Anda di halaman 1dari 20

SUMBER ILMU PENGETAHUAN DALAM PANDANGAN

ISLAM DAN BARAT

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

Azimatal Haqqi Sabila (212071900001)

Fathoni Romadhon Avischena (212071900017)

Islakhul Amal (212071900019)

Muhammad Ihsan Jihady (212071900011)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

2021/2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
kepada kita, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya itulah kita semua dapat merasakan
nikmat yang sangat berharga dalam menjalani kehidupan kita di dunia, salah satunya kita bisa
menjalankan ibadah dengan tenang serta hikmat, dan hanya kepada-Nya kami menyembah
dan hanya kepada-Nya kami berpasrah diri. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada Nabi kita, Nabi Muhammad Sallahu’alihi Wasallam serta keluarga beliau,
sahabatnya, dan segenap pengikutnya hingga akhir zaman. Atas jasa beliaulah kita bisa
merasakan indahnya islam yang bisa kita rasakan pada saat ini.

Penyusunan makalah kali ini yang mengkaji tentang “Sumber Ilmu Pengetahuan
(Ontologi) Dalam Pandangan Islam dan Barat” telah kami upayakan semaksimal mungkin
dengan dukungan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar penyusunan makalah
ini, oleh karena itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada sumber yang telah
menyediakan bahan yang bisa kami gunakan dalam penyusunan makalah kali ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ustadz Najih Anwar, S.Ag., M.Pd. selaku
pengampu mata kuliah Pancasila yang memberikan arahan kepada kami, dan kepada teman
seperjuangan yang telah mencurahkan ide-idenya dalam menyusun makalah ini, sehingga
makalah ini bisa tersusun rapi dihadapan pembaca.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami dan terkhusus bagi pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini
agar kedepannya dapat menjadi bahan pembelajaran kami, karena kami sadar, makalah yang
kami susun masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Sidoarjo, 10 Oktober
2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................. 2

Daftar Isi.......................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 4

A. Latar Belakang................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah.............................................................................................. 4

C. Tujuan Masalah.................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 5

1. Sumber Ilmu Pengetahuan ............................................................................... 5

2. Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Islam ......................................................... 6

3. Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Barat...........................................................9

4. Perbedaan Sumber Ilmu Pengetahuan Islam dan Barat ..............................14

KESIMPULAN .............................................................................................................18

SARAN...........................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengetahuan adalah pemahaman yang dimiliki manusia, ilmu adalah
pengetahuan akan tetapi pengetahuan belum tentu ilmu, karena pengetahuan bersifat
umum dan memiliki cakupan yang luas sedangkan ilmu bersifat khusus dan memilliki
cakupan yang tertentu. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan manusia yang telah di
susun secara sistematis, dan verifikatif.
Perkembangan dan kemajuan manusia saat ini dipengaruhi oleh pengetahuan
yang dimilikinya. Karena dengan pengetahuan itulah manusia dapat mengembangkan
keilmuannya, dengan
Ilmu adalah yang mendasar dalam kehidupan manusia. Pemahaman terkait
sumber dan cara mendapatkan ilmu ini terdapat perbedaan, sehingga sumber tersebut
dibagi menjadi 2 yakni, ilmu yang sifatnya agama dan ilmu yang sifatnya duniawi,
yang di sandarkan pada ilmu pengetahuan barat, ilmu duniawi pada peradaban barat
telah menghaslkan ilmu yang bermanfaat akan tetapi ilmu ini juga menimbulkan
kerusakan dalam kehidupan manusia terlebih pada keyakinan umat islam.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian sumber ilmu pengetahuan?
2. Apa saja sumber ilmu pengetahuan dalam islam?
3. Apa saja sumber ilmu pengetahuan dalam barat?
4. Apa perbedaan sumber ilmu pengetahuan islam dan barat?

C. Tujuan masalah
1. Menjelaskan pandangan ilmu menurut islam
2. Menjelaskan pandangan ilmu menurut barat
3. Menjelaskan perbedaan sumber ilmu menurut islam dan barat
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sumber Ilmu Pengetahuan

Yang dimaksud dengan sumber ilmu pengetahuan adalah hal hal yang secara
hakiki diyakini sebagai sumber darimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Mengenai
sumber ilmu pengetahuan, tradisi filsafat barat mewarisi dua aliran epistemologi yang
terbesar, yaitu aliran rasionalisme dan empirisme. Aliran rasionalisme memberi tekanan
pada akar (reason) sebagai sumber pengetahuan, adapun aliran empirisme menganggap
bahwa sumber pengetahuan yang utama adalah pengalaman indrawi manusia (sense
experience). Kedua macam sumber ilmu pengetahuan itu, adalah akal dan indera, pada
dasarnya bersumber dari manusia, karena akal dan indera itu dimiliki oleh manusia.

Disamping itu ada pula pengetahuan yang bersumber dari Tuhan yang disebut
dengan pengetahuan wahyu. Dengan demikian ilmu pengetahuan dapat digolongkan
kepada dua macam:

a. Ilmu yang diperoleh dari manusia (acquired knowledge), yaitu melalui akal
dan pengalaman inderawi. Sedangkan ilmu yang bersumber pada akal atau
yang diperoleh melalui akal disebut conceptual knowledge, dan ilmu yang
bersumber pada indera manusia disebut perceptual knowledge. Kedua macam
ilmu yang didapat itu disebut juga dengan ilmu aqli.
b. Ilmu wahyu (revealed knowledge), atau ilmu naqli yaitu ilmu yang bersumber
dari Allah SWT., seperti ilmu ketauhidan, keimanan, dan kewahyuan, ilmu
fiqh dan sebagainya. Kalau ilmu aqli bertujuan untuk membantu manusia
menyempurnakan fardhu kifayah bagi kesejahteraan umat, maka ilmu naqli
bertujuan menyempurnakan tugas manusia sebagai hamba Allah SWT., atau
untuk menyempurnakan fardhu ‘ain.
2. Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Islam

Sumber utama ilmu pengetahuan dalam islam adalah Al Qur’an dan Sunnah
Rosullah SAW., karena kebenaran itu mutlak dan tidak dapat diragukan lagi. Selain itu,
islam juga menjadikan sistemm ijtihad sebagai dasar dasar epistemologi dalam filsafat
islam. Sehingga perkembanganya menimbulkan berbagai macam aliran pemikiran
dalam Islam. Epistemologi dalam Islam merupakan sebuah usaha yang dilakukan
manusia untuk menelaah masalah-masalah objektivitas, metodologi, sumber, serta
validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan subjek kajian islam
sebagai titik tolak berfikir.

Dalam islam diajarkan bahwa Allah SWT., merupakan sumber dari segala
sesuatu. Ilmu dan kekuasaanya meliputi bumi dan langit serta seluruh alam semesta,
yang nyata maupun yang ghoib dan tidak ada segala sesuatu yang luput dari
pengawasanya. Hal ini bukanlah bentuk suatu doktrin yang memaksa manusia untuk
mengakui kebesaran Allah SWT., sehingga menyebabkan umat islam tidak perlu
bersusah payah untuk mengembangkan ilmu karena semuanya telah menjadi kepunyaan
dan kuasa-Nya, justru islam mengajarkan dengan mengkaji ilmu pengetahuan akan
mampu untuk mengenal Allah SWT. Tentu hal ini berbeda kasusnya dengan kondisi
pada eropa saat abad pertengahan, yang terlalu tuduk dengan doktrin gereja sehinngga
ilmu tidak mengalami perkembangan.

Adapun sumber-sumber ilmu pengetahuan islam yang diwakili oleh Al Gazali


adalah Al-Qur’an, Hadist, Indera, Akal dan hati. Berikut adalah penjelasan mengenai
sumber-sumber ilmu pengetahuan Islam terebut:

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT., yang diturunkan kepada Rosullah


SAW. Oleh karena itu, Al-Qur’an menempati urutan pertama dalam hirearki
sumber ilmu pengetahuan dalam islam. Tanpa mengecilkan kitab kitab yang lain,
Al-Qur’an sendiri ternyata memiliki keistimewaan daripada kitab-kitab yang
terdahulu yang hanya diperuntukkan bagi satu zaman tertentu. Dengan
keistimewaan terebut al-Qur’an mampu membantu memecahkan problem manusia
dalam berbagai segi kehidupan baik rohani maupun jasmani, masalah sosial,
ekonomi, dan sebagainya.
b. Hadits

Hadits merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik
ucapan, perbuatan juga ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau
ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia. Al-Qur’an dan
hadits, adalah panduan hidup, sumber hukum, ilmu serta ajaran islam, dan
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Al-Qur’an
ialah sumber utama yang banyak memuat pokok-pokok ajaran Islam, sedangkan
hadits adalah penjelas (bayan) bagi keumuman isi Al-Qur’an.

c. Panca Indra

Secara fitrahnya, manusia dibekali Allah menggunakan pancaindera, yaitu


mata, hidung, telinga, lidah serta kulit. Ilmu yang diperoleh melalui indera disebut
sebagai ilmu inderawi atau ilmu realitas. Ilmu indrawi ini didapatkan dengan cara
persentuhan indera-indera manusia dengan rangsangan yang datang dari luar
(alam), jadi asal persentuhan (penginderaan) inilah kemudian didapatkan ilmu.
namun sebagai asal ilmu pengetahuan, indra tak relatif memadai buat dijadikan
menjadi patokan asal ilmu, mengingat indra manusia mempunyai keterbatasan.
Keterbatasan ini mengakibatkan timbulnya kesalahan persepsi dari manusia
mengenai suatu objek.

Al-Ghazali melihat bahwa alat penglihatan manusia memiliki aneka macam


kelemahan. banyak kesalahan yang dilakukan indera sehingga sesuatu yang besar
tampak kecil pada penglihatannya, yang jauh tampak dekat, yang diam tampak
bergerak, dan sesuatu yang bergerak tampak diam. Begitu pula dalam karangannya
yang berjudul Al-Munqidz min Adh-Dhalal, Al-Ghazali menyampaikan bahwa
pancaindra memberdayakan kita. Atas dasar inilah, Al-Ghazali menyimpulkan
bahwa seluruh ilmu yang diperoleh melalui metode indrawi tidak menimbulkan
keyakinan. oleh sebab itu, ia bukan merupakan hal yang real. dari penerangan di
atas, bisa disimpulkan bahwa Al-Ghazali mengakui bahwa ilmu dapat diperoleh
melalui indera, tetapi ilmu yang didapatkan bukan ilmu yang meyakinkan. Ilmu
seperti ini masih bersifat sederhana, penuh keraguan serta belum sampai di ilmu
yang hakiki.

d. Akal
Di samping pancaindera yang menjadi sumber ilmu pengetahuan, ialah akal.
akal juga merupakan alat yang dimiliki manusia untuk memperoleh ilmu. Jika
pengetahuan melalui pancaindera belum memadai untuk dijadikan acuan
mengetahui sesuatu, maka diperlukan bantuan alat atau sumber lain untuk
pengetahuan kita tentang sesuatu, alat tersebut ialah akal. pada pandangan ilmu
barat ilmu yang berdasarkan akal disebut dengan rasionalisme.

Akal menurut Al-Ghazali diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan yang
sempuran serta mulia, sehingga bisa membawa manusia pada derajat yang tinggi.
Berkat akal inilah, seluruh makhluk tunduk pada manusia, sekalipun fisiknya lebih
bertenaga dari di manusia. Kedudukan akal seperti seorang raja, beliau memiliki
banyak pasukan, yakni: tamyiz (kemampuan membedakan), daya akal dan
pemahaman. Kebahagiaan spiritual adalah akal, karena mengakibatkan aspek fisik
memperoleh kekuatan. Jiwa (roh) bagaikan lampu, sedangkan sinarnya adalah akal,
yang menyinari seluruh tubuh. Al-Ghazali bahkan menyebutkan bahwa akal lebih
patut disebut sebagai cahaya dari pada indera. Dari pandangan Al-Ghazali perihal
akal, bisa dipahami bahwa pada dasarnya akal adalah kondisi bagi manusia untuk
memproses serta mengembangkan ilmu, sebagaimana hidup yang menjadi syarat
bagi adanya gerak dan perasaan. akal artinya indera untuk berfikir guna
menghasilkan ilmu sehingga dalam proses berpikirnya dibutuhkan indera. indera
artinya abdi serta pengikut setia akal. indera ini dipengaruhi oleh keanekaragaman
fenomena alam, kawasan serta waktu, dengan kemajemukan kebaikan serta
keburukan, kesalehan serta kemaksiatan. Jelaslah bahwa indera dipengaruhi oleh
kehidupan duniawi, yang juga berpengaruh pada tujuan penggunaan akal. dalam
kaitannya dengan ilmu, akal dan indera tak dapat dipisahkan secara tajam sebab
keduanya saling berhubungan dalam proses pengeolahan ilmu. dengan demikian,
kegiatan akal dalam mengolah rangsangan inderawi ialah jalan untuk memperoleh
ilmu. namun akal pada perkembangannya pula belum bisa untuk mengungkapkan
semua kenyataan alam, akal hanya bisa menjelaskan hal yang sifatnya konkret
sedangkan hal yg gaib atau metafisika tak mampu dijangkau oleh logika.

e. Qalbun (Hati)

Terminologi qalb (hati) ialah kata yg sering dipergunakan oleh Al-Gahzali.


dalam pandangan Al-Ghazali qalb memiliki dua pengertian, yakni pertama qalb
didefinisikan menjadi daging yang bersuhu panas berbentuk kusama berada pada
sisi sebelah kiri dada, di dalam isinya terdapat rongga yang berisi darah hitam
sekali, dan kalbu itu tempat melahirkan jiwa yang bersifat hewani. Makna ke-dua
ialah sangat lembut, pembimbing rohaniyah yang memiliki dengan kalbu yang
berupa jasmani itu ketergantungan pada anggota-anggota badan serta sifat-sifat
yang disifati, kelemah lembutan itulah hakikat manusia yang mengerti, yang alim,
penceramah, pencari ilmu, pahala, dan ganjaran.

Qalbu itu sendiri dalam pandangan Al-Ghazali sebagai penunjukan esensi


manusia serta menjadi salah satu alat pada jiwa manusia yang berfungsi untuk
memperoleh ilmu. Ilmu yang diperoleh menggunakan alat qalbu lebih mendekati
ilmu tentang hakikat-hakikat melalui perolehan ilham. Kemampuan menangkap
hakikat menggunakan jalan ilham digantikan oleh bisikan hati (adz-dzawq), yang
di buku-buku filsafat diperoleh dengan “aql al-mustafad”.

Al-Ghazali memandang bahwa kedudukan dzawq lebih tinggi dari pada


pancaindera serta nalar. Hal ini tidak lepas dari epistimologi ilmu Al-Ghazali yang
awalnya mempertanyakan kepercayaan terhadap akal yang sudah berhasil
membuatnya meragukan ilmu inderawi, lalu beliau tidak menemukan dasar yang
membuatnya percaya pada akal. saat akal tidak mampu memahami daerah
kehidupan emosional manusia, hati kemudian dapat memahaminya. ketika akal
hanya berkutat pada tataran kesadaran, hati mampu menerobos ke alam
ketidaksadaran (atau alam gaib dalam bahasa religius), sehingga bisa memahami
pengalaman-pengalaman non-inderawi atau apa yang termasuk pengalaman-
pengalaman mistik atau religius. sehingga pengalaman penyelesaian akhir perihal
keraguan terhadap pancaindera serta akal di diri Al-Ghazali, ditemukan lewat nur
dari Allah, yang mebuatnya yakin bahwa dengan dzawq inilah ilmu yang betul-
betul diyakini ini diperoleh. Pengalaman inilah yang meyebabkan Al-Ghazali
menempatkan adz-dzawq di atas akal. akal dibatasi pada kegiatan argumentasi
serta abstraksi, sedangkan adz-dzawq menerima ilham dari tuhan.

3. Sumber Ilmu Pengetahuan (Sains) Dalam Barat

Berbeda dengan Islam, ilmu pengetahuan menurut pandangan Barat terbatas


pada pengetahuan tentang alam. Sains dalam istilah Barat adalah hasil penelitian
manusia tentang alam dan dirinya sendiri, kemudian dirumuskan dengan baik dan
disusun secara logis untuk kemudahan pemahaman. Penelitian sains Barat dan ruang
lingkup penelitiannya masih terbatas pada alam dan hanya mempelajari fenomena
alam secara teratur dan menyeluruh

Karena ruang lingkup yang sangat terbatas itulah, peran agama dari sudut
pandang mereka juga memainkan peran yang terbatas. Agama tidak ada hubungannya
dengan ilmu pengetahuan saat ini, karena hanya mengatur hubungan antara hamba
dan Tuhan. Agama dan sains saat ini harus dipisahkan untuk menghasilkan kemajuan
peradaban dan teknologi modern.

Ketika membahas sumber ilmu pengetahuan, para ahli berbeda pendapat.


Secara garis besar, sumber ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga kategori:
rasionalisme, empirisme, dan intuisionisme. Namun, Louis O. Kattsoff membaginya
menjadi enam bagian: empirisme, rasionalisme, fenomenologisme, intuisionisme,
metode ilmiah, dan hipotesis.1 Sedangkan, Pradana Boy ZTF mengkategorikan
menjadi tiga kategori: empirisme, rasionalisme, dan kritisisme.2 Dalam hal ini, sumber
utama ilmu pengetahuan dalam perspektif Barat diwakili oleh tiga aliran utama, yaitu:
Rasionalisme, Empirisme, dan Kritisisme.

a. Aliran Rasionalisme
Secara umum, rasionalisme merupakan pendekatan filosofis yang
menekankan akal (rasio) sebagai sumber utama ilmu pengetahuan. Ini berarti peran
pikiran lebih besar daripada peran indera. Dari rasionalisme itulah ilmu
pengetahuan tidak dapat dibentuk semata-mata atas dasar fakta dan data empiris
(pengamatan). Pada periode klasik, aliran rasionalisme dipelopori oleh Plato,3 dan
pada masa modern dicapai oleh Descartes4 dan Leibniz.5
Ketiga tokoh tersebut merupakan tokoh yang paling terkenal dalam aliran
rasionalisme. Dalam perdebatan antara Plato dan Aristoteles, yang kemudian
melahirkan aliran rasionalisme dan empirisme, terlihat jelas bahwa Plato
1
Louis O. Kattsoff.., h. 136148-
2
Pradana Boy ZTF, Filsafat Islam, Sejarah, Aliran dan Tokoh, (Malang: UMM Press, 2003), h. 12
3
Plato (427-347 SM) adalah seorang filsuf Yunani yang dilahirkan di Athena. dan berguru pada Sokrates
(419 399 SM) ketika usianya sudah mencapai 20 tahun dan belajar padanya sampai gurunya dihukum mati.
Lalu meninggalkan Athena dan berkelana ke berbagai wilayah Eropa, Afrika dan Asia pada saat berusia 28
tahun. Lihat Fu’ad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli…, h. 53
4
Rene Descartes (1596-1650 M) adalah seorang Prancis yang kemudian hidup di negeri Belanda dan dia
terkenal dengan ucapannya “Cogito Ergo Sum” yang berarti “aku berfikir, karena itu aku ada”. (Conny R.
Semiawan. dkk., Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu, (Bandung: CV. Remaja Rosdakarya, 1988), h.
5
Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716 M) adalah filsuf Jerman yang dilahirkan di kota Leipzig di Jerman
lihat Fu’ad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawaili, h. 68.
menekankan akal sebagai sumber pengetahuan, dan Aristoteles lebih menekankan
indera daripada akal sebagai sumber pengetahuan. Menurut Plato, hasil
pengamatan indrawi tidak memberikan informasi yang dapat dipercaya,
Dalam pencariannya, Plato menemukan bahwa ada kebenaran di luar
pengamatan indrawi yang disebut "ide". Dunia ide adalah tetap, tidak berubah dan
abadi. Berbeda dengan Aristoteles, ia berpendapat bahwa ide-ide bawaan ini tidak
ada dan tidak mengakui dunia seperti itu. Dia lebih suka mengakui bahwa
pengamatan indrawi berubah, tidak permanen dan sementara, tetapi dengan
pengamatan indrawi dan penyelidikan terus-menerus terhadap hal-hal dan objek
konkret, maka rasio/akal dapat melepaskan atau mengabstraksikan ide dengan
benda-benda yang konkret tersebut.6 René Descartes, sebagai pendiri kebangkitan
filsafat di Eropa melalui filsafatnya dengan badai skeptisisme (meragukan sesuatu).
Dan untuk meragukan segalanya, dia harus hadir. keragu-raguan adalah suatu
bentuk pemikiran yang berarti "Saya berpikir, maka saya ada".
Kalimat tersebut adalah kalimat pertama yang dia yakini. Baginya, berpikir
adalah kebenaran yang jelas. Apakah masalah pikiran manusia tentang penipuan
dan kesalahpahaman, atau tentang pemahaman dan tekad? Realitas inilah yang
menjadi landasan filsafat Descartes dan titik tolak keyakinan filosofis. Sementara
itu, Leibniz memulai konsep fitrah (natural, alami) dalam pengetahuannya dan
melihatnya sebagai persiapan tersembunyi dari jiwa yang tidak dapat merasakan
ide dan prinsip umum. Beralih ke emosi membutuhkan stimulasi dari indera.
Pada hakikatnya, menurut kecenderungan ini, rasionalisme sebenarnya tidak
mengingkari kegunaan indera, tetapi indera hanya bertindak sebagai stimulator
akal dan memberikan laporan material yang dicerna oleh akal, lakukan saja.
Kecerdasan mengatur materi sehingga terbentuk pengetahuan yang benar dan
valid. Ketika aliran empiris menggunakan metode induksi, aliran rasionalisme
cenderung ke metode deduksi. Aliran ini menggunakan lebih banyak logika dalam
pengambilan keputusan.
b. Aliran Empirisme
Aliran yang kedua adalah empirisme. Secara etimologis, Empirisme berasal
dari bahasa Yunani yaitu empeiria yang bermakna berpengalaman pada,
berkenalan dengan, dan terampil untuk. Bahasa Latinnya yaitu experientia

6
Amin Abdullah, dkk., Filsafat Islam: Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis Perspektif,
(Yogyakarta: LESFI, 1992), h. 30
(pengalaman). Sehingga secara istilah, Empirisme merupakan doktrin bahwa asal
semua pengetahuan wajib dicari pada pengalaman atau pengalaman inderawi
adalah satu-satunya asal pengetahuan, bukan akal atau rasio.7 Karenanya, penganut
aliran Empirisme mengembalikan pengetahuan menggunakan seluruh bentuknya
pada pengalaman inderawi.
Dalam masa klasik, paham Empirisme dicetuskan oleh Aristoteles,8
sedangkan dalam masa terkini dipelopori oleh F. Bacon, T. Hobbes, John Locke,
David Hume dan John Stuart Milss. Pengetahuan inderawi menurut Aristoteles
adalah dasar dari seluruh pengetahuan. Tak terdapat ilham-ilham alami yang
mendahuluinya. Akan tetapi, ilmu hakiki menurut pandangannya merupakan ilmu
mengenai konsep-konsep dan makna-makna universal yang menyampaikan hakikat
dan esensi sesuatu.9
Menurut Francis Bacon (1561-1626), seorang filsuf Inggris lahirkan di
London dan belajar di Universitas Cambridge mendalami ilmu pengetahuan,
berpandangan bahwa tidak mungkin manusia mengetahui berbagai hakikat tanpa
perantara indera.10 Kemudian menurut Thomas Hobbes (1588-1678), pengalaman
inderawi merupakan permulaan dari segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat
disentuh oleh inderalah yang merupakan kebenaran, sedangkan pengetahuan
intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data inderawi
belaka.11
Menurut John Locke (1632-1704), semua pengetahuan berasal dari
pengalaman, akal ibarat kertas putih dan akan digambari oleh pengalaman tadi
sehingga lahirlah apa yang disebut ide, sehingga pengetahuan terdiri atas
connection and agreement (disagreement) of our ideas. Dengan “ide” ini pasti tidak
dimaksud ide umum, bawaan yang juga disebut kategori, namun gambaran
mengenai data empiris.12

7
Larens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), h
8
Aristoteles lahir di Stageira pada Semenanjung Kalkidike di Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM dan meninggal
di Kalkis pada tahun 322 SM. Ia mencapai umur 63 tahun. Memperdalam matematik pada guru-guru astronomi
yakni Eadoxoi dan Kalippas. Ia terkenal dengan “Bapak Logika”. Inti sari dari ajaran logikanya yaitu Syllogismos/
silogisme (mencapai kebenaran tentang suatu hal dengan menarik kesimpulan dan kebenaran yang umum.
Lihat M. Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: Tintamas, 1986), h. 115-121
9
Fu’ad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli, Cepat Menguasai Ilmu Filsafat, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), h.
76
10
Ibid., h. 77
11
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 22.
12
Van Peurson, Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum,
1993), h. 82
Jika Aristoteles, F. Bacon dan J. Locke mengakui adanya alam realitas
dengan segala hakikat yang ada padanya, berbeda dengan David Hume yang
mengingkari adanya substansi material sebagai akibat dan keterputusannya pada
indera saja, serta pengetahuan pengetahuan yang berubah secara alami.13 Kemudian
David Hume menegaskan, bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan dibanding
kesimpulan logika/kemestian sebab akibat.
Kausalitas tidak bisa digunakan untuk menetapkan peristiwa yang akan
datang berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terdahulu. Pengalamanlah yang
memberikan informasi yang langsung dan pasti terhadap objek yang diamati sesuai
dengan waktu dan tempat.14 Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam
Empirisme antara lain:
i. lndera terbatas. Misalnya, objek yang jauh terlihat kecil padahal objek
itu besar, dan objek tidak dapat dilaporkan apa adanya dengan
kemampuan sensorik/indera yang terbatas, yang mengarah pada
kesimpulan tentang pengetahuan yang salah.
ii. lndera menipu. Misalnya pada penderita malaria, gula rasanya pahit
dan panasnya udara terasa dingin. Ini mengarah pada penemuan
empiris yang salah.
iii. Objek yang menipu. Misalnya, ilusi, fatamorgana yang sebenarnya
objeknya ada namun indera tidak bisa menjangkaunya.
iv. Kelemahan yang muncul dari indera dan objek pada saat yang
bersamaan. Misalnya, penginderaan (mata) tidak dapat melihat
seluruh kerbau, dan kerbau itu juga tidak dapat melihat seluruh
tubuhnya sendiri. Ketika manusia melihat lebih dekat, ia bisa melihat
kepala kerbau dan pada saat yang sama ia tidak bisa melihat
ekornya.15
c. Aliran Kritisisme
Ada kontradiksi yang sangat jelas antara rasionalisme dan empirisme, yaitu
antara rasio dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan sejati. Apa sebenarnya
sumber pengetahuan itu?16 Immanuel Kant muncul sebagai seorang filsuf Jerman

13
9 Fu ‘ad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli…, h. 87
14
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama I, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 43-44
15
Ahmad Tafsir, T. Jun Surjaman (ed.), Filsafat Ilmu Akal dan Hati Sejak Thales Sampa Capra, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1999), cet. VII, h. 23-24
16
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam FiIsafat, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 107
(1724-1804) untuk mendamaikan kontradiksi antara kedua aliran tersebut, karena
kedua aliran tersebut saling mempertahankan pendapatnya masing-masing.
Immanuel Kant mengubah budaya dengan mengintegrasikan aliran
rasionalisme dan empirisme ke dalam apa yang dikenal sebagai kritisisme.
Kritisisme adalah sebuah filosofi yang diperkenalkan ketika Immanuel Kant
memulai perjalanannya untuk mengeksplorasi batas-batas nalar sebagai sumber
pengetahuan manusia.17
Kant secara kritis menanyakan kondisi pengetahuan manusia. Jika orang
tahu terminologi pengetahuan mereka, mereka tidak akan jatuh ke dalam
kekacauan yang nyata. Isi utama kritisisme adalah pemikiran Immanuel Kant
tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika. Ide tersebut muncul karena ada tiga
pertanyaan mendasar. Itu adalah: Pertama-tama, apa yang dapat saya ketahui?
Kedua, apa yang harus saya lakukan? Dan ketiga, apa yang bisa saya harapkan?18
Dengan kata lain, aliran kritisisme diturunkan dari tiga pertanyaan dasar ini.
Dari ketiga aliran di atas, dapat kita simpulkan bahwa, menurut para ilmuwan
Barat, sumber-sumber pengetahuan hanya terbatas pada akal (rasio) dan indera.
Fokus hanya pada dua komponen ini. Akibatnya, makna sains terbatas pada objek
nyata. Memang, mereka mengingkari pesan-pesan asli yang datang dari wahyu dan
tidak memasukkannya ke dalam definisi ilmu pengetahuan. Akibatnya, ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai moral dan etika yang ditentukan oleh akal manusia
terus berubah.19
4. Perbedaan Sumber Ilmu Pengetahuan Islam dan Barat
Klasifikasi ilmu berdasarkan perspektif islam sangat berbeda apabila
dibandingkan dengan klasifikasi ilmu oleh pihak Barat, yang mana klasifikasi ilmu
islam pembagian ilmunya disusun berdasarkan keutamaan serta kepentingan ilmu
yang didasari pada al-Qur`an dan as-Sunnah. Ini dilihat berdasarkan hierarki yang
hanya melihat pada perspektif global semata. Berdasarkan pada perspektif ini, umat
Islam dinilai lebih komprehensif serta teratur dalam mengklasifikasikan ilmu yakni
menggabungkan antara ilmu wahyu serta ilmu logika.
Berdasarkan sumber ilmu pengetahuan islam dan barat dapat dibedakan
sebagai berikut:
17
Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika Suatu Pengantar, (Bandung: Yayasan Plara, 1997), h. 76
18
Juhaya S. Praja…, h. 76
19
Dedi Supriyadi. (2013). Pengantar Filsafat Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia. 15.
Sumber ilmu pengetahuan Islam menurut Al-Gazali ada 5, yaitu
1. Al-Quran
Yang mana diketahui bahwasannya al-Qur`an merupakan wahyu Allah
SWT, yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai
hudan (petunjuk) juga sebagai furqon (pembeda).
Ringkasnya, al-Qur`an merupakan pokok sumber pengetahuan,
menjadi petunjuk yang memiliki kedudukan tertinggi sebagai sumber
pengetahuan dibanding sumber-sumber pengetahuan yang lain.
2. Hadits
Merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad
SAW baik ucapan maupun perbuatan, yang mana Al-Qur’an dan hadits,
adalah panduan hidup, sumber hukum, ilmu serta ajaran islam, dan
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Jika al-Qur’an adalah sumber pokok, maka Hadits adalah cabangnya,
karena posisinya yang menjelaskan atas keumuman isi al-Qur’an.
3. Pancaindra
Merupakan berkah yang diberikan kepada Allah SWT kepada manusia,
Ilmu yang diperoleh melalui indera disebut sebagai ilmu inderawi atau
ilmu realitas, dengan pancaindra ini kemudian dapat memperoleh sebuah
ilmu, akan tetapi pancaindra yang merupakan sumber ilmu belim bisa
dijadikan patokan ilmu karena mengingat keterbatasan pancaindra.
Oleh sebab itu, ilmu dapat diperoleh melalui indera, tetapi ilmu yang
didapatkan bukan ilmu yang meyakinkan. Ilmu seperti ini masih bersifat
sederhana, penuh keraguan serta belum sampai di ilmu yang hakiki
4. Akal
Disamping pancaindra yang merupakan sumber ilmu, akal juga
merupakan alat yang dimiliki manusia untuk memperoleh ilmu. Dimana
akal adalah pelengkap bagi pancaindra yang belum memadai dalam
mengetahui sebuah ilmu.
Akal dan pancaindra tidak dapat dipisahkan, sebab keduanya saling
berhubungan dalam proses pengolahan ilmu. namun akal pada
perkembangannya pula belum bisa untuk mengungkapkan semua
kenyataan alam, akal hanya bisa menjelaskan hal yang sifatnya konkret
sedangkan hal yg gaib atau metafisika tak mampu dijangkau oleh logika.
5. Qalbun (Hati)
Qalbun (Hati) merupakan sumber ilmu, ilmu yang diperoleh yang
diperoleh menggunakan qalbu lebih mendekati ilmu tentang hakikat-
hakikat melalui perolehan ilham. Kemampuan menangkap hakikat
menggunakan jalan ilham digantikan oleh bisikan hati (adz-dzawq), yang
di buku-buku filsafat diperoleh dengan “aql al-mustafad”.

Berbeda dengan islam, ilmu pengetahuan menurut pandangan Barat


terbatas pada pengetahuan tentang alam, dalam istilah barat, hasil penelitian
manusia tentang alam dan dirinya sendiri, kemudian dirumuskan dengan baik
dan disusun secara logis untuk kemudahan pemahaman. Penelitian sains Barat
dan ruang lingkupnya masih terbatas.

Karena ruang lingkupnya yang sangat terbatas itulah, peran agama dari
sudut pandang sains Barat juga memainkan peran yang terbatas. Sekarang
agama dan sains dipisahkan untuk menghasilkan kemajuan peradaban dan
teknologi modern.

Sumber utama ilmu pengetahuan menurut barat diwakili 3 aliran:

1. Aliran Rasionalisme
Rasionalisme adalah pendekatan yang menekankan akal sebagai
sumber utama ilmu pengetahuan. Dimana akal atau pikiran lebih berperan
besar dibandingkan indera. Inilah bahwsaanyaa ilmu pengetahuan tidak
dapat dibentuk semata-mata atas dasar fakta dana data empiris
(pengamatan)
Pada hakikatnya, rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera,
tetapi indera hanya bertindak sebagai alat yang memberikan material yang
akan dicerna oleh akal. Aliran ini lebih banyak menggunakan logika dalam
pengambilan keputusan.
2. Aliran Empirisme
Empirisme merupakan doktrin bahwa asal semua pengetahuan wajib
dicari pada pengalaman atau pengalaman inderawi adalah satu-satunya
asal pengetahuan, bukan akal. Karenanya, penganut aliran Empirisme
mengembalikan pengetahuan menggunakan seluruh bentuknya pada
pengalaman inderawi.
Menurut penganut aliran ini, Pengalamanlah yang memberikan
informasi yang langsung dan pasti terhadap objek yang diamati sesuai
dengan waktu dan tempat.
3. Aliran kritisisme
Isi utama kritisisme adalah hasil buah pikiran Immanuel Kant tentang
teori pengetahuan, etika, dan estetika. aliran kritisisme diturunkan dari tiga
pertanyaan dasar ini. Pertama-tama, apa yang dapat saya ketahui? Kedua,
apa yang harus saya lakukan? Dan ketiga, apa yang bisa saya harapkan?

Dari sedikit pemaparan diatas bisa kita ketahui beberapa perbedaan antara
sumber ilmu pengetahuan islam dan ilmu pengetahuan barat:

1. Ilmu pengetahuan islam memiliki 5 sumber utama, sedangkan ilmu


pengetahuan barat memiliki 3 sumber utama yang diwakilkan,
2. Sumber utama ilmu pengetahuan islam adalah al-Qur’an dan as-Sunnah,
sedangkan sumber utama ilmu pengetahuan barat terbatas pada akal dan
indera,
3. Klasifikasi ilmu pengetahuan islam disusun berdasarkan keutamaan serta
kepentingan ilmu yang mencakup seluruh kehidupan, didasari pada al-
Qur`an dan as-Sunnah, sedangkan klasifikasi ilmu pengetahuan barat
terbatas pada pengetahuan alam dan diri sendiri yang dirumuskan dan
disusun secara baik dan logis untuk pemahaman, dan ruang lingkupnya
sangat terbatas karena memisahkan antara agama dan sains,
4. Peran agama dalam ilmu pengetahuan islam lebih besar dibandingkan ilmu
pengetahuan barat yang memisahkan agama dengan sains.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Ilmu Pengetahuan tidak serta merta didapatkan oleh manusia secara langsung
melainkan melalui sumber-sumber ilmu pengetahuan yang secara umum yakni
ilmu yang diperoleh oleh manusia melalui akal pikiran dari alam semesta juga
pengalaman inderawinya kemudian ilmu pengetahuan itu juga diperoleh oleh
manusia sebagai makhluk dari Sang Pencipta melalui teks-teks wahyu yang
bersumber dari-Nya.
Adapun sumber ilmu pengetahuan dalam Islam yakni Al-Qur’an, Hadist,
Pancaindera, Akal dan Hati merupakan sebuah bukti kongkret bahwa Allah SWT
adalah sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan. Dimana manusia/makhluk itu
mengkaji ilmu pengetahuan yakni dengan maksud agar lebih mendekatkan diri dan
mengenal Allah SWT.
Berbanding terbalik dengan sumber ilmu pengetahuan dari Barat yang
menjadikan hasil penelitian manusia terhadap alam semesta dan dirinya sendiri
sebagai sumber ilmu pengetahuan. Dan hal ini terkesan seperti tidak ada peran
Tuhan sebagai pencipta dan tidak ada sumber ilmu pengetahuan mutlak yang bisa
dijadikan acuan atau dasar dari ilmu pengetahuan itu sendiri.

KRITIK DAN SARAN


Dalam pembuatan makalah ini kami sepenuhnya menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah kami. Maka dari itu tentunya kami
mengaharapakan kritik dan saran dari Dosen dan teman-teman sekalian agar kedepannya
usaha kami dalam membuat suatu karya ilmiah menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat
lagi bagi yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Fu’ad F. (2003). Cepat Menguasai Ilmu Filsafat.


Yogyakarta: IRCiSoD.
Abdullah, Amin. (1999). Studi Agama Normativitas atau
Historitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abdullah, Amin dkk. (1992). Filsafat Islam: Kajian Ontologis,
Epistemologis, Aksiologis, Historis Perspektif. Yogyakarta: LESFI.
Soelaiman, Darwis A. (2019). Filsafat ilmu pengetahuan
prespektif Islam dan barat. Aceh: Bandar Publising.
https://www.researchgate.net/profile/Muchlis-Arifandy-
2/publication/329308581_Perbandingan_epistimologi_sebagai_sumbe
r_ilmu_pengetahuan_menurut_islam_dan_barat/links/5c00e690a6fdc
c1b8d4aa3ed/Perbandingan-epistimologi-sebagai-sumber-ilmu-
pengetahuan-menurut-islam-dan-barat.pdf
http://ejournal.stain.sorong.ac.id/indeks.php/tasamuh

https://www.academia.edu/download/37752150/Sumber_Ilmu_Pen
getahuan_Islam_dan_barat.pdf

http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/murabbi/artic
le/download/3173/2359

Anda mungkin juga menyukai