Dosen Pengampu :
NIP. 197001031997031001
Penyusun :
1. Alfira Destriannisya 05020721028
2. Atika Mayang Nur Latifah 05020721029
3. Salman Daffa’ Nur Azizi 05020721048
4. Alif Syah Akbar 05040721060
2022
1
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah Swt, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami. Adapun tujuan
penulisan maklaah ini adalah untuk memberikan wawasan mengenai mata kuliah
filsafat ilmu yang berjudul “Memahami Korelasi Antara Filsafat, Ilmu, Dan
Agama”.
Kami menyadari masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka, kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
Kesimpulan.........................................................................................................15
Saran...................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini antara lain:
1. Bagaimana hubungan antara filsafat, ilmu, dan agama?
4
2. Bagaimana fungsi ilmu, filsafat, dan agama?
3. Apa saja alat yang dipakai untuk memahami ketiganya?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengatahui hubungan antara filsafat, ilmu, dan agama.
2. Untuk mengetahui fungsi ilmu, filsafat, dan agama.
3. Untuk mengetahui alat yang dipakai untuk memahami ketiganya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1
Rombac, H. De actualiteit van de wijsbebegeerte-Amsterdam, 1965, hal. dalam Gerard Beekman,
Filosofie, Filosofen, Filosoferen, terj. R.A. Rivai, Filsafat para Filosot Berfilsafat, (Jakarta:
Erlangga, 1984), hal. 76
2
Marsiyem, Kumpulan Materi Filsafat Ilmu, disampaikan dalam kuliah pada Fakultas Hukum
Program Magister Ilmu Hukum Unissula, Tanggal 28 Januari 2012.
6
Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan agama (din) sebagai:
“keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat –atau beberapa
dzatghaib yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, ia
memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan
dengan nasib manusia. Dari definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa pokok
dan dasar dari agama adalah keyakinan sekelompok manusia terhadap
suatu zat (Tuhan). Keyakinan dapat dimaknai dengan pengakuan terhadap
eksistensi Tuhan yang memiliki sifat agung dan berkuasa secara mutlak
tanpa ada yang dapat membatasinya. Dari pengakuan tentang eksistensi
Tuhan tersebut, menimbulkan rasa takut, tunduk, patuh, sehingga manusia
mengekpresikan pemujaan (penyembahan) dalam berbagai bentuk sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan oleh suatu agama. Esensi agama
adalah untuk pembebasan diri manusia dari penderitaan, penindasan
kekuasaan sang tiran untuk kedamaian hidup. Islam, seperti juga
Abrahamic Religious keberadaannya untuk manusia (pemeluknya) agar
dapat berdiri bebas di hadapan Tuhannya secara benar yang
diaktualisasikan dengan formulasi taat kepada hukum-Nya, saling
menyayangi dengan sesama, bertindak adil dan menjaga diri dari
perbuatan yang tidak baik serta merealisasikan rasa ketaqwaan. Dasar
penegasan moral keagamaan tersebut berlawanan dengan sikap amoral.
Dalam implementasinya institusi sosial keagamaan yang lahir dari etika
agama sejatinya menjadi sumber perlawanan terhadap kedhaliman,
ketidak-adilan, dan sebagainya.3
1. Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah
merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya
mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat
mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong
pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai
3
Musa Asy’arie. Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual, (Yogyakarta: LESFI, 2002), hal.
13-14
7
dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk
mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan
keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual
manusia Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan
secara tegas dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan
filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara
ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri
terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan
ilmu, demikian juga di kalangan filsuf terdapat perbedaan
pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.19
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu
dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir
reflektif dalam upaya menghadapi/memahami fakta-fakta dunia
dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun
ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen
pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan
yang terorganisir dan sistematis. Sementara itu perbedaan
filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana
ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis
dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan
observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra
serta berupaya untuk menemukan hukumhukum atas gejala-
gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji
pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif
dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang
pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan
kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi
kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik
pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam
mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus
dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji
8
hubungan antara temuantemuan ilmu dengan klaim agama,
moral serta seni.
Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa
filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh
ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa
dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari
jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau
dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian
filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi
objek kajiannya yakni berpikir reflektif dan sistematis, meski
dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.
Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat
empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari
jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab
oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan
Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang
tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat
mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba, Pengetahuan ilmu
lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau
eksperimen); batasnya sampai kepada yang tidak atau belum
dapat dilakukan penelitian4. Pengetahuan filsafat : segala
sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang
alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam
namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di
luar alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu
Oemar Amin Hoesin mengatakan bahwa ilmu memberikan
kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari
sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah
kajiannya sendiri-sendiri.
4
Sidi Gazalba, Sistimatika Filsafat (Jilid 1 sampai 4), (Jakarta: Bulan Bintang: 1976) .
9
2. Hubungan Filsafat dengan Agama
Sebagian ahli memiliki kemampuan yang sangat tinggi
dalam memikirkan berbagai hal yang mencakup alam, manusia
bahkan Tuhan yang disembah oleh manusia. Dalam konteks
ini, terdapat hal-hal tertentu yang cenderung memiliki
kesamaan antara agama dan filsafat. Tidak mengherankan
dalam khazanah Islam, dianggap seseorang yang mampu dalam
hal pemikiran melebihi manusia kebanyakan, dianggap sebagai
Nabi.5 Lalu, sebagian yang lain, karena kemampuan seorang
Nabi terutama dalam mengucapkan ungkapan-ungkapan
bijaksana adakalanya juga dikatakan sebagai filosof. Untuk itu,
Logika yang ada dalam Islam memiliki corak tersendiri
dibandingkan logika Barat yang bebas nilai-nilai keagamaan.
Filsafat, sebagai sebuah metode berpikir yang sistematis
merupakan salah satu pendekatan tersendiri dalam memahami
kebenaran. Dalam konteks keagamaan, pemikiran tentang
berbagai hal dan urusan. Karenanya dalam filsafat juga
dibicarakan bagaimana keberadaan Tuhan, dan juga persoalan
kenabian, kedudukan dan fungsi akal dan wahyu, penciptaan
manusia serta ibadah yang dilakukan oleh manusia. Secara
lebih jelas, hal ini dapat dilihat pada uraian tentang objek
filsafat, yaitu antara lain sebagai berikut:
Dari apakah benda-benda dapat berubah menjadi
lainnya, seperti perubahan oksigen dan hidrogen
menjadi air?
Apakah zaman itu yang menjadi ukuran gerakan dan
ukuran wujud seua perkara?
Apakah bedanya makhluk hidup dengan makhluk yang
tidak hidup?
5
Oemar Amin Hoesen, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1964), hal. 65.
10
Apakah ciri-ciri khas makhluk hidup itu?
Apa jiwa itu, jiwa itu ada, apakah jiwa manusia itu
abadi atau musnah?
6
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 17
11
mempunyai ciri-ciri tertentu. Menurut The Liang GieA, tujuan atau fungsi
filsafat ilmu, diantara lain sebagai berikut:
1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehimgga
orang menjadi kritis dan cermat terhadap kegiatan ilmiah.
2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik
asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan yang terjadi di
kalangan ilmuwan modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah
tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri.
3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode
keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat
dipertanggung jawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami
dan dipergunakan secara umum.
4. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara
ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
7
7 Dr. H. Imam Amrusi Jailani M.Ag., Filsafat Ilmu Sebuah Nuansa Baru (Surabaya: Tim Gerbang
Media, 2022).
12
keyakinan agam yang dianutnya. Sebagai sistem nilai agama yang memiliki arti
khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas.8
1. Berfungsi Edukatif
Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut
memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara
yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Unsur suruh dan larangan ini
mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi
penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran
agama masing-masing.9
2. Berfungsi Penyelamat
Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat.
Keselamatan yang diajarkan oleh agama. Keselamatan yang diberikan oleh
agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam
yaitu dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama
mengajarkan para penganutnya melalui pengenalan kepada masalah sakral,
berupa keimanan kepada Tuhan.
3. Berfungsi Sebagai Pendamaian
Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai
kedamaian batin melalui tuntutan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah
akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seseorang pelanggar
telah menebus dosanya melalui taubat, pensucian ataupun penebusan dosa.
4. Berfungsi Sebagai Sosial Kontrol
Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat
batin kepada tuntutan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara
8
Ibid
9
Jurnal_Ilmiah_Tujuan_dan_Manfaat_Filsafa’.
13
kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai pengawasan
sosial secara individu maupun kelompok.
10
Abdul Munir Mulkan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993, hal. 20
11
Zayyadi, A., Ilmu, F., Persamaan, P., & Bakir, M. (2018). Filsafat Ilmu antara Ilmu dan Agama.
Samawat, 02(01), 56.
14
3. Titik singgung, tidak semua masalah yang dipertanyakan
dpat dijawab oleh ilmu pengetahuan dikarenakan sifat ilmu
pengetahuan yang terbatas oleh objek dan metodologinya.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat
mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa
dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama
merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab
oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatism.
3. Adapun tujuan atau fungsi filsafat ilmu menurut The Liang Gie yaitu
filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, filsafat ilmu
merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuan, filsafat ilmu memberikan pendasaran logis serta mempertegas
16
bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak
ada pertentangan.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, semoga bisa menambah pengetahuan
pembaca. Akan tetapi, kami juga menyarankan agar pembaca tidak hanya
membaca makalah ini, melainkan juga mencari refrensi yang lainnya yang
lebih sempurna dari makalah ini. Karena penulis menyadari bahwa masih
jauhnya dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik tentang pembahasan makalah diatas.
17
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Imam Amrusi Jailani M.Ag., Filsafat Ilmu Sebuah Nuansa Baru
(Surabaya: Tim Gerbang Media, 2022).
Jurnal_Ilmiah_Tujuan_dan_Manfaat_Filsafa’
Oemar Amin Hoesen, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1964), hal. 65.
Sidi Gazalba, Sistimatika Filsafat (Jilid 1 sampai 4), (Jakarta: Bulan Bintang:
1976) .
Zayyadi, A., Ilmu, F., Persamaan, P., & Bakir, M. (2018). Filsafat Ilmu antara
Ilmu dan Agama. Samawat, 02(01), 56.
18