Anda di halaman 1dari 64

Hadits Pendidikan (Keutamaan Orang Berilmu)

BAB I
PENDAHULUAN
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil alamin. Untuk itu, maka diutuslah
Rasulullah SAW untuk memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang
mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu
yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga
berupa ketaqwaan kepada Allah SWT. Dengan pendidikan yang baik, tentu akhlak
manusia pun juga akan lebih baik. Tapi kenyataan dalam hidup ini, banyak orang yang
menggunakan akal dan kepintaraannya untuk maksiat. Banyak orang yang pintar dan
berpendidikan justru akhlaknya lebih buruk dibanding dengan orang yang tak pernah
sekolah. Hal itu terjadi karena ketidakseimbangannya ilmu dunia dan akhirat.
Ilmu pengetahuan dunia rasanya kurang kalau belum dilengkapi dengan ilmu agama
atau akhirat. Orang yang berpengetahuan luas tapi tidak tersentuh ilmu agama sama
sekali, maka dia akan sangat mudah terkena bujuk rayu syaitan untuk merusak bumi,
bahkan merusak sesama manusia dengan berbagai tindak kejahatan.
Disinilah alasan mengapa ilmu agama sangat penting dan hendaknya diajarkan sejak
kecil. Kalau bisa, ilmu agama ini lebih dulu diajarkan kepada anak sebelum anak
tersebut menerima ilmu dunia.Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi
masuknya cahaya Islam. Oleh karena itu, manusia membutuhkan terapi agar menjadi
makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT

BAB II
PEMBAHASAN
Hadist Keutamaan Orang Berilmu/Guru
1.

Hadist pertama








) (

Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan
kepadaku Malik dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin Amru bin Al
Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba,
akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila
sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari
kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu,
mereka sesat dan menyesatkan. Berkata Al Firabri Telah menceritakan kepada kami
Abbas berkata, Telah menceritakan kepada kami Qutaibah Telah menceritakan kepada
kami Jarir dari Hisyam seperti ini juga (H.R. Bukhori )
Asbabul Wurud Hadits
Mengenai latar belakang hadist ini adalah menurut Imam Ahmad dan al-Thabari yang
bersumber dari hadits Abu Umamah: Selesai melakukan Hajji Wada Nabi bersabda:
Ambilah ilmu sebelum ia ditarik dan diangkat! lalu seorang Arab Baduy bertanya:
Bagaimana ilmu itu diangkat? lalu Rasul Bersabda: Ketahuilah bahwa hilangnya ilmu
itu dalam tiga periode, dalam riwayat lain Abu Ummah meriwayatkan bahwa orang

Arab itu bertanya Bagaimana mungkin ilmu itu diangkat, sedangkan di tengah-tengah
kami ada mushaf al-Quran, kami mempelajarinya serata kami mengetahuinya , serta
kami ajarkan kepada anak-anak dan istri kami, demikian pula kepada pelayan kami.
Rasulullah mengangkat kepalanya, dan beliau hamirkan kepada orang itu, karena
marahnya. Rasulullah lau bersabda: Inilah Yahudi dan Nasrani di kalangan mereka
tidak mempelajarinya , tatkala para Nabi datang kepada mereka. Ibn Hajar berkata:
Hadits Masyhur sekali dari riwayat Hisyam. Dan dalam riwayat lain bunyinya:
sehingga tak ada lagi hidup seorang alim pun.
Syarah Hadits
Hadits ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mencabut ilmu dalam mutlak
bukan menghapusnya dari hati para penghafalnya, akan tetapi sumber ilmu itu telah
diangkat oleh Allah dari bumi, sehingga tidak ada lagi yang mampu menjelasakan ilmu
dengan sebenar-benarnya. Akibatnya, mereka yang tidak lagi merujuk apapun dengan
dasar keilmuan, sampai pada ketidaktahuan mereka dengan memilih pemimpin yang
sama tidak berilmunya. Hadist ini kemudia menjelaskan akibat yang sangat fatal bila
seorang guru sebagai sumber ilmu yang otentik wafat, yaitu manusia ditinggalkan
dalam keadaan sesat dan menyesatkan. Yaitu pemimpin bodoh menjawab pertanyaan
tanpa didsari oleh ilmu.
Hadis ini menegaskan bagaimana pentingnya peran seorang penyebar ilmu, gur yang
benar sumber ilmunya. Karenanya ada hadits lain mengatakan Siapa yang belajar
tanpa seorang syekh, maka syeikhnyadalah syetan. Makanyatalah kesesatan dalam
segala yang diucapkannya. Imam Syafi menegasakan Barang siapa yang mepelajari
ilmu dari hanya isi kitab saja, maka ia telah mempersempit hukum bagaimana tidak
hukum itu akan tegak dengan adanya hakim, maka ilmu kan tegak denga adanya guru.
Sangat jelas sekali posisi dan kemulian guru di dunia, kemulian ini seharusnya disadari
oleh seluruh umat Islam baha guru membawa peran penting dalam memperbaiki
kehidupan sebuah bangsa, akbat dari menelantarkan gur dan meninggalkan guru adalah
kehancuran sebuah bangsa karena mereka berkata dan bekerja tanpa ilmu dan hanya
mampu memberikan jalan yang sesat.

2.

Hadist yang kedua

) (

Artinya

Telah menceritakan kepada kami Said bin Ufair Telah menceritakan kepada kami Ibnu
Wahab dari Yunus dari Ibnu Syihab berkata, Humaid bin Abdurrahman berkata; aku
mendengar Muawiyyah memberi khutbah untuk kami, dia berkata; Aku mendengar Nabi
shallallahu alaihi wasallam bersabda: Siapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka
Allah faqihkan dia terhadap agama. Aku hanyalah yang membagi-bagikan sedang Allah
yang memberi. Dan senantiasa ummat ini akan tegak d iatas perintah Allah, mereka tidak
akan celaka karena adanya orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datang
keputusan Allah. (HR.Bukhori).
Asbabul Wurud Hadits
Hadits yang diriwayatkan oleh Muawiyah ini disampaikan ketika ia sedang berkhutbah,
adalah Humaid bin Abdurrahman yang mengeluarkan hadits tersebut yang mengatakan
bahwa dia mendengar Muawiyyah menyampaikan sebuah hadits ketika dia sedang
berkhutbah bahwa Nabi bersabda Siapa yang dikehendakinya kebaikan
Syarah Hadits
Salah satu keutamaan orang yang menuntut ilmu ialah Allah menghendaki bagi orang
tersebut kebaikan. Ketika Allah mengehndaki seorang itu menjadi baik atau diliputi
dengan kebaikan maka Allah berikan ia paham dalam agama, mereka yang menuntut
ilmu tentu menghendaki akan paham, keinginan untuk paham adalah jalan yang Allah
berikan padanya untuk mampu berbuat baik. Adapun Nabi hanya seorang yang
memberi dan membagi ilmu kepada yang ingin kebaikan, dan tetap Allah yang
memberi kebaikan.Jika merka tetap dalam perintah Allah. Yaitu artinya tetap
berkeinginan paham agama, maka Allah akan meneggakkan umat ini, mereka yang
berilmu mempunyaui peran sebagai penegak dan penerus umat ini, dan Allah
menjanjikan tidak akan celaka bagi mereka yang tetap dalam perintahnya, dalam hadits
ini yaitu dalam mempelajari dan memahami ilmu agama.

Sebuah kemulian yang sangat luar biasa bagi merka yang menuntut ilmu, amanat yag
diembannya serta janji Allah akan selalu meliputinya. Yaitu berupa kebaikan. Allah
menghendakinya kebaikan maka Allah berikan dia paham ilmu agama. Hadits ini juga
ditegaskan dengan kalmat Khoiron yang berbentuk nakiroh/umum yang maksudnya
bahwa orang yang menuntut ilmu akan diliputi dengan berbagai macam kebaikan.

3 Hadist yang ketiga

) (


Artinya
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah bin Said dan Ibnu Hujr,
mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Ismail yaitu Ibnu Jafar dari Al Ala dari
bapaknya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah
bersabda: Barang siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala
sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia
akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa
mengurangi dosa mereka sedikitpun.
Asbabul Wurud Hadits
Dalam hadits yang lain dengan redaksi yang berbeda dan maksud yang sama, bahwa
menunjukkan kebada jalan kebaikan atau mengajaknya untuk berbuat baik, maka
ganjaranya itu sama dengan mengerjakan kebaikan. Suatu ketika seorang sahabat
menghadap Rasulullah SAW, dia bertanya kepada rasul Bawalah aku kepada
kebaikan?, maka Rasul pun memberikanya sebuah perintah untuk senantiasa berbuat
baik dan mengajak kepada kebaikkan, bagi mereka ganjaran yang sama menjalankan
kebaikan.

Syarah Hadits
Hadis ini menerangkan bahwa ganjaran bagi merka yang mengajarkan sebuah kebaikan
tidak akan terputus ketika mengejak saja, bahkan pahala kebaikan itu akan tetap
mengalir selama yang diajak tadi melakukan apa yang diperintahkan. Posisi guru
sebagai pemberi ilmu dan ajaran baik kepada murid akan sangat mulia dan berharga,
karena setiap kali murid melakukan apa yang disampaikan oleh guru maka sebesar itu
pula balasan yang didapat guru. Tentunya hadits ini menggugah bagi siapa saja untuk
tidak segan-segan memberikan nasehat baik dan ajaran baik kepada siapapun, karena
pahala dan kebaikan itu akan sangat bernilai bukan hanya buat dia, tetapi buat yang
mengajak dan mengajrkan kebaikkan. Kemulian yang sangat luar biasa bagi seorang
yang menjarkan ilmu.
4.

Hadist ke empat







) (

Artinya:
Said bin Mansur telah menceritakan kepada kami Abdul Azis bin Abi Hazim telah
menceritakan kepada kami dari Abih dari Sahlin Yani bin Sadin dari Nabi Muhammad
saw. berkata: Demi Allah sesungguhnya Allah member petunjuk kepada seseorang
dikarenakan petunjukmu, hal tersebut itu lebih beik bagimu dari pada kendaraan mewah
harta yang berharga. (HR.Abu Daud)

Asbabul Wurud Hadist


Asbabul wurud hadist ini adalah ketika seorang sahabat Rasul yang bernama Ibn Sad
(dalam beberapa hadits ada pula yang meriwayatkan bahwa ini dari Ali bin Abi Thalib)
yang diutus oleh Rasul untuk menjadi gubernur di Syiria, sebelum Ibn Sad berangkat
rasul meberinya motivasi kepadanya Bahwa satu orang yang engkau beri petunjuk itu
lebih baik dari kendaraan mewah harta yang berharga (di hadits lain dunia dan isinya).

Syarah Hadits
Hadist ini adalaha berita gembira dari Rasul mengenai mereka yang memberikan
seseorang petunjuk kebaikan, ajaran baik seharusnya disampaikan kepada siapapun itu,
lantaran manfaat itu sangat terasa baik untuk nya atau orang lain. Sehingga tidak salah
jika Rasul memberikan motovasi kepada mereka yang memberi petunjuk hidayah
dengan kemulian yang luar biasa, yang tidak cukup dibandingkan dengan kemewahan
dunia. Maka posisi guru dan penuntut ilmu dihadapan Allah sangat mulia dan sangat
tinggi.

BAB III
Kesimpulan
Telah kita bahas mengenai kemulia orang yang menuntut ilmu dan yang mengejarkan
ilmu, di antara keutamaan yang di dapat yang dijelaskan dalam hadit-hadits di atas
adalah:

Hadits pertama: Matinya guru merupakan matinya ilmu, sehingga peran seorang
guru menentukan nasib orang-orang berikutnya.
Hadits kedua : Mereka yang menuntut ilmu adalah mereka yang dikehendaki
kebaikan oleh Allah.
Hadits ketiga : Bahwa ganjaran orang yang meberi petunjuk kebaikan itu sama
degan yang mengerjakan kebaikan, bahwa selama yag diberitahu mengerjakan
kebaikan maka selama itu pula yang memberitahu mendapat ganjaran pula.
dan ke empat: Ganjaran bagi yang memberikan hidayah kebaikan kepad orang lain
itu lebih baik dari pada dia memilki kendaraan mewah yang sangat mahal.

SYARAH HADITS KEUTAMAAN ILMU


TEKS HADITS :


,
: ,



.

:
:.
.

:
:.

:


" :

,

,


,






,
,


, , ,

"
,
,
---oOo---

TERJEMAHAN HADITS :
Dari Katsir bin Qais, dia berkata : Ketika aku sedang duduk disebelah Abu Darda di
Masjid Damaskus. Tiba tiba datang seorang laki laki kepadanya, lalu laki laki itu
berkata : Wahai Abu Darda, Aku datang kepada mu dari kota Madinah kota Madinah
Rasulullah- untuk keperluan sebuah hadits yang sampai kepada ku bahwa engkau
pernah meriwayatkan nya dari Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam.
?Abu Darda berkata : Apakah kamu datang (sekalian) untuk berdagang

Dia menjawab : Tidak


Abu Darda berkata lagi : Apakah kamu datang (sekalian) untuk keperluan selain itu?
Dia (laki laki itu) menjawab : Tidak
Abu Darda berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam bersabda
: Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju Surga. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap sayap nya. Karena
ridha kepada penuntut ilmu. Sesungguhnya orang menuntut ilmu akan dimintakan
ampunan oleh yang ada di langit dan di bumi hingga ikan yang ada didalam air.
Sesungguhnya keutamaan seorang alim (ulama) dibandingkan seorang ahli ibadah
seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para Ulama adalah
pewaris para Nabi. Dan Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar ataupun
dirham. Tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka
dia telah mengambil bagian yang banyak.
---oOo--TAKHRIJ HADITS :
1. Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah rahimahullah didalam Sunan nya (hal 56), hadits
no 223. Dari Katsir bin Qais.
a. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah didalam Shahih Sunan Ibnu Majah,
hadits no 183.
b. Dihasankan oleh Syaikh Syuaib al-Arnauth dan kawan kawan dalam takhrij Sunan
Ibnu Majah (1/150-151) : Hadits Hasan dengan penguat.
2. Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud rahimahullah didalam Sunan nya (hal 655), hadits
no 3641. Dari Katsir bin Qais.
a. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah didalam Shahih Sunan Abu Daud,
hadits no 3641 (penomoran sama).
b. Syaikh Syuaib al-Arnauth dan Syaikh Muhammad Kamil hafizhahumullah
mengatakan didalam takhrij Sunan Abu Daud (5/485) : Hadits Hasan dengan penguat.
3. Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban rahimahullah didalam Shahih nya, hadits no 88.
Dari Katsir bin Qais.
a. Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata : Hadits Hasan. (at-Talaqatul Hisan ala
Shahih Ibnu Hibban 1/203 204)
b. Syaikh Syuaib al-Arnauth hafizhahullah berkata : Isnad nya Lemah (Dhaif). (AlIhsan fi Taqrib Shahih Ibnu Hibban 1/289-290)
4. Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi rahimahullah didalam Sunan nya (hal 604),
hadits no 2682. Dari Qais bin Katsir.
a. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah didalam Shahih Sunan At-Tirmidzi,
hadits no 2682 (penomoran sama).
5. Diriwayatkan oleh Imam Ad-Darimi rahimahullah didalam Sunan nya hadits no 342.
Dari Katsir bin Qais.
a. Syaikh Husain Salim didalam takhrij Musnad ad-Darimi mengatakan : Sanad nya
Lemah (Dhaif) (Musnad Ad-Darimi hadits no 345 hal 361).

b. Sedangkan Syaikh Fawwaz Zamrali dan Syaikh Khalid Al-Alimy berkata : Sanad nya
hasan (Sunan Ad-Darimi juz 1 hal 110)
6. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah didalam Musnad nya, hadits no 21612
dan no 21613 dalam cet musnad yang lain hadits no 21715 no 21716. Dari Katsir bin
Qais.
a. Syaikh Hamzah Az-Zain hafizhahullah berkata : Sanad nya Hasan (Musnad Ahmad
juz 16 hal 71).
b. Syaikh Syuaib dan kawan kawan hafizhahumullah berkata : Hadits ini Hasan
Lighairihi dan Sanad ini nya Dhaif. (Musnad Ahmad juz 36 hal 45-49).
7. Diriwayatkan oleh Imam al-Baghawi rahimahullah didalam Syarhus Sunnah nya,
hadits no 129. Dari Daud bin Jamil dari Katsir bin Qais.
a. Syaikh Syuaib dan Syaikh Muhammad berkata didalam takhrij Syarhus Sunnah :
Hadits Hasan (Syarhus Sunnah dan Takhrijnya, juz 1 hal 275-276)
8. Diriwayatkan juga oleh Imam Al-Baihaqi rahimahullah didalam Al-Jami li Syuabul
Iman juz 3 hal 220 222, hadits no 1573 dan 1574.
9. Diriwayatkan juga oleh Imam Abdil Barr rahimahullah didalam Jami Bayan Al-Ilmi
wa Fadhlih hal 168 170, hadits no 173 177.
10. Dibawakan juga oleh Imam Al-Mundziri rahimahullah didalam At-Targhib wa Tarhib
hal 43, hadits no 106.
a. Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata didalam Shahih At-Targhib wa Tarhib (1/138)
: Hasan Lighairihi
Hadits ini juga diriwayatkan oleh para Ulama rahimahumullah lain nya didalam kitab
mereka, namun kami hanya mencukupkan dari kitab yang kami sebutkan diatas saja.
Sebagian riwayat mencantumkan Katsir bin Qais, sebagian riwayat yang lain
menyebutkan Qais bin Katsir. Yang rajih, insyaAllah Katsir bin Qais. Sebagaimana yang
disebutkan para Ulama rahimahumullah. Silahkan lihat biografi nya didalam Taqribut
Tahdzib hal 515 no 5624 dan Tahdzibut Tahdzib juz 3 hal 646.
---oOo--PENGUAT HADITS :
Berikut ini saya bawakan penjelasan Syaikh Syuaib Al-Arnauth dan kawan kawan
tentang penguat hadits diatas didalam takhrij Musnad Ahmad juz 36 hal 47 48 secara
ringkas dan saya tambahkan beberapa penguat hadits dan komentar para ulama
tentang hadits tersebut, yang saya anggap mampu menaikan hadits diatas menjadi
hadits Hasan bahkan bisa menjadi Shahih, InsyaAllah.
1. Penguat lafadz hadits Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju Surga. Adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dalam Musnadnya (12/393) hadits no 2427. Dengan sanad yang Shahih sesuai
syarat Shahihain.
2. Penguat lafadz hadits Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap sayap nya.
Karena ridha kepada penuntut ilmu. Adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dalam Musnadnya (30/9) hadits no 18089. Dengan sanad yang Hasan.

3. Penguat lafadz hadits Sesungguhnya orang menuntut ilmu akan dimintakan


ampunan oleh yang ada di langit dan di bumi hingga ikan yang ada didalam air.
Sesungguhnya keutamaan seorang alim (ulama) dibandingkan seorang ahli ibadah
seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam At-Tirmidzi rahimahullah dalam Sunannya (hal 605) hadits no 2685. Dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah. Juga diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani
rahimahullah didalam Al-Ausath hadits no 6215. Dengan sanad yang Hasan. Dan juga
diriwayatkan oleh Imam Ad-Darimi didalam Sunan nya, hadits no 289. Dengan derajat
yang Hasan.
4. Penguat lafadz hadits Sesungguhnya para Ulama adalah pewaris para Nabi. Dan
Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham. Tetapi mereka hanya
mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian
yang banyak. Dibawakan oleh Imam As-Sakhawi rahimahullah didalam kitab nya AlMaqashid Al-Hasanah hal 286.
5. Imam al-Bukhari rahimahullah juga membawakan sebagian dari lafadz didalam
Shahih nya, pada Kitab Ilmu : Bab 10 Berilmu Sebelum Berkata dan Beramal, hal 18.
Dan bahwasanya ulama adalah pewaris para Nabi dan mereka mewariskan ilmu.
Barangsiapa yang mengambilnya, niscaya ia telah mengambil bagian yang cukup.
Barangsiapa yang menemupuh jalan dalam rangka menuntut ilmu, niscaya Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata ketika mensyarah ini : Potongan ini dari
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan al-Hakim yang
telah menshahihkan nya dari hadits Abu Darda Radhiyallahuanhu dan telah dihukumi
hasan oleh Hamzah al-Kinani. Selain mereka, hadits ini telah dinyatakan dhaif, karena
pada sanadnya terdapat kelemahan. Namun, hadits ini memiliki Syahid (riwayat
penguat) yang menguatkan nya.
KESIMPULAN : Dengan demikian, hadits ini secara keseluruhan nya derajatnya Hasan
Shahih, InsyaAllah.
---oOo--SYARAH TEKS HADITS :

" :

, ."
Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa yang berjalan menuntut
ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga.

Lafazh Jalan dan ilmu disebutkan dalam bentuk nakirah yakni isim yang
belum jelas penunjukan nya dan masih umum. Sehingga termasuklah kedalam hadits ini
semua bentuk jalan menuju ilmu dan juga termasuk kedalam nya sedikit maupun
banyak ilmu yang dipelajari nya.
Jalan disini mencakup jalan yang bersifat nyata dan jalan yang bersifat abstrak.
a. Jalan yang bersifat kongkrit (nyata) yakni seseorang pergi dari rumahnya menuju
majelis
ilmu.
b. Sedangkan jalan yang bersifat abstrak yakni seseorang membaca buku agama,
mengambil faidah darinya kemudian mengamalkan nya.
Apa yang dimaksud dengan ilmu?


"Ilmu adalah mengetahui sesuatu sebagaimana hakikat yang sebenarnya dengan
pengetahuan yang pasti."
Dan yang dimaksud ilmu didalam hadits ini adalah Ilmu Agama, bukan Ilmu dunia.
Karena ilmu dunia, orang kafir pun bisa menguasai nya. Adapun ilmu agama, maka dia
adalah kekhususan seorang Muslim.
Dengan ilmu agama, seorang muslim bisa mengetahui mana yang benar dan mana yang
salah.
Dengan ilmu agama, seorang muslim bisa mengetahui mana jalan yang dapat
mengantarnya menuju surga dan mana jalan yang dapat menjerumuskan nya ke neraka.
Dengan ilmu agama, seorang muslim bisa mengetahui apa saja yang dapat
menyebabkan diterima nya amal dan apa saja yang menyebabkan ditolaknya amal.
Intinya, dengan ilmu agama, Allah memudahkan jalan bagi nya jalan menuju surga yakni
dengan cara menuntut ilmu dan mengamalkan ilmunya.
Sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam selanjutnya



Dan sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap sayap nya. Karena ridha kepada
penuntut ilmu.
Ini menunjukkan kecintaan, penghargaan, pemuliaan dan penghormatan para malaikat
terhadap para penuntut ilmu, sehingga mereka yakni para malaikat- melebarkan sayap
sayap mereka bagi para penuntut ilmu, karena ridha terhadap penuntut ilmu.
Ilmu agama adalah ilmu yang mulia, yang diturunkan dari Allah Subhanahu wa taala,
yang dibawa oleh utusan yang mulia, dan disampaikan oleh manusia yang mulia pula.
Maka orang - orang mempelajarinya adalah orang mulia lagi dimuliakan.
Maksud dari meletakkan sayap sayap nya adalah menjaga, melindungi dan
membentengi para penuntut ilmu dengan izin Allah. Seandainya hanya ini saja yang
diperoleh seorang penuntut ilmu, tentunya itu sudah merupakan kemuliaan dan
kehormatan tersendiri bagi para penuntut ilmu.
Sabda Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam selanjutnya :




Sesungguhnya orang menuntut ilmu akan dimintakan ampunan oleh makhluk yang ada
di langit dan di bumi hingga ikan yang ada didalam air.
Makhluk disini mencakup umum yakni seluruh makhluk, makhluk dilangit adalah para
Malaikat yang mulia. Sedangkan makhluk dibumi mencakup seluruh binatang dan
sebagainya, baik yang berbunyi maupun yang tidak berbunyi, baik yang kecil maupun
yang besar. Mereka semua memohon ampunan bagi seorang penuntut ilmu. Karena
dengan sebab ilmu, terjaga nya keamanan, kelestarian dan kelangsungan hidup di muka
bumi ini bagi generasi berikut nya sampai hari kiamat tiba.
Sabda Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam :


Sesungguhnya keutamaan seorang alim (ulama) dibandingkan seorang ahli ibadah
seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang.
Ini menujukkan keutamaan Ahli Ilmu atas Ahli Ibadah yang bukan Ahli Ilmu. Bukan
berarti hadits ini menunjukkan ahli ilmu tidak beribadah, tidak demikian. Akan tetapi
maksud nya keutamaan orang yang Ahli Ilmu kemudian mengamalkan ilmu nya, itu jauh
diatas keutamaan Ahli Ibadah yang bukan ahli Ilmu.
Ini merupakan perumpamaan yang sangat jelas dan tepat. Untuk mengumpamakan ahli
ilmu dan ahli ibadah. Dimana Ahli ilmu diumpamankan (dimisalkan) seperti bulan,
sedangkan Ahli ibadah diumpamakan seperti bintang. Kenapa demikian? Karena cahaya
bulan menerangi penjuru bumi dan meluas keseluruh arah. Sehingga manusia dapat
mengambil faidah dari nya. Seperti itulah ilmu seorang ulama yang bermanfaat bagi
orang lain dan menyebar keseluruh arah.
Adapun bintang bintang, cahaya nya tidak melewati dirinya sendiri atau hanya sampai
kepada sesuatu yang terdekat darinya. Begitu juga ibadahnya hanya bermanfaat bagi
dirinya sendiri, dan orang disekitarnya.
Dalam perumpamaan ini terdapat faidah bahwa kebodohan seperti malam yang gelap
gulita, sedangkan para ulama seperti bulan, sedangkan para ahli ibadah seperti bintang.
Maka dalam kegelapan itu, keutamaan cahaya seorang ulama seperti keutamaan cahaya
bulan atas cahaya bintang. Disamping itu, tegaknya agama adalah karena ditopang,
dihiasi, dan diterangi oleh para Ulama dan Ahli Ibadah. Apabila para ulama dan ahli
ibadah hilang, maka hilanglah agama, sebagaimana langit yang dihiasi dan diterangi
oleh bulan dan bintang. Jika bulan dan bintang hilang dari langit, maka datanglah hari
kiamat yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa taala.
Mungkin ada yang bertanya, Kenapa para Ulama tidak diserupakan dengan matahari,
padahal cahaya matahari lebih besar?
Maka
jawaban
nya
adalah
:
Dalam perumpamaan tersebut terdapat dua hal yang sangat penting :
Pertama : Karena cahaya bulan merupakan pantulan dari cahaya matahari, maka orang
yang berilmu yang mengambil ilmunya dari al-Quran dan as-Sunnah lebih sesuai jika
diserupakan dengan bulan daripada matahari. Sebab ilmu dia merupakan pantulan dari
al-Quran dan as-Sunnah yang merupakan sumber ilmu islam, seperti cahaya bulan yang
berasal dari pantulan cahaya matahari.

Kedua : Karena cahaya matahari tetap, tidak berubah, dan tidak memiliki tingkatan.
Sedangkan cahaya bulan, terkadang cahanya sedikit, terkadang sedang, terkadang
banyak dan penuh dan seterusnya, seperti itulah para Ulama yang mana keilmuan
mereka pun bertingkat tingkat. Ada yang memiliki ilmu yang sedikit, ada yang sedang,
ada yang banyak. Perbedaan tingkatan para ulama bagaikan perbedaan keadaan cahaya
bulan. Dari bulan purnama yang sempurna, lalu berkurang sedikit, sedikit demi sedikit
hingga pada keadaan yang paling akhir. Disisi Allah Subhanahu wa taala, kedudukan
para ulama pun berbeda beda.
Mungkin ada juga yang bertanya? Kenapa Nabi Shallallahualaihi wa sallam bersabda :
Sahabat sahabatku seperti bintang Sedangkan para ulama diumpamakan seperti
bulan?
Jawab nya : Perumpamaan ulama seperti bintang, itu hanya perumpamaan pada posisi
keutamaan para ulama atas para ahli ibadah. Yakni para ulama melampaui ahli ibadah
yang bukan ulama. Adapun secara umum maka perumpamaan para ulama seperti
bintang, karena bintang dipakai sebagai petunjuk dalam kegelapan didarat dan dilaut,
demikian pula dengan para ulama. Bintang bintang adalah penghias langit dan ulama
adalah penghias dibumi. Bintang menjadi penghalang bagi para syaithan agar tidak
mencuri berita dari langit. Demikian juga para ulama, mereka menjadi lemparan
penghalang bagi syaithan dari kalangan manusia yang membisikan syubhat (keraguan)
dan ajaran sesat kepada manusia. Para ulama menjadi penghalang bagi kelompok jahat
itu untuk melakukan aktivitas mereka. Seandainya tidak ada para ulama, maka
hancurlah ajaran agama Islam ini, karena pemalsuan orang orang sesat. Maka dari itu
Allah Subhanahu wa taala menjadikan para ulama sebagai penjaga bagi agama-Nya dan
sebagai penghalang bagi musuh musuh para Rasul-Nya dan ini adalah bentuk
keserupaan para ulama dengan bintang.
Sabda Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam selanjutnya :
, , , ,

Sesungguhnya para Ulama adalah pewaris para Nabi. Dan Sesungguhnya para Nabi
tidak mewariskan dinar ataupun dirham. Tetapi mereka hanya mewariskan ilmu.
Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang banyak lagi
sempurna.
Para ulama adalah pewaris Nabi, ini merupakan keistimewaan yang paling besar bagi
ahli ilmu. Sesungguhnya para Nabi adalah hamba Allah yang terbaik, maka para pewaris
mereka juga merupakan orang orang terbaik setelah mereka.
Para Ulama adalah pewaris para Nabi, karena para Ulama mewarisi ilmu agama yang
dibawa oleh para Nabi. Para ulama juga mewarisi dan melanjutkan dakwah para Nabi.
Dengan demikian, secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa para ulama adalah
orang yang terdekat dengan para Nabi, karena hanya orang yang terdekatlah yang dapat
warisan sebagaimana dalam pewarisan harta.
Adapun sabda beliau bahwa para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham tapi
mewariskan ilmu, ini menunjukkan kesempurnaan para nabi dan besarnya kebaikan
mereka terhadap umat nya, serta menunjukkan kesempurnaan nikmat Allah Subhanahu
wa taala atas mereka.

Hikmahnya kenapa para Nabi tidak meninggalkan harta warisan kepada kaum
kerabatnya adalah sebab jika para nabi mewarisi harta maka para nabi akan dicurigai
sebagai orang orang yang mengejar kekuasaan dan harta, dan ingin mengambil harta
manusia hingga menjadi harta warisan mereka kelak. Maka dari itu para nabi tidak
meninggalkan sedikit pun harta warisan untuk keluarga mereka, semua harta mereka
menjadi sedekah. Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya
kami para Nabi tidak memberi warisan. Apa yang kami tinggalkan semua nya
merupakan sedekah. [Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahih nya hadits no
6726]
Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang banyak lagi
sempurna
Bagian yakni jatah atau bagian. Yang banyak yakni yang sempurna.
Yakni barangsiapa mempelajari ilmu, maka dia telah mengambil bagian, baik sedikit
maupun banyak. Walaupun sedikit ilmunya yang diambilnya, namun jika ia
mengamalkan nya dan disebarkan, maka banyaklah manfaatnya. Apabila pemiliknya
meninggal dunia, maka kebaikan ilmu agama yang telah diajarkan nya akan tetap
sampai kepada pemiliknya.
---oOo--FAIDAH HADITS :
Secara
umum
ada
4
faidah
dari
hadits
ini
:
1.
Hadits
ini
menjelaskan
tentang
keutamaan
ilmu.
2.
Hadits
ini
menjelaskan
tentang
keutamaan
ahli
ilmu.
3. Hadits ini menjelaskan tentang keutamaan orang yang mempelajari ilmu.
4. Hadits ini menjelaskan tentang keutamaan majelis ilmu.
Secara
rincian,
ada
26
faidah
sebagai
berikut
:
,
" : ."
Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa yang berjalan menuntut
ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga.
5. Hadits ini menjadi dalil dianjurkan nya melakukan perjalanan untuk mencari ilmu.
6.
Hadits
ini
menjadi
dalil
bahwa
ilmu
itu
harus
didatangi.
7. Hadits ini juga menganjurkan agar kita mendatangi majelis ilmu dan duduk dimajelis
ilmu.
8. Hadits ini juga menjadi dalil tentang wajib nya mengamalkan ilmu yang telah
diketahui.
9. Hadits ini juga memberikan kabar gembira bahwa orang yang mempelajari ilmu,
maka
perjalanan
nya
menuju
surga
akan
lebih
mudah.
10. Hadits ini juga memberikan peringatan bagi orang tidak mau mempelajari ilmu. Dan
isyarat bahwa orang tidak berilmu, jalan nya menuju surga akan sulit.
11. Hadits ini menjadi dalil tentang anjuran membantuan para penuntut ilmu. Bisa
berupa membiayai mereka untuk belajar atau membantu mereka didalam menyebarkan
ilmu.



Dan sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap sayap nya. Karena ridha kepada

penuntut
ilmu.
12. Hadits ini juga menjelaskan tentang pemuliaan para malaikat terhadap ilmu dan
terhadap
orang
mencari
ilmu.
13. Hadits ini menjelaskan bahwa para malaikat senang dan cinta kepada para penuntut
ilmu.
14. Hadits ini menjelaskan bahwa para penuntut ilmu dijaga dan dilindungi oleh para
Malaikat dengan izin Allah.

.



Sesungguhnya orang menuntut ilmu akan dimintakan ampunan oleh makhluk yang ada
di
langit
dan
di
bumi
hingga
ikan
yang
ada
didalam
air.
15. Hadits ini menjelaskan tentang keutamaan yang besar bagi para penuntut ilmu,
yakni bahwa dia akan dimintakan ampunan oleh makhluk yang ada dilangit dan dibumi.
16. Hadits ini menjelaskan bahwa diantara sebab terhapus nya dosa adalah dengan
menuntut ilmu.


Sesungguhnya keutamaan seorang alim (ulama) dibandingkan seorang ahli ibadah
seperti
keutamaan
bulan
atas
seluruh
bintang.
17. Hadits ini menjelaskan tentang kedudukan para Ulama dibandingkan kedudukan
para Ahli Ibadah yang bukan Ulama. Dimana kedudukan para Ulama lebih tinggi
dibandingkan
kedudukan
para
Ahli
Ibadah.
18. Hadits ini menjelaskan manfaat yang diberikan para Ulama itu lebih besar bagi
manusia
dari
pada
manfaat
yang
diberikan
para
Ahli
Ibadah.
19. Hadits ini menjelaskan bahwa orang yang mempelajari ilmu, kemudian
mengamalkan nya, kemudian dia menyebarkan ilmu nya, itu lebih baik dari pada orang
yang hanya mempelajari ilmu kemudian dia mengamalkan nya, tanpa menyebarkan
nya.
20. Hadits ini menjelaskan bahwa kebodohan itu seperti malam yang gelap gulita.
Sedangkan
ilmu
adalah
seperti
cahaya.
21. Hadits ini juga menjadi dalil bahwa berilmu terlebih dahulu baru beramal.
Sebagaimana Rasulullah mendahulukan para Ulama dibandingkan para Ahli Ibadah
didalam hadits tersebut.
, , , ,

Sesungguhnya para Ulama adalah pewaris para Nabi. Dan Sesungguhnya para Nabi
tidak mewariskan dinar ataupun dirham. Tetapi mereka hanya mewariskan ilmu.
Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang banyak.
22. Hadits ini menjelaskan kedudukan para Ulama didalam Islam, yakni mereka adalah
pewaris
para
Nabi.
23. Hadits ini mengisyaratkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahualaihi wa sallam
adalah Nabi yang terakhir dan penutup para Nabi. Hal ini dapat dilihat dari sabda beliau
:
Para
ulama
adalah
pewaris
para
Nabi.
24. Hadits ini menjadi dalil bahwa para Nabi tidak memberikan harta warisan kepada
keluarga
nya.
25. Hadits ini menjadi dalil bahwa ilmu adalah warisan para Nabi.
26. Hadits ini menjadi dalil bahwa ilmu yang benar adalah ilmu yang bersumber dari alQuran dan as-Sunnah. Karena itulah yang ditinggalkan oleh Rasulullah

Shallallahualaihi wa sallam kepada Umat ini. Adapun ilmu yang dibangun diatas hawa
nafsu dan akal, maka itu bukanlah ilmu dan orang yang memiliki nya, bukanlah ahli
ilmu. Seperti filsafat, maka ahli filsafat bukanlah ulama. Karena filsafat dibangun diatas
akal.
27. Hadits ini mengisyaratkan bahwa ulama yang sebenar benar nya ulama adalah
ulama yang mewarisi ilmu para nabi, dakwah para nabi, mengikuti petunjuk para nabi
dalam menyampaikan agama. Yakni cara berdakwah dengan penuh kesabaran, dan
kelemah lembutan. Membalas kejahatan manusia dengan kebaikan, dan mengajak
manusia ke jalan Allah dengan cara yang terbaik, serta selalu berusaha memberikan
nasehat
kepada
manusia
untuk
menunaikan
kewajiban
nya.
28. Hadits ini juga merupakan peringatan kepada ulama agar mendidik umat
sebagaimana orangtua mendidik anak nya. Maka mereka harus mendidik umat secara
bertahap dan bertingkat, mulai dari pengetahuan yang dasar sampai yang tinggi, mulai
dari yang kecil sampai ke yang besar. Mereka juga hanya membebankan kepada umat
apa yang mampu mereka pikul, sebagaimana yang dilakukan seorang bapak kepada
anaknya.
29. Hadits ini juga merupakan dalil tentang wajibnya menghormati dan mencintai para
Ulama. Mentaati mereka dalam perkara perkara yang baik. Bertanya kepada mereka
dalam
permasalahan
yang
tidak
dimengerti.
30. Hadits ini menjelaskan tentang keutamaan ilmu dibandingkan harta. Seandainya
harta lebih utama dari pada ilmu, tentu para Nabi akan mewariskan harta kepada umat
nya. Namun yang terjadi adalah sebalik nya. Ilmu adalah yang diwariskan oleh para
Nabi.
31. Hadits ini menjelaskan bahwa seorang penuntut ilmu, adalah seorang pencari harta
karun dan warisan para Nabi. Dan Para Ulama adalah pemberi harta warisan para Nabi
tersebut.
Semoga Allah menjadikan kita sebagai seorang penuntut ilmu, meneguhkan kita diatas
jalan para penuntut ilmu dan memberikan kepada kita ilmu yang bermanfaat,
melindungi kita dari ilmu yang tidak bermanfaat. Aamiin.
Sampai demikian pembahasan Syarah Hadits Keutamaan Ilmu. Semoga bermanfaat.
Selesai
ditulis
Kota Jambi, Jumat : 28 Dzulqodah 1434 H / 4 Oktober 2013 M
Prima Ibnu Firdaus Roni al-Mirluny

BAB II
PEMBAHASAN
A) Hadits Tentang Orang Berilmu Pewaris Nabi
a.

Hadits
























.

b.

Terjemahan
Abu Darda berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang
menempuh jalan mencari ilmu, akan dimudahkan Allah jalan untuknya ke sorga.
Seungguhnya Malaikat menghamparkan sayapnya karena senang kepada pencari ilmu.
Sesungguhnya pencari ilmu dimintakan ampun oleh orang yang ada di langitdan bumi,
bahkan ikan yang ada dalam air. Keutamaan orang berilmu dari orang yang beribadah
adalah bagaikan kelebihan bulan malam purnama dari semua bintang. Sesungguhnya
ulama adalah pewaris Nabi. Nabi tidak mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu. Siapa
yang mencari ilmu hendaklah ia cari sebanyak-banyaknya.[1]

c.

Asbabul wurut
Mengenai asbabul wurut hadits di atas penulis tidak menemukan sumber yang
relevan mengenai hadits di atas.

d.

Syarah hadits
Dalam hadits di atas dikemukakan beberapa hal penting yang berkaitan erat
dengan tema ini adalah "ulama adalah pewaris Nabi". Pendidik, dalam hal ini terutama
guru adalah orang yang berilmu pengetahuan dan sekaligus mengembangkan ilmu yang
di milikinya kepada peserta didik . Dengan demikian, maka ia termasuk kategori ulama.

Jadi, ia adalah pewaris para Nabi. Sebagai pewaris Nabi, tentu guru tidak dapat
mengharapkan banyak harta karena beliau tidak mewariskan harta.
Akan tetapi Rasulullah SAW tidak pernah melarang orang berilmu termasuk
pendidik untuk mencari harta kekayaan selama proses itu tidak mengurangi upaya
pengambilan warisan beliau yang sebenarnya, yaitu ilmu pengetahuan
Dapat kita pahami bahwa pendidik yang pertama dalam dunia Islam adalah nabi
Muhammad SAW, karena Allah memberikan wahyu yang berupa pengetahuan masalahmasalah agama, sosial, ekonomi dan lain-lainya di peruntukan pada nabi melalui
malaikat Jibril. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-baqarah : 151

Artinya :
Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami Telah
mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada
kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui .
e.

Analisa pemakalah
Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan seberapa pentingnya kedudukan
seorang pendidik, karena tanpa adanya pendidik maka ilmu pengetahuan akan
terputuskarena tak ada lagi orang yang mengajarkan dan yang mewariskan ilmu untuk
masa yang akan datang. Oleh karena itulah pendidik dinyatakan sebagai pewaris para
nabi.

f.

Analisis kependidikan
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan seorang guru sangat bertanggung jawab
memberikan pertolongan pada perserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya agar mencapai tingat kedewasaan, maupun berdiri sendiri dan memenuhi
tingkat kedewasaanya, Mandiri dalam artian memenuhui tugasnya sebagai hamba dan
khalifatullah serta mampu melakukan tugas sebagai makluk sosial dan sebagai makluk
individu yang mandiri[2]
Menurut Imam Al-ghazali ada beberapa tugas atau kewajiban yang harus di
laksanakan oleh seorang guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik :
Guru harus menaruh kasih sayang terhadap murid dan memperlakukan
mereka seperti terhadap anak sendiri.

Rasulullah bersabda yang artinya : Sesungguhnya saya bagi kamu adalah ibarat bapak
dengan anak. Oleh karena itu guru harus bersikap kasih sayang terhadap murid seperti
terhadap anaknya sendiri.
Tidak mengharapkan balas jasa atau imbalan, tetapi berniat untuk mendekatkan diri
kepada Allah SAW.
Berikanlah nasehat pada setiap kesempatan, bahkan gunakanlah setiap kesempatan
untuk membina dan membimbingnya
Mencegah murid dari segala perbuatan tercela ( nahi munkar), Al-ghazali
mengisyaratkan pencegahan ini dengan isyarat atau sindiran.
Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan tidak bertolak dengan perbuatannya
sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-baqarah : 44[3]
Artinya :
Apakah engkau suruh orang berbuat baik dan engkau melupakan (perbuatan)
engkau sendiri. ( QS. Al-baqarah : 44)

B) Hadits Tentang Mengajarkan Ilmu Mendatangkan Pahala Terus Menerus


a.

hadist
Barang siapa mengajarkan ilmu,maka dia mendapat pahala dari orang-orang yang
mengamalkannya

dengan

tidak

menggurangi

sedikitpun

pahala

orang

yang

mengerjakannya itu. (HR ibnu majah)


b.

Asbabul Wurut
Mengenai asbabul wurut hadits di atas penulis tidak menemukan sumber yang
relevan hingga penulis tidak menyajikanya.

c.

Syarah Hadits
Sehubungan dengan hadis di atas bahwa pendidik adalah orang yang beruntung
karena pahala orang mengajarkan ini akan selalu bertambah sejalan dengan orang yang
menjalankan ilmu nya tersebut. Dari hadits ini dapat dipahami bahwa orang yang
berilmu akan di beri pahala oleh allah selama orang tersebut mengamalkan dan
menjalankan amalan ilmu yang di ajarkannya selama ilmunya tersebut bermamfaat bagi
orang lain.

d.

Analisa pemakalah
Dari pernyatan hadits di atas dapat kita telaah bahwa amalan seorang guru tidak
akan pernah terputus, selama para muridnya melaksanakan amalan yang di ajarkannya

yaitu amalan yang bermamfaat bagi dirinya maupun orang lain walaupun seseorang
tersebut telah meninggal dunia sekalipun.
Misalnya saja seseorang guru mengajarkan muridnya membaca al-quran, selama
muridnya masih membaca dan mengamalkan alquran tersebut maka pahalanya akan
terus mengalir kepada gurunya tersebut tanpa menggurangi pahala orang yang
mengamalkannya..
e.

Pandangan dari segi kependidikan


Ilmu mempunyai peranan sangat penting dalam dunia pendidikan, yang mana
pendidikan adalah Universal, ada keseimbangan antara aspek intelektual dan spiritual,
antara sifat jasmani dan rohani. Dengan pendidikan yang benar dan akhlak yang kuat,
maka akan tumbuh generasi penerus bangsa yang beradab dan bermartabat. Karena
keberadaan pendidikan menjadi Prasyarat kemajuan sebuah bangsa.
Dalam Islam pendidikan sangatlah penting, terutama pendidikan terhadap anak.
Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada seluruh orang tua untuk
selalu memperhatikan pendidikan anak dan memberikan pengawasan terhadapnya,
dengan cara membiasakan dengan akhlak yang mulia, menanamkan benih-benih
keimanan dalam hatinya, mengawasi segala urusannya, karena seoarang anak jika
diabaikan maka akan rusak akhlak dan tabiatnya, dan akan menjadi seorang yang tidak
beradab, tidak bermanfaat dalam kehidupannya,bahkan akan menjadi virus bagi
masyarakat.

C) Hadits Tentang Keutamaan Mengajar


a.

Hadist


b.

Terjemahan
Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci, malaikatNya dan penghuni langit dan
bumiNya sehingga semut di dalam liangnya dan ikan di lautan itu memohonkan rahmat
(selain Allah, sedangkan Allah memberikan rahmat) kepada orang yang mengajarkan
kebaikan kepada manusia (H.R. At Tirmidzi dari Abu Umamah dan ia mengatakan
gharib, dan pada naskah lain hasan shahih).

c.

Asbabul Wurut
Mengenai asbabul wurut hadits di atas penulis tidak menemukan sumber yang
relevan hingga penulis tidak menyajikanya.

d.

Syarah Hadits

Sehubungan dengan hadis di atas bahwa pendidik adalah orang yang diberi rahmat
oleh Allah. Ini merupakan keutamaan yang sangat berharga. Dari hadits ini dapat
dipahami bahwa orang yang berilmu akan di beri rahmat oleh allah sehingga para
malaikat dan para penghuni langit lainnya termasuk semut didalam liangnya dan ikan di
lautan akan memohon rahmat kepada allah sehingga orang berilmu mendapatkan
keridhaan dari Allah.
e.

Analisa pemakalah
Dari pernyatan hadits di atas dapat kita telaah bahwa jasa seorang guru sangat
dihargai bahkan Allah akan memberikan rahmat,termasuk para malaikat dan para
binatang turut mendoakan orang berilmu supaya mendapat rahmat dari allah. hal ini
merupakan sesuatu yang wajar karena guru sangat penting sekali perannya dalam
melakaksanakantugas sebagai

tenaga

pendidik

dalam

kehidupan ini. Seorang guru memiliki keutamaanyang dapat menjadi contoh sehingga
dapat di teladani oleh para murid nya dalam kehidupan sehari-hari.
f.

Pandangan dari segi kependidikan


Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang
memiliki arti digugu dan ditiru. Dikatakan di gugu (di percaya) karena guru memiliki
seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya peserta didik memiliki wawasan dan
pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini.
Di katakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, maka
segala tindak tanduknya di jadikan panutan dan suru teladan oleh perserta
didiknya.Dari uraian tersebut jelas keutamaan pendidik bahwa ia adalah panutan dan
kepercayan,maka dalam kehidupan guru adalah orang yang sangat di percaya dan di
hargai.

D) Hadist Tentang Derajat Orang Berilmu Lebih Tinggi

a.

hadist
Dari ibnu abbas ra ia berkata : bagi orang orang berilmu (ulama) berapa derajat di
atas derajat orang mukmin dengan berbanding 700 derajat,Antara derajat yang satu
dengan yang lain berbanding 500 tahun. ( H.R Ahmad)

b.

Syarah Hadits
Sehubungan dengan hadis di atas bahwa pendidik adalah orang yang beruntung
karena orang-orang berilmu di tinggikan derajat nya . Dari hadits ini dapat dipahami
bahwa bagi orang orang berilmu (ulama) berapa derajat di atas derajat orang mukmin

dengan berbanding 700 derajat, antara derajat yang satu dengan yang lain berbanding
500 tahun.
c.

Analisa pemakalah
Dari pernyatan hadits di atas dapat kita telaah bahwa derajat orang berilmu lebih
tinggi di bandingkan dengan orang mukmin yang tidak memiliki ilmu, jadi dapat kita
pahami orang mukmin yang memiliki ilmu berarti orang tersebut di tinggikan
derajatnya oleh allah 700 derajat.

g.

Pandangan dari segi kependidikan


Menuntut ilmu memang penting dan wajib bagi pria maupun wanita muslim, dimana
menunjukan perbedaan derajat antara seorang muslim dengan seorang muslim yg
berilmu. perbedaan antar mereka adalah 700 derajat, dengan masing- masing derajat
itu berselisih sebanyak 500 tahun perjalanan. ini menunjukkan bahwa menjadi muslim
saja tidaklah cukup, menjadi muslim yang berilmu sangat luar biasa.
Seperti yang juga disebutkan dalam alquran surat al mujadillah ayat 11 :

Artinya
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Akan tetapi ada juga tentang larangan berbicara, menasihati bahkan beribadah
tanpa didasari ilmu. dengan ancaman ibadah - ibadah menjadi sia - sia atau bahkan jadi
berdosa.
intinya adalah bahwa sebagai muslim kita harus menuntut ilmu. dan dimana tempat
menuntut ilmu selain melalui pendidikan formal maupun informal.
Namun

kemuliaan orang yang berilmu bisa

ketika

ia

tidak

mengamalkan

Allah

menghinakan

mereka

ilmunya
yang

berubah

dan

tidak

berbuat

mengamalkan

menjadi

kehinaan

kerusakan.

Bahkan,

ilmunya

dengan

menyerupakan mereka seperti keledai yang memikul kitab seperti yang terdapat dalam
surat al jumaah ayat 5 :
-

Artinya :
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka
tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal.
Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan
Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim .

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nabi SAW menemukan dua kelompok sahabat dalam masjid yang sedang membaca
Alquran dan berdoa serta kelompok yang membahas ilmu pengetahuan. Beliau
menghargai kedua kelompok tersebut. Akan tetapi, beliau lebih menyukai kelompok
yang membahas ilmu dan bergabung dengan mereka sambil mempertegas peranannya
"sebagai guru"
Pendidik, dalam hal ini terutama guru adalah orang yang berilmu pengetahuan dan
sekaligus mengembangkan ilmu yang di milikinya kepada peserta didik . Dengan
demikian, maka ia termasuk kategori ulama.
Keutamaan pendidik bahwa ia adalah panutan dan kepercayan,maka dalam
kehidupan guru adalah orang yang sangat di percaya dan di hargai. sesungguhnya dunia
dan segala isinya terkutuk kecuali zikir kepada Allah dan apa yang terlibat dengannya,
orang yang tahu (guru) atau orang yang belajar.

Jadi dapat disimpulkan bahwa orang yang berilmu adalah orang yang paling
beruntung baik di dunia maupun di akherat kelak karena orang orang berilmu akan
selalu mendapat berkah dari allah swt.
B.

Saran

Dari uraian ringkasan di atas, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi penulisan maupun dari
sumber yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca semua yang bertujuan untuk membangun kesempurnaan bagi penulis
kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abu hamid muhammad Al Ghazali. 1979 . Ihya ulum al din , Semarang : Faizan
Al-abrasyi

Athiyyah

Muhammad.

2003. Prinsip

prinsip

Dasar

Pendidikan

Islam, Bandung : Pustaka Setia


Subrata Suryo. 1983 . Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta: Bima aksara
Tafsir Ahmad. 2000. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya

[1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam ( Bandung : PT Remaja
Rosdakarya )
[2]Suryo Subrata B, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta: Bima aksara 1983

[3] Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, Prinsip-prinsip dasar Pendidikan Islam ( Bandung :


Pustaka Setia ), hal 158-159

Hadits tentang Ilmu

1. Hadits tentang perintah menuntut ilmu dan keutamaan orang yang berilmu
a. Hadits riwayat Ibnu Abdil Bar :

( )

Dari Anas, r.a. bahwa Nabi saw telah bersabda :


Tuntutlah ilmu meskipun di negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib
bagi setiap orang Islam. Sungguh malaikat itu meletakkan sayap-sayapnya untuk orang
yang menuntut ilmu karena senang terhadap apa yang dicarinya. (H.R. Ibnu Abdil Bar)

b. Hadits riwayat Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah :



- -
)

Dari Abu Darda, r.a. ia berkata: saya telah mendengar Rasulullah bersabda :

Keutamaan orang yang berilmu terhadap orang yang beribadah, ibarat keistimawaan
bulan terhadap seluruh bintang. Dan sesungguhnya para Ulama itu tidak mewariskan
uang Dinar, tidak pula uang Dirham. Mereka (para Nabi) itu hanyalah mewariskan ilmu
pengetahuan. Maka barang siapa yang mengambil ilmu itu, berarti ia telah mengambil
bagian yang sempurna.
(H.R. Abu Daud. At- Tarmidzi dan Ibnu Majah).

2. Arti kata - kata :


a. Hadits riwayat Ibnu Abdil Bar :

1.

tuntutlah, carilah =

2.

meskipun, walaupun =

3.

di negeri cina =

4.

karena/maka sesungguhnya =

5.

menuntut / mencari ilmu =


6.

kewajiban =

7.

meletakkan =

8.

sayap-sayap, beberapa
sayap =

9.

rela, senang, ridha =

b. Hadits riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah :

1.

Keutamaan, kelebihan,
Keistimewaan

2.

orang yang pandai,


=

orang yang alim,


3.

orang yang berilmu

4.

bulan

5.

seluruh, sama

6.

bintang-bintang

7.

ahli waris, pewaris

8.


para nabi, nabi-nabi =

9.

mereka tidak

=
=
=
=

mewariskan
10. (mata uang) dinar

11. (mata uang) dirham

12. hanyalah, melainkan

13. maka barang siapa

14. mengambil

15. bagian yang sempurna /


16. banyak

3. Penjelasan.

A. Hadits 1

Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil bar tersebut di atas, menjelaskan kepada
kita betapa pentingnya menuntut ilmu pengetahuan, sekalipun ke tempat yang jauh dari
tempat tinggal kita. Pentingnya menuntut ilmu pengetahuan berdasarkan hadits ini
adalah dinyatakan tegas oleh Rasulullah saw dengan menggunakan kata perintah,
yaitu: Tuntutlah atau carilah.
Kata perintah tersebut menunjukkan suatu kewajiban Dan kewajiban untuk
mencari ilmu pengetahuan ituharus maksimal atau setinggi-tingginya sampai ke negeri
Cina.. Selain menggunakan kata perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan yang
menunjukkan suatu kewajiban yang harus dilaksnakan, lebih lanjut Rasulullah Saw
menegaskan dalam hadits ini dengan kata-kata :




Artinya : Karena sesungguhnya menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap orang yang beragama
Islam.
Kemudian Rasulullah saw menggambarkan betapa istimewanya orang-orang
menuntut ilmu pe-ngetahuan itu, sehingga malaikat-malaikat Allah suka dan akan selalu
rela meskipun jauh dari tempat tinggalnya.

Dalam Hadits lain Rasulullah saw bersabda :

Artinya : Orang-orang yang keluar dalam mencari ilmu, maka berada di jalan Allah sampai ia
kembali (ke rumahnya). (H.R. Al-Tirmidzi)

B. Hadits 2

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah tersebut di
atas, menjelaskan tentang keutamaan dan keistimewaan orang-orang yang berilmu.
Rasulullah saw mengibaratkan kelebihan orang yang berilmu dengan orang yang
beribadah, seperti keistimewaan bulan terhadap bintang-bintang. Dapat kita saksikan
betpa cahaya bulan (terutama bulan purnama) yang dapat menerangi bagian bumi
dengan sempurna, disbanding cahaya bintang yang jumlahnya sangat banyak tetapi
tidak mampu menerangi permukaan bumi seterang cahaya bulan yang hanya satu ini.
Perbandingan antara orang yang berilmu dengan orang yang beribadah dapat
diuraikan secara aqliyah sebagai berikut :
Orang yang berilmu akan dapat lebih baik dan sempurna melakukan
peribadatannya karena ia mengetahui kaifiyah atau tata cara yang benar dalam
beribadah. Ia dapat membedakan mana yang diwajibkan Allah dan Rasul-Nya dan mana
yang keliru dari ajaran Allah dan rasul-Nya. Sedangkan orang yang beribadah serta
tidak mengetahui dengan benar taat cara peribadatannya, akan sangat memungkinkan
ia melakukan kekeliruan. Maka ibadah yang dilakukannya itu tidak memiliki nilai disisi
Allah, bahkan sangat mungkin nilai ibadahnya tertolak dari hadapan Allah SWT.

Ahli Hikmah berfatwa :

Artinya : Siapa saja yang melakukan pekerjaan tanpa ilmu, maka nilai pekerjaannya itu tertolak
tidak akan dapat diterima.

Pada hadits lain Rasulullah saw bersabda :





()

Artinya : hai Abu Zar! Sungguh keluarmu dari rumah di waktu pagi untuk mempelajari suatu
ayat dari Kitab Allah, itu lebih baik bagimu dari pada engkau shalat seratus rakaat. (
H.R. Ibnu Majah dari Abu Zar )

Kemudian Rasulullah saw menegaskan bahwa orang-orang yang berilmu adalah


pewaris para nabi yang berhak menerima warisan peninggalan para nabi. Penegasan ini

mengandung pengertian bah-wa ulama sebagai orang yang menerima warisan para
nabi, sekaligus sebagai ahli waris nabi dari semua segi/aspeknya, baik dari aspek ilmu
pengetahuan, aspek amaliyah atau karyanya, maupun aspek pemeliharaan
kesempurnaannya. Dengan demikian yang dimaksudkan ulama dalam hadits ini adalah
orang-orang yang berilmu pengetahuan luas dan berkarya untuk kepentingan umat.
Orang-orang yang berkarya adalah, yang karyanya didasarkan ilmu pengetahuan luas.
Lebih lanjut Rasulullah saw dalam hadits ini menyatakan bahwa para nabi tidak
meninggalkan warisan berupa harta atau benda, melainkan yang ditinggalkannya
berupa ilmu pengetahuan yang sangat luas dan tinggi. Sehingga siapa saja yang
mengambil dan memeliharanya, berarti mengembil bagian yang sangat sempurna.
Ilmu lebih penting daripada harta, karena:
1.
Ilmu akan menjaga pemiliknya, sedangkan harta, pemiliknya yan akan
menjaga
2.
harta akan habis jika terus dikapai atau dipergunakan, sedang ilmu akan
bertmabah apabila selalu dipergunakan
3.
Orang yang berharta akan banyak musuhnya karena iri, sedangkan orang
yang berilmu akan dihormati dan disayangi. (Pepatah Arab)

E. Hadist Hadist Tentang Ilmu


Hadis-Hadis tentang kewajiban menuntut ilmu

a.

Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan
ke surga. (HR. Muslim)

b.


( )

Hai Abu Dzar, Apabila kamu pergi dan menuntut ilmu satu ayat saja dari Al-Quran, itu
lebih baik dari pada sholat 100 rakaat,dan sesungguhnya apabila kamu menuntut ilmu
satu bab yang kamu ketahui, baik diamalkan atau tidak, lebih baik bagi mu dari pada
sholat 1000 rakaat.(HR. Ibnu Majah)

c.Dari Kitab Riyadhus Shalihin - Hadits 1389 - 1390 - 1391, juga menjelaskan hadits
tentang mencariilmu :
1389: Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu , sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah
akan memudahkan baginya jalan ke surga. (H. R Muslim)
1390: Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu , sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: Barang siapa menyerbu kepada hidayah (petunjuk) maka baginya
pahala seperti pahala orang-orang yamh mengikutinya tanpa mengurangi dari pahala
mereka sedikitpun. (H. R Muslim)
1391: Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu , dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:Jika anak Adam mati, maka terputuslah semua amalannya
melainkan tiga hal; shadaqah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang
mendoakannya. (H. R Muslim)segala sesuatu yang ada jalannya dan jalan menuju
surga adalah ilmu(hr.dailany) orang yang paling utama diantara manusia adalah
orang mukmin yang mempunyai ilmu,dimana kalau dibutuhkan (orang) dia membawa
manfaat /memberi petunjuk dan dikala sedang tidak dibutuhkan dia memperkaya
/menambah sendiri pengetahuannya.(HR.baihaqi)[2]
F. Hukum Menuntut Ilmu
Apabila kita memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadist, maka terdapatlah
beberapa suruhan yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun
perempuan, untuk menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi umat yang cerdas,
jauh dari kabut kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha
menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan menanya, melihat atau mendengar.
Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadist Nabi Muhammad saw :
Artinya : "Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun
perempuan". (HR. Ibn Abdulbari).
Dari hadist ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan
pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala
kemashlahatan dan jalan kemanfaatan; menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan
menganalisa segala pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang
berhubungan dangan 'aqaid (kepercayaan terhadap Allah) dan ibadat, baik yang
berhubungan dengan soal-soal keduniaan dan segala kebutuhan hidup.
Nabi Muhammad saw.bersabda:
Artinya : "Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia,
wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia)

diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barang siapa yang meginginkan
kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula". (HR.Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan
berguna untuk menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita
di dunia, agar tiap-tiap muslim jangan picik ; dan agar setiap muslim dapat mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia
ini dalam batas-batas yang diridhai Allah swt. Rasulullah Saw., bersabda:


Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam
(Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)
Oleh karena itu, ilmu-ilmu seperti ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu bahasa 'arab, ilmu
sains seperti perubatan, kejuruteraan, ilmu perundangan dan sebagainya adalah
termasuk dalam ilmu yg tidak diwajibkan untuk dituntuti tetapi tidaklah dikatakan
tidak perlu, karena ia adalah daripada ilmu fardhu kifayah. Begitu juga dengan ilmu
berkaitan dengan tarekat ia adalah sunat dipelajari tetapi perlu difahami bahwa yang
paling utama ialah mempelajari ilmu fardhu 'ain terlebih dahulu. Tidak mempelajari
ilmu fardhu 'ain adalah suatu dosa karena ia adalah perkara yg wajib bagi kita untuk
dilaksanakan dan mempelajari ilmu selainnya tiadalah menjadi dosa jika tidak dituntuti,
walau bagaimanapun mempelajarinya amat digalakkan Ilmu yang diamalkan sesuai
dengan perintah-perintah syara'. Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu
adakalanya wajib 'ain dan adakalnya wajib kifayah.
Sedang ilmu yang wajib kifayah hukum mempelajarinya, ialah ilmu-ilmu yang
hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsir, ilmu hadist dan sebagainya. Ilmu yang
wajib 'ain dipelajari oleh mukallaf yaitu yang perlu diketahui untuk meluruskan 'aqidah
yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin, dan yang perlu di ketahui untuk
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan atasnya, seperti shalat, puasa,
zakat dan haji.
G. Menuntut Ilmu Sebagai Ibadah
Dilihat dari segi ibadah, sungguh menuntut ilmu itu sangat tinggi nilai dan sangat
berguna bagi kita semuanya.
Artinya : "Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kakinya di waktu pagi (maupun
petang), kemudian mempelajari satu ayat dari Kitab Allah (Al-Quran), maka pahalanya
lebih baik daripada ibadat satu tahun".

Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi nilainya dilihat dari segi ibadah?
Karena amal ibadah yang tidak dilandasi dengan ilmu yang berhubungan dengan itu,
akan sia-sialah amalnya.
Syaikh Ibnu Ruslan dalam hal ini menyatakan :
Artinya : "Siapa saja yang beramal (melaksanakan amal ibadat) tanpa ilmu, maka segala
amalnya akan ditolak, yakni tidak diterima".[3]
H. Keutamaan orang berilmu
Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah
dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran mulia dan
terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka di sisi
Allah SWT dan makhluk-Nya.
Mereka digelari sebagai "al-Raasikhun fil Ilm" (Al Imran : 7), "Ulul al-Ilmi" (Al
Imran : 18), "Ulul al-Bab" (Al Imran : 190), "al-Basir" dan "as-Sami' " (Hud : 24), "alA'limun" (al-A'nkabut : 43), "al-Ulama" (Fatir : 28), "al-Ahya' " (Fatir : 35) dan berbagai
nama baik dan gelaran mulia lain.
Daya usaha untuk memperoleh ilmu melalui berbagai sumber dan panca indera yang
dikaruniakan Allah SWT membimbing seseorang ke arah mengenal dan mengakui
ketauhidan Rabbul Jalil.
Ini memberi satu isyarat dan petunjuk yang penting bahwa ilmu mempunyai
keterkaitan yang amat erat dengan dasar akidah tauhid. Orang yang memiliki ilmu
sepatutnya mengenal dan mengakui keesaan Allah SWT dan keagungan-Nya. Hasilnya,
orang yang berilmu akan tunduk, kerdil, dan hina berhadapan dengan kekuasaan dan
keagungan Allah SWT.
Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir membuat suatu rumusan yang menarik
bahwa apabila Allah SWT menyandingkan "diri-Nya" dengan para malaikat dan orang
yang berilmu tentang penyaksian "keesaan Allah SWT dan kemutlakan-Nya sebagai
Tuhan yang layak disembah", hal tersebut adalah suatu penghormatan agung secara
khusus kepada orang-orang yang berilmu yang sentiasa bergerak di atas rel kebenaran
dan menjunjung tinggi prinsip ini serta berpegang teguh dengannya dalam semua
keadaan dan suasana.

Rekaman penghormatan ini kekal sebagaimana kekalnya kitab wahyu ini sebagai
peringatan kepada golongan berilmu bahwa mereka amat istimewa di sisi Allah SWT .
Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT.
Mereka memikul amanah Allah SWT karena mereka adalah pewaris para nabi.
Sifat ikhlas, berani, dan tegas serta senantiasa istiqamah akan selalu ada dalam
diri orang yang berilmu. Mereka tidak mengharapkan ganjaran, sanjungan, dan pujian
dari manusia. Keikhlasan mereka adalah hasil daripada ramuan kecintaan dan
keyakinan kepada prinsip kebenaran yang menjadi tonggak pegangan mereka.
Orang yang berilmu amat menjunjung tinggi prinsip kebenaran. Mereka tidak
menafikan kebenaran dari pihak lain dan tidak pula merasa kebenaran hanya mutlak
ada pada dirinya. Berlapang dada dan merendah diri adalah akhlak murni orang yang
berilmu.
Mereka tidak melihat dari siapa atau dari golongan mana kebenaran tersebut
berasal. Kebenaran sejati yang menjadi pegangan mereka adalah apabila datangnya
daripada nash al-Quran al-Karim dan as-Sunnah an-Nabawiyyah.
Keberanian orang yang berilmu adalah hasil keyakinan teguh kepada
kekuatan dan kekuasaan Allah Rabbul Jalil. Firman Allah SWT:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama
[Orang-orang yang berilmu]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."
(Fatir: 28)
Orang-orang yang berilmu memiliki keyakinan bahwa hanya Allah yang Maha
Berkuasa

atas

sekalian

makhluk-Nya.

Kehinaan

di

sisi

manusia

karena

mempertahankan prinsip kebenaran dipandang lebih baik dan mulia daripada kehinaan
di sisi Allah SWT karena menampik kebenaran hanya untuk menarik perhatian dan
mendapatkan pujian manusia. Mereka amat yakin bahwa menyatakan kebenaran dan
perkara hak adalah amanah Allah SWT dan mereka pun mengetahui resikonya amat
besar.
Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang
menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan
berupa

keterangan-keterangan

(yang

jelas)

dan

petunjuk,

setelah

Kami

menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan
dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (al-Baqarah: 159)

Rasulullah saw bersabda:

"Janganlah sekali-kali wibawa manusia sampai menghalangi seseorang untuk


mengatakan sesuatu yang hak jika ia mengetahuinya, menyaksikannya, atau
mendengarnya. Sebab tindakannya itu tidak akan mendekatkan ajal dan tidak akan
menjauhkannya dari rezeki." (HR Ahmad)
Rasulullah saw juga bersabda:
"Barang siapa yang menyembunyikan ilmu, akan dikendali mulutnya oleh Allah pada
hari kiamat dengan kendali dari api neraka." (HR Ibnu Hibban di dalam kitab sahih
beliau. Juga diriwayatkan oleh al-Hakim. Al Hakim dan adz-Dzahabi berpendapat bahwa
hadits ini sahih)
Orang yang berilmu mengetahui bagaimana kerusakan yang akan timbul dari
amal yang tanpa ilmu, sebagaimana yang dikatakan khalifah Umar bin Abdul Aziz
"Barang siapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu maka dia banyak merusak dari
pada memperbaiki"
Yang menjadi panutan orang-orang berilmu adalah Rasulullah saw dan para
sahabat beliau yang mulia. Karena hanya dengan mengikuti jalan Rasulullah dan para
sahabatlah yang akan memasukkan seorang muslim kedalam golongan yang selamat.
Sebagaimana Sabda Rasulullah saw:
"Semua golongan tersebut tempatnya di neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para
sahabatku meniti diatasnya" (HR Tirmidzi)
Imam Bukhari dalam kitabnya "Berpegang Teguh pada Kitab dan Sunnah"
memberi judul salah satu dari sekian bab (yang artinya):
"Nabi SAW mengajarkan kepada umat-nya, baik laki-laki maupun wanita, apa yang
diajarkan Allah kepadanya tanpa menggunakan pendapat atau pemisalan."
Al-Muhallab berkata ketika mengomentari bab Bukhari ini: "Maksud Bukhari bahwa
seorang yang berilmu apabila dia berbicara dengan menggunakan nash, tidak perlu lagi
berbicara berdasarkan pendapat dan qiyasnya (analogi). "[4]

KESIMPULAN
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan
berguna untuk menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita
di dunia, agar tiap-tiap muslim jangan picik ; dan agar setiap muslim dapat mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia
ini dalam batas-batas yang diridhai Allah swt. Rasulullah Saw.,
bersabda: Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam
(Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

DAFTAR PUSTAKA
-Hadisaputra ihsan .1981.Anjuran untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan Pendidikan dan
Pengalamannya
-Kitab

Surabaya

Al

Riyadus

-http://lailatur-rahmah.blogspot.com/2011/05/hadist-tentang-ilmu.html
-Http:\\www.geocities.com\broadway\4516\

Ikhlas
Sholihin

[1]Hadisaputra ihsan .1981.Anjuran untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan Pendidikan


[2]Kitab riyadus sholihin, hadis no. 1389 - 1390 - 1391
[3] Ibid
[4]Http:\\www.geocities.com\broadway\4516\

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU DAN KEDUDUKAN ILMUWAN DALAM ISLAM (Kajian


Ayat-ayat dan Hadist tentang ilmu pengetahuan dan kedudukan ilmuwan)

A.
PENDAHULUAN
Islam memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan. AlQuran dan
Hadis sebagai pedoman umat Islam banyak sekali mendiskripsikan tentang ilmu
pengetuan serta pentingnya memperoleh ilmu baik dengan membaca, menganalisa
maupun
menuliskannya
(mengamalkannya)
Setiap proses dalam mendapatkan ilmu pengetahuan amatlah berharga dalam
pandangan Islam, karenanya beberapa ayat dalam AlQuran menjelaskan tentang
pentingnya hal ini, sehingga hasil dan manfaat yang amat besar akan diperoleh manusia
yang berilmu baik dalam kehidupannya didunia (bermasyarakat) maupun diakhirat
kelak,sebagaimana
firmanNya
dalam
Q.S
AlMujadalah:11.
Untuk memberikan penjelasan tentang besarnya perhatian Islam terhadap ilmu
pengetahuan ini dan pentingnya memperoleh imu serta tingginya derajat manusia

berilmu disisi Alloh s.w.t dan makhlukNya, makalah ini akan menjabarkan beberapa hal
terkait dengan konsep Islam tentang ilmu pengetahuan , pentingnya memperoleh dan
menuntut ilmu, serta kemuliaan orang-orang berilmu (ilmuwan) dalam kehidupan
vertical
maupun
horizontalnya.
B.

KONSEP

ISLAM

TENTANG

ILMU

PENGETAHUAN

Dalam Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk memahami wahyu yang terkandung
dalam al-Quran dan bimbingan Nabi Muhammad s.a.w mengenai wahyu tersebut.
Demikian dapat diterima karena alQuran merupakan pedoman Umat Islam dalam
kehidupan
beragama,
berilmu
dan
beramalnya.
Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ilm yang berarti
pengetahuan, merupakan lawan dari kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau
kebodohan. (1997:2001). Sumber lain mengatakan bahwa kata ilm adalah bentuk
masdar dari alima, yalamu, ilman.Menurut Ibn Manzur ilmu adalah antonym dari tidak
tahu (naqid al-jahl), sedangkan menurut al-asfahani dan al-anbari, ilmu adalah
mengetahui hakikat sesuatu (idrak alsyai bi haqq qatih). (Ensiklopedi AlQuran,
1997:150)
Kata
ilmu
biasa
disepadankan
dengan
kata
Arab
lainnya,
yaitu
marifah(pengetahuan),fiqh(pemahaman),hikmah(kebijaksanaan),
dan
syuur
(perasaan). Marifah adalah padanan kata yang paling sering digunakan.
Ada dua jenis pengetahuan: Pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiyah. Pengetahuan
biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan seperti perasaan, pikiran,
pengalaman, pancaindra, dan instuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan
obyek, cara dan kegunaannya. Dalam bahasa inggris, jenis pengetahuan ini di sebut
knowledge.
Pengetahuan ilmiyah juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk
mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan obyek yang ditelaah, cara yang
digunakan, dan kegunaan pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiyah
memperhatikan obyek ontologis (sumber ilmu,red), landasan epistimologis
(pengembangan ilmu, red), dan landasan aksiologis (pemanfaatan ilmu, red) dari
pengetahuan itu sendiri. Jenis pengetahuan ini dalam bahasa Inggris di sebut science..
(Abuddin
Nata,
2008:156)
Secara epistimologis, al Ghazali membagi ilmu menjadi dua, yaitu ilmu syariat ialah
ilmu yang diperoleh dari para Nabi seperti AlQuran, Hadist, maupun dari para sahabat
seperti ijma. Sedangkan yang ghairu syarI ialah ilmu-ilmu yang bersifat duniawi seperti
ilmu
kedokteran,
matematika,
geografi,
astrologi
dll.
Secara ontologism, al Ghazali menjelaskannya sebagai ilmu yang berhubungan dengan
tugas dan tujuan hidup manusia. Ada yang bersifat fardlu ain yaitu yang dibutuhkan
untuk melaksanakan tugas-tugas akhirat dengan baik seperti ilmu tauhid dan ilmu
syariat maupun tasawwuf. Dan ada yang bersifat fardlu kifayah yakni ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan urusan keduniaan yang perlu diketahui manusia, seperti ilmu-ilmu
arsitektur
Islam,
bahasa
satra,
filsafat,
psychology,
antropologi
dll

Adapun pendekatan aksiologis digunakan untuk menilai jenis ilmu. Ilmu-ilmu


syariyyah bersifat terpuji secara keseluruhan, sedangkan ilmu ghairu syariyyah ada
yang terpuji dan ada yang tercela dan ada pula yang mubah. Tetapi dalam hal
pembagian ilmu ini Al Ghazali menjelaskan lebih lanjut, bahwa ilmu itu tercela maupun
tidak bukan karena ilmu itu sendiri melainkan lebih berkaitan dengan factor
manusianya.
(Ibnu
Rusn:
44-49)
Dalam hal ilmu pengetahuan ini, banyak sekali ayat-ayat AlQuran yang mengandung
kata ilm, diantaranya sebagaimana yang ditulis oleh Al Imam Abi Hamid Muhammad
bin Muhammad AlGhazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin juz I hal 15 yaitu Q.S Ali
Imran; 18 (ulul ilm), Al Mujadalah: 11, al-ankabut: 49 (utul ilm), Az zumar: 9
(yalamun), Fathir:28 (ulama), An naml: 40, ar-Rad:43, al-araf: 52 (ilm), al-ankabut
43:
(alim),
Ar
Rahman:
14(allama).
Dan di dalam AlQuran, kata ilm dan turunannya (tidak termasuk al-alam, al-alamin
dan alamat yang disebut sebanyak 76 kali) disebut sebanyak 778 kali. (Ensiklopedi
alQuran:150)
Sekian banyak ayat alQuran yang menjelaskan kata ilmu menunjukkan betapa besarnya
perhatian
Islam
(lewat
firmanNya)
terhadap
ilmu
pengetahuan.
C.

URGENSI

MENUNTUT

ILMU

DALAM

ISLAM

Baik Sejarah maupun realitas kehidupan kita saat ini membuktikan, bangsa yang
berperadaban maju, memiliki kemandirian dan bermartabat di hadapan bangsa lainnya
adalah bangsa yang paling maju ilmu pengetahuannya, demikian pula sebaliknya.
Saat ini Negara-negara Asia yang sangat sungguh-sungguh menghargai ilmu
pengetahuan terbukti sekarang menjadi negara maju seperti Jepang, Korea dan Taiwan,
disusul kemudian Singapura dan Malaysia. Cina dan India yang sangat getol mendidik
generasi mudanya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan diperkirakan akan
menjadi kekuatan ekonomi kedua setelah Amerika pada tahun 2015, disusul kemudian
India
pada
tahun
2020.
(Tobroni,
2008:38)
Sesungguhnya konsep dan ajaran Islam selalu memotivasi umatnya untuk maju dan
beradab. Seperti ajarannya tentang kewajiban menuntut ilmu dan menjunjung tinggi
ilmu
pengetahuan.
Sebuah hadist Rasulullah s.a.w Riwayat Ibnu Abd al Bar dari Anas, tentang keharusan
menuntut
ilmu
bagi
setiap
muslim;
" , "
Mencari ilmu wajib bagi setiap orang Islam Sesungguhnya orang yang menuntu ilmu
akan dimintakan ampunan oleh seluruh makhluk hingga ikan dilaut
(Mukhtarul
Ahadist:
89)
Juga H.R Ibn Abd AlBar dari Ibn ady dan Baihaqi dari Anas
" , ,
"

Tuntutlah ilmu walau sampai ke negri Cina, Sesungguhnya menuntut ilmu wajib bagi
setiap orang Islam. Sesungguhnya malaikat membentangkan sayap-sayapnya bagi
penuntut ilmu untul mencarikan ridlo atas apa yang mereka lakukan (menuntut ilmu)"
(Mukhtarul
Ahadist:
21)
(Imam Baihaqi memberi catatan, hadist ini masyhur matannya dlaif sanadnya; Ket.
Ihya
Ulumuddin:19)
Dalam kaidah ushuliyyah disebutkan al amru yadullu ala alwujub mengandung
pengertian jika kalimat yang digunakan adalah amar (perintah) berarti mengandung
arti diwajibkannya melakukan hal tersebut , yaitu menuntut ilmu. Keharusan menuntut
ilmu ini sangat beralasan karena tanpa ilmu manusia tidak mampu mengelola diri dan
lingkungannya menjadi lebih baik dan berkualitas. Tanpa ilmu dunia seisinya dimana ia
tinggal dan bermuasyarah (bersosilaisasi) tidak bisa berkembang dengan baik dan
maksimal, dan akhirnya tanpa menuntut ilmu jelas tidak akan ada peradaban dan
kemajuan.
Begitu urgen nya menuntut dan memperdalam ilmu, sehingga dalam ayatNya Q.S atTaubah : 122 Alloh menurunkan perintah kepada Nabi Muhammad larangan perginya
semua sahabat berjuang ke medan perang, namun tetap harus ada komunitas yang
berjuang dan intensif serta konsisten di jalan nasyrul ilmi (menyebarluaskan ilmu);
" Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga
dirinya."
Ayat ini menggarisbawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan
informasi yang benar. Ia tidak kurang pentingnya dari mempertahankan wilayah.
Bahkan ,pertahanan wilayah berkaitan erat dengan kemampuan informasi dan
kehandalan ilmu pengetahuan atau sumber daya manusia. (al Mishbah, vol 5, hal, 751)
Arti penting menuntut ilmu bagi setiap orang Islam serta memperdalam ilmu bagi
segolongan orang sangat mendapat perhatian dalam Islam. Sehingga Nabi s.a.w
menyebut dalam salah satu hadist riwayat Bukhari-Muslim dari Abdullah bin amr bin
Ash;
. " : . : .
. .

"
Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya Alloh tidak akan
mencabut ilmu langsung dari hati hamba, tetapi tercabutnya ilmu dengan matinya
Ulama, sehingga bila tidak ada orang alim, lalu orang-orang mengangkat pemimpin
bodoh agama, kemudian jika ditanya agama, lalu menjawab tanpa ilmu, sehingga
mereka sesat dan menyesatkan (Al Lulu Wa Al Marjan, juz 2:1040)

Adapun ancaman bagi mereka yang tidak menyebarluaskan ilmu juga disampaikan oleh
Nabi
s.a.w
dari
Abi
Hurairah
r.a
;
"

"
Barangsiapa mengetahi sebuah informasi (ilmu) dan menyimpannya (tidak
mengamalkan), Maka Alloh akan mengikatnya dengan ikatan api neraka. H.R Abu Daud,
Turmudzi,
Ibn
Majah,
Ibn
Hibban
dan
hakim.
(Ihya
:
21)

D.

KEDUDUKAN

ILMUWAN

DALAM

ISLAM

Dalam al-Quran Surat AlMujadalah ayat 11 dikemukakan: Alloh akan mengangkat


derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat
mengilhami kepada kita untuk serius dan konsisten dalam memperdalam dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa tokoh penting (ilmuwan) dalam sejarah
Islam jelas menjadi bukti janji Alloh s.w.t akan terangkatnya derajat mereka baik
dihadapan
Alloh
maupun
sesama
manusia.
Nama-nama besar seperti Abu Hasan Alasyari (873-935), al Jubai (w.303 H) al
Maturidi (w.944) dalam lapangan theology Islam; Imam AlBukhari (w.870), Imam
Muslim (w.875), al Turmudzi (w.892) dan al NasaI (w.915) dalam lapangan Hadist;
AlKhuwarizmi (800-847) ilmuwan Muslim perintis ilmu pasti, al farghani atau
farghanus
abad
9
seorang
ahli
astronomi
dll.
Dalam lapangan kedokteran ilmuwan Muslim yang sangat terkenal, antara lain Abu ali
Al Husain bin Abdullah bin Sina (Ibn Sina) atau Avicenna (980-1037) dan diberi julukan
sebagai the prince of physician yang juga dikenal sebagai Filsuf besar, termasuk Al
Farabi (870-950) yang juga memiliki keahlian dalam lapangan logika, politik dan ilmu
jiwa (Abuddin: 150-151) dan masih banyak lainnya, menunjukkan pada umat Islam
tingginya kedudukan mereka di kalangan umat Islam hingga menembus umat di luar
Islam. Semuanya sebagai konsekwensi logis dari ilm yang mereka miliki.
DR Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al Munir nya memaknai kata darajaat (beberapa
derajat) dengan beberapa derajar kemuliaan di dunia dan akhirat. Orang alim yang
beriman akan memperoleh fahala di akhirat karena ilmunya dan kehormatan serta
kemulyaan di sisi manusia yang lain di dunia. Karena itu Alloh s.w.t meninggikan derajat
orang mumin diatas selain mumin dan orang-orang alim di atas orang-orang tidak
berilmu.
(juz
28:
43)
Dalam perspektif sosiologis, orang yang mengembangkan ilmu berada dalam puncak
piramida kegiatan pendidikan. Banyak orang sekolah/ kuliah tetapi tidak menuntut
ilmu. Mereka hanya mencari ijazah, status/gelar. Tidak sedikit pula guru atau dosen
yang mengajar tetapi tidak mendidik dan mengembangkan ilmu. Mereka ini berada
paling bawah piramida dan tentunya jumlahnya paling banyak. Kelompok kedua adalah
mereka yang kuliah untuk emnuntu ilmu tetapi tidak emngembangkan ilmu. Mereka ini
ingin memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan untuk bekal hidupnya atau untuk
dirinya sendiri, tidak mengembangkannya untuk kesejahteraan masyarakat. Kelompok

ini berada di tengah piramida kegiatan pendidikan. Sedangkan kelompok yang paling
sedikit dan berada di puncak piramida adalah seorang yang kuliah dan secara
bersungguh-sungguh mencintai dan mengembangkan ilmu. Salah satunya adalah dosen
yang
sekaligus
juga
seorang
pendidik
dan
ilmuwan.
(Tobroni:36)
Keutamaan orang alim (ilmuwan) dibanding lainnya diperkuat oleh hadist Nabi dari
Muadz;
"

"
Keutamaan orang alim atas hamba (lainnya) adalah seperti kelebihan bulan purnama
atas bintang-bintang H.R Abu Daud, Turmudzi, Nasai , dan Ibn hibban.
Dan
"

Hadist

riwayat

Ibnu
Majah
dari
Utsman

r.a;
"

Tiga golongan orang yang ditolong di hari kiamat; yaitu para Nabi kemudian Ulama
kemudian
syuhada.
(Ihya:
17)
Penjelasan al Quran , Hadist maupun fakta di atas memberikan gambaran yang jelas
bahwa kedudukan ilmu dan ilmuwan begitu tinggi dan mulya di hadapan Alloh dan
hamba-hambaNya. Jika umat Islam menyadari dan memegang teguh ajaran agamanya
untuk menjunjung tingi ilmu pengetahuan , maka pasti dapat di raih kembali puncak
kejayaan Islam sebagaimana catatan sejarah di abad awal Hijrah hingga abad ke dua
belas Hijrah, dimana umat dan Negara- negara Islam menjadi pusat peradaban dunia.

E.

KESIMPULAN

Pertama, Islam adalah agama yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan. Penghargaan ini dapat dibuktikan dalam ajarannya yang memerintahkan
seluruh
umatnya
untuk
menuntut
ilmu
Kedua, Alloh s.w.t dalam Firmannya berjanji akan mengangkat derajat orang-orang
yang beriman dan berilmu pengetahuan jauh lebih tinggi di banding orang-orang yang
tidak beriman dan berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat kemuliaan baik di
dunia
maupun
di
akhirat
Ketiga, Kunci utama meraih kesuksesan di dunia dan akhirat adalah iman dan ilmu
pengetahuan. Kemajuan dan bahkan martabat bangsa dan Negara sangat ditentukan
oleh
kemajuan
ilmu
pengetahuan
manusianya.
Keempat, Iman dan ilmu pengetahuan adalah dua hak yang tidak terpisahkan. Dalam
sejarah kita saksikan banyak sekali bangsa yang terhormat dan berjaya tetapi
mengesampingkan factor keimanan dan sedikit ilmu pengetahuan, terbukti tidak
mampu menolongnya dari kehancuran karena konflik yang berkepanjangan. Namun
sebaliknya yang beriman dan berilmu pengetahuan akan memperoleh jaminan dari
Alloh s.w.t dengan meraih kehidupan berbangsa yang baldatun thoyyibatun wa rabbun
ghofuur. Alloh Maha menepati janji, tinggal umat Islam yang mestinya kensekwen dan

konsisten

dengan

DAFTAR

ajaran

agamanya.

PUSTAKA

Al ghazali, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihya Ulum Ad-Diin. Jilid I, tt
Ahmad Al Hasyimiy, Sayyid. Mukhtarul Ahadist An-Nabawiyyah wal Hikam Al
Muhammadiyyah, Beirut Libanon: Darul Fikr 1414 H / 1994 M
Abdul Baqi, Muhammad Fuad. Al Lulu Wal Marjan (Terj.) juz II. Surabaya : P.T Bina
Ilmu.
2006
Az-Zuhaili, Wahbah. At-Tafsir Al- Munir Fil Aqidah wal Syariah wal Manhaj .Juz 28.
BeirutLibanon:
Darul
Fikr.
1411
H/1991
M
Ibn Rusn, Abidin. Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan, Yogyakarta.: Pustaka Pelajar
.
1998
Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan Tafsir Ayat-Ayat Al- Tarbawiy. Jakarta: P.T
Rajawali
Press,
2008
Shihab,
Quraisy.
Tafsir
AL
Mishbah.
Volume
5
Tobroni, DR. Pendidikan Islam Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas. Malang :
UMM Press. 2008

Keutamaan 1:
Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam bersabda:







Barang siapa yang berbuat suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami maka
tertolak [HR. Muslim dari Aisyah radliyallaahu anha]
Dan diriwayatkan dari Al Bukhaari secara Muallaq di dalam Kitab Al Itishaam dari
Shahihnya beliau berkata:
Bab Jika seorang petugas atau seorang hakim berijtihad lalu berbuat salah yang
menyelisihi Rasul tanpa di dasari ilmu maka hukumnya adalah tertolak, karena sabda
Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam Barang siapa yang berbuat suatu amalan yang
tidak ada perintah dari kami maka tertolak " [HR. Al Bukhaari secara bersambung
sanadnya dengan lafaz yang lain]
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

Hadits ini termasuk dari dasar-dasar Islam dan termasuk salah satu dari kaedahkaedahnya
[Fathul Baari V/302]
Hadits ini menduduki kedudukan itu disebabkan beberapa hal karena:
a. Menunjukkan mantuqnya (makna secara eksplisit) akan kebatilan setiap amal yang
menyelisihi dalil syarI, termasuk dalam masalah ibadah dan muamalah (hubungan
sosial) yang berupa akad-akad (kesepakatan-kesepakatan) dan yang lainnya, hukumhukum para hakim dan yang lainnya, setiap yang menyelisihi syariah dari semua ini
adalah tertolak dan bathil, orang yang melakukannya tidak mendapatkan pahala jika
bentuknya ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak akan mengakibatkan
suatu apapun jika bentuknya adalah muamalah, akad (kesepakatan) dan keputusan
hakim.
b. Menunjukkan mafhumnya (makna secara implisit) akan kewajiban ilmu sebelum
beramal, sesungguhnya amal tidak akan diterima dan tidak sah kecuali dengan
mengikuti syariat, maka wajib untuk mengetahui hukum syariat pada setiap amalan
sebelum melakukannya, ini menunjukkan akan keutamaan ilmu dan bahwa ilmu adalah
merupakan syarat untuk sahnya suatu amal, dan bahwa berilmu itu wajib sebelum
beramal.
Sebagaimana telah diketahui bahwa dua syarat diterimanya amal adalah:
1) Ikhlash : yaitu seorang hamba hendaknya tidak memaksudkan amalnya kecuali
untuk mencari keridhaan Allah.
2) Mengikuti syariat : yaitu hendaknya amalnya sesuai dengan apa yang telah
disebutkan oleh syariat, ini semua menuntut untuk wajibnya berilmu sebelum beramal
supaya mudah melakukan amal yang sesuai dengan syariat.
Dan Allah telah mengumpulkan kedua syarat ini di dalam QS. Al Kahfi ayat 110.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
Sesungguhnya masing-masing kita diperintahkan untuk membenarkan apa yang
dibawa oleh Rasul, dan mentaati setiap apa yang dia perintahkan, namun hal itu tidak
akan terjadi kecuali setelah memahami perintah dan khabarnya, dan Allah tidak
mewajibkan hal itu kepada umatnya kecuali di dalamnya terdapat hal yang dapat
menjaga agama dan dunianya serta terdapat kemaslahatan untuk kehidupan dunia dan
akhiratnya dan dengan meremehkan (menghilangkannya) akan menghilangkan
kemaslahatannya dan merusak perkaranya, maka tidak ada kehancuran bagi seorang
alim kecuali kebodohan, dan tidaklah kesuksesannya kecuali dengan ilmu. Jika nampak
ilmu di suatu negeri atau di suatu tempat maka akan sedikit kejelekan (kejahatan)nya

dan jika ilmu itu tersembunyi maka di sana akan muncul kejahatan dan kerusakan, dan
barang siapa yang tidak mengetahui akan hal ini maka dia bukan orang yang dijadikan
oleh Allah untuk mendapatkan cahaya. Imam Ahmad berkata:
Jikalau bukan karena ilmu maka manusia seperti binatang, dan manusia berkata:
Manusia membutuhkan ilmu itu melebihi kebutuhannya kepada makanan dan
minuman, karena makanan dan minuman itu dibutuhkan olehnya hanya dua kali atau
tiga kali dalam sehari sedangkan ilmu dibutuhkan olehnya setiap waktu
[Ilaamul Muwaaqiiin II/237-238]

Keutamaan 2:
Rasulullah shallallaahu alahi wasallam bersabda:








,










Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka akan dipahamkan tentang
agama dan sesungguhnya saya hanya Qasim (yang mendapat bagian) dan Allah yang
memberi, umat ini akan selalu ada tegak diatas perintah Allah yang tidak akan
membahayakan orang-orang yang menyelisihinya hingga datang urusan Allah
[HR. Al Bukhaari dari Muaawiyah radliyallaahu anhu]
Dan diriwayatkan oleh Muslim secara marfu dengan lafadznya:




Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah dengan kebaikan maka akan dipahamkan
dengan agama dan akan selalu ada suatu kelompok dari kaum muslimin yang selalu
berperang di atas kebenaran yang menampakkan (menang) terhadap orang-orang yang
memusuhinya hingga Hari Kiamat.
Faedah dari hadits ini adalah:
a) Hadits ini menunjukkan akan keutamaan ilmu dan keutamaan orang yang berilmu:
dan bahwa pemahaman seorang hamba akan agamanya termasuk tanda-tanda
keinginan Allah akan kebaikan baginya, artinya dengan memahami agamanya akan
menjadikan baik amalnya sebagaimana yang telah lalu kami sebutkan tentang
kewajiban mengikuti syariat untuk keabsahan suatu amal, dan dengan memahami
agamanya akan membimbing yang lainnya kepada kebenaran dan kebaikan, maka dia
akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang dibimbingnya, ini semua
menerangkan besarnya keutamaan ilmu dan besarnya pahala orang-orang yang berilmu
yang mengamalkan ilmunya.

b) Hadits ini juga menunjukkan makna secara implisit bahwa orang yang tidak
memahami agamanya maka dia telah terhalang dari kebaikan, Ibnu Hajar rahimahullah
berkata:
Dan telah dikeluarkan oleh Abu Yala hadits Muawiyah radliyallaahu anhu dari jalan
lain namun dhaif (lemah) sanadnya dan ditambah diakhirnya Dan barang siapa yang
tidak paham dengan agamannya maka dia tidak dihiraukan oleh Allah namun secara
makna benar, karena sesungguhnya orang yang tidak mengerti tentang perkara
agamanya maka dia tidak akan menjadi seorang yang faqih dan bukan orang yang
mencari fiqh (pemahaman), maka benarlah bahwa dia tidak menginginkan kebaikan, di
dalam hadits itu juga menerangkan secara jelas akan keutamaan para ulama terhadap
seluruh manusia, dan keutamaan bertafaquh tentang agamanya dari seluruh ilmu-ilmu
yang ada
[Fathul Baari I/165]

Berkata Abu

Darda radliyallaahu

anhu:

Allah memberi ilmu kepada orang-orang yang bahagia dan mengharamkannya bagi
orang-orang yang celaka
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam Jaamiu Bayaanil Ilmi I/57]
c) Bahwa ilmu tidak di dapatkan hanya dengan usaha saja (menuntut ilmu dan belajar)
akan tetapi juga bagi orang yang dibukakan pintu oleh Allah untuk itu, dalil akan hal itu
adalah:
Sabda Rasul Shallallaahu alahi wasallam:





Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah dengan kebaikan maka akan
dipahamkan dan beliau tidak bersabda Maka dia belajar sehingga menyandarkan
pemahaman kepada Allah bukan kepada usaha seorang hamba, walaupun usaha
seorang hamba (dengan belajar) adalah sebab untuk menjadi seorang yang faqih.
Di dalam riwayat Al Bukhaari



Dan sesungguhnya aku hanya yang membagikan
Artinya adalam (membagikan) ilmu yang disampaikan kepadanya. Dan Allah yang
memberi artinya memberi rizki pemahaman kepada orang yang Dia kehendaki, dan

bukanlah setiap orang yang disampaikan bagian dari ilmu Nabi itu menjadi seorang
Faqih.
Termasuk yang menguatkan hal ini adalah firman Allah:









Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak (QS. Al Baqarah: 269)
Allah telah menetapkan bahwa hikmah itu adalah pemberian dan karunia dari Allah
Subhanahu
wa
taala.
Diriwayatkan
dari Ibnu
Abdil
Barr dari Imam
Malik rahimahullah bahwa beliau berkata:
Hikmah adalah pemahaman tentang agama Allah
[Jaamiu Bayaanil Ilmi I/17]
Hikmah dan ilmu adalah cahaya yang Allah memberi petunjuk dengannya kepada
orang-orang yang dia kehendaki dan bukannya banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang
dia jawab....
Sesungguhnya ilmu itu bukan banyaknya meriwayatkan akan tetapi hikmah itu adalah
cahaya yang Allah letakkan di dalam hati
[Jaamiu Bayaanil Ilmi II/25]
d) Hadits itu juga menunjukkan bahwa seseorang tidak dikatakan seorang yang faqih
kecuali dia mengamalkan apa-apa yang dia ketahui, inilah yang paling berhak untuk
dikatakan Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah akan kebaikan baginya, sedangkan
orang yang berilmu namun tidak mengamalkan ilmunya maka dia akan menghadapi
celaan dan ancaman sebagaimana firman Allah Subhanahu wa taala:








Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat) Maka tidakkah kamu
berpikir? (QS. Al Baqarah: 44)

{}


Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat ? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tiada kamu kerjakan (QS. Ash Shaf : 2-3).
Dan tidak akan berkumpul kebencian Allah dan keinginan yang baik, maka diketahui

bahwa tafaquh (memahami) tentang agama adalah ilmu dan amal semuanya. Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata:
Barang siapa yang tafaquh (memahami) agamanya dan dia dikehendaki dengan
kebaikan jika dia menginginkan di dalam memahami ilmu itu harus diamalkan,
sedangkan jika hanya diinginkan hanya untuk berilmu saja maka tidak menunjukkan
bahwa dia adalah orang yang bertafaquh tentang agamanya yang dikehendaki untuk
mendapatkan kebaikan
[Miftaahu Daarus Saaadah I/60]
e) Hadits itu juga menunjukkan bahwa para fuqaha yang mengemban ilmu dan
mengamalkannya akan selalu ada pada umat ini sehingga datang urusan Allah, karena
sabda Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam di dalam riwayat Al Bukhaari Akan
selalu ada pada umat ini yang menegakkan perintah Allah (hadits). Dan menegakkan
perintah Allah tidak akan terjadi kecuali dengan memegang teguh kebenaran dan tetap
adanya hujjah Allah Subhanahu wa taala, ini mengharuskan tetap adanya para ulama
yang mengamalkan ilmunya dan yang shalih, dari sinilah Ali Bin Abi
Thalib radliyallaahu anhu berkata:
Bumi ini tidak akan kosong dari orang yang menegakkan hujjah untuk Allah
Subhanahu wa taala
[Ilaamul Muwaaqiiin IV/150 dan Al Faqiih Wal Mutafaqqih I/50]
Beberapa para ulama menggunakan dalil hadits ini bahwa setiap zaman itu tidak
pernah kosong dari seorang mujtahid, dan bahwa ijtihad di dalam agama tidak akan
terputus hingga datang urusan Allah. [Fat-hul Baari I/164]. Dan urusan Allah yang
disebutkan di dalam riwayat Al Bukhaari adalah tiupan angin yang dapat mencabut
ruh setiap orang yang di dalam hatinya ada sedikit iman dan menetapnya manusia yang
paling jelek akhlaknya, dengan adanya merekalah terjadi Hari Kiamat.
Riwayat-riwayat di atas tentang hadits Ath Thaifah Al Manshurah menunjukkan
bahwa menampakkan kebenaran dan istiqamah (lurus)nya umat ini adalah tergantung
pada dua kelompok dari kaum mukminin, yaitu:
Ahlul ilmi (orang-orang yang berilmu) sebagaimana yang telah kami sebutkan, dan
Ahlul jihad (orang-orang yang berjihad) karena sabda Nabi shallallaahu alahi
wasallam --- di dalam riwayat Muslim --- :















Akan selalu ada suatu kelompok dari kaum muslimin yang berperang di atas kebenaran
yang menang terhadap orang-orang yang memusuhi mereka hingga hari kiamat.

Dua kelompok inilah: Para ulama dan para mujahidin mereka itu adalah Ahlul
kitab dan Ahlul hadid (orang-orang yang memegang buku dan orang-orang yang
memegang besi) yang telah disebutkan di dalam firman Allah Subhanahu wa taala:


Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.Dan Kami ciptakan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan Rasul-Rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.Sesungguhnya Allah Maha Kuat
lagi Maha Perkasa (QS. Al Hadiid: 25)
Inilah yang telah disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah rahimahullah tentang dua kelompok
ini.
[Majmu Al Fataawa : X/354]
Al Khatiib Al Baghdaadi rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya dari Ishaq Bin
Abdullah beliau berkata:
Orang yang paling dekat dengan derajat kenabian adalah Ahlul ilmi dan Ahlul jihad,
lalu dia berkata: Untuk ahlul ilmi karena mereka telah menunjukkan manusia dengan
apa yang dibawa oleh para Rasul, sedangkan Ahlul jihad mereka telah berjihad diatas
apa yang dibawa oleh Rasul
[Al
Faqiih
Wal
Mutafaqqih
I/35]

Keutamaan 3:
Termasuk keutamaan ilmu adalah bahwa penuntutnya menduduki kedudukan orang
yang berjihad di jalan Allah, karena sabda Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam:

















Barang siapa yang datang ke masjidku ini, dan dia tidak datang kecuali untuk kebaikan
yang dia pelajari atau dia ajarkan maka dia sama dengan kedudukannya orang yang
berjihad di jalan Allah, dan barang siapa yang datang tidak untuk tujuan ini maka
kedudukannya seperti kedudukan seseorang yang melihat kenikmatan pada orang lain

[HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah radliyallaahu anhu dengan sanad hasan dan
di shahihkan oleh Ibnu Hibban]
Dan Ibnu Abdil Barr meriwayatkan dari Abu Darda radliyallaahu anhu beliau
berkata:
Barang siapa yang melihat kepada ilmu pada waktu pagi dan sore tidak digunakan
untuk jihad maka dia telah berkurang akal dan pendapatnya
Dan diriwayatkan darinya juga beliau berkata:
Tidaklah seseorang yang berpagi hari di masjid untuk kebaikan yang dia pelajari atau
yang dia ajarkan kecuali ditulis baginya pahala seorang mujahid yang tidak kembali
kecuali dia membawa ghanimah (harta rampasan)
[Jaamiu Bayaanil Ilmi I/31-32]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata
Yang kelima puluh tentang keutamaan ilmu apa yang diriwayatkan oleh At
Tirmidzi dari hadits Abu Jafar Ar Raazi dari Rabi Bin Anas beliau berkata:
Berkata Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam:










Barang siapa yang keluar mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah hingga dia
kembali
Imam At Tirmidzi berkata:
Ini hadits hasan ghariib yang diriwayatkan oleh sebagian mereka namun tidak mereka
angkat derajat haditsnya. Sesungguhnya menuntut ilmu dijadikan sebagai bagian dijalan
Allah adalah karena dengan ilmu itulah islam akan tegak sebagaimana tegaknya islam
itu dengan jihad, jadi tegaknya agama itu dengan ilmu dan jihad, untuk itu jihad itu
ada dua macam:
Jihad dengan tangan dan tombak dan yang mengikuti ini sangat banyak,
yang kedua adalah jihad dengan hujjah dan bayan (keterangan),
ini adalah jihad yang khusus dari para pengikut para Rasul yaitu jihadnya para imam
dan inilah dua jihad yang paling afdhal (utama) disebabkan manfaatnya yang sangat
besar, pertolongannya yang sangat dan banyak musuhnya. Allah Subhanahu wa taala
berfirman di dalam surat Al Furqaan yang merupakan Ayat Makkiyah:











Dan andaikata Kami menghendaki, benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri
seorang yang memberi peringatan (Rasul). Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang
kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur'an dengan jihad yang besar (QS.
Al Furqaan : 51-52)
Dengan ini jihad kepada mereka dengan Al Quran dan itulah jihad yang paling besar, ini
juga jihad terhadap orang-orang munafik karena sesungguhnya kaum munafik tidak
memerangi kaum muslimin akan tetapi mereka bersama kaum muslimin secara dhahir,
dan kadang-kadang mereka memerangi musuh kaum muslimin bersama mereka,
bersamaan dengan ini Allah berfirman:







Wahai Nabi perangilah orang-orang kafir dan munafik dan bersikaplah keras terhadap
mereka
dan sudah diketahui bahwa berjihad melawah orang-orang munafik adalah dengan
hujjah (dalil-dalil) dan Al Quran. Dan yang dimaksud bahwa di jalan Allah itu adalah
jihad, menuntut ilmu dan berdakwah terhadap makhluk kepada Allah
[Miftaahu
Daarus
Saaadah
I/70]

Keutamaan 4:
Termasuk yang menunjukkan akan keutamaan ilmu adalah sabda Rasulullah
Shallallaahu alahi wasallam:









Barang siapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka Allah akan bukakan
kepadanya sebuah jalan dari jalan-jalan surga, dan sesungguhnya para malaikat
meletakkan sayap mereka dengan ridha kepada orang yang menuntut ilmu, dan
sesungguhnya seorang alim pasti akan dimintakan ampunan oleh seluruh makhluk yang
berada di langit maupun dibumi sampai ikan yang berada di tengah lautan, dan
sesungguhnya keutamaan seorang yang alim terhadap seorang yang abid seperti
keutamaan bulan pada malam purnama terhadap seluruh bintang-bintang, dan
sesungguhnya para ulama itu pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi tidak
mewariskan dinar dan dirham akan tetapi mereka mewarisi ilmu, maka barang siapa
yang mengambilnya sungguh dia telah mengambil bagian yang besar

[HR. Abu Dawud --- dan lafadz miliknya --- dan At Tirmidzi serta Ibnu Maajah dari
Abu Darda radliyallaahu anhu dan dishahihkan oleh Ibnu Hibbaan]
Dan diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radliyallaahu anhu secara Marfu:












Dan barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah mudahkan
jalannya menuju Jannah (Surga)
Hadits ini menunjukkan akan keutamaan ilmu dan keutamaan orang yang berilmu lebih
dari satu keutamaan, di antaranya:
a. Bahwa ilmu itu adalah warisan para Nabi.
b. Bahwa para ulama adalah pewaris para Nabi di dalam menyampaikan ilmu dan
hukum ditengah-tengah manusia, bukan pada permasalahan membuat hukum.
c. Bahwa seorang alim akan dimintakan ampun oleh orang yang berada di langit dan
bumi.
d. Bahwa sesungguhnya menuntut ilmu adalah termasuk salah satu jalan yang
menghantarkan
kepada
Surga.
Keutamaan apa lagi yang lebih tinggi dari pada ini?

Keutamaan 5:
Ilmu adalah kepemimpinan yang sesungguhnya, karena kepada orang yang berilmulah
tempat kembali dan mengadu ketika terjadi perselisihan, dan telah kami sebutkan dalildalilnya dari Kitab Allah, di antaranya firman Allah:






Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah dan Rasul (QS. An Nisaa : 59)
Jadi mengembalikan kepada Allah dan Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam adalah
mengembalikan kepada Al Quran dan As Sunnah, dan mengembalikan kepada Al Quran
dan As Sunnah adalah mengembalikan kepada para ulama yang mengamalkan
keduanya, yang menunjukkan itu adalah firman Allah Subhanahu wa taala:

Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya
dari mereka (Rasul dan Ulil Amri) (QS. An Nisaa : 83)
Karena para ulama dan para penguasa sebenarnya dengan perkataan mereka yang
mengatakan ini boleh dan ini tidak boleh, ini benar dan ini salah. Asy
Syaathibi rahimahullah berkata:
Oleh karena itu para ulama menjadi penguasa bagi seluruh manusia baik keputusan
atau fatwa atau bimbingan karena mereka disifati dengan ilmu syariy yang merupakan
seorang hakim secara mutlak
[Al Itishaam II/341 karangan Imam Asy Syathibi]
Dalil akan hal ini dari sunnah adalah sabda Nabi Shallallaahu alahi wasallam:








Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabut ilmu tersebut dari para
hamba, akan tetapi mencabut ilmu dengan mencabut nyawa para ulama, hingga jika
tidak ada lagi seorang alim maka manusia mengambil pemimpin-pemimpin yang bodoh,
sehingga mereka ditanya lalu mereka berfatwa tanpa ilmu maka dia sesat dan
menyesatkan [HR. Muttafaqun alaih]
Hadits itu dengan bimbingannya menunjukkan akan wajibnya mengutamakan para
ulama di dalam kepemimpinan dan peringatan dari mengambil pemimpin yang bodoh.
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya dari Nafi Bin Abdullah Al KhuzaI --beliau adalah pegawai Umar radliyallaahu anhu di Makkah --- bahwa dia menemuinya
di Usfaan. Maka dia berkata kepadanya:
Siapakah yang menggantikanmu?
Lalu dia menjawab:
Yang menggantikan aku adalah Ibnu Abza salah seorang maula kami.
Umar bertanya kepadanya:
Yang menggantikanmu seorang maula?
Dia menjawab:
Sesungguhnya dia adalah Qaari (pembaca) kitab Allah, seorang alim tentang faraidh,
Maka Umar berkata:
Sesungguhnya Nabi kalian telah bersabda:

Sesungguhnya dengan Kitab ini Allah akan mengangkat derajat suatu kaum dan
menghinakan kaum yang lain.
Maka ilmu Ibnu Abza mengakibatkan dia dijadikan sebagai pemimpin dan didahulukan
dari pada yang lainnya.
Begitu juga Kitab Allah telah menunjukkan untuk menjaga (memperhatikan) syarat
ilmu bagi orang yang diangkat menjadi pemimpin bagi manusia, hal itu terdapat pada
firman Allah Subhanahu wa taala:







Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak
mengendalikan pemerintahan daripadanya sedang diapun tidak diberi kekayaan yang
cukup banyak" Nabi (mereka) berkata:"Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi
rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa (QS. Al Baqarah
:
247)

Keutamaan 6:
Para ulama adalah orang-orang yang dipercaya terhadap agama ini: Mereka mengajari
orang bodoh, membantah orang yang berlebih-lebihan, menyingkap penyelewengan
orang-orang yang menyeleweng dan orang-orang bidah, sebagaimana terdapat di
dalam hadits:



Sesungguhnya yang mengemban ilmu ini adalah orang-orang yang adil, dengannya
mereka menghilangkan penyelewengan-penyelewengan orang-orang yang ekstrimis,
pendapat orang-orang yang menyeleweng dan takwilnya orang-orang yang bodoh
[HR. Ibnu Adi dari Ali dan Ibnu Umar, juga diriwayatkan oleh Al Khathiib dari
Muadz, juga oleh Ath Thabari dari Usamah Bin Zaid, juga diriwayatkan dari Abu
Hurairah dan Ibnu Masuud, Imam Ahmad Bin Hambal berkata: Hadits ini shahih
sebagaimana yang disebutkan Al Khallal di dalam kitab Al Ilal, semua ini disebutkan
oleh Ibnul Qayyim di dalam kitab Miftaahu Daarus Saaadah I/163, dan Al Khathiib Al
Baghdaadi menukil penshahihannya dari Ahmad di dalam kitabnya Syarfu Ash-haabul
Hadiits hal. 29]

Hadits ini digunakan oleh Imam Ahmad di dalam muqaddimah kitabnya Ar Rad Ala Az
Zanaadiqah Wal Jahmiyyah lalu beliau berkata:
AlHamdulillah (segala puji bagi Allah) yang menjadikan pada setiap zaman kosong dari
diutusnya Rasul dan tinggal hanya orang-orang yang berilmu yang mengajak dari
kesesatan kepada petunjuk, mereka bersabar dengan siksaan dalam hal itu,
menghidupkan kitab Allah yang telah mati, memberi sinar dengan cahaya Allah kepada
orang-orang yang bodoh, berapa banyak orang-orang yang dibunuh oleh iblis telah dia
hidupkan, dan berapa banyak orang yang sesat dalam kebingungan yang telah dia beri
petunjuk, sungguh sangat baik pengaruh mereka terhadap manusia namun menusia
membuat pengaruh yang jelek terhadap mereka.
Mereka menghilangkan penyelewengan-penyelewengan orang-orang yang ekstrimis,
pendapat orang-orang yang menyeleweng dan takwilnya orang-orang yang bodoh. Yang
mereka telah mengingkat bendera-bendera bidah, melepaskan tali-tali fitnah, mereka
adalah orang-orang yang berselisih di dalam Al Kitab, Menyelisihi Al Kitab, berkumpul
untuk memisahkan Al Kitab, mereka berkata dengan nama Allah, tentang Allah dan di
dalam kitab Allah tanpa ilmu, mereka selalu membicarakan tentang perkataanperkataan yang mutasyabih, dan menipu orang-orang yang bodoh dengan yang
mutasyabih pada mereka. maka Naudzibillahi dari fitnah orang-orang yang sesat
[lihat dalam kitab (Majmuuatu Aqaa-idis Salaf, hal. 52) cetakan Daarul Marifah
di Iskandariyah tahun 1971 M, dan dalam kitab (Minhaajus Sunnah V/273) oleh
Ibnu taimiyyah, ditahqiq oleh DR. Muhammad Rasyad Salim, juga di dalam kitab
(Al
Ilaamul
Muwaaqiiin
I/9)
oleh
Ibnul
Qayyim]

Keutamaan 7:
Bahwa sesungguhnya orang yang berilmu pahalanya akan terus mengalir hingga setelah
kematiannya dari ilmu yang telah dia sebarkan, maka dia mendapatkan pahala seperti
pahala orang yang mengambil manfaat dengan ilmunya selama hidupnya dan setelah
kematiannya, yang menunjukkan akan hal ini adalah:
a. Firman Allah Subhanahu wa taala:
















Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang
telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.Dan segala sesuatu Kami
kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh) (QS. Yaasin : 12)
Makna dari firman Allah Subhanahu wa taala Sesungguhnya Kami menghidupkan
orang-orang mati artinya adalah hari kiamat, dan makna dan Kami menuliskan apa

yang telah mereka kerjakan artinya adalah apa yag telah mereka kerjakan di dalam
kehidupan mereka di dunia yang berupa amalan-amalan, dan makna dan bekas-bekas
yang mereka tinggalkan artinya bekas-bekas yang mereka tinggalkan setelah kematian
mereka, jika itu baik maka baik pula, dan jika itu jelek maka akan jelek pula, seperti
shadaqah jariyah dan ilmu yang bermanfaat yang pahalanya mengalir untuk orang yang
memiliki ilmu tersebut, juga seperti kebidahan, kesesatan, yang dosanya akan mengalir
kepada orang yang melakukannya dan setelah kematiannya sebagaimana yang
ditunjukkan
oleh
hadits-hadits
yang
sebagian
akan
kami
jelaskan.
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan pendapat kedua tentang Dan bekas-bekas
mereka bahwa yang dimaksud dengan hal itu adalah bekas-bekas langkah mereka
apakah kepada ketaatan atau kepada kemaksiatan. Perkataan ini walaupun
mengandung makna bahasa namun perkataan yang pertama adalah yang rajih (kuat)
insyaaAllah, karena adanya firman Allah Subhanahu wa taala: Bekas-bekas mereka
yang menjawab dari apa yang telah mereka kerjakan ini adalah apa yang mereka
kerjakan bagi diri mereka sendiri di dalam kehidupan mereka, dan disana ada hal-hal
yang telah mereka tinggalkan bekas-bekasnya setelah kematian mereka.
b. Sabda Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam:







Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala
seperti pahala orang yang melakukannya [HR. Muslim dari Abu Masud Al Badri
radliyallaahu anhu]
c. Sabda Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam:








Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk maka dia mendapatkan pahala seperti
pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan
barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka dia akan mendapatkan dosa seperti
dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun [HR.
Muslim dari Abu Hurairah radliyallaahu anhu]
d. Sabda Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam:







:




Jika anak adam meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah
atau ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendoakannya [HR. Muslim dari
Abu Hurairah radliyallaahu anhu]
Dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara marfu darinya:
Sesungguhnya termasuk hal yang mengikuti seorang mukmin dari amal dan
kebaikannya setelah kematiannya adalah ilmu yang dia pelajari dan disebarkannya,
anak shalih yang dia tinggalkan, mus-haf yang dia wariskan, atau masjid yang dia
bangun, atau rumah bagi para musafir yang dia bangun, atau sungai yang dia buat, atau
shadaqah yang dia keluarkan dari hartanya ketika sehatnya dan hidupnya, maka semua
itu akan menemuinya setelah kematiannya.
Maka lihatlah kepada besarnya pahala ini, sesungguhnya Nabi Shallallaahu alahi
wasallam menerima pahala seperti pahala orang yang berbuat baik dari umatnya,
begitu juga para shahabat menerima pahalanya, karena merekalah yang membawa ilmu
ini kepada kita dari Nabi Shallallaahu alahi wasallam dan mereka telah menyampaikan
kepada kita disetiap generasi, kemudian para ulama yang pandai setelah mereka hingga
hari kiamat, setiap mereka akan mendapatkan pahala orang yang mengambil manfaat
dari ilmu mereka dan buku-buku mereka, maka setiap orang yang membaca shahih Al
Bukhaari dan mengambil manfaat darinya contohnya maka Al Bukhaari akan
mendapatkan pahala seperti pahala orang yang membacanya, dan orang-orang yang
menjadi sanad Al Bukhaari mendapatkan seperti pahala ini hingga sanad ini naik
sampai pada Nabi Shallallaahu alahi wasallam.
Maka bandingkanlah hal ini.
Termasuk dalam hal ini juga adalah mewaqafkan buku-buku ilmu yang bermanfaat
seperti Al Quran, kitab-kitab tafsiir, hadits dan fiqh, jika kamu membeli satu mush-haf
dan kamu waqafkan di masjid, maka kamu akan mendapatkan pahala seperti pahala
setiap orang yang membaca mush-haf itu, dalil akan hal itu adalah hadits yang telah
disebutkan Atau ilmu yang bermanfaat, karena Al Quran adalah pokok ilmu-ilmu
syariy dan dasarnya, Allah Subhanahu wa taala berfirman:











Siapa yang membantahmu tentang kisah 'Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan
kamu) (QS. Ali Imraan : 61)
Namun bentuk ini bukan termasuk dalam permasalahan Apakah Mayyit akan
mendapatkan pahala dari orang yang membaca Al Quran dan menghadiahkan pahala
untuknya ?, akan tetapi itu adalah masalah lain dan dalilnya telah kami sebutkan.

Sedangkan permasalahan apakah mayyit akan mendapatkan pahala dari bacaan orang
yang masih hidup? Maka di dalamnya terdapat perselisihan, dan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah memilih pendapat bahwa dia akan mendapatkan pahalanya,
lihat Majmu Al Fataawa XXIV/300, 321-324 dan 366 serta XXXI/41. Dan itu juga
pilihan Ibnul Qayyim rahimahullah. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
Sedangkan bacaan Al Quran dan menghadiahkan untuknya --- artinya si mayyit --yang sesuai dengan sunnah tanpa minta imbalan maka ini akan sampai kepadanya
sebagaimana sampai pahala puasa dan haji
[Ar Ruuh, hal.191-192) karangan Ibnul Qayyim, cet. Maktabah Al Madani]

Keutamaan 8:
Termasuk keutamaan ilmu adalah dia sebagai penjaga dengan izin Allah dari fitnah
dan kejelekan, maka setiap berkurang ilmu akan bertambah fitnah. Dari sinilah Al
Bukhaari menyebutkan di dalam Kitab Al Ilmu dari Shahihnya Raful Ilmi wa
Dhuhuuril Jahl (Terangkatnya ilmu dan munculnya kebodohan) di dalamnya terdapat
hadits yang diriwayatkan dari Anas radliyallaahu anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
alahi wasallam bersabda:






Sesungguhnya termasuk dari tanda-tanda hari kiamat adalah diangakatnya ilmu,
tetapnya (semakin kuatnya) kebodohan, khamer diminum, dan munculnya perzinahan
Diriwayatkan darinya juga bahwa Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam bersabda:












Sesungguhnya termasuk dari tanda hari kiamat adalah ilmu semakin sedikit, semakin
nampak kebodohan, semakin nampak perzinahan, para wanita semakin banyak, dan para
lelaki semakin sedikit sampai-sampai untuk lima puluh wanita dan laki-laki hanya
satu [HR. Al Bukhaari]
Pada bab yang sama juga dari Abu Hurairah radliyallaahu anhu dari Nabi Shallallaahu
alahi wasallam beliau bersabda:







Ilmu dicabut, dan nampak kebodohan dan fitnah, serta banyak terjadi Al Haraj,

dikatakan:
Ya Rasulullah! Apa itu Al Haraj?
Beliau menjawab begini dengan tangannya lalu menggerakkannya, seakan-akan yang
beliau maksud adalah pembunuhan.
Al Bukhaari juga telah menyebutkan hadits secara keseluruhan tentang hadits-hadits
kurangnya ilmu di dalam kitab Al Fitan dari Shahihnya hadits no. 7062-7066 dan no.
712.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
Dan seakan-akan lima perkara ini khusus untuk disebutkan karena keberadaannya
dirasakan dengan menghilangkan perkara-perkara tersebut menjadikan terjaga
kebaikan dunia dan akherat yaitu: Agama, karena dengan diangkatnya ilmu akan
menjadikan agama jelek, juga akal akan rusak dengan meminum khamer, dan zina akan
merusak keturunan, jiwa akan merusak harta disebabkan banyaknya fitnah. Al
Kirmaani berkata:
Dengan rusaknya lima perkara ini adalah sebuah pertanda akan hancurnya seorang
alim karena manusia tidak akan meninggalkan begitu saja, dan karena tidak ada nabi
setelah nabi kita Shallallaahu alahi wasallam, maka menjadi jelaslah hal itu.
Al Qurthubi berkata di dalam Al Mufham:
Di dalam hadits ini telah diketahui bahwa termasuk pengajaran nubuwah (kenabian)
adalah mengkabarkan tentang perkara-perkara yang akan terjadi maka terjadilah,
khususnya pada zaman ini
[Fathul Baari I/179]
Lihatlah bagaimana Al Qurthubi mensifati zamannya!
Dan yang lebih keras dari pada hal itu apa yang telah disebutkan oleh Al Baihaqi (wafat
tahun 458 H) beliau telah menyebutkan di dalam kitabnya Dalaa-ilu An
Nubuwwah hadits Anas Sesungguhnya termasuk dari tanda-tanda hari kiamat adalah
diangkatnya ilmu. di dalam bab tentang Apa-apa yang dibawa tentang kabar Nabi
Shallallaahu alahi wasallam dengan hilangnya ilmu dan munculnya kebodohan, hal itu
telah hilang pada zaman kita di berbagai kebanyakan negeri, dan penduduknya dikuasai
oleh orang-orang bodoh, dan muncul seluruh apa yang diriwayatkan tentang kabar itu
lihat Dalaa-ilu An Nubuwwah VI/543 karangan Al Baihaqi, cet. Daarul Kutub Al
Ilmiyah 1405 H. jika ini yang disifati oleh Al Baihaqi pada zamannya, artinya hampir
kira-kira seribu tahun yang lalu, lalu bagaimana dengan zaman kita hari ini dan
penduduknya? Dan sungguh keadaan penduduk pada zaman kita inilah salah satu yang

mendorong saya untuk mengarang buku ini sebagaimana yang telah kami sebutkan di
dalam Al Muqaddimah (kata pengantar).
Tambahan: Kurangnya ilmu itu terjadi dengan meninggalnya para ulama sebagaimana
yang terdapat pada hadits pencabutan ilmu Akan tetapi mencabut ilmu itu dengan
mencabut nyawa ulama hadits tersebut di atas, Ibnu Hajar berkata:
Setiap seorang alim yang meninggal disuatu negeri dan tidak ada yang
menggantikannya maka berkuranglah ilmu pada negeri tersebut
[Fathul Baari XIII/17]
Dan Abu Sulaiman Al Khithaabi menyebutkan hadits pencabutan ilmu di dalam
kitabnya (Al Uzlah) dan beliau berkata di dalamnya:
Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam telah mengajarkan bahwa celanya ilmu adalah
dengan hilangnya orang-orang yang berilmu dan penyelewengan orang-orang bodoh
serta kepemimpinan mereka terhadap manusia dengan nama ilmu dan mengingatkan
manusia untuk mengikuti orang-orang yang memiliki sifat-sifat ini, dan beliau juga
mengkhabarkan bahwa mereka adalah sesat dan menyesatkan kemudian Al
Khithaabi meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas dari Nabi Shallallaahu alahi
wasallam:



Sesungguhnya termasuk tanda-tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu dan
munculnya kebodohan
--- dan telah diriwayatkan oleh Al Bukhaari --- Al Khithaabi berkata:
Yang dia maksud, wallahu alam, munculnya kebodohan yang menyelewengkan ilmu
dan menjadi pemimpin bagi manusia sebelum mereka memahami agama dan sebelum
mendalam ilmunya
[Kitaabul Uzlah, hal. 96, cet. As Salafiyah]
Akan tetapi ilmu itu tidak diangkat secara keseluruhan dari bumi selama masih ada At
Thaaifah Al Manshuurah dan itu akan selalu ada hingga datangnya tiupan angin yang
mencabut nyawa orang-orang mukmin. Itu akan terjadi setelah dimulai tanda-tanda
hari kiamat yang besar seperti keluarnya dan terbunuhnya Dajjal, turunnya Isa
alihissalaam dan meninggalnya, keluarnya Yajuj dan Majuj serta kehacurannya,
keluarnya matahari dari arah barat, keluarnya binatang melata dengan kedua peristiwa
itu ditutuplah setiap apa yang ada di dalam hati, kemudian bertiup angin lalu mencabut
seluruh ruh orang-orang mukmin, sehingga tinggal manusia yang paling jelek
akhlaknya, dengan adanya mereka terjadinya kiamat, sebagaimana yang ditunjukkan

oleh beberapa hadits-hadits tentang hari kiamat. Dan seakan-akan ilmu dan iman itu
sebuah keharusan untuk tetapnya dunia, dan jika ilmu dan iman sudah dicabut maka
terjadilah hari kiamat. Kami memohon kepada Allah untuk kami dan untuk seluruh
kaum muslimin supaya meneguhkan kami diatas agamanya dan mengakhiri hidup kami
dengan amal shalih dan menjadikan jannah sebagai tempat kembali kami tanpa dengan
perdebatan dihari hisab dan tidak didahului dengan azab bersama orang-orang yang
mendapatkan kenikmatan dari Allah dari para Nabi dan Shiddiiqiin (orang-orang yang
jujur), Syuhada (orang-orang yang mati syahid), dan orang-orang yang shalih dan
merekalah sebaik-baik teman, itulah keutamaan Allah, sesungguhnya Allah maha
Mampu atas segala sesuatu, Aamin
Inilah, kurangnya ilmu dan munculnya kebodohan saling bergandengan dalam
menyebarkan fitnah dan kejahatan, karena Allah Subhanahu wa taala telah
mengkaitkan --- di dalam KitabNya --- setiap kejahatan dengan kebodohan:
Allah mengkaitkan perbuatan maksiat dengan kebodohan di dalam firmanNya:






Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan
kejahatan lantaran kejahilan (QS. An Nisaa : 17)











Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan
cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang
yang bodoh (QS. Yusuf : 33)












Yusuf berkata: "Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan
terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu
itu (QS. Yusuf : 89)
Beberapa ulama salaf mengatakan:
Setiap orang yang berbuat maksiat kepada Allah maka dia adalah orang yang bodoh.
Allah juga mengkaitkan kedhaliman dengan kebodohan di dalam firmanNya:






Dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh (QS. Al Ahzaab : 72)

Allah juga mengkaitkan kesesatan dengan kebodohan di dalam firmanNya:










Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang
lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah
yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas (QS. Al Anaam : 119)
Allah juga mengkaitkan kemunafikan dengan kebodohan di dalam firmanNya:





Akan tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahuinya (QS. Al Munaafiquun: 8)
Begitu juga Allah mengkaitkan kekafiran dan kesyirikan serta berpaling dari kebenaran
dengan kebodohan, di dalam firmanNya:




Katakanlah:"Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-:
orang yang tidak berpengetahuan (QS. Az Zumar : 64)


Dan jika seseorang dari orang-orang musyirikin itu meminta perlindungan kepadamu,
maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia
yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui (QS.
At Taubah : 6)





Apakah mereka mengambil ilah-ilah selainnya. Katakanlah: "Tunjukkanlah hujjahmu!
(al-Qur'an) Ini adalah petunjuk bagi orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi
orang-orang sebelumku". Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui yang hak,
karena itu mereka berpaling (QS. Al Anbiyaa : 24)
Ini semua menunjukkan akan bahaya kebodohan, dan menunjukkan pemahaman secara
implisit akan keutamaan ilmu dan keutamaan orang yang berilmu serta pentingnya
untuk menyebarluaskan dan mengajarkannya. Karena kebalikan dari itu akan
menampakkan kebaikan kebalikannya.

Dengan ini kami akhiri pembahasan di dalam menyebutkan dalil-dalil dari As Sunnah
tentang keutamaan ilmu dan keutamaan orang yang berilmu.

Anda mungkin juga menyukai