Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FILSAFAT ILMU

MEMAHAMI KORELASI ANTARA ILMU, FILSAFAT, DAN AGAMA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu :

Dr. H. Imam Amrusi Jaelani, M.Ag.

NIP. 197001031997031001

Penyusun :
1. Alfira Destriannisya 05020721028
2. Atika Mayang Nur Latifah 05020721029
3. Salman Daffa’ Nur Azizi 05020721048
4. Alif Syah Akbar 05040721060

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

2022

1
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah Swt, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami. Adapun tujuan
penulisan maklaah ini adalah untuk memberikan wawasan mengenai mata kuliah
filsafat ilmu yang berjudul “Memahami Korelasi Antara Filsafat, Ilmu, Dan
Agama”.

Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberikan informasi yang


berguna bagi para pembaca, baik dari kalangan tua hingga para generasi muda.
Dengan adanya tulisan ini juga diharapkan para mahasiswa/i mampu memahami
korelasi antara filsafat, ilmu, dan agama.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Imam Amrusi


Jaelani, M. Ag., selaku dosen pengampu untuk Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Kami
juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut membantu
tersusunnya makalah ini.

Kami menyadari masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka, kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.

Surabaya, 07 April 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5

A. Hubungan antara Ilmu Filsafat dan Agama..................................................5

B. Fungsi Ilmu, Filsafat, dan Agama dalam Kehidupan..................................10

C. Alat yang dipakai untuk Memahami Ketiganya.........................................12

BAB III PENUTUP..............................................................................................15

Kesimpulan.........................................................................................................15

Saran...................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia mempunyai tiga alat untuk mencari sebuah kebenaran, yaitu


filsafat, ilmu, dan agama. Meskipun ketiga perspektif ini untuk mencari
sebuah kebenaran, tetapi ketiga perspektif tersebut tidak bisa menjadi sesuatu
yang sama. Filsafat dan ilmu memiliki sumber yang sama, yaitu akal dan
rasio. Karena akal manusia terbatas, maka kebenaran filsafat dan ilmu
dianggap relatif. Sedangkan agama bersumber dari wahyu, kebenarannya
dianggap mutlak. Diantara filsafat dan ilmu tidak ada sama-sama tidak
memiliki tokoh sentral, sedangkan agama memiliki tokoh sentral yaitu Tuhan.
Melalui ketiga potensi tersebut manusia akan memperoleh kebahagiaan yang
sebenarnya.

Adapun sebagian cendekiawan agama memahami filsafat dan ilmu sebagai


alat untuk menajamkan pemahaman terhadap agama agar semakin kuat.
Cendekiawan filsafat memandang agama dengan pemikiran yang mendalam,
sehingga para filosof mendapatkan sebuah kebenaran yang hakiki. Sementara
ilmu adalah alat sederhana karena dapat dijangkau oleh seluruh khalayak
ramai. Pemahaman mengenai filsafat, ilmu, dan agama ini adalah pemahaman
yang penting untuk setiap masing-masing manusia. Karena setiap manusia
pasti memiliki permasalahan dan cara manusia memecahkan masalah adalah
dengan memahami pemahaman filsafat, ilmu, dan agama. Dengan demikian,
setiap masalah yang dihadapi manusia pasti menggunakan ketiga perspektif
ini untuk menyelesaikan masalahnya.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini antara lain:
1. Bagaimana hubungan antara filsafat, ilmu, dan agama?

4
2. Bagaimana fungsi ilmu, filsafat, dan agama?
3. Apa saja alat yang dipakai untuk memahami ketiganya?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengatahui hubungan antara filsafat, ilmu, dan agama.
2. Untuk mengetahui fungsi ilmu, filsafat, dan agama.
3. Untuk mengetahui alat yang dipakai untuk memahami ketiganya.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hubungan antara Ilmu Filsafat dan Agama


Henrich Rombach, menyebutkan satu persatu sejumlah titik
perbedaan antara ilmu dan filsafat. Pertama-tama, melalui filsafat kita
dapat menanyakan mengenai sifat dan eksistensi dari suatu ilmu dan
pengetahuan, akan tetapi “tidak ada suatu bidang di luar filsafat, yang
kiranya dapat mengajukan pertanyaan yang menyangkut filsafat secara
keseluruhan”. Fakta ini saja, secara fundamental sudah membedakan
filsafat dari setiap ilmu pengetahuan yang lain. Bagi Plato, objek filsafat
adalah penemuan kenyataan atau kebenaran mutlak, lewat dialektika. 1
Secara bahasa, Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman
yang berarti mengetahui, memahami dan mengerti benar-benar.
Dalam Encyclopedia Americana, ilmu adalah pengetahuan yang
bersifat positif dan sistematis. Paul Freedman, dalam The Principles of
Scientific Research mendefinisikan ilmu sebagai: bentuk aktifitas manusia
yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan
dan senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau,
sekarang dan kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat
untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta
mengubah sifat-sifatnya sendiri. S.Ornby mengartikan ilmu sebagai
susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan
percobaan dari fakta-fakta. Poincare, menyebutkan bahwa ilmu berisi
kaidah-kaidah dalam arti definisi yang tersembunyi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam proses untuk memperoleh suatu ilmu adalah
dengan melalui pendekatan filsafat.2

1
Rombac, H. De actualiteit van de wijsbebegeerte-Amsterdam, 1965, hal. dalam Gerard Beekman,
Filosofie, Filosofen, Filosoferen, terj. R.A. Rivai, Filsafat para Filosot Berfilsafat, (Jakarta:
Erlangga, 1984), hal. 76
2
Marsiyem, Kumpulan Materi Filsafat Ilmu, disampaikan dalam kuliah pada Fakultas Hukum
Program Magister Ilmu Hukum Unissula, Tanggal 28 Januari 2012.

6
Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan agama (din) sebagai:
“keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat –atau beberapa
dzatghaib yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, ia
memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan
dengan nasib manusia. Dari definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa pokok
dan dasar dari agama adalah keyakinan sekelompok manusia terhadap
suatu zat (Tuhan). Keyakinan dapat dimaknai dengan pengakuan terhadap
eksistensi Tuhan yang memiliki sifat agung dan berkuasa secara mutlak
tanpa ada yang dapat membatasinya. Dari pengakuan tentang eksistensi
Tuhan tersebut, menimbulkan rasa takut, tunduk, patuh, sehingga manusia
mengekpresikan pemujaan (penyembahan) dalam berbagai bentuk sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan oleh suatu agama. Esensi agama
adalah untuk pembebasan diri manusia dari penderitaan, penindasan
kekuasaan sang tiran untuk kedamaian hidup. Islam, seperti juga
Abrahamic Religious keberadaannya untuk manusia (pemeluknya) agar
dapat berdiri bebas di hadapan Tuhannya secara benar yang
diaktualisasikan dengan formulasi taat kepada hukum-Nya, saling
menyayangi dengan sesama, bertindak adil dan menjaga diri dari
perbuatan yang tidak baik serta merealisasikan rasa ketaqwaan. Dasar
penegasan moral keagamaan tersebut berlawanan dengan sikap amoral.
Dalam implementasinya institusi sosial keagamaan yang lahir dari etika
agama sejatinya menjadi sumber perlawanan terhadap kedhaliman,
ketidak-adilan, dan sebagainya.3
1. Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah
merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya
mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat
mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong
pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai

3
Musa Asy’arie. Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual, (Yogyakarta: LESFI, 2002), hal.
13-14

7
dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk
mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan
keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual
manusia Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan
secara tegas dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan
filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara
ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri
terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan
ilmu, demikian juga di kalangan filsuf terdapat perbedaan
pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.19
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu
dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir
reflektif dalam upaya menghadapi/memahami fakta-fakta dunia
dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun
ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen
pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan
yang terorganisir dan sistematis. Sementara itu perbedaan
filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana
ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis
dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan
observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra
serta berupaya untuk menemukan hukumhukum atas gejala-
gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji
pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif
dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang
pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan
kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi
kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik
pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam
mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus
dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji

8
hubungan antara temuantemuan ilmu dengan klaim agama,
moral serta seni.
Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa
filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh
ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa
dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari
jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau
dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian
filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi
objek kajiannya yakni berpikir reflektif dan sistematis, meski
dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.
Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat
empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari
jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab
oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan
Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang
tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat
mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba, Pengetahuan ilmu
lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau
eksperimen); batasnya sampai kepada yang tidak atau belum
dapat dilakukan penelitian4. Pengetahuan filsafat : segala
sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang
alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam
namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di
luar alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu
Oemar Amin Hoesin mengatakan bahwa ilmu memberikan
kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari
sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah
kajiannya sendiri-sendiri.

4
Sidi Gazalba, Sistimatika Filsafat (Jilid 1 sampai 4), (Jakarta: Bulan Bintang: 1976) .

9
2. Hubungan Filsafat dengan Agama
Sebagian ahli memiliki kemampuan yang sangat tinggi
dalam memikirkan berbagai hal yang mencakup alam, manusia
bahkan Tuhan yang disembah oleh manusia. Dalam konteks
ini, terdapat hal-hal tertentu yang cenderung memiliki
kesamaan antara agama dan filsafat. Tidak mengherankan
dalam khazanah Islam, dianggap seseorang yang mampu dalam
hal pemikiran melebihi manusia kebanyakan, dianggap sebagai
Nabi.5 Lalu, sebagian yang lain, karena kemampuan seorang
Nabi terutama dalam mengucapkan ungkapan-ungkapan
bijaksana adakalanya juga dikatakan sebagai filosof. Untuk itu,
Logika yang ada dalam Islam memiliki corak tersendiri
dibandingkan logika Barat yang bebas nilai-nilai keagamaan.
Filsafat, sebagai sebuah metode berpikir yang sistematis
merupakan salah satu pendekatan tersendiri dalam memahami
kebenaran. Dalam konteks keagamaan, pemikiran tentang
berbagai hal dan urusan. Karenanya dalam filsafat juga
dibicarakan bagaimana keberadaan Tuhan, dan juga persoalan
kenabian, kedudukan dan fungsi akal dan wahyu, penciptaan
manusia serta ibadah yang dilakukan oleh manusia. Secara
lebih jelas, hal ini dapat dilihat pada uraian tentang objek
filsafat, yaitu antara lain sebagai berikut:
 Dari apakah benda-benda dapat berubah menjadi
lainnya, seperti perubahan oksigen dan hidrogen
menjadi air?
 Apakah zaman itu yang menjadi ukuran gerakan dan
ukuran wujud seua perkara?
 Apakah bedanya makhluk hidup dengan makhluk yang
tidak hidup?

5
Oemar Amin Hoesen, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1964), hal. 65.

10
 Apakah ciri-ciri khas makhluk hidup itu?
 Apa jiwa itu, jiwa itu ada, apakah jiwa manusia itu
abadi atau musnah?

Pengungkapan pertanyaan-pertanyaan di atas, dalam Islam


merupakan sesuatu yang dapat menjadikan pemikir tersebut
menjadi yakin akan keberadaan Tuhan. Dan semakin
berkeinginan untuk menjadikan hidupnya lebih bermakna.
Filsafat memasuki lapangan-lapangan ilmu keislaman dan
mempengaruhi pembatasan-pembatasannya. Penyelidikan
terhadap keilmuan meliputi kegiatan filsafat dalam dunia
Islam. Dengan demikian filsafat Islam secara khusus
memisahkan diri sebagai ilmu yang mandiri. 6Walaupun hasil
juga ditemukan keidentikan dengan pemandangan orang
Yunani (Aristoteles) dalam masalah teori tentang pembagian
filsafat oleh filsuf-filsuf Islam.

Para ulama Islam memikirkan sesuatu dengan jalan


filsafat. Ada yang lebih berani dan lebih bebas daripada
pemikiran-pemikiran mereka yang biasa dikenal dengan nama
filosuf-filosuf Islam. Di mana perlu diketahui bahwa
pembahasan ilmu Kalam dan Tasawuf banyak terdapat pikiran
dan teori-teori yang tidak kalah teliti daripada filsuf-filsuf
Islam.

B. Fungsi Ilmu, Filsafat, dan Agama dalam Kehidupan


Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menyelidiki
sedalam dan seluas mungkin segala sesuatu mengenal semua ilmu.Filsafat
ilmu merupakan bagaian dari epistimologi yang secara spesifik mengkaji
hakikat ilmu. Sedangkan ilmu merupakan cabang pengetahuan yang

6
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 17

11
mempunyai ciri-ciri tertentu. Menurut The Liang GieA, tujuan atau fungsi
filsafat ilmu, diantara lain sebagai berikut:
1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehimgga
orang menjadi kritis dan cermat terhadap kegiatan ilmiah.
2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik
asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan yang terjadi di
kalangan ilmuwan modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah
tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri.
3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode
keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat
dipertanggung jawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami
dan dipergunakan secara umum.
4. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara
ilmu dan agama tidak ada pertentangan.

Sedangkan menurut Abubakar Aceh, tujuan filsafat ada dua, yaitu:

1. Memandang keadaan hidup dengan sesempurna-sempurnanya.


2. Memecahkan kesukaran-kesukaran yang terdapat diantara ilmu dan
agama.

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia tehadap sesuatu yang bersifat


adikodrati (supernatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkuo
kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai
per orang atau dalam hubungannya dengan bermasyarakat. Selain itu, agama juga
memberi dampak bagi kehidupan sehari-hari.7

Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai


yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi
kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan

7
7 Dr. H. Imam Amrusi Jailani M.Ag., Filsafat Ilmu Sebuah Nuansa Baru (Surabaya: Tim Gerbang
Media, 2022).

12
keyakinan agam yang dianutnya. Sebagai sistem nilai agama yang memiliki arti
khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas.8

Masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan


masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain:

1. Berfungsi Edukatif
Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut
memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara
yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Unsur suruh dan larangan ini
mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi
penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran
agama masing-masing.9
2. Berfungsi Penyelamat
Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat.
Keselamatan yang diajarkan oleh agama. Keselamatan yang diberikan oleh
agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam
yaitu dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama
mengajarkan para penganutnya melalui pengenalan kepada masalah sakral,
berupa keimanan kepada Tuhan.
3. Berfungsi Sebagai Pendamaian
Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai
kedamaian batin melalui tuntutan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah
akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seseorang pelanggar
telah menebus dosanya melalui taubat, pensucian ataupun penebusan dosa.
4. Berfungsi Sebagai Sosial Kontrol
Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat
batin kepada tuntutan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara

8
Ibid
9
Jurnal_Ilmiah_Tujuan_dan_Manfaat_Filsafa’.

13
kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai pengawasan
sosial secara individu maupun kelompok.

C. Alat yang dipakai untuk Memahami Ketiganya


Pada dasarnya hakikat manusia adalah makhluk pencari kebenaran
karena manusia sendiri diberi bekal akal dan pikiran dari Allah. Akan
tetapi akal yang dipimpin atas dasar nilai-nilai agama dapat mencapai
kebenaran. Adapun sarana atau jalan dalam mencari, menghampiri, serta
menemukan kebenaran yakni melalui filsafat, melalui ilmu pengetahuan,
dan agama. Ketiganya memiliki keterkaitan satu sama lain yang
dinamakan titik persamaan meliputi :
1. Titik persamaan filsafat, ilmu pengetahuan dan agama yang
bertujuan setidaknya berurusan dengan hal yang sama
yakni kebenaran tersebut.10 Filsafat yang berusaha mencari
kebenaran, ilmu berupaya membenarkan, sementara agama
yang menjelaskan kebenaran.
2. Titik perbedaan filsafat dan ilmu pengetahuan yang
keduanya sama-sama bersumber dari akal pikiran manusia
dalam mencari kebenaran.11 Filsafat berupaya mencari
kebenaran dengan menjelajahi secara mengakar serta
sistematis dan tidak merasa terikat oleh apapun kecuali
logika. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran mengenakan
metode penyelidikan (riset), pengalaman (empiris) juga
terkait dengan aspek hipotesis,teori,serta dalil hukum.
Sedangkan manusia mencari kebenaran terhadap suatu yang
menyangkut agama adalah dengan mempertanyakan dalam
upaya mencari jawaban mengenai berbagai masalah dari
kitab suci serta firman ilahi.

10
Abdul Munir Mulkan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993, hal. 20
11
Zayyadi, A., Ilmu, F., Persamaan, P., & Bakir, M. (2018). Filsafat Ilmu antara Ilmu dan Agama.
Samawat, 02(01), 56.

14
3. Titik singgung, tidak semua masalah yang dipertanyakan
dpat dijawab oleh ilmu pengetahuan dikarenakan sifat ilmu
pengetahuan yang terbatas oleh objek dan metodologinya.

Pada intinya, dalam pemahaman ilmu filsafat dan agama,peran akal


dan pikiran manusia menjadi hal yang sangat penting. Pada konteks studi
agama, manusia membutuhkan pendekatan dalam pengembagannya yakni
pendekatan rasional-spikulatif seperti perlakuan terhadap teks yang terkait
atas masalah eskatologis-metafisik, epistimologi, serta etika dan estetika.
Sedangkan yang kedua yakni pendekatan ilmu (scientific approach) yang
merupakan pendekatan studi meyangkut sunatullah yakni teks hukum
yang bersifat perintah dan larangan serta sejarah lampau umat manusia.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat
mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa
dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama
merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab
oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatism.

Filsafat sebuah metode berpikir yang sistematis merupakan salah satu


pendekatan tersendiri dalam memahami kebenaran. Dalam konteks
keagamaan, pemikiran tentang berbagai hal dan urusan. Karenanya dalam
filsafat juga dibicarakan bagaimana keberadaan Tuhan, dan juga persoalan
kenabian, kedudukan dan fungsi akal dan wahyu, penciptaan manusia serta
ibadah yang dilakukan oleh manusia.

2. Adapun sarana atau jalan dalam mencari, menghampiri, serta menemukan


kebenaran yang memiliki keterkaitan satu sama lain yang dinamakan titik
persamaan meliput titik persamaan filsafat, titik perbedaan filsafat dan
ilmu pengetahuan serta titik singgung.

Akal dan pikiran manusia berperan sangt penting dalam pemahaman


ilmu filsafat dan agama. Pada konteks studi agama, manusia
membutuhkan pendekatan rasional-spikulatif. Sedangkan yang kedua
yakni pendekatan ilmu.

3. Adapun tujuan atau fungsi filsafat ilmu menurut The Liang Gie yaitu
filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, filsafat ilmu
merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuan, filsafat ilmu memberikan pendasaran logis serta mempertegas

16
bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak
ada pertentangan.

Sedangkan, menurut Abubakar Aceh, tujuan filsafat untuk memandang


keadaan hidup dengan sesempurna-sempurnanya dan memecahkan
kesukaran-kesukaran yang terdapat diantara ilmu dan agama.

Dalam prakteknya, fungsi agama dalam masyarakat berfungsi edukatif,


penyelamat, pendamaian serta sebagai sosial kontrol.

B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, semoga bisa menambah pengetahuan
pembaca. Akan tetapi, kami juga menyarankan agar pembaca tidak hanya
membaca makalah ini, melainkan juga mencari refrensi yang lainnya yang
lebih sempurna dari makalah ini. Karena penulis menyadari bahwa masih
jauhnya dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik tentang pembahasan makalah diatas.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Munir Mulkan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993,


hal. 20

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal.


17

Dr. H. Imam Amrusi Jailani M.Ag., Filsafat Ilmu Sebuah Nuansa Baru
(Surabaya: Tim Gerbang Media, 2022).

Jurnal_Ilmiah_Tujuan_dan_Manfaat_Filsafa’

Marsiyem, Kumpulan Materi Filsafat Ilmu, disampaikan dalam kuliah pada


Fakultas Hukum Program Magister Ilmu Hukum Unissula, Tanggal 28 Januari
2012.

Musa Asy’arie. Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual, (Yogyakarta:


LESFI, 2002), hal. 13-14

Oemar Amin Hoesen, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1964), hal. 65.

Rombac, H. De actualiteit van de wijsbebegeerte-Amsterdam, 1965, hal. dalam


Gerard Beekman, Filosofie, Filosofen, Filosoferen, terj. R.A. Rivai, Filsafat para
Filosot Berfilsafat, (Jakarta: Erlangga, 1984), hal. 76

Sidi Gazalba, Sistimatika Filsafat (Jilid 1 sampai 4), (Jakarta: Bulan Bintang:
1976) .

Zayyadi, A., Ilmu, F., Persamaan, P., & Bakir, M. (2018). Filsafat Ilmu antara
Ilmu dan Agama. Samawat, 02(01), 56.

18

Anda mungkin juga menyukai