Anda di halaman 1dari 10

ILMU - ILMU AGAMA, PEMIKIRAN DAN STUDI ISLAM

Disusun Untuk Melengkapi Tugas Matakuliah Islam Lintas Disiplin Ilmu

Dosen Pengampu : Muhammad Yudi Ali Akbar, M.Si


Kelompok 12
Anggota : Teguh Adi Setia (0102522701)
Kenny C. (0000000000)
Anggit Demariza (0103523701)
Teguh Priyono (0102523742)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI PROGRAM STUDI


INFORMATIKA DAN TEKNIK ELEKTRO
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang dengan rahmat dan karunia-Nya, kita dapat
menjalani kehidupan ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, utusan-Nya yang penuh kebijaksanaan dan petunjuk.

Kami hadirkan kata pengantar ini sebagai pembuka bagi pembaca yang budiman. Makalah ini
akan membahas ilmu-ilmu agama, pemikiran Islam, dan studi Islam, merupakan suatu upaya
untuk menyajikan wawasan yang mendalam tentang aspek-aspek kunci dalam kehidupan
umat Islam.

Ilmu-ilmu agama, sebagai landasan ajaran Islam, menjadi pondasi utama yang membentuk
pemahaman kita terhadap kehidupan. Dari pokok aqidah hingga hukum fikih, kita berusaha
merangkai pembahasan yang komprehensif agar pembaca dapat mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam.

Akhir kata, kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang
terlibat dalam penyusunan makalah ini. Semoga dapat memberikan manfaat dan menjadi
sumber inspirasi bagi pembaca dalam memperdalam pemahaman terhadap Ilmu Pengetahuan.

Jakarta, 4 Desember 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Pemikiran Islam, sebagai warisan intelektual umat Islam, mencakup berbagai aliran dan
konsep filosofis yang telah memperkaya khazanah pemikiran manusia. Dalam buku ini, kami
merinci beberapa aliran dan tokoh kunci yang telah memberikan sumbangan besar terhadap
perkembangan pemikiran Islam.

Studi Islam, pada gilirannya, membawa kita melampaui batas-batas teologis dan filosofis.
Dengan mengamati sejarah, bahasa, dan realitas sosial, kita dapat memahami bagaimana
Islam mengakar dalam kehidupan sehari-hari umatnya.

Tentu saja, penyajian ini tidak bersifat mengikat. Islam, sebagai agama yang hidup dan
berkembang, senantiasa memberikan ruang bagi interpretasi dan pemahaman yang beragam.
Oleh karena itu, buku ini diharapkan dapat menjadi pijakan untuk lebih memahami kekayaan
dan kompleksitas Islam.

Dalam menjelajahi kompleksitas dunia ini, manusia sejak zaman purba telah mencari
pemahaman yang mendalam tentang makna hidup, keberadaan, dan hubungannya dengan
Yang Maha Kuasa. Salah satu cara manusia untuk mencapai pemahaman tersebut adalah
melalui ilmu-ilmu agama, pemikiran Islam, dan studi Islam. Ketiga bidang ini memiliki peran
penting dalam membentuk pandangan manusia terhadap dirinya, lingkungannya, dan Sang
Pencipta.

1.1 Latar Belakang

Pada hakikatnya ilmu bertujuan untuk mencari kebenaran ilmiah yang sesuai dengan kaidah
ilmiah. Ilmu pengetahuan memungkinkan seluruh umat manusia mengetahui kebenaran
melalui proses tertentu dengan penelitian ilmiah dan berbagai cara lainnya. Pengetahuan
dalam Islam dipandang sebagai kebutuhan manusia untuk mencapai kesejahteraan hidup di
dunia dan sebagai sarana untuk beribadah kepada Tuhan. Oleh karena itu, Islam meyakini
bahwa ilmu pengetahuan merupakan bagian dari pemenuhan kewajiban manusia sebagai
makhluk Allah SWT. Islam adalah agama universal yang telah berlaku selama berabad-abad.
Islam tidak hanya menerima inovasi ilmiah, namun juga mendorong realisasinya. Oleh
karena itu, melalui penelitian ilmiah, manusia mampu mengembangkan teori-teori yang
menjelaskan fenomena alam[1]

Dalam pandangan Al-Quran, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia lebih
unggul daripada makhluk-makhluk yang lain untuk menjalankan fungsi kekhalifahannya. Hal
ini tercermin dari kisah kejadian manusia pertama yang dijelaskan oleh Al-Qur‟an dalam
surat Al-Baqarah (2): 31-32: “Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam, nama-nama
(benda-benda) semuanya. Kemudian Dia mengemukakannya kepada para malaikat seraya
berfirman:, “Sebutkanlah kepadaKu nama-nama benda-benda itu jika kamu memang orang-
orang yang benar. Mereka (para malaikat) menjawab, “Maha Suci Engkau, tiada pengetahuan
kecuali yang telah Engaku ajarkan. Sesungguhnya Engaku Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana”[2]

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat

Memahami peran ilmu ilmu islam, pemikiran islam dan studi islam dalam konteks integrasi
keilmuan modern.
BAB II
PEMBAHASAN

Dalam konteks masa kini, ilmu-ilmu agama, pemikiran Islam, dan studi Islam memiliki
relevansi yang besar dalam membantu individu dan masyarakat untuk menghadapi tantangan
dan masalah yang kompleks. Memberikan kerangka kerja nilai dan etika yang berharga, serta
alat pemikiran dan analisis yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan modern.

Ilmu-ilmu agama membantu individu memahami prinsip-prinsip moral dan etika yang
mendasari ajaran agama. Dalam dunia yang semakin kompleks dan terkoneksi ini,
pemahaman terhadap nilai-nilai moral menjadi semakin penting untuk mengatasi berbagai
masalah sosial dan etis.

Pemikiran Islam melibatkan analisis mendalam terhadap berbagai konsep dan teori. Ini dapat
membantu dalam pengembangan keterampilan kritis dan analitis yang sangat diperlukan
dalam berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan, hukum, dan filsafat.

Studi Islam dapat membantu individu menemukan kedamaian batin dan ketenangan pikiran
melalui pemahaman tentang spiritualitas, meditasi, dan praktik-praktik keagamaan.

2.1 Mencari Ilmu dalam Islam


Manusia memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan izin Allah.
Banyak ayat yang memerintahkan manusia untuk menempuh berbagai cara untuk terus
mencari ilmu bahkan hingga akhir hayat. Al-Qur’an juga menunjukkan betapa tinggi
kedudukan orang-orang yang berilmu dan berpengetahuan.

Ilmu pengetahuan yang dibentangkan Allah SWT dihadapan mahlukNya sangatlah luas ,
itupun belum ada setetes dari lautan Ilmu -Nya. Sebagaimana Frimannya:
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan
kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya
(dituliskan) kalimat Allah[1183]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS.Luqmaan :27)

Pandangan Alquran mengenai ilmu pengetahuan dapat diketahui melalui wahyu pertama
yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari „alaq. Bacalah, dan Tuhanmu Maha
Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak
diketahuinya” (QS Al-Alaq (96): 1-5). Kata iqra’ diambil dari akar kata yang berarti
menghimpun. Dari makna menghimpun lahirlah aneka makna seperti menyampaikan,
menelaah mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis
maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca karena Al-Quran
menginginkan umatnya membaca apa saja selama bacaan itu bismi rabbik, dalam arti atas
nama Tuhan dan oleh karena itu, bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah,
telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu: bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah
maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Objek dari perintah iqra’
mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya. Pengulangan perintah membaca dalam
wahyu pertama itu bukan sekedar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak akan
diperoleh kecuali dengan mengulang-ulang bacaan atau membaca hendaknya dilakukan
sampai mencapai batas maksimal kemampuan[3].

2.2 Integrasi Ilmu Ilmu Agama, Pemikiran Islam dan Studi Islam

Dalam perkembangan keilmuan Islam, terdapat pengelompokan disiplin ilmu agama dengan
ilmu umum. Hal ini secara implisit menunjukkan adanya dikotomi ilmu pengetahuan[5]
(3472).
Dikotomi ini menyebabkan terbentuknya perbedaan sikap dikalangan masyarakat. Ilmu
agama disikapi dan diperlakukan sebagai ilmu Allah yang bersifat sakral dan wajib untuk
dipelajari namun kurang integratif dengan ilmu- 2 ilmu kealaman atau bisa dibilang adanya
jarak pemisah antara ayat-ayat kauliyah dan ayat-ayat kauniyah. Padahal keduanya saling
berhubungan erat. Hal ini berakibat pada pendangkalan ilmu- ilmu umum, karena ilmu umum
dipelajari secara terpisah dengan ilmu agama. Ilmu agama menjadi tidak menarik karena
terlepas dari kehidupan nyata, sementara ilmu umum berkembang tanpa sentuhan etika dan
spiritualitas agama, sehingga disamping kehilangan makna juga bersifat destruktif. Sehingga
diperlukan upaya untuk meleburkan polarisme antara agama dan ilmu yang diakibatkan pola
pikir pengkutupan antara agama sebagai sumber kebenaran yang independen dan ilmu
sebagai sumber kebenaran yang independen pula.[6](75).

2.2.1 Ilmu Ilmu Agama

Definisi Ilmu Agama menurut Imam Abu Hanifah rahimahullah adalah cukup sederhana
yaitu pengetahuan seseorang untuk mengenali mana yang baik untuk dirinya dan mana yang
buruk untuk dijauhinya. Tidak dinamakan ilmu agama kecuali untuk diamalkan. Dan
pengamalannya adalah dengan meninggalkan carut-marutnya duniawi demi tujuan ukhrawi
(syurga). Ilmu agama menjadi jembatan menuju ketakwaan yang akhirnya bermuara pada
kemuliaan dan keselamatan dunia akhirat.

Oleh Anchor: Muhammad Syakur AH.


Kitab Al Waraqat –Jalaluddin al Mahalli Imam-hal :5
Nafahaat ‘ala syarhil Waraqaat-Ahmad bin Abdullatief- hal. 24.
Tafsir Qurthubi : Tafsir surat Al Ahzab :4

Ilmu-ilmu agama memainkan peran penting dalam menyatukan dikotomi antara ilmu
pengetahuan agama dan sains. Peran ini melibatkan integrasi konsep-konsep agama dalam
pemahaman ilmu pengetahuan dan mengidentifikasi titik temu antara pengetahuan
keagamaan dan ilmu pengetahuan modern. Menciptakan kerangka kerja yang menyatukan
pemahaman tentang dunia dan kehidupan. Dengan demikian, tercipta pemahaman yang lebih
utuh dan seimbang tentang keberadaan manusia dan alam semesta, mengatasi pemisahan
yang tidak perlu antara sains dan spiritualitas.
Amin Abdullah memandang, integrasi keilmuan mengalami kesulitan memadukan studi
Islam dan umum yang kadang tidak saling akur. Oleh karena itu, diperlukan usaha
interkoneksitas yang lebih arif dan bijaksana. Interkoneksitas yang dimaksud oleh Amin
Abdullah adalah : Usaha memahami kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi dan
dijalani manusia. Sehingga setiap bangunan keilmuan apapun, baik keilmuan agama,
keilmuan sosial, humaniora, maupun kealaman tidak dapat berdiri sendiri. maka dibutuhkan
kerjasama, saling tegur sapa, saling membutuhkan, saling koreksi dan saling keterhubungan
antara disiplin keilmuan.

Pendekatan integratif-interkonektif merupakan usaha untuk menjadikan sebuah


keterhubungan antara keilmuan agama dan keilmuan umum. Muara dari pendekatan
integratif-interkonektif menjadikan keilmuan mengalami proses objektivikasi dimana
keilmuan tersebut dirasakan oleh orang non Islam sebagai sesuatu yang natural.

Contoh konkrit dari proses objektivikasi keilmuan Islam adalah Ekonomi Syariah yang
prakteknya dan teori-teorinya berasal dari wahyu Tuhan. Islam menyediakan etika dalam
perilaku ekonomi antara lain ; bagi hasil (al-Mudarabah) dan kerja sama (al- Musyarakah).
Di sini Islam mengalami objektivitas dimana etika agama menjadi ilmu yang bermanfaat
bagi seluruh manusia, baik muslim maupun non muslim, bahkan arti agama sekalipun.
Kedepan, pola kerja keilmuan yang integralistik dengan basis moralitas keagamaan yang
humanistik dituntut dapat memasuki wilayah-wilayah yang lebih luas seperti: psikologi,
sosiologi, antropologi, kesehatan, teknologi, ekonomi, politik, hubungan internasional,
hukum dan peradilan dan seterusnya.[38]

Bab III: Penutup


3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
Daftar Pustaka
[1] Supriatna, E. (2019). Islam dan Ilmu Pengetahuan. Jurnal Soshum Insentif., 2, 128.
doi.org/10.36787/jsi.v2i1.106

[2] Masrur, A. (2016). Relasi Iman dan Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Alquran (Sebuah
Kajian Tafsir Maudhui). Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir, 1, 44.
doi.org/10.15575/al-bayan.v1i1.1672

[3] Masrur, A. (2016). Relasi Iman dan Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Alquran (Sebuah
Kajian Tafsir Maudhui). Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir, 1, 44.
doi.org/10.15575/al-bayan.v1i1.1672
[4] Hidayat, Taufik. Abdussalam, Aam. Fahrudin. (2016). Konsep Berpikir (Al Fikr) Dalam
Al-Quran dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran PAI di Sekolah (Studi Tematik tentang
Ayat-ayat yang Mengandung Term al-Fikr). Tarbawy. 3,1. 3-4. doi.org/10.17509/t.v3i1.3455

Anda mungkin juga menyukai