Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN FALSAFAT DAN MISTISISME DALAM ISLAM

Review Buku Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam


Karya Prof. Dr. Harun Nasution
Yang diterbitkan oleh PT. Bulan Bintang, Jakarta 2014

Oleh : Ifa Zuhria

Biografi Prof. Dr. Harun Nasution


Harun Nasution lahir pada hari selasa tanggal 23 september 1919 di Pematang
Siantar, Sumatra Utara. Ayahnya bernama Abdul Jabbar Ahmad, seorang pedagang
terkenal asal mandaling dan menjadi qadhi ( penghulu) di kabupaten Simalungun,
Pemantang Siantar. Sedangkan ibunya bernama Maimunah.1 Pada usia 14 tahun Harun
tamat di HIS (Hollandsch In landche School) dan melanjutkan pendidikan ke sekolah
agama yang bersemangat modern, yaitu MIK (Moderne Islamie-tische Kweekschool) di
bukit tinggi.2 Disekolahan ini dia merasa cocok dengan pemikiran keagamaan yang
diajarkan ketika itu.
Pada tahun 1983 setelah kurang lebih setahun berada di Makkah atas inisiatif
ayahnya, rencana kedua orang tuanya terwujud. Yakni melanjutkan sekolah di Mesir di
Universitas Al-Azhar.3 Disinilah Harun memulai mendalami islam pada Fakultas
Ushuluddin. Alhasil nilai yang didapat sangat fantastis dan baik, akan tetapi dia belum
puas dan merasa belum seberapa ilmunya juga dia takut mengecewakan almamaternya,
sehingga ia memutuskan untuk kuliah di Universtas Amerika di Kairo. Di universitas ini
ia tidak mendalami tentang masalah-maslah keagamaan, tetapi mendalami ilmu
pendidikan dan ilmu sosial.4
Pada tahun 1947 ia mengantongi ijazah BA, Harun Nasution bekerja di
perusahaan swasta dan kemudian di konsulat Indonesia-Kairo. Setelah meraih gelar
doktor, ia kembali ke tanah air dan mencurahkan perhatianya pada pengembangan
pemkiran slam diberbagai IAIN yang ada di Indonesia. Pada tahun 1998 Harun Nasution
meninggal dunia pada usia 79 tahun di Jakarta.

Pintu Gerbang Mistisisme

1
Aqib Suminto, dkk., Refleksi Pembaruan Pemikiran Islam 70 Tahun Harun Nasution ( Jakarta: LSAF,
1989), hal. 5.
2
Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia Jilid 4 (Jakarta: Ikhtiar Baru -Van Hoeve, 1983), hal. 2308.
3
Hassa Sadaly, Ensiklopedi Indonesia Jilid I (Jakarta: Ikhtiar Bartu Van Hoeve, 1983), hal. 340.
4
Ibid, Hal 15.
Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 1
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019
Gagasan jiwa sebagai cermin, mencerminkan gambaran Tuhan dibandingkan
dengan kecermelangannya sendiri yang dipakai oleh para sufi muslim. Gagasan cermin
yang berkarat dan kebutuhan menyemirnya itu sangat digandrungi oleh para sufi generasi
selanjutnya. Penegasan bahwa hati dan fikiran yang perlu dibersihkan, dan kenyataan
bahwa ibadah ritual yang dilakukan dan amal shalih saja dirasakan oleh para sufi belum
memadai. Hal inilah yang mendorong mereka para sufi periode awal untuk melakukan
meditasi dan perenungan. Kepuasan rohaniah yang sejati seperti inilah yeng mendorong
terbentuknya pemisah yang tegas antara hakikat yang sementara dan abadi, serta
pembatasan yang jelas antara kehidupan duniawi dibandingkan dengan kehidupan yang
kekal bersama Tuhan.5
Mistisisme sebagai suatu konsep abstrak tidak memiliki definisi yang cukup
komprehensif untuk membatasi maknanya. Namun, terdapat kesepakatan mendasar
bahwa mistisisme merupakan dimensi batiniyah pada seluruh agama.6 Mistisisme
bersifat universal dalam makna, tetapi pertikular dalam implementasinya. Keinginan
untuk membedakan dua mistisisme, meminjam istilah Zaehner, adalah sama dengan
usaha untuk membedakan antara “suka dengan suka”.7 Mistisisme muncul dalam bentuk
pengalaman mistik dan proses untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan, atau kekuatan
semacam-Nya yang bersumber dari sudut pandang teologis dan filosofis yang beragam. 8
Istilah mistisisme telah digunakan sejak sekitar tahun 1900.9 Istilah ini sendiri
bersumber dari bahasa Yunani mien, yang berarti seseorang yang diakui memiliki
10
pengetahuan gaib tentang realitas kehidupan dan kematian. Perkembangan istilah
mistisisme dan popularitasnya dapat ditelusuri pada suatu asumsi yang kuat bahwa
terdapat s ejumlah aspek dalam kepercayaan, termasuk bentuk-bentuk pengalaman, tujuan
spiritual, praktek-praktek dan sebagainya. Hal itu, dapat ditemukan pada sebagian besar
agama dan pada bidang -bidang yang berhubungan dengan agama, seperti filsafat, seni,
literatur dan sains.11
Menurut Harun Nasution, dalam Islam mistisisme timbul dari adanya segolongan
umat Islam yang belum merasa puas melakukan ibadah kepada Tuhan dengan salat,

5
Margareth Smith, Mistisisme lslam dan Kristen: Sejarah Awal Perkembangannya, Terj. Amroeni Dradjat,
MA, (Tanggerang : Gaya Media Pratama, 2007), cet. I, hlm 185-186.
6
Louis Dupre,”Misticism”, The Encyclopedia of Religion (Vol. 10. New York : Macmillan Publishing
Company, 1987), hal 247.
7
R.C. Zaehner, Hindu and Muslim Mysticism (Oxford: Oneworld, 1994), hal 2.
8
Louis Dupre,”Misticism”, The Encyclopedia of Religion (Vol. 10. New York : Macmillan Publishing
Company, 1987), hal 249.
9
A.C. Bouquet, op. cit., h. 288. Istilah ini juga dilihat sebagai konsep fen omenologis yang dikembangkan
oleh para sarjana Barat. Steven T. Katz (ed.), op. cit., hal. 75.
10
A.C. Bouquet, ibid., hal.288
11
Steven T. Katz (ed.), op. cit., h. 75; James, op. cit., hal. 2.
Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 2
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019
puasa, zakat, dan haji semata. Mereka ingin merasakan lebih dekat lagi dengan Tuhan.
Untuk itu, mereka menempuh suatu jalan yang dinamakan tasawuf.12 Harun Nasution
mengatakan bahwa tujuan tasawuf adalah untuk memperoleh hubungan langsung dengan
Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Selain itu, kata
Harun Nasution, intisari dari mistisisme adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan
dialog antara ruh manusia dengan Tuhan melalui cara berkontemplasi.13
Berbicara tentang mistisisme Islam bisa kita dapat hanya jika kita memahami
makna orisinil istilah itu, yang berkaitan dengan misteri-misteri Ilahi. Kita harus ingat
bahwa diam atau tutup mulut adalah makna dasar kata Yunani muo yang menjadi akar
kata mysterion dan mistisisme.14 Menurut Lorens Bagus mistisisme15 adalah suatu
pendekatan spiritual, dan nondiskurtif kepada persekutuan jiwa dengan Allah, atau apa
saja yang dipandang sebagai realitas sentral alam.16 Tasawuf adalah sebuah jalan
kebenaran dan petunjuk. Sementara asal-usulnya adalah pemusatan diri dalam ibadah,
menghambakan diri semata kepada Allah.17

Menapaki Jejak Falsafah Islam


Ya’kub ibnu ishaq al-kindi berasal dari kindah di Yaman tetapilahir di Kufah (Irak)
di tahun 796 M. Orang tuanya adalah gubernur dari Basrah. Setelah dewasa ia pergi ke
Bagdad dan mendapat lindungan dari Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M) dan Khalifah
Al-Mu’tasim (833-842 M). Al-Kindi menganut aliran Mu’tazilah dan kemudian belajar
falsafah.18 Tuhan dalam falsafah al-kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniyah atau
mahiyah.19
Menurut al-kindi dalam falsafah jiwa bahwa roh tidak tersusun, tetapi mempunyai
arti penting, sempurna dan mulia. Roh adalah lain dari badan dan mempunyai wujud
20
sendiri. Roh bersifat kekal dan tidak hancur dengan hancurnya badan. Hanya roh yang
sudah bersih di dunia yang dapat pergi ke Alam Kebenaran itu.21
Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria al-Razi lahir di ray, suatu kota di dekat
Teheran, di tahun 863 M dan Wafat pada tahun 925 M.22 Falsafah dari al-Razi adalah

12
Harun Nasution,, Falsafat dan Mistisisme dalam islam,(Jakarta : PT. Bulan Bintang), cet.12, hal. 4.
13
Ibid.hal 57
14
Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, (Bandung: Mizan, 2003),
cet. I, hal. 459
15
Selanjutnya memakai kata tasawuf
16
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2005), cet. IV, hal. 653
17
Abu al-Waf’a’ al-Taftanzani, Sufi dari Zaman Ke Zaman, (Bandung: Pustaka, 1997), cet. II, hal. 14-15
18
Harun Nasution,, Falsafat dan Mistisisme dalam islam,(Jakarta : PT. Bulan Bintang), cet.12, hal. 6
19
Ibid, hal 7
20
Ibid , hal 8
21
Ibid , hal 9
22
Harun Nasution,, Falsafat dan Mistisisme dalam islam,(Jakarta : PT. Bulan Bintang), cet.12, hal. 12
Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 3
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019
tertkenal dengan “Lima kekal” yatu Tuhan, jiwa Universal, materi pertama, ruang absolut,
dan zaman absolut. Bagi benda (being) kelima hal itu ada : materi, ruang, zaman, benda-
benda, dan kembali pada sang pencipta.
Menurut al-Razi roh dan materi pada mulanya saling berontak, kemudian Tuhan
datang menolong roh dengan membentuk alam ini dalam susunan yang kuat sehingga roh
dapat mencari kesenangan materi di dalamnya. Tuhan mewujudkan manusia dan
didalamnya mengambil tempat. Oleh karena itu Tuhan mewujudkan akal, yang berasal
dari dzat Tuhan sendiri. Tugas akal adalah untuk menyadarkan manusia yang telah
terpedaya oleh kesenangan materi, bahwa alam materi ini bukanlah alam sebenarnya.
Beranjak dari roh dan materi, al-Razi juga seorang rasionalis yang hanya percaya
pada kekuatan akal dan tidak percaya pada wahyu dan perlunya nabi-nabi. Ia
berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui yang baik serta apa yang
buruk, untuk tahu pada Tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini.23
Abu Nash Muhammad al-Farabi lahir di wasij, suatu desa di farab (Transoxania) di
tahun 870 M. Ia berasal dari Turki da orang tuanya adalah seorang jenderal, ia pun sendiri
pernah menjadi hakim. Dari farab ia kemudian pindah ke bagdad, pusat ilmu pengetahuan
diwaktu itu. Ia berkeyakinan bahwa falsafah tak boleh dibocorkan dan sampai ke tangan
orang awam. Oleh karen aitu filosof-filosof harus menuliskan pendapat-pendapat atau
falsagah mereka dalam gaya bahasa yang gelap, agar jaman dapat diketahui oleh
sembarangan orang, dan dengan demikian serta keyakinannya tidak menjadi kacau.
Falsafah Emanasi/Pancaran menurut al-Farabi mencoba menjelaskan bagaimana
yang banyak bisa timbul dari yang Satu. Tuhan bersifat MahaSatu,tidak berubah, jauh
dari materi, jauh dari arti banayak, MahaSempurna dan tidak berhajat dari apapun. Tidak
jelas apa yang dimaksud al-Farabi, sebagian penyelidk berpendapat bahwa bagi al-Farabi
alam ni baru. Tetapi De Boer mengartikan alam bagi al-Farabi qadim (tidak bermula).
Yang jelas bahwa materi asal dari alam semesta memancar dari wujud Allah dan
pemancaran itu terjadi dari Qidam. Pemancaran diartikan penjadian. Materi dan alam
dijadkan tetapi mungkin sekali bersifat Qidam.
Bukan hanya falsafah emanasi saja, al-Farabi juga membicarakan tentang falsafah
Kenabian. Falsafah ini dikemukakannya untuk menentang aliran yang tak percaya kepada
Nabi atau Rasul (wahyu) sebagaimana yang dibawa oleh al-Razi dan lain-lain. Dalam hal
teori politik al-Farabi berpacu kepada Nabi atau rasul, karena sebaik-baik kepala ialah
Nabi atau Rasul. Kepala inilah yang adapat mengadakan peraturan-peraturan yang baik

23
Ibid, Hal 14-15
Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 4
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019
dan berfaedah bagi masyarakat, sehingga masyarakat menjadi maksmur dan baik, dan
didalamnya anggota-anggota dapat memperoleh kesenangan.24
Abu Ali Husein ibnu Abdillah ibnu Sina, lahir Afsyana didekat Bukhara tahun 980
M. Orang tuanya berkedudukan pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Samani.
Semenjakl kecil ia telah banyak mempelajari ilpu pengetahuan seperti fisika, matematika,
kedokteran, dan lain-lain.
Pemikiran terpenting yang dihasilkan ibnu Sina ialah falsafatnya tentang jiwa.
Sebagaimana al-Farabi, ia juga menganut paham pancaran. Dari Tuhan memancar Akal
pertama adalah malaikat tertinggi dan Akal kesepuluh adalah jibril. Jiwa manusia
berlainan dengan jiwa binatang dan tumbuh-tumbuhan, adalah kekal. Jika jiwa manusia
telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia akan
selamannya berada dalam kesenganan, dan jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan
tdak sempurna, karena semasa bersatu dengan badan ia selalu dipengaruh oleh hawa nafsu
badan, maka ia akan hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk untu selama-lamanya di
akhirat.
Juga tidak kalah penting ibnu Sina membahas tentang falsafah wahyu dan Nabi.
ibnu sina memberi nama sebuah akal materiil adalah Al-Hads (intuisi), daya yang ada
pada akal materiil seperti ni begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihan, dengan
mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat menerima cahaya
atau wahyu dari Tuhan. Akal yang seperti ini mempunyai daya suci. Inilah bentuk akal
tertinggi yang dapat diperoleh manusia , dan terdapat hanya pada nabi-nabi.
Ibnu sina juga menyinggung falsafah wujud, dimana sifat wujudlah yang terpenting
dan yang mempunyai kedudukan di atas segala sifat lain, walupun esensi sendiri. Tanpa
wujud esensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari pada esensi.25
Abu Hamid Muhammad al-Gazali lahir pada tahun 1059 M. Di Gazaleh dekat Tus
di Khurasan. Dalam perjalanan menggali ilmu pengetahuan begitu banyak termasuk
tentang pencarian kebenaran yang sebenarnya; yaitu kebenaran yang diyakininya betul-
betul merupakan kebenaran, seperti kebenaran sepuluh lebih banyak dari tiga. Tidaklah
mungkin sekarang apa yang dirasa benar menurut pendapat akal, nanti kalau kesadaran
yang lebih dalam timbul akan ternyata tidak benar pula, sebagaimana halnya dengan
orang yang telah bangun dan sadar dari tidurnya. Sekiranya ada orang yang mengatakan
bahwa tiga lebih banyak dari sepuluh dengan argumnent bahwa tongkat bisa dijadikan
ular, dan itu memang betul ia terlaksana, tetapi sungguh pun demikian keyakinan dalam

24
Ibid, hal 16-22
25
Ibid, hal 23-28
Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 5
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019
hati tidak akan pernah goyah. Seperti inilah pengetahuan yang sebenarnya menurut al-
Gazali.
Al- Gazali menyelidiki dan mengkritik terhadap pendapat filosof-filosof yang ber-
argumen itu merupakan kebenaran, menurutnya sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran
islam. Akhirnya ia mengambil sikap menentang terhadap falsafat. Dengan demikian satu-
satunya pengetahuan yang menimbulkan keyakianan akan kebenaran bagi al-Gazali
adalah pengetahuan yang diperoleh secara langsung dari Tuhan dengan Taswuf. Bukan
hanya itu saja al-Gazali juga membagi manusia menjadi tiga golongan yaitu; kaum awam,
kaum pilhan, dan kaum penengkar.26
Abu al-Walid Muhammad ibnu Muhammad ibnu Rusyd lahir di cordoba tahun 1126
M berasal dari keluarga hakim-hakim di Andalusia (Spanyol Islam). Dia ber-argument
bahwa falsafat tidaklah bertentangan dengan islam, bahkan orang islam diwajibkan atau
sekurang-kurangnya dianjurkan mempelajari (wajib atau sunah). Tugas filsafat ialah tidak
lain dari pada berfikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta semua yang ada ini.
Lebih lanjut ibnu Rusyd mengatakan bahwa tiap muslim mesti percaya pada tiga
dasar keagamaan yaitu : adanya Tuhan, adanya Rosul, dan adanya pembangkitan. Hanya
orang yang tidak percaya pada salah satu dari ketiga dasar inilah yang boleh dicap orang
kafir. Dalam mengkritik al.Gazali, ibnu Rusyd menjelaskan bahwa dalam pandangan
islam segala-galanya dalam alam ini berlaku menurut hukum alam, yaitu menurut sebab
musabab.
Beralih pada lain persoalan mengenai pembelaan ibnu rusyd terhadap kaum filosof-
filosof atas serangan – serangan al-Gazali yang tersebut akhir ini, sebagaimana telah
dilihat, menuduh kaum filosof menjadi kafir atas pemikiran-pemikiran mereka seperti
halnya; alam bersifat kekal, tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di alam ini,
dan pembangkitan jasmani tidak ada. Menjawab itu semua ibnu rusyd berpegang teguh
pada ayat-ayat al-Qur’an yang mampu menjabarkan secara jelas dan masuk akal.

Menuju Gerbang Mistisisme Islam dalam Kajian Tasawuf


Mistisisme dalam islam diberi nama tasawuf dan oleh kaum orientalis barat
disebut sufisme. Kata sufisme dalam istilah orientalis barat khusus dipakai untuk
mistisisme islam. Sufisme tidak dipakai untuk mistisisme yang terdapat dalam agama-
agama lain.Tasawuf merupakan suatu ilmu pengetahuan dan sebagai ilmu pengetahuan,
tasawuf atau sufisme mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang islam dapat berada
sedekat mungkin dengan Allah SWT.

26
Ibid, hal 29-33
Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 6
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019
Tasawuf berasal dari kata sufi. Menurut sejarah, orang yang pertama memakai
kata sufi adalah seorang Zahid atau Ascetic bernama Abu Hasyim al-Kufi di Irak (wafat
tahun 150 H). Asal usul aliran sufisme dalam islam berbeda-beda, antara lain : pengaruh
kristen, falsafah mistik pythagoras, falsafah emanasi plotinus, ajaran budha, dan ajaran-
ajaran hinduisme. Inilah beberapa paham dan ajaran yang menurut teorinya
mempengaruhi timbul dan munculnya sufisme dikalangan umat islam. Didalam Qur’an
memang terdapat ayat-ayat yang mengatakan bahwa manusia dekat sekali dengan Tuhan.
Diantaranya :
‫ان فَ ۡليَ ۡست َِجيبُواْ ِلي َو ۡلي ُۡؤ ِمنُواْ بِي لَعَلَّ ُه ۡم‬
ِ ٌۖ ‫ع‬ ُ ‫يب أ ُ ِج‬
َ َ‫يب دَ ۡع َوة َ ٱلدَّاعِ إِذَا د‬ ٌۖ ‫عنِي فَإِنِي قَ ِر‬
َ ‫سأَلَكَ ِعبَادِي‬
َ ‫َوإِذَا‬
ُ ‫يَ ۡر‬
َ‫شدُون‬
Artinya : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Tuhan disini mengatakan bahwa ia dekat pada manusia dan mengatakan
permintaan yang meminta. Oleh kaum sufi da’a disini diartikan berseru, yaitu Tuhan
mengabulkan seruan orang yang ingin dekat pada-Nya.
Jalan untuk dekat kepada Allah SWT, seorang sufi harus menempuh jalan panjang
yang berisi stasiun-stasiun, yang disebut Maqamat dalm istilah arab, atau stages dan
stations dalam istilah inggris. Jalan yang harus dilalui seorang sufi tidaklah licin dan
dapat ditempuh dengan mudah. Jalan tu sulit dan untuk pindah dari satu stasiun ke stasiun
yang lain, itu menghendaki usaha yang berat dan waktu yang bukan singkat. Terkadang
seorang calon sufi harus bertahun-tahun tinggal dalam satu stasiun.
Stasiun yang terpenting bagi seorang calon sufi ialah al-Zuhud yaitu keadaan
meniggalkan dunia dan hidup kebendaan. Sebelum menjadi sufi, seorang calon harus
terlebih dahulu menjadi zahid, sesudah menjadi zahid barulah ia bisa meningkat menjadi
sufi. Dengan demikian tiap sufi adalah zahid, tetapi sebaliknya bukanlah tiap zahid
merupakan sufi. Ada juga stasiun-stasiun yang kedudukanya dalam tasawuf tidak
sederajat dengan al-zuhd, al-ma’rifah, al-mahabbah, dan sebagainya yaitu; tobat, wara’,
kefakiran, sabar, tawakal, kerelaan.
Bukan hanya itu saja, penjabaran dari stasiun – stasiun lainya dalam tasawuf
yaitu; a). Al- Mahabah juga tak kalah penting, al-Mahabah adalah cinta kepada Tuhan
dengan cara memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan pada-Nya,
menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi, dan mengosongkan hati dari segala-

Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 7
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019
galanya kecuali dari diri yang dikasihi. Yang dimaksud dengan yang dikasihi di sini ialah
Tuhan. b). Al- Ma’rifat adalah setinggi-tingginya tingkat yang dapat dicapai seorang sufi.
Dan pengetahuan yang diperoleh dari ma’rifat lebih tinggi kwalitas dan muttunya
daripada pengetahuan yang diperoleh dengan rasional. c). Al-Fana’ dan Al-baqa’; fana’
adalah penghancuran diri sebelum seorang sufi bersatu dengan Tuhan, selama dia belum
dapat menghancurkan dirinya, yaitu selama ia masih sadar akan dirinya, ia tak akan bisa
bersatu dengan Tuhan. baqa’ adalah tetap, kekal. Fana’ dan baqa’ merupakan mencapai
persatuan secara rohaniah dan batiniah dengan Tuhan, sehingga yang disadarinya hanya
Tuhan dalam dirinya. d). Al-Ittihad adalah suatu tingkatan dalam taswuf dimana
seseorang telah merasa bahwa dirinya bersatu dengan Tuhan, sebuah tingkatan dimana
yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu. e). Al-Hulul adalah paham yang
mengatakan bahwa tuhan memilih badan/tubuh manusia yang istimewa atau tertentu
untuk mengambil tempat didalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada pada
tubuhnya lenyap. f). Wahdat Al-Wujud adalah kesatuan wujud, dalam arti makhluk atau
yang dijadikan wujudnya bergantung pada wujud Tuhan yang bersifat Wajib. Tegas yang
sebenarnya mempunyai wujud hanyalah satu, yakni Tuhan. Wujud selain dar tuhan
adalah sebuah wujud Bayangan yang semu atau abstrak.27

Kesimpulan

Pemikiran Harun Nasution (1919-1998) tentang mistisisme dalam Islam adalah


bahwa mistisisme timbul dari adanya segolongan umat Islam yang belum merasa puas
melakukan ibadah kepada Tuhan dengan salat, puasa, zakat, dan haji semata. Mereka
ingin merasakan lebih dekat lagi dengan Tuhan. Untuk itu, mereka menempuh suatu jalan
yang dinamakan tasawuf. Tujuan tasawuf adalah untuk memperoleh hubungan langsung
dengan Tuhan, Selain itu, intisari dari mi stisisme adalah kesadaran akan adanya
komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan dengan cara berkontemplasi.
Mistisisme dalam Islam memiliki keragaman aliran, masing-masing aliran ini memiliki
stasiun pu ncak dalam perjalanan spritual mereka. Stasiun puncak yang menjadi titik
tujuan para sufi berbeda-beda paling tidak dalam peristilahan satu sama lain, sesuai
dengan konsep mistisisme yang mereka yakini.

Untuk mencapai puncak-puncak perjalanan spritual tersebut , masing- masing


aliran memiliki sejumlah maqomat, Substansi dari ajaran tasawuf menurut Harun
Nasution adalah perpaduan antara iman, ibadah, amal saleh dan akhlak mulia. Seluruh
elemen ini harus menyatu, iman harus direfleksikan dalam bentuk ibadah, dan ibadah

27
Harun Nasution,, Falsafat dan Mistisisme dalam islam,(Jakarta : PT. Bulan Bintang), cet.12, hal. 43-77
Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 8
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019
yang benar adalah yang membawa dampak positif dalam bentuk amal saleh dan akhlak
mulia. Dari perpaduan elemen-elemen tersebut akan melahirkan peradaban Islam yang
sejati.

Praktik mistisisme yang dilaksanakan oleh Harun Nasution adalah pelaksanaan


ibadah secara terpadu sehingga hakikat iman, salat, puasa, zakat, dan haji benar-benar
terwujud, sehingga punya rasa tanggung jawab, amanah, mempunyai rasa kasih sayang,
dan adil dalam bertindak.

Kelebihan buku ini,

Dalam buku Harun Nasution sangat luar biasa, dalam peta pemikiran mistisisme
di Indonesia khususnya, dapat dilihat dari dua segi, yaitu: corak mistisisme yang beliau
praktekkan dan peran beliau dalam perkembangan mistisisme Islam di Indonesia. Corak
mistisisme Harun Nasution seperti tergambar dalam pemikiran dan praktik
kehidupannya adalah neo-sufisme. Neo- sufisme memberi perhatian pada rekonstruksi
masyarakat dengan membumikan nilai-nilai syariat (Islam) dalam kehidupan sosial
masyarakat. Harun Nasution, menginginkan terciptanya individu dan masyarakat yang
memiliki kepribadian sufi, yaitu pribadi yang memiliki akhlak terpuji juga manfaat pada
lingkungan sekitarnya. Meskipun Harun Nasution tidak menawarkan konsep baru
tentang misitisisme Islam, dan meski dia bukan orang pertama di Indonesia yang
berbicara tentang misitisisme Islam, tetapi dia memiliki peran yang signifikan dalam
perkembangan mistisisme Islam di tanah air. Peran penting dia dalam hal ini, antara
lain: pertama, dia telah memetakan berbagai aliran mistisisme dalam Islam dari
berbagai zaman dan corak, yang disajikan secara objektif dan ilmiah. Karya dia
merupakan sumbangan besar bagi dunia akademik khususnya di bidang misitisisme
dalam Islam. Kedua, dialah yang pertama kali memasukkan tasawuf seb agai salah satu
mata kuliah di Perguruan Tinggi Islam, bahkan dia sendiri yang menyusun silabusnya.

Kekurangan buku ini,

Buku ini sangat bagus sekali sebagai kajian dalam islam utamanya sebagai
pemula khususnya di bidang falsafah mistisisme dalam islam kajian taswuf, akan
tetapi didalam buku ini perlu adanya keterangan secara khusus mengenai kosa kata
pembahasannya, sebab masih banyak kosa kata yang sulit dipahami utamanya bagi
pemula untuk mengkaji falsafat lebih dalam.

Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 9
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019
DAFTAR PUSTAKA

A.C. Bouquet, op. cit., h. 288. Istilah ini juga dilihat sebagai konsep fen omenologis

yang dikembangkan oleh para sarjana Barat. Steven T. Katz (ed.), op. cit., hal. 75.

Abu al-Waf’a’ al-Taftanzani, 1997, Sufi dari Zaman Ke Zaman, Bandung: Pustaka, cet.
II, hal. 14-15
Aqib Suminto, dkk., 1989, Refleksi Pembaruan Pemikiran Islam 70 Tahun Harun
Nasution Jakarta: LSAF, , hal. 5.
Harun Nasution, 2014, Falsafat dan Mistisisme dalam islam, Jakarta : PT. Bulan

Bintang , cet.12, hal. 4.

Hassan Sadaly, 1983, Ensiklopedi Indonesia, Jilid I Jakarta: Ikhtiar Bartu Van Hoeve, hal.
340.
Hassan Shadily, 1983, Ensiklopedi Indonesia, Jilid 4 Jakarta: Ikhtiar Baru -Van Hoeve,
hal. 2308.
Lorens Bagus, 2005, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, cet. IV, hal. 653
Louis Dupre, 1987, ”Misticism”, The Encyclopedia of Religion, Vol. 10. New York :
Macmillan Publishing Company, hal 247.
Margareth Smith, 2007, Mistisisme lslam dan Kristen: Sejarah Awal Perkembangannya,
Terj. Amroeni Dradjat, MA,Tanggerang : Gaya Media Pratama, cet. I, hlm 185-186.
R.C. Zaehner, 1994, Hindu and Muslim Mysticism, Oxford: Oneworld, hal 2.
Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, 2003, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam,
Bandung: Mizan, cet. I, hal. 459
Steven T. Katz (ed.), op. cit., h. 75; James, op. cit., hal. 2.

Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 10
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019
Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 11
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019
Review Kajian Falsafah dan Mistisisme dalam Islam karya Prof.Dr.Harun Nasution, Oleh Ifa Zuhria 12
M-PGMI UIN MALIKI Semester 1 2019

Anda mungkin juga menyukai