnat dua rakaat setelahnya. Dan aku belum
pernah hadats, kecuali aku berwudhu setelahnya dan harus aku teruskan dengan
shalat sunat dua rakaat karena Allah”. Nabi berkata: “Dengan dua kebaikan itu,
kamu meraih derajat itu”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
3. Hadits Ali bin Abi Thalib tentang membaca al-qur’an dengang suara keras/ lembut
صوْ ِت ِه ِإ َذا َق َرأَ َو َكانَ ُع َمرُ َيجْ َهرُ ِب ِق َرا َء ِت ِه َو َكانَ َع َّمارٌ ِإ َذا َق َرأَ َي ْأ ُخ ُذ ِم ْن َه ِذ ِه ُ َكانَ أَبُوْ َب ْك ٍر يُخَا ِف:ال
َ ت ِب َ َوع َْن َس ِّي ِدنَا َع ِلي َق
8
ِ ِإ ِّن ْي أُ ْس ِم ُع َم ْن أُن:ال
َ َاج ْي َو َق
ُ « ِل َم تَجْ َهر:ال ِل ُع َم َر َ ت؟» َق ُ « ِل َم تُخَا ِف:ال أِل َ ِب ْي َب ْك ٍر
َ السُّوْ َر ِة َو َه ِذ ِه السُوْ َر ِة َف ُذ ِكر َذ ِلكَ ِللنَّ ِب ِّي َف َق
َم ُع ِن ْيH أَت َْس:الH
َ وْ َر ِة؟» َقHالس ُ « ِل َم ت َْأ ُخ ُذ ِم ْن َه ِذ ِه السُّوْ َر َة َو َه ِذ ِه:ار ُ طانَ َوأُوْ ِق
َ ظ ْال َو ْس َنانَ َو َق
ٍ ال ِل َع َّم َ أُ ْف ِز ُع ال َّش ْي:ال
َ ِب ِق َرا َء ِتكَ؟» َق
َ ُ « َف ُك ُّله:ال
٢/٥٤٤ ( قال الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد، رواه أحمد.» ٌطيِّب َ ال ) ثُ َّم َق َ ْس ِم ْنهُ؟ َق
َ ( :ال ُ أَ ْخ ِل
َ ط ِب ِه َما َلي
. رجاله ثقات:)
“Sayidina Ali berkata: “Abu Bakar bila membaca al-Qur’an dengan suara
lirih. Sedangkan Umar dengan suara keras. Dan Ammar apabila membaca al-
Qur’an, mencampur surah ini dengan surah itu. Kemudian hal itu dilaporkan kepada
Nabi . Sehingga beliau bertanya kepada Abu Bakar: “Mengapa kamu membaca
dengan suara lirih?” Ia menjawab: “Allah dapat mendengar suaraku walaupun
lirih”. Lalu bertanya kepada Umar: “Mengapa kamu membaca dengan suara
keras?” Umar menjawab: “Aku mengusir syetan dan menghilangkan kantuk”. Lalu
beliau bertanya kepada Ammar: “Mengapa kamu mencampur surah ini dengan surah
itu?” Ammar menjawab: “Apakah engkau pernah mendengarku mencampurnya
dengan sesuatu yang bukan al-Qur’an?” Beliau menjawab: “Tidak”. Lalu beliau
bersabda: “Semuanya baik”. (HR. Ahmad).
“Umar berkata: “Seorang laki-laki datang pada saat shalat berjamaah didirikan.
Setelah sampai di shaf, laki-laki itu berkata: “Allahu akbar kabiran walhamdulillahi
katsiran wa subhanallahi bukratan wa ashila”. Setelah Nabi selesai shalat, beliau
bertanya: “Siapa yang mengucapkan kalimat tadi?” Laki-laki itu menjawab: “Saya,
ya Rasulullah. Demi Allah saya hanya bermaksud baik dengan kalimat itu”. Beliau
bersabda: “Sungguh aku telah melihat pintu-pintu langit terbuka menyambut kalimat
itu”. Ibn Umar berkata: “Aku belum pernah meninggalkannya sejak mendengarnya.”
(HR. Muslim).
“Rifa’ah bin Rafi’ berkata: “Suatu ketika kami shalat bersama Nabi . Ketika
beliau bangun dari ruku’, beliau berkata: “sami’allahu liman hamidah”. Lalu
9
seorang laki-laki di belakangnya berkata: “rabbana walakalhamdu hamdan katsiran
thayyiban mubarakan fih”. Setelah selesai shalat, beliau bertanya: “Siapa yang
membaca kalimat tadi?” Laki-laki itu menjawab: “Saya”. Beliau bersabda: “Aku
telah melihat lebih 30 malaikat berebutan menulis pahalanya”. (HR. al-Bukhari).
7. Shalat Tarawih
“Abdurrahman bin Abd al-Qari berkata: “Suatu malam di bulan Ramadhan aku
pergi ke masjid bersama Umar bin al-Khaththab. Ternyata orang-orang di masjid
berpencar-pencar dalam sekian kelompok. Ada yang shalat sendirian. Ada juga yang
10
shalat menjadi imam beberapa orang. Lalu Umar berkata: “Aku berpendapat,
andaikan mereka aku kumpulkan dalam satu imam, tentu akan lebih baik”. Lalu
beliau mengumpulkan mereka pada Ubay bin Ka’ab. Malam berikutnya, aku ke
masjid lagi bersama Umar bin al-Khaththab, dan mereka melaksanakan shalat
bermakmum pada seorang imam. Menyaksikan hal itu, Umar berkata: “Sebaik-baik
bid’ah adalah ini. Tetapi menunaikan shalat di akhir malam, lebih baik daripada di
awal malam”. Pada waktu itu, orang-orang menunaikan tarawih di awal malam.”
(HR. al-Bukhari).
8. Adzan Jum’at
“Al-Sa’ib bin Yazid berkata: “Pada masa Rasulullah , Abu Bakar dan Umar
adzan Jum’at pertama dilakukan setelah imam duduk di atas mimbar. Kemudian
pada masa Utsman, dan masyarakat semakin banyak, maka beliau menambah adzan
ketiga di atas Zaura’, yaitu nama tempat di Pasar Madinah.” (HR. al-Bukhari).
اH َي:الُوْ اHب ِفي َيوْ ِم ِع ْي ٍد َف َسأَ َلهُ َقوْ ٌم ِم ْن أَصْ َحا ِب ِه َف َق ٍ طا ِل َ خَرجْ نَا َم َع َأ ِمي ِْر ْال ُم ْؤ ِم ِن ْينَ َع ِلي ب ِْن َأ ِب ْي َ ع َِن ْال َو ِل ْي ِد ب ِْن َس ِري ٍْع َق
َ :ال
- أَ ُلوْ ُهHا َسHأَ ُلوْ ا َك َمHوْ ٌم َف َسH ا َء َقH ْي ًئا ُث َّم َجHأَ ِمي َْر ْال ُم ْؤ ِم ِن ْينَ َما َتقُوْ لُ ِفي الصَّال ِة َيوْ َم ْال ِع ْي ِد َقب َْل الصَّال ِة َو َبعْ دَها؟ َف َل ْم َيرُ َّد َع َل ْي ِه ْم َش
َ Hاس ثُ َّم َن
زَلH َ َّب الن َ ط َ َا ثُ َّم خHخَم ًس ِ َّلَّى ِبالنHص
ْ ْبعًا َوHاس َف َكب ََّر َس َّ ا ِإ َلىHHا َر َّد َع َل ْي ِه ْم َف َل َّما ا ْن َت َه ْي َنHH َف َم- انُوْ ا َق ْب َله ُْمHHالَّ ِذ ْينَ َك
َ ال ِة َوHالص
ُّ أَ ْلتُ ُموْ ِن ْي ع َِنH َن َع َسHص
نَّ ِة؟ ِإ َّن النَّ ِب َّي َل ْمHالس ْ َْت أَ ْن أ
ُ يHَس َ ُّلوْ نَ ؟ َقHُص
َ ا عH َف َم:الH َ وْ ٌم يHال ِء َق َ ُ َيا َأ ِمي َْر ْال ُم ْؤ ِم ِن ْينَ َهؤ:ب َف َقالُوْ ا َ َف َر ِك
َ دًا ِإ َذاH َع َع ْبH ِة َم ْن َم َنHأَ ُكوْ نَ ِب َم ْن ِز َلHHُص ُّلوْ نَ َف
.لَّىHص َ ال َبعْ َدهَا َف َم ْن َشا َء َف َع َل َو َم ْن َشا َء ت ََركَ أَت ََروْ ِن ْي أَ ْم َن ُع َقوْ ًما ي
َ ُصلِّ َق ْب َل َها َو
َ ي
.)۲/٤٣٨( كما ذكره الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد،رواه البزار
“Al-Walid bin Sari’ berkata: “Pada suatu hari raya, kami keluar bersama Amirul
Mu’minin Ali bin Abi Thalib . Lalu beberapa orang dari sahabat beliau
menanyakannya tentang melakukan shalat sunat sebelum shalat ’id dan sesudahnya.
Tetapi beliau tidak menjawabnya. Lalu datang lagi beberapa orang yang menanyakan
hal yang sama pada beliau. Dan beliau pun tidak menjawabnya. Setelah kami tiba di
tempat shalat, beliau menjadi imam shalat dan bertakbir tujuh kali dan lima kali,
kemudian diteruskan dengan khutbah. Setelah turun dari mimbar, beliau menaiki
kendaraannya. Kemudian mereka bertanya: “Hai Amirul Mu’minin, mereka
melakukan shalat sunnah sesudah shalat ’id!” Beliau menjawab: “Apa yang akan aku
lakukan? Kalian bertanya kepadaku tentang sunnah, sesungguhnya Nabi belum
pernah melakukan shalat sunnah sebelum shalat ‘id dan sesudahnya. Tetapi siapa
11
yang mau melakukan, lakukanlah, dan siapa yang mau meninggalkan, tinggalkanlah.
Aku tidak akan menghalangi orang yang mau shalat, agar tidak termasuk “orang yang
melarang seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat”. (HR. al-Imam al-Bazzar
dalam al-Musnad. (Lihat: al-Hafizh al-Haitsami, Majma’ al-Zawaid (2/438).
Al-Imam Ahmad bin Hanbal termasuk ulama mujtahid yang mengakui bid’ah
hasanah. Di antara bid’ah hasanah al-Imam Ahmad bin Hanbal adalah mendoakan
gurunya dalam shalat sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Baihaqi berikut
ini:
Al-Qur’an al-Karim menganjurkan kita agar selalu mendoakan anak cucu kita,
kendatipun mereka belum lahir. Dalam al-Qur’an dikisahkan tentang Nabi Ibrahim
yang mendoakan anak cucunya yang masih belum lahir:
)١٢٨ : (البقرة.ََربَّنَا َواجْ َع ْلنَا ُم ْس ِل َمي ِْن َلكَ َو ِم ْن ُذرِّ يَّ ِتنَا أُ َّم ًة ُم ْس ِل َم ًة َلك
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada
Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada
Engkau.” (QS. al-Baqarah : 128).
12
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan
kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang
yang bertakwa.” (QS. al-Furqan : 74).
Di sisi lain, Nabi juga mendoakan janin sebagian sahabat beliau. Sebagaimana
diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih berikut ini:
“Anas bin Malik berkata: “Abu Tholhah memiliki seorang anak laki-laki yang
sedang sakit. Kemudian ia pergi meninggalkan keluarganya. Kemudian anak kecil
itu meninggal dunia. Setelah Abu Tholhah pulang, beliau bertanya kepada isterinya,
Ummu Sulaim, “Bagaimana keadaan anak kita?” Ummu Sulaim menjawab, “Dia
sekarang dalam kondisi tenang sekali.” Kemudian Ummu Sulaim menyiapkan
makanan malam, sehingga Abu Tholhah pun makan malam. Selesai makan malam,
keduanya melakukan hubungan layaknya suami isteri. Setelah selesai, Ummu Sulaim
menyuruh orang-orang agar mengubur anak laki-lakinya itu. Pagi harinya, Abu
Tholhah mendatangi Rasulullah dan menceritakan kejadian malam harinya. Nabi
bertanya, “Tadi malam kalian tidur bersama?” Abu Tholhah menjawab, “Ya.” Lalu
Nabi berdoa, “Ya Allah, berkahilah keduanya.” Lalu Ummu Sulaim melahirkan
anak laki-laki.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
“Imam al-Khallal berkata, “Kami menerima kabar dari Muhammad bin Ali bin
Bahar, berkata, “Aku mendengar Husnu, Ibu yang melahirkan anak-anak al-Imam
13
Ahmad bin Hanbal, berkata, “Aku berkata kepada tuanku (Ahmad bin Hanbal),
“Tuanku, bagaimana kalau gelang kaki satu-satunya milikku ini aku sedekahkan?”
Ahmad menjawab, “Kamu rela melepasnya?” Aku menjawab, “Ya.” Ahmad
berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberimu pertolongan untuk
melakukannya.” Husnu berkata, “Lalu gelang kaki itu aku serahkan kepada Abu al-
Hasan bin Shalih dan dijualnya seharga 8 dinar setengah. Lalu uang itu ia bagi-
bagikan kepada orang-orang pada saat kehamilanku. Setelah aku melahirkan
Hasan, tuanku memberi hadiah uang 1 Dirham kepada Karramah, wanita tua yang
menjadi pelayan kami.” (al-Imam Ibn al-Jauzi, Manaqib al-Imam Ahmad bin
Hanbal, hal. 406-407).
Mengiringi jenazah dengan bacaan tahlil adalah boleh, bahkan ada riwayat yang
menyebutkan bahwa hal tersebut dilakukan oleh Rasulullah berdasarkan hadits
berikut ini:
،اب َع َلى َقب ِْر ِه َ َفسَوَّ ْي ُت ِم ال ُّت َر،" ِإ َذا َماتَ َأ َح ٌد ِم ْن ِإ ْخ َوا ِن ُك ْم:ال َ هللا َق ِ الط َب َرا ِن ُّي ِفي ْال َك ِبي ِْر َوابْنُ َم ْن َد ْة ع َْن أبي ُأ َما َم َة عن َرس
ِ ُول َّ َو َأ ْخ َر َج
ْ
ُث َّم، دًاHاع ِ ت َِوي َقH َفإِ َّن ُه َي ْس، َةHَا ُفالنَ بن ُفالنH َي:ُ ُث َّم َي ُقول،ُسْم ُع ُه َوال ي ُِجيب ِ َف ْل َي ُق ْم َأ َح ُد ُك ْم َع َلى َرأ
َ َفإِ َّن ُه َي، َيا ُفالنَ بن ُفال َن َة:ْ ُث َّم ِل َي ُقل،س َقب ِْر ِه
َهH َها َد َة َأ ْن ال ِإ َلH خَرجْتَ عَ َل ْي ِه ِمنَ ال ُّد ْن َيا َش َ ْاذ ُكرْ َما:ْ َف ْل َي ُقل، َ َو َل ِك ْن ال ت َْشعُرُون،هللا ِ َأ:ُ َفإِ َّن ُه َي ُقول، َيا ُفالنَ بن ُفال َن َة:َُي ُقول
ُ َرْش ْدنَا َر ِح َمك
ُذHيرًا َي ْأ ُخHرًا َو َن ِكHإِ َّن ُم ْن َكH َف،اHرْآن ِإ َما ًم ِ ال ُقH ْ َو ِب، َو ِب ُم َح َّم ٍد َن ِب ً ّيا،سْالم ِدي ًنا
ِ اإل ِ َو ِب،هلل َر ً ّبا ِ َو َأ َّنكَ َر،ُ َو َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُد ُه َو َرسُو ُله،هللا
ِ ضيتَ ِبا ُ ِإال
،هللا
ِ ول َ Hا َر ُسH َي:ٌلHُال َرج َ َف َق،"يج ُه دُو َنه َُما َ هللا َح ِج ُ ِّ ُ ْ ْ َ ْ
ُ ُ َف َيكون،ُ انط ِل ْق بنا َما َنق ُع ُد ِعن َد َم ْن َق ْد لقنَ حُجَّ َته:ُ َو َيقول،اح ِب ِه ُ ِ ص ْ
َ اح ٌد ِمنه ُْما ِب َي ِد
ِ َو
14
َ َيا ُفالنَ بن َح،وَّاء
أحكام تمني الموت ص، (الشيخ محمد بن عبد الوهاب النجدي."وَّاء َ ف ُأ َّمهُ؟ َق
َ " َف َي ْن ُس ُب ُه ِإ َلى َح:ال ِ َفإِ ْن َل ْم َي
ْ عْر
.)١٩
Di kalangan masyarakat kita ada tradisi, ketika ada orang meninggal, maka pihak
keluarga mengadakan selamatan selama 7 hari, yang dihadiri para tetangga, kerabat
dan handai taulan dengan ritual bacaan tahlilan yang pahalanya dihadiahkan kepada
orang yang meninggal itu. Selamatan tersebut dilakukan pula pada ke-40, 100 dan
1000 harinya. Lalu diadakan setiap tahunnya yang diistilahkan dengan haul.
Berkaitan dengan tradisi selamatan selama 7 hari, ada atsar (riwayat) dari ulama salaf
berikut ini:
د فيHH (رواه اإلمام أحم.ُوْر ِه ْم َس ْبعًا َف َكا ُنوْا َيسْ ت َِحبُّوْنَ َأ ْن ي ُْط َع َم عَ ْنه ُْم ِت ْلكَ ْا َأليَّا َم
ِ اووْسُ ِإ َّن ْال َموْ تَى ُي ْف َت ُنوْ نَ ِف ْي ُقبَ ال
ُ ط َ ع َْن ُس ْف َيانَ َق
َ ال َق
.)٥/٣٣٠ والحافظ الحجة ابن حجر في المطالب العالية،٤/١١ و اإلمام الحافظ أبو نعيم في حلية األولياء،الزهد
15
Nu’aim, dalam Hilyah al-Auliya juz 4, hal. 11 dan al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-
Mathalib al-‘Aliyah, juz 5, hal. 330).
Dalam masyarakat kita ada tradisi, ketika ada orang meninggal, maka pihak
keluarga menyiapkan hidangan makanan yang disuguhkan kepada para penta’ziyah.
Tradisi ini sesuai dengan atsar dari ulama salaf di atas. Juga sesuai dengan hadits
mauquf dari Sayyidina Umar berikut ini:
“Al-Ahnaf bin Qais berkata, “Aku pernah mendengar Umar berkata: “Apabila
seseorang dari suku Quraisy memasuki satu pintu, pasti orang lain akan mengikutinya.”
Aku tidak mengerti maksud perkataan ini, sampai akhirnya Umar ditikam, lalu beliau
berwasiat agar Shuhaib yang menjadi imam shalat selama tiga hari dan agar
menyuguhkan makanan pada orang-orang yang ta’ziyah. Setelah orang-orang pulang
dari mengantarkan jenazah (Umar ), ternyata hidangan makanan telah disiapkan,
tetapi mereka tidak jadi makan, karena duka cita yang tengah menyelimuti mereka.”
(HR. Ahmad bin Mani’ dalam al-Musnad dan al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-Mathalib
al-‘Aliyah, juz 5 hal. 328).
Ada tradisi di sebagian masyarakat kita, ketika ada keluarga meninggal dunia,
maka dibacakan tahlil (Laa ilaaha illallaah) sebanyak 70.000,- kali dan pahalanya
dihadiahkan kepada mayit agar terbebas dari siksa neraka. Hal tersebut diistilahkan
dengan tahlil fida’ atau tebusan. Hal demikian itu boleh dilakukan, sebagaimana
ditegaskan oleh Syaikh Ibn Taimiyah, panutan utama kaum Wahhabi, dalam Majmu’
al-Fatawa-nya berikut ini:
ِحيحٌ؟ أَ ْم اَل ؟ َوإِ َذاHص َ يث ٌ ِدHار" َح ِ َّت ِم ْن الن ِ ِّرا َءةً لِ ْل َميH ِ ِّ َع َّم ْن " هَلَّ َل َس ْب ِعينَ أَ ْلفَ َم َّر ٍة َوأَ ْهدَاهُ لِ ْل َمي:َو ُسئِ َل
َ Hَونُ بHHت يَ ُك
ْ َّل أَوH َا أَوْ أَقHHً ْبعُونَ أَ ْلفH َس: َذاH إ َذا هَلَّ َل اإْل ِ ْن َسانُ هَ َك:اب َ فَأ َ َج.ص ُل إلَ ْي ِه ثَ َوابُهُ أَ ْم اَل ؟ ِ ِّهَلَّ َل اإْل ِ ْن َسانُ َوأَ ْهدَاهُ إلَى ْال َمي
ِ َت ي
.)٢٤/٣٢٣ ، (مجموع فتاوى ابن تيمية. َوهللَا ُ َأ ْع َل ُم.ض ِعي ًفا َ ْس َه َذا َح ِدي ًثا
َ ص ِحيحًا َواَل َ هللا ِب َذ ِلكَ َو َلي ْ َو ُأ ْه ِد َي.أَ ْكثَ َر
ُ ت إ َل ْي ِه َن َف َع ُه
16
“Syaikh Ibn Taimiyah ditanya, tentang orang yang membaca tahlil 70.000,- kali
dan dihadiahkan kepada mayit, agar menjadi tebusan baginya dari neraka, apakah hal
itu hadits shahih atau tidak? Dan apabila seseorang membaca tahlil lalu dihadiahkan
kepada mayit, apakah pahalanya sampai atau tidak?” Beliau menjawab, “Apabila
seseorang membaca tahlil sekian; 70.000,- atau kurang, dan atau lebih, lalu
dihadiahkan kepada mayit, maka hadiah tersebut bermanfaat baginya, dan ini bukan
hadits shahih dan bukan hadits dha’if. Wallahu a’lam.” (Majmu’ Fatawa Ibn
Taimiyah, juz 24, hal. 323).
Seringkali kita jumpai, kaum Muslimin berziarah ke makam para wali maupun
makam orang tua, lalu membaca al-Qur’an di sisi makam yang dimaksud. Hal tersebut
boleh dan baik untuk dilakukan. Bahkam membaca al-Qur’an di kuburan termasuk
tradisi kaum salaf (sejak generasi sahabat). Al-Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah, murid
terdekat Syaikh Ibn Taimiyah dan salah satu panutan utama kaum Wahhabi sesudah Ibn
Taimiyah, berkata:
ر َأH
َ Hهللا ْبنَ ع َُم َر َأ َم َر َأ ْن ُي ْق
ِ ُرْوى َأ َّن َع ْب َد
َ ال َع ْب ُد ْال َح ِّق ي ِ وْصوْا َأ ْن ُي ْق َر َأ ِع ْن َد ُقب
َ ُوْر ِه ْم َو ْقتَ ال َّد ْف ِن َق َ ف َأ َّنه ُْم َأ
ِ َو َق ْد ُذ ِك َر ع َْن َج َما َع ٍة ِمنَ ال َّس َل
َّد َث ِن ْى َع ِلى ب ِْنHورَّا ُق َحH َ َد ْالHحْم
َ نُ بْنُ َأHر ِن ْي ْال َح َسH َ اللُ َو َأ ْخ َب َّ َال ْالخH
َ َق،رَّحْ َم ِنHُوْر ُة ْال َب َق َر ِة َو ِم َّم ْن َر َأى َذ ِلكَ ْال ُم َع َّلى بْنُ َع ْب ِد ال َ ِع ْن َد َقب ِْر ِه س
ٌ ِريْرH ض َ ٌس َرجُل َ ت َم َع َأحْ َم َد ب ِْن َح ْن َب ٍل َو ُم َح َّمد ب ِْن ُقدَا َم َة ْال َجوْ ه َِرىِّ ِف ْي َجنَازَ ٍة َف َل َّما ُد ِفنَ ْال َمي ُِّت َج َل ُ ال ُك ْن َ صدُوْقاً َق َ َُموْ َسى ْال َح َّدا ُد َو َكان
ِدHْا عَ بHا َأ َبHل َيH ٍ ال ُم َح َّم ُد ب ِْن ُقد ََام َة َألحْ َم ِد ب ِْن َح ْن َب َ خَرجْ نَا ِمنَ ْال َم َقا ِب ِر َق
َ ال َل ُه َأحْ َم ُد َيا َه َذا ِإ َّن ْال ِق َر َاء َة ِع ْن َد ْال َقب ِْر ِب ْدعَ ٌة َف َل َّما َ َي ْق َر ُأ ِع ْن َد ْال َقب ِْر َف َق
ِه َأ َّن ُهHْعَن َأ ِبي
ْ ج ِ ال َ رَّحْ َم ِن ب ِْن ْال َعH ِد الHْعَن عَ ب
َ ْال ِء ال َّلج ْ ٌرHال َن َع ْم َفأَ ْخ َب َر ِن ْي ُم َب ِّش
َ ال َك َتبْتَ عَ ْن ُه َش ْي ًئا َق َ ال ِث َق ٌة َق َ هللا َما َت ُقوْلُ ِف ْي ُم َب ِّش ٍر ْال َح َل ِب ِّي َق ِ
.لرَّجُل َي ْق َر ُأ
ِ ارْجعْ َو ُقلْ ِل ِ ال َل ُه َأحْ َم ُد َف َ ُوْص ْي ِب َذ ِلكَ َف َق
ِ عْت ا ْبنَ ُع َم َر ي ُ ال َس ِم َ وْصى ِإ َذا ُد ِفنَ َأ ْن ُي ْق َر َأ ِع ْن َد َر ْأ ِس ِه ِب َفا ِت َح ِة ْال َب َق َر ِة َوخَا ِت َم ِت َها َو َق َ َأ
ر ْال َخالَّ ُل َع ِنH َ ْأHHَال الَ ب
َ Hا َو َذ َكHHَس بِه َ َي َع ِن ْالقِ َرا َء ِة ِع ْن َد ْالقَب ِْر فَق
َّ ت ال َّشافِ ِع ُ اح ال َّز ْعفَ َرانِ ُّي َسأ َ ْل
ِ َصبَّ َوقَا َل ْال َح َسنُ بْنُ ال
، الروح، (ابن قيم الجوزية. َاختَلَفُوْ ا إِلَى قَب ِْر ِه يَ ْق َرءُوْ نَ ِع ْن َدهُ ْالقُرْ آن ْ ِّت ُ صا ُر إِ َذا َماتَ لَهُ ُم ْال َمي َ ت ْاألَ ْن
ِ َال َّش ْعبِ ِّي قَا َل َكان
.)١٨٧ -١٨٦ /ص
“Telah disebutkan dari sekelompok ulama salaf, bahwa mereka berwasiat agar
dibacakan al-Qur’an di sisi makam mereka ketika pemakaman. Imam Abdul Haqq
berkata, diriwayatkan dari Ibn Umar bahwa beliau berwasiat agar dibacakan surat al-
Baqarah di sisi makamnya. Di antara yang berpendapat demikian adalah al-Mu’alla bin
Abdurrahman. Al-Khallal berkata, “al-Hasan bin Ahmad al-Warraq mengabarkan
kepadaku, “Ali bin Musa al-Haddad mengabarkan kepadaku, dan dia seorang yang
dipercaya. Ia berkata, “Aku bersama Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Qudamah
al-Jauhari, ketika mengantar jenazah. Setelah mayit dimakamkan, seorang laki-laki tuna
netra membaca al-Qur’an di samping makam itu. Lalu Ahmad berkata kepadanya, “Hai
laki-laki, sesungguhnya membaca al-Qur’an di samping makam itu bid’ah.” Setelah
kami keluar dari makam, Muhammad bin Qudamah berkata kepada Ahmad bin Hanbal,
17
“Wahai Abu Abdillah, bagaimana pendapat Anda tentang Mubasysyir al-Halabi?” Ia
menjawab, “Dia perawi yang tsiqah (dapat dipercaya)”. Muhammad bin Qudamah
berkata, “Anda menulis riwayat darinya?” Ahmad menjawab, “Ya.” Muhammad bin
Qudamah berkata, “Mubasysyir mengabarkan kepadaku, dari Abdurrahman bin
al-‘Ala’ al-Lajlaj, dari ayahnya, bahwasanya ia berwasiat, apabila ia dimakamkan, agar
dibacakan permulaan dan penutup surat al-Baqarah di sebelah kepalanya. Ia berkata,
“Aku mendengar Ibn Umar berwasiat demikian.” Lalu Ahmad berkata kepada
Muhammad bin Qudamah, “Kembalilah, dan katakan kepada laki-laki tadi, agar
membaca al-Qur’an di samping makam itu.” Al-Hasan bin al-Shabah al-Za’farani
berkata, “Aku bertanya kepada al-Syafi’i tentang membaca al-Qur’an di samping
kuburan, lalu ia menjawab, tidak apa-apa.” Al-Khallal meriwayatkan dari al-Sya’bi
yang berkata, “Kaum Anshar apabila keluarga mereka ada yang meninggal, maka
mereka selalu mendatangi makamnya untuk membacakan al-Qur’an di sampingnya.”
(Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah, al-Ruh, hal. 186-187).
ٍ ت َأوْ خَ ْف
،ض َ َأوْ َر ْف ِع،ار
ٍ ْصو َ ْس ِف ْي َها َت ْق ِي ْي ُد ال ِّذ ْك ِر ِب َجه ٍْر َأوْ ِإ
ٍ سْر ِ ع ِع ْن َد َه َذا الس
َ َو َلي،ُّؤَال ِّ ت ْال ُقرْ َآ ِن َّي ِة ِع ْن َد ْا ِال
َ ط
ِ ال ِ حُص َر ِمنَ ْا َآل َيا
ِ َه َذا َما
رHذكر والجهHاع على الHالة االجتمH رس، (الشيخ محمد بن علي الشوكاني.ِّرُوْع َّي َة ْال ُكل ِ َفأَفاَ َد َذ ِلكَ َم ْش،َأوْ ِف ْي َج ْم ٍع َأوْ ِفي ا ْن ِف َرا ٍد
.)٥٩٤٥ / ص، ضمن كتاب الفتح الرباني من فتاوى اإلمام الشوكاني،به
“Ini adalah himpunan ayat-ayat al-Qur’an ketika melihat pertanyaan ini. Dalam
ayat-ayat tersebut tidak ada pembatasan dzikir dengan cara mengeraskan atau
memelankan, meninggikan atau merendahkan suara, bersama-sama atau sendirian.
Jadi ayat-ayat tersebut memberi pengertian anjuran dzikir dengan semua cara
tersebut.” (Syaikh al-Syaukani, Risalah al-Ijtima’ ‘ala al-Dzikr wa al-Jahr bihi, dalam
kitab beliau al-Fath al-Rabbani min Fatawa al-Imam al-Syaukani, hal. 5945).
Bahkan berkaitan dengan dzikir dengan cara mengeraskan suara setelah shalat
fardhu, ada hadits shahih berikut ini:
18
ِةHَ ِرفُ النَّاسُ ِم ْن ْال َم ْكتُوبHص ِ ْ أَ َّن َر ْف َع الصَّو،ُهللا َع ْنهُ َما أَ ْخبَ َره
َ ِّذ ْك ِر ِحينَ يَ ْنHت بِال ُ ض َي ِ س َر ٍ أَ َّن ا ْبنَ َعبَّا،عن أَبي َمعْ بَ ٍد
.) (رواه البخاري ومسلم.ُص َرفُوا ِب َذ ِلكَ ِإ َذا َس ِمعْ تُه َ ت أَ ْعلَ ُم إِ َذا ا ْن
ُ ُك ْن: س َ َ َوق، َكانَ َعلَى َع ْه ِد النَّ ِب ِّي
ٍ ال ابْنُ َعبَّا
Berkaitan dengan dzikir secara berjamaah, ada sekian banyak hadits yang
menganjurkannya, antara lain hadits berikut ini:
Tahlilan adalah tradisi ritual yang komposisi bacaannya terdiri dari beberapa ayat al-
Qur’an, tahlil, tasbih, tahmid, sholawat dan lain-lain. Bacaan tersebut dihadiahkan kepada
orang-orang yang telah wafat. Hal tersebut kadang dilakukan secara bersama-sama
(berjamaah) dan kadang pula dilakukan sendirian. Biasanya tahlilan ini dilakukan selama
7 hari dari meninggalnya seseorang, hari ke-40, 100, 1000, tiap malam Jum’at, acara haul
dan lain-lain. Komposisi bacaan tahlilan yang terdiri dari beragam dzikir ini telah
berlangsung sejak berabad-abad yang lalu. Syaikh Ibn Taimiyah al-Harrani, ulama
panutan utama kaum Wahhabi, pernah ditanya tentang ritual seperti tahlilan tersebut, dan
beliau membenarkan serta menganjur-kannya. Dalam hal ini Ibn Taimiyah berkata:
19
َونHرْآن َو َي ْخ َت ِت ُم ْ ونَ ِبHُ َه َذا ال ِّذ ْكرُ ِب ْد َع ٌة َو َجهْرُ ُك ْم ِفي ال ِّذ ْك ِر ِب ْد َع ٌة َوه ُْم َي ْف َت ِتح: جُل ُي ْن ِكرُ َع َلى َأ ْه ِل ال ِّذ ْك ِر َي ُقولُ َله ُْم
ِ ال ُقH ٍ ع َْن َر:َو ُس ِئ َل
َ H ُّلونَ عَ َلى ال َّن ِب ِّي ؟" َفأَ َجHُص
: اب َ َة َويHير َو ْال َحوْ َق َل
َ يل َوال َّت ْك ِب
َ حْمي َد َوال َّت ْه ِل
ِ يح َوال َّت ِ ُث َّم َي ْد ُعونَ ِل ْل ُمسْ ِل ِمينَ اأْل َحْ َي ِاء َواأْل َ ْم َوا
َ ت َو َيجْ َمعُونَ ال َّتسْ ِب
عَن ال َّن ِب ِّي
ْ يح ِ ِحHالصَّ ت َف ِفي ِ اHت ِفي اأْل َوْ َق
ِ ادَاHت َو ْال ِع َب
ِ اH ِل ْال ُقرُ َبHض
َ صا ِلحٌ َوه َُو ِم ْن َأ ْف ِ اع ِكتَا ِب ِه َوال ُّدع
َ ٌَاء َع َمل ِ ااِل جْ ِت َما ُع ِل ِذ ْك ِر
ِ هللا َواسْ ِت َم
ِهHيث َو ِفي َ ِدHر ْال َحHَ اج ِت ُك ْم ) َو َذ َك َ َذ ُكرُونHْ Hوْم َيH
َ Hادَوْا َه ُل ُّموا إ َلى َحHَهللا َتن ِ َ ي َِّاحينَ ِفي اأْلH ًة َسHهلل َماَل ِئ َك
ِ Hرُّوا ِب َقHH ِإ َذا َمHرْض َف َّ ( : الH
ِ إن َ Hَأ َّن ُه َق
ِ Hر َف ْي ال َّن َهH
ارH ِ وْرا ٍد َل ُه ِم ْن الصَّاَل ِة َأوْ ْال ِق َر َاء ِة َأوْ ال ِّذ ْك ِر َأوْ ال ُّدع
َ َاء
َ Hط َ ان َع َلى َأ َ َو َأ َّما ُم َحا َف...) ( َو َج ْدنَاه ُْم ُي َسبِّحُونَك َو َيحْ َمدُونَك
ِ ظ ُة اإْل ِ ْن َس
٢٢/٥٢٠ ، (مجموع فتاوى ابن تيمية.هللا َق ِدي ًما َو َح ِدي ًثا ِ هللا َوالصَّا ِل ِحينَ ِم ْن ِع َبا ِد ِ ُول ِ َف َه َذا ُس َّن ُة َرس: ََو ُز َل ًفا ِم ْن ال َّلي ِْل َو َغيْرُ َذ ِلك
.)
“Ibn Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli dzikir (berjamaah)
dengan berkata kepada mereka, “Dzikir kalian ini bid’ah, mengeraskan suara yang
kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan menutup dzikirnya dengan al-
Qur’an, lalu mendoakan kaum Muslimin yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa
haula wa laa quwwata illaa billaah) dan shalawat kepada Nabi .?” Lalu Ibn Taimiyah
menjawab: “Berjamaah dalam berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan berdoa adalah
amal shaleh, termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu.
Dalam Shahih al-Bukhari, Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki banyak
Malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dengan
sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil, “Silahkan
sampaikan hajat kalian”, lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan
mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu”… Adapun memelihara rutinitas aurad
(bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca al-Qur’an, berdzikir atau berdoa, setiap
pagi dan sore serta pada sebagian waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi
Rasulullah dan hamba-hamba Allah yang saleh, zaman dulu dan sekarang.” (Majmu’
Fatawa Ibn Taimiyah, juz 22, hal. 520).
20
Ada banyak hadits shahih yang menerangkan keutamaan surat Yasin, antara lain
hadits-hadits yang disebutkan oleh al-Imam Ibn Katsir, salah satu murid terbaik Syaikh
Ibn Taimiyah al-Harrani, dalam tafsirnya:
وHHظ أبHH رواه الحاف. إِ ْسنَا ٌد َجيِّ ٌد.ُ " َم ْن قَ َرأَ يس فِ ْي لَ ْيلَ ٍة أَصْ بَ َح َم ْغفُوْ رًا لَه: ِ قَا َل َرسُوْ ُل هللا:ُع َْن أَبِ ْي هُ َر ْي َرةَ يَقُوْ ل
.يعلى
. رواه اإلمام أحمد في المسند. "اِ ْق َر ُؤوْ هَا عَل َى َموْ تَا ُك ْم" يَ ْعنِ ْي يس: ِال َرسُوْ ُل هللا
َ َ ق:ار قَا َل
ٍ ع َْن َم ْعقِل ْب ِن يَ َس
“Ma’qil bin Yasar berkata, “Rasulullah bersabda, “Bacakanlah Yasin
kepada orang-orang kalian yang meninggal”. (HR. Ahmad).
Demikian sebagian hadits-hadits yang disebut oleh al-Imam Ibn Katsir dalam
tafsirnya. Setelah menyitir hadits-hadits shahih tersebut, al-Hafizh Ibn Katsir
kemudian berkata begini:
ُّ ت ِل َتن
ز ِلHَ ِ َد ْال َم ِّيHا ِع ْنHأَ َّن ِق َر َاء َت َهH َو َك.هللا
ُ َر ُهHال َي َّس َّ ي ٍْر ِإHعَس
ِ رH ٍ َد َأ ْمH َأ َّن َها َال ُت ْق َر ُأ ِع ْن:ُّوْر ِة
َ ص َه ِذ ِه الس َ ِم ْن:ال َبعْضُ ْال ُع َل َم ِاء
ِ خَصا ِئ َ َو ِل َه َذا َق
َانH َك:الH َ ْف َوانُ َقHص َ َح َّد َثنَا، َح َّد َثنَا َأبُو ْال ُم ِغي َْر ِة:هللا
ُ َر ِح َم ُه،ُال ْا ِإل َما ُم َأحْ َمد َ َق.هللا َأ ْع َل ُم
ُ َو،الرُّوْح
ِ ُ َو ِل َيسْ ه َُل َع َل ْي ِه ُخرُوْج،الرَّحْ َم ِة َو ْال َب َر َك ِة
ِ ع ْن َد ْال َم ِّي-يس
رآنHير القH تفس،قيHير الدمشHة ابن كثHظ الحجHام الحافH (اإلم. ت ُخ ِّففَ عَ ْن ُه ِب َها ِ َيعْ ِن ْي- ِإ َذا ُق ِرئ َْت: َْال َم ْش َيخَ ُة َي ُقوْ ُلوْن
.)٣٤٣ -١١/٣٤٢ ،العظيم
“Karena ini sebagian ulama berkata, di antara khasiat surat Yasin ini adalah,
bahwa apabila surat Yasin dibaca ketika menghadapi persoalan yang sulit, maka
Allah akan memudahkannya. Membaca surat Yasin di samping orang yang akan
meninggal seakan-akan bertujuan turunnya rahmat dan berkah serta memudahkan
keluarnya ruh orang tersebut. Wallahu a’lam. Imam Ahmad bin Hanbal berkata,
“Abu al-Mughirah mengabarkan kepada kami, Shafwan mengabarkan kepada kami,
ia (Shafwan) berkata, “Para guru selalu berkata, “Apabila surat Yasin dibaca di
samping orang yang meninggal, maka akan meringankan bebannya.” (Al-Hafizh Ibn
Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, juz 11, hal. 342-343).
21
Berkaitan dengan keutamaan surat Yasin ketika dibaca di samping makam
kaum Muslimin, Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah, murid terdekat Syaikh Ibn
Taimiyah, juga berkata:
َاء ِف ْيHوْر َة يس َف َج َ Hر ُأ ُسH ْ وْم ْال
َ جُم َع ِة َف َي ْق َ رُوْش َي ُقوْلُ َكانَ َرجُلٌ َي ِج ْي ُء ِإ َلى َقب ِْر ُأ ِّم ِه َي ِ ط ْ عْت َأ َبا َب ْك ِر ب ِْن ْا َأل
ُ ال َس ِم َ ع َِن ْال َح َس ِن ب ِْن ْال َه ْي َث ِم َق
ْ ُّوْر ِة َث َوابًا َفاجْ َع ْل ُه ِف ْي َأ ْه ِل َه ِذ ِه ْال َم َقا ِب ِر َف َل َّما َكانَ َيوْ ُم ْال
جُم َع ِة ا َّل ِت ْي َت ِل ْي َها َ ال الل ُه َّم ِإ ْن ُك ْنتَ َق َس ْمتَ ِل َه ِذ ِه الس َ عْض َأي َِّام ِه َف َق َر َأ س
َ ُوْر َة يس ُث َّم َق ِ َب
اHHَت َما َأجْ َل َسكَ ه ُ وْم َجا ِل َس ًة عَ َلى َش ِفي ِْر َقب ِْرهَا َف ُق ْل
ِ ت ِإ َّن ِب ْن ًتا ِل ْي َمات َْت َف َر َأ ْي ُت َها ِفي ال َّن
ْ ال َن َع ْم َقا َل َ ت َأ ْنتَ ُفالَنُ اب ِْن ُف
َ ال َن َة َق ْ ت ْام َر َأ ٌة َف َقا َل ْ اء َ َج
ِوHْا َأوْ نَحHHوْح َذ ِلكَ َأوْ ُغ ِف َر َل َن ِ صا َبنَا ِم ْن َر َ َُوْر َة يس َو َج َع َل َث َوا َب َها َأل ْه ِل ْال َم َقا ِب ِر َفأ َ ال َن َة َج َاء ِإ َلى َقب ِْر ُأ ِّم ِه َف َق َر َأ س
َ النَ اب ِْن ُف
َ ت ِإ َّن ُف ْ ُهنَا َف َقا َل
.)١٨٧ / ص، الروح، (الشيخ ابن قيم الجوزية.ََذ ِلك
“Dari al-Hasan bin al-Haitsam berkata, “Aku mendengar Abu Bakar bin al-
Athrusy berkata, “Ada seorang laki-laki yang rutin mendatangi makam ibunya dan
membaca surat Yasin. Pada suatu hari ia membaca surat Yasin di makam ibunya,
kemudian berkata, “Ya Allah, apabila Engkau berikan pahala bagi surat ini, maka
jadikanlah pahalanya bagi semua penghuni kuburan ini.” Pada hari Jumat berikutnya,
seorang wanita datang dan berkata kepada laki-laki itu, “Kamu fulan bin fulanah?” Ia
menjawab, “Ya.” Wanita itu berkata, “Aku punya anak perempuan yang telah
meninggal. Lalu aku bermimpi melihatnya duduk-duduk di pinggir makamnya. Aku
bertanya, “Kamu kok bisa duduk-duduk di sini?” Putriku menjawab, “Sesungguhnya
fulan bin fulanah datang ke makam ibunya. Ia membaca surat Yasin dan pahalanya
dihadiahkan kepada semua penghumi makam ini. Kami dapat bagian rahmatnya. Atau
kami diampuni dan semacamnya.” (Ibn Qayyim al-Jauziyyah, al-Ruh, hal. 187).
13. Tradisi Maulid Nabi
Setiap bulan Rabiul Awal tiba, mayoritas kaum Muslimin di berbagai belahan dunia
mengadakan upacara perayaan maulid Nabi . Dalam acara tersebut biasanya dibacakan
sirah dan biografi kehidupan Nabi , mulai kelahiran hingga wafatnya. Tidak jarang
acara maulid diadakan dengan mendatangkan pembicara dari luar. Setelah acara maulid
dilakukan dengan penuh khidmat, maka dilanjutkan dengan suguhan makanan yang
dihidangkan kepada para peserta. Tradisi maulid ini sangat baik untuk dilestarikan,
karena dapat menjadi sarana dakwah dalam menyampaikan sirah dan biografi Nabi
kepada umatnya. Pengetahuan sirah dan biografi Nabi , akan menambah cinta kepada
Nabi serta memperkuat keimanan kita kepada Nabi . Syaikh Ibn Taimiyah al-Harrani
menanggapi tradisi maulid ini dengan sangat positif. Dalam hal ini beliau berkata dalam
kitabnya, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim:
هللا
ُ لىَّ Hص
َ هللا
ِ وْل
ِ H ِه ِل َر ُسHَعْظي ِْم
ِ ِد ِه َوتHص ْ رٌ ع َِظ ْي ٌم ِلHْاس َو َي ُكوْ نُ َل ُه ِف ْي ِه َأج
ْ ِن َقHحُس ِ َعْظ ْي ُم ْال َموْ ِل ِد َوا ِّتخَا ُذ ُه َم
ِ وْس ًما َق ْد َي ْف َع ُل ُه َبعْضُ ال َّن ِ َفت
.)٢٩٧ / ص، اقتضاء الصراط المستقيم، (الشيخ ابن تيمية.ََع َل ْي ِه َوآ ِل ِه َو َس َّل َم َك َما َق َّد ْم ُت ُه َلك
22
“Jadi, mengagungkan maulid dan menjadikannya sebagai tradisi tidak jarang
dilakukan oleh sebagian orang, dan ia memperoleh pahala yang sangat besar karena
tujuannya yang baik serta sikapnya yang mengagungkan Rasulullah sebagaimana
telah aku jelaskan sebelumnya.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-
Mustaqim, hal. 297).
Manaqiban dan haul adalah upacara pembacaan biografi dan keutamaan para wali
Allah yang menjadi panutan umat. Dalam acara tersebut juga diselingi dengan
pembacaan al-Fatihah, ayat-ayat al-Qur’an dan aneka dzikir lainnya, lalu pahalanya
dihadiahkan kepada wali yang bersangkutan. Di sebagian daerah di pulau Jawa banyak
yang mengadakan manaqiban Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, pendiri tareqat Qadiriyah. Di
daerah Kalimantan Selatan, banyak pula yang merayakan manaqib Syaikh Muhammad
bin Abdul Karim al-Samman al-Madani al-Syafi’i, pendiri tareqat al-Sammaniyah.
Tradisi manaqiban ini sangat baik untuk dilakukan, agar kita dapat menghayati dan
meneladani perjalanan kehidupan mereka yang sangat produktif dalam beribadah,
berdakwah dan berbakti kepada agama.
Di sisi lain, para ulama juga menjelaskan, bahwa dalam mengenang orang-orang
saleh, dapat menurunkan rahmat Allah . Dalam konteks tersebut al-Imam al-
Mujtahid Sufyan bin Uyainah, salah seorang ulama salaf dan guru al-Imam Ahmad
bin Hanbal, berkata:
(اإلمام الحافظ الحجة.ُْت ا ْبنَ ُعيَ ْينَةَ يَقُوْ ُل ِع ْن َد ِذ ْك ِر الصَّالِ ِح ْينَ تَ ْن ِز ُل الرَّحْ َمة
ُ ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َحسَّا ِن قَا َل َس ِمع
.)٧/٢٨٥ ، حلية األولياء،ابو نعيم
“Muhammad bin Hassan berkata, “Aku mendengar Sufyan bin Uyainah berkata,
“Ketika orang-orang saleh dikenang, maka rahmat Allah akan turun.” (Al-Imam al-
Hafizh Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliya’, juz 7, hal. 285).
Bahkan lebih tegas lagi, Syaikh Ibn Taimiyah mengakui bahwa tradisi kaum
beriman, pasti merasa senang dan nyaman apabila mengenang dan menyebut para nabi
23
dan orang-orang saleh. Dalam konteks ini Syaikh Ibn Taimiyah berkata dalam kitabnya,
al-Shafadiyyah, sebagai berikut:
Pada sepuluh hari pertama bulan Muharram, kaum Muslimin di berbagai belahan
dunia banyak menunaikan ibadah puasa sunat, terutama tanggal 9 dan 10. Di tanah air,
sebagian besar kaum Muslimin mengadakan aneka ragam tradisi berkaitan dengan hari
Asyura’ (tanggal 10 bulan Muharram), atau yang dikenal dengan nama bulan Syuro
(Bulen Sorah). Al-Imam al-Hafizh Ibn al-Jauzi al-Hanbali menjelaskan 15 macam
kebaikan yang dianjurkan dilakukan pada hari Asyura.
Demikian 15 anjuran pada hari Asyura yang disebutkan oleh al-Imam al-Hafizh Ibn
al-Jauzi al-Hanbali dalam kitabnya, al-Majalis hal. 73-74. Dalam rangka menerapkan
anjuran para ulama tentang hari Asyura, umat Islam Nusantara merayakan upacaya
24
Asyura dengan tradisi membuat Bubur Syuro (Tajin Sorah) yang disuguhkan kepada
keluarga dan tetangga. Berkaitan dengan tradisi membuat makanan Bubur Syuro pada
hari Asyura ini, ada hadits shahih yang mendasarinya.
“Ibn Manshur berkata, “Aku berkata kepada Imam Ahmad, “Apakah Anda
mendengar hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari
Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama setahun?” Ahmad menjawab,
“Ya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dari Ja’far al-Ahmar,
dari Ibrahim bin Muhammad, dari al-Muntasyir –orang terbaik pada masanya-,
bahwa ia menerima hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada
hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun penuh”.
Sufyan bin Uyainah berkata, “Aku telah melakukannya sejak 50 atau 60 tahun, dan
selalu terbukti baik.” (al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, hal. 137-
138).
Bulan Sya’ban adalah bulan istimewa. Pada bulan Sya’ban semua amal manusia
dilaporkan kepada Allah . Nabi sendiri memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban,
melebihi puasa beliau pada bulan-bulan yang lain. Berkaitan dengan keutamaan bulan
Sya’ban ini, al-Imam Ibn Rajab al-Hanbali, murid terkemuka Syaikh Ibn Qayyim al-
Jauziyah, berkata dalam kitab Lathaif al-Ma’arif sebagai berikut:
25
َ رُ ُد َح َّتى َن ُقHوْ ُم ْا َأليَّا َم َي ْسHص
ُ رH رُ َو ُي ْف ِطHوْل َال ُي ْف ِطH ِ ُوْلHانَ َر ُسH َك: ال
ُ هللا َي َ ث ُأ َسا َم َة ب ِْن زَ ْي ٍد َق َ خَرَّج ْا ِإل َما ُم َأ
ِ حْم ُد َو ال َّن َسا ِئ ُّي
ِ (م ْن َح ِد ْي َ
َُوْر َما َيصُوْ ُم ِم ْن شَعْ َبانِ ص َام ُه َما َو َل ْم َي ُك ْن َيصُوْ ُم ِمنَ ال ُّشه َّ ص َي ِام ِه َو ِإ
َ ال ْ وْمي ِْن ِمنَ ْال
ِ جُم َع ِة ِإ ْن َكانَا ِف ْي َّ ْا َأليَّا َم َح َّتى َال َي َكا ُد َيصُوْ ُم ِإ
َ ال َي
َ ُه َب ْينَ َر َجب َو َر َمHلُ ال َّناسُ َع ْنHHهْرٌ َي ْغفH َذاكَ َش: ال
ان َوHض ِ هللا َل ْم َأ َركَ َتصُوْ ُم ِمنَ ال ُّشه
َ ُوْر َما َتصُوْ ُم ِم ْن شَعْ َبانَ ؟ َق ِ ُوْل َ ت َيا َرس ُ َف ُق ْل
،ظ ابن رجب الحنبليHام الحافH (اإلم.)ا ِئ ٌمHص َ عَز َو َجلَّ َفأُ ِحبُّ َأ ْن يُرْ َف َع َع َم ِل ْي َو َأنَا
َّ َه َُو َشهْرٌ ُترْ َف ُع ْا َأل ْع َمالُ ِف ْي ِه ِإ َلى َربِّ ْال َعا َل ِم ْين
.)٢٣٦ / ص، لطائف المعارف
“Al-Imam Ahmad dan al-Nasa’i meriwayatkan dari hadits Usamah bin Zaid,
yang berkata: “Rasulullah terkadang berpuasa selama beberapa hari berturut-
turut sehingga kami berkata, beliau tidak sarapan pagi. Beliau juga sarapan pagi
selama beberapa hari sehingga hampir saja beliau tidak berpuasa kecuali dua hari
dari Jum’at, apabila dua hari itu menjadi bagian puasanya. Kalau tidak, beliau
berpuasa pada dua hari itu. Nabi tidak berpuasa pada bulan-bulan yang ada
seperti puasa beliau pada bulan Sya’ban. Aku berkata kepada Nabi , “Wahai
Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa pada bulan-bulan sebelumnya
seperti puasa Anda pada bulan Sya’ban?” Nabi menjawab, “Bulan Sya’ban itu,
bulan yang dilupakan manusia antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan Sya’ban
itu, bulan di mana amal manusia diangkat kepada Allah Tuhan semesta alam. Aku
ingin, amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.” (Al-Hafizh Ibn Rajab al-
Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, hal. 236).
26
“Oleh karena Sya’ban itu merupakan pengantar bagi bulan Ramadhan,
maka pada bulan Sya’ban dianjurkan hal-hal yang dianjurkan pada bulan
Ramadhan seperti berpuasa dan membaca al-Qur’an, sebagai persiapan
menghadapi Ramadhan dan jiwa menjadi terlatih untuk taat kepada Allah. Kami
telah meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Anas, yang berkata, “Ketika
bulan Sya’ban tiba, kaum Muslimin biasanya menekuni mushhaf dengan
membaca al-Qur’an. Mereka juga mengeluarkan zakat harta benda mereka agar
membantu orang yang lemah dan miskin dalam menjalani puasa Ramadhan.”
(Ibn Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, hal. 258).
Pada bulan Sya’ban, di kalangan masyarakat kita ada pula tradisi ziarah kubur,
yang di sebagian daerah dikenal dengan tradisi nyadran. Rasulullah juga berziarah ke
makam para sahabat di Baqi’ pada malam nishfu Sya’ban. Al-Hafizh Ibn Rajab al-
Hanbali, murid terbaik Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah, berkata dalam kitab Lathaif al-
Ma’arif, berikut ini:
ُه ِف ْيHخَرَّج
َ َها َوHعْض َ حَّح ابْنُ ِحبَّانَ َبَ Hص َ رُوْنَ َوH َّع َف َها ْا َأل ْك َثHض ْ ِدHْث ُأخَرُ ُمت ََع ِّد َد ٌة َو َق
َ ا َفHفَ ِف ْي َهHاخ ُت ِل ُ صْف شَعْ َبانَ َأ َحا ِدي
ِ ضْل َل ْي َل ِة ِن ِ َو ِف ْي َف
ا ِف ْينَ َأ ْنH َت تَخ َ Hجْت َف ِإ ًذا ه َُو ِب ْال َب ِقي ِْع َرا ِفعًا َر ْأ َس ُه ِإ َلى الس ََّم ِاء َف َق
ِ َأ ُك ْن: الH ُ خَرَ ت ال َّن ِب َّي َف ُ َف َق ْد: ت ْ ْث عَا ِئ َش َة َقا َل َ ص ِحي ِْح ِه َو ِم ْن َأ ْم َث ِل َها
ُ (ح ِدي َ
ف ِم ْن
ِ Hص ِ ا َلى َي ْنHاركَ َوت ََعH
ْ َة ال ِّنHزلُ َل ْي َلH َ ِإ َّن: الH
َ هللا َت َب َ ا ِئكَ َف َقHعْض ِن َسَ ت َأ َّنكَ َأ َتيْتَ َبُ ظ َن ْن
َ هللا
ِ وْل
َ Hت َيا َر ُس ُ هللا َع َلي ِْك َو َرسُوْ ُل ُه َف ُق ْل ُ ََي ِح ْيف
، (ابن رجب الحنبلي.ْ هHاج َ ِذيُّ َوابْنُ َمHرْم َ ا ُم َأH ُه ْا ِإل َمHخَرَّج
ِ ُد َوال ِّتHحْم َ )ب ٍ عْر َغن َِم َك ْل
ِ Hلى ال َّس َم ِاء ال ُّد ْن َيا َف َي ْغ ِفرُ َأل ْك َث َر ِم ْن َع َد ِد َش
َ شَعْ َبانَ ِإ
.)٢٦١ / ص،لطائف المعارف
27
َ عْ َبانَ َقHف َش
:الH ِ Hص ٍ َدي ِْن َوأَو َِّل َر َجHْ ِة َو ْال ِعيHجُم َع
ْ ب َو ِن ْ ِة ْالH َل ْي َل:الH
ٍ س َل َي
ِ خَم ْ ت ََجابُ ِف ْيH ُّدعَا َء ي ُْسH َب َل َغنَا أَ َّن ال: ال ال َّشا ِف ِع ُّي
َ َو َق
ِ ْال ٌم ِف ْي َل ْي َل ِة ِنص
ِ ف شَعْ َبانَ َويُتَخَ رَّجُ ِفي ا ْس ِتحْ َبا
ب ِق َيا ِم َها َ إل َم ِام أَحْ َم َد َك
ِ ُعْرفُ ِل
َ ال ي ْ َوأَ ْست َِحبُّ ُك َّل َما حُ ِك َي
َ َو،ت ِف ْي َه ِذ ِه اللَّ َيا ِل ْي
َ ًةHَا َج َماعHت َِحبَّ ِق َيا َم َهH ٍة َل ْم َي ْسH ِد َفإِنَّهُ ِف ْي ِر َوا َيHْام َل ْي َلت َِي ْال ِعيH
لْ ع َِن النَّ ِب ِّيHألنَّهُ َل ْم يُ ْن َق ِ هُ ِف ْي ِق َيHرِّوا َي َتي ِْن َع ْنHال
َ ِ َع ْنهُ ِر َوا َيت
َان ِمنHَ
ف َل ْم َي ْثب ُْتِ Hص َ عْل َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ب ِْن َي ِز ْي ِد ب ِْن ْا
ْ ِة ال ِّنH ألس َْو ِد َوه َُو ِمنَ التَّا ِب ِع ْينَ َف َك َذلكَ ِق َيا ُم َل ْي َل ِ َوأَصْ َحا ِب ِه َوا ْست ََحبَّ َها ِف ْي ِر َوا َي ٍة ِل ِف
َّ اء أَ ْه ِل
ظHHام الحافHH (اإلم. ِامHالش ِ طا ِئ َف ٍة ِمنَ التَّا ِب ِع ْينَ ِم ْن أَ ْع َي
ِ ان فُ َق َه َ ال ع َْن َأصْ َحا ِب ِه َو َث َبتَ ِف ْي َها ع َْن
َ ِف ْي َها َش ْي ٌء ع َِن النَّ ِب ِّي َو
.)٢٦٤/ ص، لطائف المعارف،الحجة زين الدين ابن رجب الحنبلي
Istighatsah dan tawassul memiliki arti yang sama. Yaitu, memohon datangnya
manfaat atau terhindarnya bahaya kepada Allah , dengan menyebut nama seorang nabi
atau wali karena memuliakan (ikram) terhadap keduanya. Dalil kebolehan istighatsah
dan tawassul ini terdapat dalam sekian banyak hadits shahih, sehingga tidak aneh jika
istighatsah dan tawassul ini telah berkembang sejak kaum salaf, generasi sahabat dan
tabi’in. Dan tak seorang pun dari kalangan ulama salaf yang melarangnya. Syaikh Ibn
Taimiyah al-Harrani, ulama paling otoritatif di kalangan kaum Wahhabi, berkata dalam
al-Kalim al-Thayyib:
“Bab tentang kaki terkena mati rasa. Dari al-Haitsam bin Hanasy, berkata,
“Kami bersama Ibn Umar. Tiba-tiba kaki beliau terkena mati rasa, maka salah
seorang yang hadir mengatakan kepada beliau: “Sebutkanlah orang yang paling
28
engkau cintai!” Lalu Ibn Umar berkata: “Ya Muhammad”. Maka seketika itu kaki
beliau sembuh.” (Ibn Taimiyah, al-Kalim al-Thayyib, hal. 173).
Dalam kitab yang lain, yaitu kitab Qa’idah Jalilah fi al-Tawassul wa al-Wasilah,
Syaikh Ibn Taimiyah juga berkata:
“Diriwayatkan dari sebagian kaum salaf, seperti hadits riwayat Ibn Abi al-Dunya
dalam kitab Mujabi al-Du’a’. Ia berkata: “Abu Hasyim mengabarkan kepada kami,
aku mendengar Katsir bin Muhammad bin Katsir bin Rifa’ah berkata: “Seorang laki-
laki datang kepada Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar, lalu memeriksa perutnya. Lalu
Abdul Malik itu berkata, “Anda punya penyakit yang tidak bisa sembuh”. Laki-laki itu
bertanya, “Penyakit apa?” Ia menjawab, “Tumor dalam perut”. Lalu laki-laki itu
berpindah dan berkata: “Allah, Allah, Allah Tuhanku. Aku tidak mempersekutukan
Engkau dengan apapun. Ya Allah, aku memanjatkan doa kepada-Mu dengan Nabi-
Mu, Muhammad, nabi pembawa rahmat . Ya Muhammad, sesungguhnya aku
memohon kepada Tuhanmu dan Tuhanku dengan engkau, agar mengasihiku mengenai
penyakit yang menimpaku.” Abu Hasyim berkata: “Kemudian Abdul Malik memeriksa
perut laki-laki itu, lalu berkata: “Kamu sudah sembuh. Kamu tidak punya penyakit.”
Aku (Ibn Taimiyah) berkata: “Doa ini dan semacamnya telah diriwayatkan dilakukan
oleh kaum salaf.” Dan telah dikutip dari Ahmad bin Hanbal dalam kitab Mansak
karya al-Marrudzi tentang tawassul dengan Nabi dalam berdoa.” (Syaikh
Taqiyyuddin Ibn Taimiyah, Qa’idah Jalilah fi al-Tawassul wa al-Wasilah, hal. 183).
Syaikh Ibn Taimiyah juga menganggap tawassul dan istighatsah dengan orang
saleh yang sudah wafat bukan sebagai kemungkaran dan kesalahan, apalagi sebagai
kesyirikan. Dalam hal ini Ibn Taimiyah berkat:
وْ ِرHُر النَّ ِب ِّي َأوْ ُقبHْ
ِ ال ِم ِم ْن َقب َّ ِمعُوْ ا َر َّدHا َسHرْ َوى ِم ْن َأ َّن َقوْ ًمHُف) َما ي
َ Hالس ِ ب َ(أيْ ِمنَ ْال ُم ْن َك َرا
ِ ت ِع ْن َد ال َّس َل ِ ال َي ْد ُخلُ ِف ْي َه َذا ْال َبا
َ َو
َ ٌّق َليHأل َذانَ ِمنَ ْال َقب ِْر َل َيا ِل َي ْال َحرَّ ِة َونَحْ ُو َذ ِلكَ َف َه َذا ُك ُّل ُه َح
ِهHْس ِم َّما نَحْنُ ِف ْي َ ب َكانَ َي ْس َم ُع ْا
ِ ََّغي ِْر ِه ِمنَ الصَّا ِل ِح ْينَ َو َأ َّن َس ِع ْي َد ب ِْن ْال ُم َسي
َ ا َد ِة َفHا َم الرَّ َمHََب ع
وHَُ رآ ُه َوهH َ ال َجا َء ِإ َلى َقب ِْر النَّ ِب ِّي َف َش َكا ِإ َل ْي ِه ْال َجد ً ُظ ُم َو َك َذ ِلكَ َأيْضًا َما يُرْ َوى َأ َّن َرج َ أل ْمرُ َأ َجلُّ ِم ْن َذ ِلكَ َو َأ ْع
َ َو ْا
و ُدوْنَ النَّ ِب ِّيHَُ رًا ِل َم ْن هHْ ُع َك ِثيH َذا َي َقHَلُ هHب َو ِم ْث
ِ اH َذا ْال َبHَْس ِم ْن ه َ َي ْأ ُمرُ ُه َأ ْن َي ْأ ِت َي ُع َم َر َف َي ْأ ُم َر ُه َأ ْن َي ْخ
َ رُج َف َي ْس َت ْس ِقي النَّاسُ َفإِ َّن َه َذا َلي
.)١/٣٧٣ اقتضاء الصراط المستقيم، (الشيخ تقي الدين ابن تيمية.َو َأ ْع ِرفُ ِم ْن َه ِذ ِه ْال َو َقا ِئ ِع َك ِثيْرًا
29
“Tidak masuk dalam bagian ini (kemungkaran menurut ulama salaf) adalah apa
yang diriwayatkan bahwa sebagian kaum mendengar jawaban salam dari makam
Nabi atau makam orang-orang saleh, juga Sa’id bin al-Musayyab mendengar
adzan dari makam Nabi pada malam-malam peristiwa al-Harrah dan sesamanya.
Ini semuanya benar, dan bukan yang kami persoalkan. Persoalannya lebih besar dan
lebih serius dari hal tersebut. Demikian pula bukan termasuk kemungkaran, adalah
apa yang diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang ke makam Nabi lalu
mengadukan musim kemarau kepada beliau pada tahun ramadah (paceklik). Lalu
orang tersebut bermimpi Nabi dan menyuruhnya untuk mendatangi Umar bin al-
Khaththab agar keluar melakukan istisqa’ dengan masyarakat. Ini bukan termasuk
kemungkaran. Hal semacam ini banyak sekali terjadi dengan orang-orang yang
kedudukannya di bawah Nabi , dan aku sendiri banyak mengetahui peristiwa-
peristiwa seperti ini.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, juz 1,
hal. 373).
Kisah laki-laki yang datang ke makam Nabi di atas, telah dijelaskan secara
lengkap oleh al-Imam al-Hafizh Ibn Katsir al-Dimasyqi, murid terkemuka Syaikh Ibn
Taimiyah, dalam kitabnya al-Bidayah wa al-Nihayah. Beliau berkata:
را ِه ْي ُم بْنُ عَ ِل ٍّيH ِ َصْر بْنُ َقتَا َد َة َو َابُوْ َب ْك ٍر ْال َف
َ ار ِس ُّي َقااَل َح َّد َثنَا َابُوْ ع َُم ِر ب ِْن َم
َ Hط ٍر َح َّد َثنَا ِا ْب ٍ ظ َابُوْ َب ْك ٍر ْال َب ْي َه ِق ُّي َا ْخ َب َرنَا َابُوْ ن
ُ ال ْال َحا ِف
َ َو َق
ر ب ِْنH ِ زَم ِن ع َُم َ ط ِف ْي ٌ Hْاس َقح َ اب ال َّنَ Hص َ ال َاHَ صا ِل ٍح ع َْن َما ِل ٍك َق َ ش ع َْن َا ِب ْي ِ او َي َة ع َِن ْا َأل ْع َم
ِ ال ُّذ ْه ِل ُّي َح َّد َثنَا َيحْ َيى بْنُ َيحْ َيى َح َّد َثنَا َابُوْ ُم َع
رH
َ ت ع َُم َ هللا ِفي ْال َمن َِام َف َق
ِ ال ِا ْيH ِ ُهللا اِل ُ َّم ِتكَ َف ِا َّنه ُْم َق ْد َه َل ُكوْا َف َأتَا ُه َرسُوْل ِ هللا ِاسْ ت
َ َسْق ِ ُوْل َ ارس َ ال َيَ ب َف َج َاء َرجُلٌ ِا َلى َقب ِْر ال َّن ِب ِّي َف َق ِ خَطا َّ ْال
تُ ْزHعَج
َ اHال َم َّ وْا ِاHا َآ ُلHاربِّ َمH َ ْس َفاَتَى الرَّجُلُ َفاَ ْخ َب َر ُع َم َر َف َق
َ ال َي ِ ْس ْال َكي ِ ال َم َو َا ْخ ِبرْ ه ُْم ِا َّنه ُْم ُمسْ َقوْنَ َو ُقلْ َل ُه َع َل ْيكَ ِب ْال َكي
َ َفأَ ْق ِرءْ ُه ِم ِّني ال َّس
َ َو َه َذا ِاسْ نَا ٌد،َُع ْنه
،ويHد قHناد جيH اس:١/۲٣٣ انيدHامع المسHال في جH وق٧/٩۲ البداية والنهاية، (الحافظ ابن كثير. ٌص ِحيْح
وابن عبد البر في االستيعاب١/٣١٣ والخليلي في االرشاد،٣/٤٨٤ االصابة: انظر.وروى هذا الحديث ابن ابي خيثمة
.۲/٤٩٥ " وصححه الحافظ ابن حجر في " فتح الباري۲/٤٦٤
“Al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi berkata, Abu Nashr bin Qatadah dan Abu
Bakar al-Farisi mengabarkan kepada kami, Abu Umar bin Mathar mengabarkan
kepada kami, Ibrahim bin Ali al-Dzuhli mengabarkan kepada kami, Yahya bin Yahya
mengabarkan kepada kami, Abu Muawiyah mengabarkan kepada kami, dari al-
A’masy, dari Abu Shalih, dari Malik al-Dar, bendahara pangan Khalifah Umar bin
al-Khaththab, bahwa musim paceklik melanda kaum Muslimin pada masa Khalifah
Umar. Maka seorang sahabat (yaitu Bilal bin al-Harits al-Muzani) mendatangi
makam Rasulullah dan mengatakan: “Hai Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada
Allah untuk umatmu karena sungguh mereka benar-benar telah binasa”. Kemudian
orang ini bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan beliau berkata kepadanya:
“Sampaikan salamku kepada Umar dan beritahukan bahwa hujan akan turun untuk
mereka, dan katakan kepadanya “bersungguh-sungguhlah melayani umat”.
Kemudian sahabat tersebut datang kepada Umar dan memberitahukan apa yang
30
dilakukannya dan mimpi yang dialaminya. Lalu Umar menangis dan mengatakan:
“Ya Allah, saya akan kerahkan semua upayaku kecuali yang aku tidak mampu”.
Sanad hadits ini shahih. (Al-Hafizh Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, juz 7, hal.
92. Dalam Jami’ al-Masanid juz i, hal. 233, Ibn Katsir berkata, sanadnya jayyid
(baik). Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibn Abi Khaitsamah, lihat al-Ishabah juz 3,
hal. 484, al-Khalili dalam al-Irsyad, juz 1, hal. 313, Ibn Abdil Barr dalam al-Isti’ab,
juz 2, hal. 464 serta dishahihkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, juz 2,
hal. 495).
Dalam amaliah sehari-hari, kaum Muslimin memiliki aneka ragam bacaan dzikir,
mulai dari al-Qur’an, doa-doa, dzikir, hizib dan lainnya. Bacaan-bacaan tersebut ada
yang dibaca karena semata-mata beribadah kepada Allah. Ada pula karena tujuan
tertentu sesuai dengan khasiat yang terdapat dalam bacaan itu.
Selain al-Qur’an, kaum Muslimin juga mengenal doa-doa yang disusun oleh para
ulama. Antara lain doa yang mengandung khasiat sesuai dengan isinya. Doa tersebut
disebut dengan hizib. Di antara sekian banyak hizib, ada tiga macam hizib yang
paling populer di dunia Islam, yaitu Hizb al-Bahr, Ratib al-Haddad dan Dalail al-
Khairat. Mengenai khasiat ayat-ayat al-Qur’an dan hizib yang disusun oleh para wali
Allah, Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah berkata:
َ لُهُ عHض
ِّلHَلى ُك ْ الَّ ِذىْ َف، َا َل ِم ْينHال ِم َربِّ ْال َع َ ا الظَّ ُّن بِ َكH فَ َم،ٌخَواصُّ َو َمنَافِ ُع ُمجرَّبة َ ُال ِم لَه َ ْض ْال َكَ َو ِمنَ ْال َمعْ لُوْ ِم أَ َّن بَع
َ الَّ ِذيْ َلوْ أُ ْن ِز َل ع،ُ َوالرَّحْ َمةُ ْال َعا َّمة، ْ َوال ُّنوْ رُ ْال َها ِدي،ُالعصْ َمةُ النَّا ِف َعة
َلى ْ َلى
ِ َو،خَل ِق ِه الَّ ِذيْ ه َُو ال ِّش َفا ُء التَّا ُّم ِ ال ٍم َك َفضْ ِل
َ هللا ع َ َك
.)٨۲ :راءHؤ ِم ِنينَ ) (اإلسH ْ ةٌ ِّل ْل ُمH َفا ٌء َو َرحْ َمHو ِشHَُ ا هHآن َم ِ ْرHُزلُ ِمنَ ْالقHَ
ِّ (ونُن
َ :ال َت َعا َلى َ َق.ِ الل َت ِه َ َص َّد َع ِم ْن َع
َ ظ َم ِت ِه َو َج َ َج َب ٍل لت
،ادHHير العبHH زاد المعاد في هدي خ، (الشيخ ابن قيم الجوزية.صحُّ ْال َقوْ َلي ِْن
َ َ َه َذا أ،ْض
ِ ال ِللتَّب ِْعي
َ سِ ان ْال ِج ْن
ِ َو" ِمن" ههُنَا ِل َب َي
.)٤/١٧٧
“Dan telah diyakini bahwa sebagian perkataan manusia memiliki sekian banyak
khasiat dan aneka kemanfaatan yang dapat dibuktikan. Apalagi ayat-ayat al-Qur’an
selaku firman Allah, Tuhan semesta alam, yang keutamaannya atas semua perkataan
sama dengan keutamaan Allah atas semua makhluk-Nya. Tentu saja ayat-ayat al-
31
Qur’an dapat berfungsi sebagai penyembuh yang sempurna, pelindung yang
bermanfaat dari segala marabahaya, cahaya yang memberi hidayah dan rahmat
yang merata. Dan seandainya al-Qur’an itu diturunkan kepada gunung, tentu ia
akan pecah karena keagungannya. Allah telah berfirman: “Dan Kami turunkan dari
al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (QS. al-Isra’ :82). Kata-kata “dari al-Qur’an”, dalam ayat ini untuk
menjelaskan jenis, bukan bermakna sebagian menurut pendapat yang paling benar.”
(Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah, Zad al-Ma’ad fi Hady Khair al-‘Ibad, juz 4, hal.
177).
Berkaitan dengan shalat sunnat qabliyah Jum’at ini, Syaikh Muhammad bin Ali al-
Syaukani, ulama Syiah Zaidiyah yang menjadi rujukan utama kaum Wahhabi di tanah
air sejak zaman dulu, telah membeberkan dalil-dalilnya dalam kitab Nail al-Authar,
berikut ini:
ع َِن النَّ ِب ِّي، َذ ِل ِّيHُ َة ْالهH ِج ِد ع َْن ُن َبي َْشHال ت َِحيَّ َة ْال َم ْس
َّ ِه ِإH هُ ِب ُخرُوْ ِجHَطاع َ ا ُم َوأَ َّن ا ْن ِقHرُج ْا ِإل َمِ Hا َل ْم َي ْخH ِة َمHجُم َعْ ل ْالHْ
َ َبابُ التَّ َن ُّف ِل َقب
هُ َو ِإ ْنHدَا َلHا َبHل َّى َمHصَ َر َجHَا َم خHال ي ُْؤ ِذيْ َأ َحدًا َفإِ ْن َل ْم َي ِج ِد ْا ِإل َم َ لى ْال َمس ِْج ِد َ جُم َع ِة ثُ َّم أَ ْق َب َل ِإ
ْ اغ َت َس َل َيوْ َم ْال
ْ ِإ َّن ْال ُم ْس ِل َم ِإ َذا:ال
َ َق
اHHهُ ُك ُّل َهH ُجُم َع ِت ِه ِت ْلكَ ُذنُوْ ب
ْ ال َمهُ ِإ ْن َل ْم ي ُْغ َفرْ َلهُ ِف ْي ْ ض َي ْا ِإل َما ُم
َ جُم َع َتهُ َو َك َ س َفا ْس َت َم َع َوأَ ْن
ِ صتَ َحتَّى َي ْق َ َو َج َد ْا ِإل َما َم َق ْد
َ خَر َج َج َل
ْ ار ًة ِل ْل
. رواه أحمد.) جُم َع ِة الَّ ِت ْي َت ِل ْي َها َ َّأَ ْن َت ُكوْ نَ َكف
“Bab shalat sunnat sebelum Jum’at selama imam belum keluar. Habisnya waktu
shalat sunnat adalah dengan keluarnya imam, kecuali shalat tahiyat al-masjid. Dari
Nubaisyah al-Hudzali , Nabi bersabda: “Apabila seorang Muslim mandi pada
hari Jum’at, lalu berangkat ke Masjid tanpa mengganggu atau menyakiti orang lain.
Apabila ia tidak mendapati imam telah keluar, maka ia shalat sunnat sesuai yang
telah ditetapkan. Apabila imam telah keluar, maka ia duduk mendengarkan
khutbahnya sampai imam menyelesaikan jum’at dan khuthbahnya. Maka apabila
semua dosa orang tersebut tidak diampuni pada Jum’at itu, maka Jum’atnya menjadi
penebus dosanya sampai Jum’at berikutnya.” (HR. Ahmad).
32
ال فيHH ق،ٌالة َ لِّ أَ َذا َني ِْنHH َب ْينَ ُك،ٌالة
َ Hص َ َب ْينَ ُكلِّ َأ َذا َني ِْن،ٌالة
َ Hص َ صَ َب ْينَ ُكلِّ أَ َذا َني ِْن:ال
َ هللا ب ِْن ُم َغفَّ ٍل ع َِن النَّ ِب ِّي َق
ِ ع َْن َع ْب ِد
) (رواه البخاري ومسلم. لمن شاء:الثالثة
“Dari Abdullah bin Mughaffal , dari Nabi , bersabda: “Antara adzan dan
iqamat pasti ada shalat sunnat, (3 kali), bagi orang yang hendak melakukannya.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
“Dari Ibn Umar , bahwa ia melakukan shalat sebelum Jum’at lama sekali
danmelakukan shalat sesudahnya dua raka’at. Ia mengabarkan bahwa Rasulullah
melakukannya.” Hadits shahih. (HR. Abu Dawud).
“Dari Abu Hurairah , dari Nabi , bersabda: “Barangsiapa mandi pada hari
Jum’at, kemudian mendatangi Jum’at, lalu menunaikan shalat yang ditetapkan
kepadanya, kemudian mendengarkan khutbah sampai imam menyelesaikan
khutbahnya, kemudian shalat bersama imam, maka ia diampuni antara Juma’t itu
dan Jum’at berikutnya serta tiga hari berikutnya.” (HR. Muslim).
Apabila kita berkunjung ke makam para wali, misalnya Wali Songo, kita temukan
kaum Muslimin berbondong-bondong datang melakukan wisata religi dengan tujuan
mencari berkah. Di samping makam para kekasih Allah itu, kita saksikan kaum
Muslimin membaca al-Qur’an, tahlilan dan aneka dzikir lainnya dengan khusyu’ dan
penuh khidmat. Kemudian diiringi dengan tawassul dan tabarruk, dengan harapan
semua hajat mereka dikabulkan oleh Allah .
33
Ziarah makam para wali merupakan tradisi kaum Muslimin sejak generasi salaf
yang saleh. Al-Imam al-Hafizh Ibn Hibban, pengarang kitab Shahih Ibn Hibban,
menulis dalam al-Tsiqat:
ْ
ِ زَارُ ِب َج ْنHُهُوْ رٌ يHان َم ْشH
ب ِ َو َقبْرُ هُ ِب َسنَا َبا َذ، ُطوْ س ِم ْن ُشرْ َب ٍة َس َقاهُ ِإيَّاهَا ْال َمأ ُموْ ن
ِ خَار َج ال ُّنوْ َق ُ الرِّضا ِب
َ َو َماتَ َع ِلي ب ِْن ُموْ ِسى
اHالرِّض
َ َ ت َقب
ىHر َع ِلي ب ِْن ُموْ َسHْ ُ ْزرH
ُ وْ س َفHط ُ ا ِم ْى ِبHت َم َق ِ َّدةٌ ِف ْي َو ْقHت ِب ْي ِش ْ َّا َحلHر ًة َو َمHْ َ هُ ِمHُ ْد ُزرْ تHَقب ِْر الر َِّش ْي ِد َق
َ رارًا َك ِثيH
(اإلمام الحافظ.َت َع ِّن ْى ِت ْلكَ ال ِّش َّدةُ َو َه َذا َش ْي ٌء َجرَّ ْبتُهُ ِم َرارًا َف َو َج ْدتُهُ َك َذ ِلك
ْ ْب ِل ْي َوزَا َل َّ هللا ِإزَا َل َت َها َع ِّن ْي ِإ
َ ال أ ْستُ ِجي َ ت ُ َْو َدعَو
.)٨/٤٥٧ ، كتاب الثقات،الكبير الحجة ابن حبان البستي
“Ali bin Musa al-Ridha meninggal di Thus oleh racun yang diminumkan oleh
Khalifah al-Makmun. Makamnya sangat populer, selalu diziarahi orang, terletak di
Sanabadz, di luar Nuqan, di sebelah makam al-Rasyid. Aku berulang kali ziarah ke
sana. Setiap aku mengalami kesulitan, selama tinggal di Thus, lalu aku berziarah ke
makam Ali bin Musa al-Ridha, dan aku berdoa kepada Allah agar menghilangkan
kesulitan itu dariku, aku pasti dikabulkan. Hal itu berulang kali aku lakukan, dan
selalu terbukti.” (Al-Imam al-Hafizh al-Hujjah Ibn Hibban al-Busti, Kitab al-Tsiqat,
juz 8, hal. 457).
Al-Imam al-Hafizh Ibn Khuzaimah, penulis kitab Shahih Ibn Khuzaimah, yang
menyandang gelar imam al-aimmah (pemim-pin para imam), juga dikenal sebagai
ulama yang ahli ziarah kubur. Al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani berkata:
اHَخَرجْ ن َ عْت َأ َبا َب ْك ٍر ُم َح َّم َد ب ِْن ْال ُمؤَ َّم ِل ب ِْن ْا
َ ُوْلHى َي ُقH ِن ب ِْن ِعي َْسHلح َس ِ احبُ ْال ُم ْس َت ْد َر ِك) ِف ْي ت
ُ َس ِم:َاري ِْخ َن ْي َسابُوْ َر َ ال ْال َحا ِك ُم
ِ (ص َ َو َق
َ وا ِفرُوْنَ ِإ َلى ِز َيHََ ا ِئ ِخنَا َوه ُْم ِإ ْذ َذاكَ ُمتH ٍة ِم ْن َم َشHَث َأ ِب ْي َب ْك ِر ب ِْن ُخزَ ْي َم َة َو َع ِد ْي ِل ِه َأ ِبي َع ِل ٍّي الثَّ َق ِف ِّي َم َع َج َماع
ار ِةH ِ َم َع ِإ َم ِام َأ ْه ِل ْال َح ِد ْي
ِ َعْظ ْي ِم ِه َيعْ ِن ْي ا ْبنَ ُخزَ ْي َم َة ِل ِت ْلكَ ْال ُب ْق َع ِة َوت ََو
اضُع ِه َل َها ُ ال َف َر َأي
ِ ْت ِم ْن ت َ طوْ س َق ُ الرِّضى ِب َ َقب ِْر َع ِل ِّي ب ِْن ُموْ َسى
.)٧/٣٣٩ ، تهذيب التهذيب، (اإلمام الحافظ ابن حجر.رُّع ِه ِع ْن َدهَا َما ت ََحيَّرْ نَا
ِ َض َ َوت
34
ِ ْت النَّ ِب َّي ِفي ْال َمن َِام َكأَ َّن ُه َي ُقوْلُ ِل ْي
ِ صرْ ِإ َلى َقب
ر َيحْ َيى ب ِْنHْ ُ ت ِف ْي َغ ٍّم َش ِد ْي ٍد َف َر َأي ُ عْت َأ َبا َع ِلي النَّ ْي َسابُوْ ِريَّ َي ُقوْلُ ُك ْن
ُ ال ْال َحا ِك ُم َس ِم
َ َو َق
،ذيبHذيب التهH ته،قالنيHر العسHظ ابن حجH (الحاف.اج ِت ْي َ Hت َح ْ ض َيِ ت َذ ِلكَ َف ُقُ حْت َف َف َع ْل
ُ اج ُتكَ َفأَصْ َب َ ض َح َ َيحْ َيى َواسْ ت َْغ ِفرْ َو َسلْ ُت ْق
.)١١/۲٦١
Tradisi ziarah wali, yang dewasa ini populer dengan wisata religi, dengan
membaca al-Qur’an dan aneka ragam dzikir lainnya di samping makam para wali,
lalu berdoa dan bertawassul dengan para wali, merupakan tradisi umat Islam yang
berlangsung sejak generasi sahabat dan diamalkan oleh para ulama ahli hadits.
Berkaitan dengan tawassul dengan orang yang sudah meninggal dunia, Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdi, pendiri aliran Wahhabi, menyampaikan
sebuah riwayat dalam Ahkam Tamanni al-Maut berikut ini:
Pada bulan shafar, banyak sekali kaum Muslimin di tanah air yang melakukan
tradisi bersedekah dengan membuat bubur Shafar (tajin safar). Bubur tersebut dibuat
secara khas dan dibagi-bagikan kepada keluarga dan tetangga sekitar dengan tujuan
menolak malapetaka. Hal tersebut dilakukan karena ada sebuah hadits shahih berikut
ini:
. رواه البخاري ومسلم.َصفَ َر َواَل هَا َمة َ ع َْن أَبِ ْي ه َُر ْي َرةَ قَا َل إِ َّن َرس
َ َُول هللاِ ق
َ ال اَل َع ْد َوى َواَل
35
“Dari Abu Hurairah , Rasulullah bersabda: “Tidak ada penyakit menular.
Tidak ada kepercayaan datangnya sial dari bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan
bahwa orang mati, rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan
Muslim).
Dalam menafsirkan kalimat “walaa shafar” dalam hadits di atas, al-Imam al-
Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, ulama salafi dan murid Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah,
berkata sebagai berikut:
َذاHَ َوه،ك َ Hِ َل النَّبِ ُّي َذلHَ فَأ َ ْبط،ئُوْ ٌمH ْه ٌر َم ْشH إِنَّهُ َش: َوْ نHHُفَر َويَقُوْ لHص َ ِئِ ُموْ نَ بHأَ َّن ْال ُم َرا َد أَ َّن أَ ْه َل ْال َجا ِهلِيَّ ِة َكانُوْ ا يَ ْست َْش
ٌرH َو َكثِ ْي،وا ِلHَ Hبَهُ ْاألَ ْقH َولَ َع َّل هَ َذا ْالقَوْ َل أَ ْش،ك
َ َِح َكاهُ أَبُوْ دَا ُوو َد ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َرا ِش ٍد ْال َم ْكحُوْ لِ ِّي َع َّم ْن َس ِم َعهُ يَقُوْ ُل َذل
.اHHَ َر ِة ْال َم ْن ِه ِّي َع ْنهHَس الطِّي
ِ و ِم ْن ِج ْنH َ ِ َو التَّ َشا ُؤ ُم ب، َو ُربَّ َما يَ ْنهَى َع ِن ال َّسفَ ِر فِ ْي ِه،صفَر
َ Hُصفَر ه ِ ِمنَ ْال ُجه
َ َِّال يَتَ َشا َء ُم ب
.)١٤٨/ ص، لطائف المعارف،(اإلمام الحافظ الحجة زين الدين ابن رجب الحنبلي
36
“Meneliti sebab-sebab keburukan seperti melihat perbin-tangan dan semacamnya
termasuk thiyarah yang dilarang. Orang-orang yang meneliti hal tersebut biasanya
tidak menyibukkan diri dengan amal-amal baik yang dapat menolak balak, bahkan
mereka memerintahkan agar tidak meninggalkan rumah dan tidak bekerja. Ini jelas
tidak mencegah terjadinya keputusan dan ketentuan Allah. Di antara mereka ada yang
menyibukkan dirinya dengan perbuatan maksiat. Hal ini jelas memperkuat terjadinya
malapetaka. Ajaran yang dibawa oleh syari’at adalah tidak meneliti hal tersebut,
berpaling darinya, dan menyibukkan diri dengan amal-amal yang dapat menolak
balak seperti berdoa, berdzikir, bersedekah, memantapkan tawakal kepada Allah dan
beriman kepada keputusan dan ketentuan Allah .” (Ibn Rajab, Lathaif al-Ma’arif, hal.
143).
Nah, berdasarkan hal inilah para ulama kita di Nusantara sejak dulu menganjurkan
memperbanyak bersedekah di bulan Shafar untuk menolak balak. Sedekah tersebut
oleh masyarakat kita ditradisikan dalam bentuk bubur Shafar. Bahkan pada hari Rabu
terakhir bulan Shafar, tidak sedikit ulama kita yang melakukan tradisi Shalat Rabu
Wekasan dan membuat minuman yang diberi tulisan ruqyah agar terhindar dari
malapetaka. Lebih-lebih Rabu terakhir dalam setiap bulan dianggap sebagai hari
terjadinya sial berdasarkan hadits berikut ini:
“Dari Ibn Abbas , Nabi bersabda: “Rabu terakhir dalam sebulan adalah
hari terjadinya sial terus.” HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam al-
Tafsir dan al-Khathib al-Baghdadi. (Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-
Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari al-Hasani, al-
Mudawi li-‘Ilal al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).
KHITTAH
1. PENGERTIAN
a. Khittah NU: Landasan berpikir, bersikap dan bertindak warga NU.
b. Landasan ini ialah faham ahlussunnah wal jamaah yang diterapkan
menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia.
37
c. Khittah NU juga digali dari intisari sejarah NU
2. DASAR-DASAR FAHAM KEAGAMAAN NU
a. NU mendasarkan paham keagamaannya kepada sumber-sumber al-
Quran, al-Sunnah. Al-Ijma’ dan al-Qiyas.
b. NU menggunakan “jalan pendekatan’ (al-madzhab):
1) Di bidang akidah mengikuti faham ashlussunnah wal jamaah yang
dipelopori oleh Imam al-Asy’ari dan al-Maturidi.
2) Di bidang fiqih mengikuti salah satu dari madzhab empat.
3. Di bidang tasawuf mengikuti antara lain Imam Baghdadi, Imam
Ghazali dan imam-imam lain.
3) NU mengikuti pendirian bahwa Islam adalah agama fitri,
menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang ada pada manusia,
ciri-ciri yang baik milik sesuatu kelompok manusia dan tidak
menghapusnya.
3. SIKAP KEMASYARAKATAN NU
a. Sikap tawasstuh dan i’tidal:
1) Sikap tengah berintikan keadilan di tengah kehidupan bersama.
2) menjadi kelompok panutan, bertindak lurus, bersifat membangun,
tidak ekstrem.
b. Sikap tasamuh:
1) Toleran di dalam perbedaan pendapat keagamaan.
2) Toleran di dalam urusan kemasyarakatan dan kebudayaan.
c. Sikap tawazun:
1) Keseimbangan dalam berkhidmat kepada Allah SWT., berkhidmat
kepada sesama manusia dan kepada lingkungan hidup.
2) Keselarasan antara masa lalu, masa kini dan masa depan.
d. Amar ma’ruf nahi munkar:
1) Kepekaan untuk mendorong perbuatan baik.
2) Mencegah hal yang dapat merendahkan nilai-nilai kehidupan.
38
g. Menjunjung tinggi amal (kerja dan prestasi) sebagai bagian dari
ibadah.
h. Menjunjung tinggi ilmu dan ahli ilmu
i. Siap menyesuaikan diri dengan perubahan yang membawa manfaat
bagi kemaslahatan manusia.
j. Menjunjung tinggi kepeloporan, mempercepat perkembangan
masyarakat.
k. Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan
bernegara.
8. KHATIMAH
39
a. Khittah NU merupakan landasan dan patokan-patokan dasar.
b. Dengan seizin Allah keberhasilan perwujudan Khittah ini tergantung
kepada kegiatan para pemimpin dan warga NU.
c. Jamiyah NU akan mencapai cita-citanya dengan melaksanakan Khittah
ini.
Dari apa yang dirumuskan, bisa dikatakan bahwa Khittah Nahdlatul Ulama
itu secara garis besar mengandung beberapa hal penting;
40
UKHUWAH
1. Pengertian
Ukhuwah sama artinya dengan persaudaraan
2. Pembagian ukhuwah
Ukhuwah dibagi menjadi 3 yang disebut dengan tri ukhuwah, yaitu:
a. Ukhuwah islamiyah
b. Ukhuwah insaniyah
c. Ukhuwah wathaniyah
41