Kata filsafat diturunkan dari sebuah kata Yunani, yaitu filosofia. Kata tersebut
berasal dari akar kata kerja filosofein: mencintai kebijaksanaan.
Muatan kata filosofein dan tindakan aktif seorang filsuf dalam mencari sebuah
kebijaksanaan memperlihatkan bahwa kebijaksanaan itu belum diraih sehingga
harus senantiasa diperjuangkan untuk mendapatnya. Seorang filsuf adalah pencari
kebijaksanaan itu sendiri.
Mengacu pada kandungan kata filosofein ini, maka filsafat diartikan sebagai:
usaha manusia untuk memperoleh sebuah pandangan tentang dunia dan
kehidupan dengan kekuatan akalnya untuk memuaskan dambaan batinnya.
Dalam perjuangan tersebut, akal memainkan peranan sentral. Dengan kekuatan
akalnya, seorang filsuf berjuang untuk mencari dan mendapatkan sebuah pandangan
tentang dunia dan kehidupan yang memuaskan hati karena ketidakpuasannya
terhadap aneka bentuk penemuan yang ada. Seorang filsuf hanya bisa menerima
pandangan tentang dunia dan kehidupan dari orang lain apabila memuaskan dirinya.
Jika tidak, dia akan senantiasa mencari, mengoreksi dan mengeritisi pandangan
tersebut.
1
Periodisasi Filsafat Barat
Sejarah filsafat barat dibagi dalam kurun empat periode besar:
Berbicara filsafat Barat tidak terlepas dari akar sejarah munculnya filsafat, tempat
dan awal perkembangannya. Oleh sebab itu pembahasan sejarah dan
perkembangan filsafat barat secara otomatis membawa kita pada pembahasan
sejarah dan perkembangan filsafat di Yunani sebagai sejarah filsafat Barat.
Filsafat Yunani kuno tidak sekali jadi seperti yang kita mengerti saat ini. Pemikiran
filsafat dalam dunia Yunani kuno melalui pelbagai proses dalam hidup manusia Yunani
dengan pelbagai latarbelakang dan situasi yang mendorong manusia Yunani untuk
mempertanyakan, memikirkan dan mencari tahu dengan menggunakan rasio.
2
Filsafat Pra-Socrates
Para filsuf pertama berasal dari Miletos. Mereka hidup pada abad ke-6
Sebelum Masehi. Inti pemikiran mereka sangat sulit ditetapkan sebab tiada satu pun
dari antara mereka yang hasil karyanya sudah dibukukan. Pengetahuan seputar inti
pemikiran mereka diperoleh dari orang-orang yang hidup sesudah mereka.
Para filsuf dari Miletos dikenal sebagai filsuf alam. Mereka adalah ahli pikir
yang menjadikan alam dan keselarasannya sebagai sasaran pemikiran mereka.
Berawal dari keterposanaan mereka akan keanekaan alam dan pergerakannya,
mereka bertanya perihal segala sesuatu yang berada di belakang semua realitas
alamiah ini.
Pusat perhatian dan pemikiran para Filsuf Miletos adalah alam, bukan
manusia. Dalam pemahaman mereka, alam itu mencakup keseluruhan realitas hidup
dan kenyataan badaniah. Berkenaan itu, fokus pemikian mereka adalah gejala-gelaja
alam dalam perseptif filsafati, bukan dalam perspektif agamawi. Pemikiran mereka
bukanlah pemikiran yang bersahaja, sebab inti perjuangan mereka adalah
menemukan asas pertama segala sesuatu; asal-dasar mutlak yang berada di
belakang semua realitas alamiah yang serbah berubah.
Thales dijuluki sebagai salah seorang dari “Tujuh Orang Bijaksana” dari Miletos
(Thales, Bias dari Priene, Pittakos dari Mytilene, Saloon dari Athena, Kleoboulos dari
Lindos, Khiloo dari Sparta dan Periandros dari Korintos).
Menurut Thales, asas pertama dari segala sesuatu yang ada di alam ini adalah
air. Kesimpulannya ini didasarkan pada kenyataan bahwa air dapat diamati dalam
aneka bentuk:
3
Air ditemukan dalam padas yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
Air mengisi semua lautan luas
Berangkat dari kenyataan ini, diyakininya bahwa siapa pun dengan pasti
berkesimpulan kalau bumi keluar dari air dan terapung-apung di atasnya.
Secara garis besar, pemikiran filosofis Anaximandros terbagi atas dua, yaitu:
kritik atas pandangan Thales dan pemikiran pribadinya tentang asas pertama yang
membentuk segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Bagaimanakah “hal yang tidak terbatas” itu bisa terjadi di dunia ini? Menurut
Anaximandros, hal itu diakibatkan oleh dua kejadian mendasar:
Menurut Anaximenes, asas pertama segala sesuatu adalah hawa atau udara.
Kenyataan ini sungguh-sungguh beralasan:
Udara melahirkan segala sesuatu yang ada di alam ini, terutama melalui
proses pemadatan atau pengenceran udara:
Tatkala udara memadat, maka akan terbentuk angin, air, tanah dan batu;
Tatkala udara mencair atau mengencer, maka akan terbentuk api.
Menurut Pythagoras, jiwa manusia itu berdiri sendiri, tidak berjazad dan tidak
dapat mati. Jiwa hanya bisa terbelenggu dalam tubuh akibat hukuman.
5
berpindah ke dalam binatang, ke dalam tumbuh-tumbuhan ataupun ke dalam diri
manusia yang lain.
Baginya, bilangan 10 adalah bilangan suci. Jagat raya terdiri dari sepuluh
badan langit yang beredar mengelilingi api sentral dengan kecepatan tinggi. Akibat
pergerakan tersebut, maka masing-masing badan langit mengeluarkan suara sesuai
dengan salah satu nada.
Akan tetapi, karena manusia sudah terbiasa dengan suara tersebut, maka
manusia tidak bisa mendengarkannya lagi. Kesepuluh badan langit itu adalah: kontra
bumi, bumi, bulan, matahari, kelima planet (Markurius, venus, mars, jupiter, dan
saturnus). Kesepuluh badan langit ini membentuk langit dengan bintang tetap.
Menurut Xenophanes, asas segala kenyataan yang ada ialah kesatuan. Kerena
pandangan ini, maka dia dengan tegas menolak banyak ilah.
6
Xenophanes menghubungkan pandangannya tentang yang ilahi dengan
pandangan etis yang luhur. Dia menentang orang-orang yang menyamakan yang
ilahi dengan manusia yang dilahirkan, berpakaian, dan lain-lainnya. Yang ilahi tidak
berawal, kekal, esa dan universal. Walaupun demikian, inti ajarannya tidak bisa
digolongkan sebagai ajaran yang bersifat monotheistis.
6.3. Persamaan dan Perbedaan antara Herakleitos dengan para Filsuf Miletos
7
Para filsuf Miletos berusaha mencari hal yang tetap di belakang segala
sesuatu yang bergerak dan berubah; Herakleitos justru tidak percaya akan adanya
hal yang tetap di alam ini sebab semuanya berada dalam proses menjadi.
Herakleitos yakin akan adanya satu asas pertama pembentuk segala yang
ada. Asas itu adalah api. Segala sesuatu keluar dari api dan akan menjadi api. Api
adalah lambang perubahan. Nyala api senantiasa membakar dan menghanguskan
sehingga melahirkan sesuatu yang baru. Bahan bakar selalu berubah menjadi asap
dan debu. Walaupun demikian, api tetap menjadi api. Fakta ini menunjukan bahwa
api menjadi lambang kesatuan dan perubahan.
Bagi Herakleitos, api adalah roh sehingga menjadi asas hidup. Api adalah
logos (akal, firman, arti), yaitu hukum yang menguasai segala sesuatu, termasuk
manusia. Segala sesuatu terjadi sesuai dengan logos dan manusia pun harus hidup
sesuai dengan logos itu sendiri.
Di dalam logos, segala sesuatu menjadi satu. Dalam konteks ini terungkap
wawasanhya tentang kesatuan sebagaimana ditemukan dalam wawasan para filsuf
lainnya. Dari segala sesuatu lahirlah yang satu dan dari yang satu lahirlah segala
sesuatu. Kesatuan hanya ada dan tercipta dalam perlawanan.
Gagasan filosofis Parmenides tertuang dalam bentuk syair tentang alam dan
isinya. Secara garis besar, gagasannya tersebut terbagia atas dua, yaitu
pendahuluan dan dua bagian penting lainnya:
7.1. Pendahuluan
8
Bagaimana yang ilahi memberikan kebenaran kepadanya
Dijelaskan bahwa ada dua jalan utama untuk mendapatkan pengetahuan,
yaitu jalan yang benar dan jalan yang sesat.
Sangat mustahil jika dikatakan bahwa yang ada itu tidak ada atau yang ada
itu serentak ada dan tidak ada.
Sangat mustahil juga jika dikatakan bahwa yang ada itu tidak ada atau yang
tidak ada itu ada.
Yang tidak ada justru tidak ada dan yang tidak ada sangat mustahil untuk
dipikirkan dan didiskusikan.
Yang bisa dipikirkan dan didiskusikan hanyalah yang ada.
Dengan demikian tampak jelas bahwa yang ada itu ada dan yang tidak ada
itu tidak ada. Tidak ada jalan tengah: yang ada tidak mungkin menjadi yang
tidak ada dan yang tidak ada tidak mungkin menjadi ada.
Oleh karena itu, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan; dan hanya yang ada
yang bisa dipikirkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa “berada” dan “berpikir” itu
“sama dan identik”.
Apabila yang ada itu ada, maka yang ada itu hanya satu, tidak terbagi,
tidak berawal dan tidak berakhir serta tidak mungkin bagi yang tidak ada itu
diturunkan darinya serta tidak akan pernah menjadi yang tidak ada.
Tiada masa lampau dan masa yang akan datang bagi ada: kedaaan yang
ada hanya sekarang semata-mata.
Yang ada tidak bisa dibagi-bagi. Apabila yang ada bisa dibagi, maka yang
ada itu menjadi jamak dan jumlahnya tidak terhingga.
9
Yang ada juga tidak berubah, sebab perubahan mengandaikan adanya hal
yang tidak ada di dalamnya.
Pemikiran filosofis Parmenides ini dinilai genial dan diulas secara konsekuen.
Baginya, semua kenyataan yang ada di alam ini merupakan satu kesatuan, tanpa
perbedaan antara sisi rohani dan jasmani. Akibatnya, yang ada itu disamakan
dengan sesuatu yang bulat; sesuatu yang tidak memerlukan tambahan, tetapi
mengabil (membutuhkan) ruang. Oleh karena itu, baginya, tidak ada ruang kosong,
sebab seandainya ada ruang kosong di luar yang ada, itu berarti masih ada
sesuatu yang lain.
Akhilles, seorang pelari termasyur Yunani tidak pernah mampu mengejar seekor
kura-kura yang berjalan di depannya dalam jarak tertentu. Tatkala Akhilles sampai di
tempat kura-kura mengawali perjalanannya, kura-kura itu sudah meninggalkan
tempat startnya itu. Peristiwa itu terjadi terus-menerus sehingga Akhilles tidak mampu
mengejar kura-kura itu.
Demikian juga dengan sebuah anak panah yang dilepaskan seorang pemanah.
Sesungguhnya anak panah itu tidak bergerak, tetapi kelihatannya seperti bergerak.
Setiap saat, anak panah itu berhenti, bukan bergerak.
Pembagian dan pembentukan sebuah garis yang terdiri dari titik pangkal dan
titik ujung ini akan terus terjadi sebab setiap bagian dari garis tersebut pasti memiliki
titik pangkal dan titik ujung yang dipisahkan oleh jarak. Dalam kenyataannya,
pembagian demikian tidak mungkin terjadi. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa
tidak ada kejamakan.
10
8.3. Bukti bahwa tiada Ruang yang Kosong
Menurut Zeno, seandainya ada ruang kosong, ruang itu pasti mengambil
tempatnya dalam ruang yang lain dan ruang yang lain itu juga mengambil dan
berada dalam ruang yang lain juga. Dengan demikian disimpulkan bahwa tidak ada
ruang yang kosong.
Hasil pemikiran Empedokles dituangkan dalam dua bentuk syair, yaitu: Syair
tentang Alam (sebuah pemikiran filosofis tentang Alam) dan Syair tentang Penyucian
(sebuah bentuk pemikiran yang bersifat mistis-keagamaan). Kedua buah pikirannya ini
tidak berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Di alam semesta ini tiada suatu pun yang bisa dilahirkan sebagai hal yang
baru dan bisa dibinasakan sehingga tiada lagi.
Di alam semesta ini tidak ada ruang kosong.
Keempat anasir tersebut mempunyai kualitas yang sama, yaitu: tidak berubah
(misalnya, anasir tanah tidak akan pernah berubah menjadi air). Segala sesuatu yang
ada di alam ini terbentuk dan memiliki keempat anasir ini. Perbedaan yang tampak di
antara benda-benda di alam ini terjadi karena adanya campuran atau
penggabungan keempat anasir yang berbeda itu (misalnya: tulang terdiri dari anasir
tanah, anasir air dan 4 anasir api).
11
Keempat anasir itu digabungkan dalam satu harmoni cinta. Akan tetapi, benci
berusaha menceraiberaikannya sehingga segala sesuatu yang ada semakin jauh dari
keharmonis awal. Akibat penggabungan dan perceraian inilah, maka segala kejadian
atau peristiwa di alam ini dikelompokkan ke dalam 4 zaman yang senantiasa
berlangsung, silih berganti; yang satu terjadi sesudah yang lain, kembali ke proses
awal hingga tiada hentinya.
Pada zaman pertama, cinta tampak dominan. Alam semesta bagaikan bola.
Semua anasir yang membentuk alam ini tercampur sempurna dan benci
tersisihkan. Walaupun demikian, benci menggerogoti alam ini secara perlahan.
Pada zaman kedua, anasir-anasir yang tercampur dan terpadu sempurna
secara perlahan terceraiberaikan. Akibatnya, sebagian dari anasir itu masih
kuat dikuasai oleh cinta dan sebagiannya lagi dikuasai oleh benci. Makhluk-
makhluk yang hidup dapat mati. Menurut Empedokles, manusia yang ada saat
ini hidup dalam zaman kedua ini.
Pada zaman ketiga, perceraian/pemisahan tampak sempurna. Alam
semesta didominasi dan dikuasai oleh benci. Keempat anasir pembentuk
alam ini tercerai-berai menjadi empat lapisan yang konsentris (berpusat satu),
yaitu anasir bumi berada di pusat, sedangkan anasir api berada di
permukaan. Cinta tersingkir ke titik ujung.
Pada zaman keempat, cinta mulai meresap ke dalam kosmos. Zaman ini
sejajar dengan zaman kedua sebab diakhiri dengan dominasi cinta. Akan
tetapi, proses ini belum selesai sebab semuanya akan kembali ke zaman
pertama dan demikian terjadi ikwal alami ini selanjutnya.
12
Dalam bukunya yang kedua tentang penyucian, Empedokles mengajarkan
tentang perpindahan jiwa serta caranya untuk membebaskan diri dari perpindahan
jiwa itu, yaitu dengan cara mentakhirkan diri.
Salju tidak hanya berwarna putih, tetapi juga hitam, merah, hijau dan warna
lainnya.
Tulang tidak hanya mengandung darah, tetapi juga daging, kuku dan
sebagainya.
13
10.4. Ajaran tentang Nous
11. Leukippos
Inti ajaran Leukippos sulit dilacak. Namun, dunia mencatat bahwa dia adalah
filsuf pertama yang mengajarkan tentang atom.
Menurut Demokritos, kenyataan bukan hanya satu, tetapi terdiri dari banyak
unsur. Seperti Anaxagoras, dia menjelaskan perihal bagian-bagian terkecil dari
segala sesuatu. Namun, baginya bagian-bagian terkecil itu bukanlah benih
(spermata), melainkan atom (atomos), yaitu “yang tidak terbagi”.
Semua atom itu sama; memiliki kualitas yang sama, namun berbeda bentuk (A
dan N), urutan penempatan (AN dan NA), dan posisi (Posisi huruf N dan Z). Jumlah
atom tidak terbilang. Setiap atom tidak dijadikan, tidak termusnahkan dan tidak
berubah, tidak tampak dan tidak berwujud.
Demokritos mengakui bahwa ada ruang kosong sebab yang berada bukan
hanya yang ada, melainkan juga yang tidak ada. Itu berarti, ruang kosong itu nyata.
Atom dan ruang kosong itu nyata: Atom (yang penuh) dan ruangan kosong (yang tidak
penuh) ada bersama sehingga yang penuh mengisi yang kosong. Tindakan untuk
14
mengisi yang kosong ini menyebabkan terjadinya gerak yang bersifat spontan:
dengan sendirinya, tanpa pengaruh khusus dan menuju ke semua jurusan.
Menurut Demokritos, jiwa manusia terdiri dari atom yang paling halus. Atom-
atom itu berbentuk bundar sehingga tidak bisa mengait atom-atom yang lain.
12.4. Pengamatan
12.5. Etika
15
Filsafat Socrates,
1. Protagoras
1.1. Manusia sebagai Ukuran bagi Segalanya
16
1.2. Negara
Akan tetapi hidup dalam kebersamaan dirasa tidak mudah. Untuk mengatasi
aneka kesulitan yang muncul dari kebersamaan itu, manusia menciptakan keadilan
(dike) dan hormat kepada orang lain (aidos). Semuanya ini terbentuk dan terjadi
karena kehendak manusia.
2. Gorgias
2.1. Retorika
Melalui ajarannya tentang alam dan yang tidak ada disimpulkan bahwa
Gorgias adalah seorang nihilis. Ditegaskannya, “Seandainya ada sesuatu, sesuatu itu
tidak bisa dikenal. Seandainya sesuatu itu dapat dikenal, pengetahuan itu tidak bisa
disampaikan kepada orang lain”.
17
melacak sumber-sumber hukum yang sejati. Untuk mencapai tujuan ini maka sangat
dibutuhkan pembentukan pemikiran yang murni.
3.2. Ironi
Bagi Sokrates, metode ini disebut ironi (eironeia). Sisi positif dari metode
tersebut terletak pada usahanya untuk mengupas kebenaran dari “kulit pengetahuan
semu” yang dimiliki manusia.
3.3. Dialektika
Dengan metode tersebut, Socrates menemukan suatu cara berpikir yang disebut
cara berpikir induksi: sebuah cara berpikir yang bertujuan untuk menuntun manusia
agar mampu menyimpulkan pengetahuan yang bersifat umum dengan berpangkal
dari aneka pengetahuan yang khusus.
Bagi Socrates, definisi umum sangat diperlukan dalam dunia etika, bukan dunia
ilmu pengetahuan: Etika membutuhkan pengertian etis, seperti keadilan, kebenaran,
persahabatan, dll.
Bagi Socrates, jiwa manusia bukan napas semata, melainkan asas hidup
manusia. Jiwa merupakan inti sari manusia; hakekat manusia sebagai pribadi yang
bertanggung-jawab.
Karena jiwa merupakan inti sari manusia, maka manusia dituntut untuk
memperjuangkan dan mengutamakan kebahagiaan jiwa (eudaimonia: memiliki daimon
atau jiwa yang baik) melebihi kebahagiaan tubuh. Manusia harus membuat jiwanya
menjadi jiwa yang baik. Apabila manusia hanya menjalani hidup, maka hidup itu
tiada artinya. Manusia harus menjalani dan mengusahakan hidup yang baik. Itu
berarti, inti persoalan yang harus dihadapi manusia adalah bagaimana caranya
memperjuangkan dan menggapai kebahagiaan.
18
3.5. Jalan menuju Kebahagiaan
Menurut Socrates, alat atau jalan menuju kebahagiaan adalah kebajikan atau
keutamaan (arete). Namun, baginya, keutamaan bukanlah keutamaan moral,
melainkan keutamaan dalam arti luas. Keutamaan seorang tukang sepatu adalah
menjadi tukang sepatu yang baik: tahu pekerjaannya dengan baik dan sungguh-
sungguh ahli dalam bidangnya.
3.6. Negara
Karena tuntutan kewajiban ini, maka para pejabat negara harus tahu tentang
“apa yang baik”. Dalam pemerintahan negara, dimensi terpenting bukanlah
demokrasi atau suara rakyat, melainkan keahlian khusus, yaitu pengenalan atau
pengetahuan tentang yang baik.
4. Antisthenes
19
5. Aristtipos
Plato
Menurut Plato, di samping adanya aneka hal yang dikuasai oleh gerak dan
perubahan, ada hal yang tetap, tidak berubah; di samping adanya hal “yang baik”
(sepatu yang baik, kelakuan yang baik, dll), tentu ada “yang baik” yang berlaku
umum, bukan hanya untuk sepatu, atau kelakuan saja. Di samping ada hal “yang
benar” (perkataan yang benar, kelakuan yang benar, dll), tentu ada “yang benar”
yang berlaku umum dan untuk semuanya. Apa yang sungguh-sungguh baik, benar,
indah, dll; tentu baik, benar dan indah bagi siapa pun, kapan pun dan di mana pun
juga.
Patut diakui bahwa ada hal yang berubah dan tidak berubah. Kedua realitas
ini tidak bisa bisa disangkal. Persoalannya, apakah kedua realitas ini diakui
kebenarannya? Di manakah letak kenyataan atau realitas yang sesungguhnya?
Apakah kebenaran itu ditemukan dalam realitas yang berubah atau yang tidak
berubah?
Jalan pemecahan yang diberikan Plato adalah sebagai berikut: realitas yang
berubah dikenal melalui pengamatan; realitas yang tetap, tidak berubah dikenal
melalui akal.
20
dan yang kekal itulah yang disebut dengan idea. Inilah cara khas Plato
menjembatani pertentangan antara Herakleitos dan Parmenides.
Bagi Plato, idea bukanlah gagasan yang tersekat dalam pikiran dan bersifat
subyektif semata. Idea bukanlah gagasan yang diciptakan manusia, sebab idea
bersifat obyektif, berdiri sendiri, lepas dari subyek yang berpikir, tidak tergantung
pada pemikiran manusia. Idea justru membentuk dan memimpin pikiran manusia.
Setiap manusia berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tiada dua orang
pun yang persis sama. Walaupun demikian, kedua-duanya adalah manusia. Hal ini
terjadi karena setiap manusia merupakan bagian dari idea manusia itu sendiri.
Dengan cara yang khas, setiap manusia mengungkapkan dan mewujudkan idea umum
tentang manusia, yaitu idea tentang manusia yang bersifat kekal, tidak berubah.
Walaupun demikian, idea tentang manusia itu sendiri tidak bisa diungkapkan secara
sempurna dalam diri setiap manusia. Segala sesuatu yang dikenal melalui
pengamatan (beraneka ragam dan serba berubah) hanyalah sebuah wujud
pengungkapan dari idea-idea yang kekal dan tidak berubah, yaitu idea yang asali.
Itu berarti setiap pengamatan serentak mengingatkan kita akan idea-idea dari
realitas yang diamati. Idea-idea itu nyata ada di dalam dunia idea.
Menurut Plato, dunia ini terbedakan atas dua, yaitu dunia ini: dunia yang serba
berubah, serba jamak; tiada hal yang sempurna, dunia yang bisa diamati dengan
panca indera, bersifat inderawi dan dunia idea: dunia yang tidak berubah, tidak ada
kejamakan dan bersifat kekal.
Hubungan antara dunia nyata dan dunia idea dapat dilukiskan sebagai
berikut: idea-idea dari dunia atas hadir dalam benda-benda yang konkret (idea
manusia hadir secara konkret dalam rupa manusia); sedangkan benda-benda yang
ada di dunia nyata ini berpartisipasi dalam idea-ideanya – mengambil bagian dalam
idea-ideanya, bukan hanya satu idea saja, melainkan lebih (bunga yang indah
berpartisipasi dalam idea bunga dan idea indah). Idea-idea berfungsi sebagai
model, contoh bagi benda-benda yang ada di dunia ini.
3. Koinonia
Di dalam dunia idea tidak ada kejamakan: hanya ada satu “yang baik” dan
tidak ada aneka bentuk “yang baik” lainnya. Walaupun demikian, tidak bisa
disimpulkan bahwa dunia idea hanya terdiri dari satu idea saja. Ada banyak idea:
idea manusia, idea binatang. Idea yang satu dihubungkan dengan idea yang lain:
idea bunga dihubungkan dengan idea indah, idea api dihubungkan dengan idea
panas. Hubungan antara idea-idea disebut koinonia (persekutuan).
Di dalam dunia idea juga ada hierarki. Idea anjing termasuk dalam idea
binatang menyusui, termasuk idea binatang, termasuk idea makhluk. Apabila disusun
21
secara hierarkis, idea-idea itu memiliki “idea yang baik”: Idea “yang baik”
merupakan puncak dari dan menyinari semua idea.
4. Jiwa
Bagi Plato, jiwa dan tubuh merupakan dua kenyataan yang berbeda (harus
dibedakan dan dipisahkan). Jiwa berada dan berdiri sendiri, bersifat adikodrati,
berasal dari dunia idea, kekal dan tidak bisa mati. Jiwa memiliki tiga bagian/fungsi:
bagian rasional (dihubungkan dengan kebijaksanaan), bagian kehendak atau
keberanian (dihubungkan dengan kegagahan) dan bagian keinginan atau nafsu
(dihubungkan dengan pengendalian diri).
Agar jiwa bisa dibebaskan dari kurungan tubuh, maka manusia harus
mendapatkan pengetahuan. Dengan pengatahuan yang dimiliki, manusia bisa melihat
idea-idea (melihat ke atas). Apabila di dalam hidup, jiwa itu berjuang untuk
mendapatkan pengetahuan, maka setelah manusia mengalami kematian tubuh, jiwa
akan mengalami kebahagiaan melihat idea-idea (seperti sebelum jiwa dipenjarakan
dalam tubuh).
Karena selama hidupnya, para tawanan itu hanya melihat bayangan budak itu
di dinding, maka mereka mengira bahwa itulah kenyataan hidup yang sesungguhnya.
Tatkala mereka dilepaskan dari tawanan serta diperkenankan melihat ke belakang
dan di luar gua, mereka tahu bahwa yang mereka lihat selama ini hanyalah
bayangan belaka, bukan kenyataan hidup. Mereka mengakui bahwa kenyataan
hidup itu jauh lebih indah dari bayangan.
22
Plato menekankan bahwa kebenaran berada di luar dunia yang konkret.
Dengan penekanan ini, Plato tidak bermaksud untuk melarikan diri dari dunia ini.
Dunia real, konkret sangat penting. Hanya saja, semua yang sempurna tidak mungkin
dicapai di dunia ini. oleh karena itu, manusia harus berjuang untuk mengembangkan
hidup sesempurna mungkin.
5. Negara
Menurut Plato, tujuan tertinggi hidup manusia adalah eudaimonia atau hidup
yang baik. Mengawali ajarannya tentang negara dan tujuan hidup manusia ini, Plato
terlebih dahulu mengulas perihal jiwa.
Kedua, bagian tengah (bagian kehendak: alat bagi akal untuk mengadakan
tata tertib dalam bagian jiwa yang terendah, tempat perasaan-perasaan yang lebih
tinggi, seperti keberanian, gila hormat, kemarahan yang adil;
Ketiga, bagian yang terendah (tempat nafsu-nafsu, baik nafsu seksual maupun
nafsu lain yang tidak teratur dan yang harus diatur oleh bagian yang rasional).
Namun, pendidikan baru tercapai apabila ada negara yang baik. Sebagai
makhluk sosial, manusia memerlukan negara. Bagi Plato, persoalan pokok di dalam
negara adalah keselamatan orang-orang yang diperintahkan, bukan orang-orang
yang memerintah. Orang-orang yang berkuasa untuk memerintah harus
mempersembahkan hidup demi pemerintahan dengan mengorbankan kepentingan
pribadi.
Golongan tertinggi: golongan ini terdiri dari yang berkuasa untuk memerintah,
yaitu para filsuf (orang bijak, orang-orang yang mengetahui tentang apa yang
baik). Mereka bertindak sebagai penjaga. Kebajikan golongan ini adalah
kebijaksanaan.
23
Golongan pembantu: golongan ini terdiri dari para prajurit. Mereka adalah
penjamin keamanaan dan ketaatan warga negara kepada pimpinan para
penjaga. Kebajikan mereka adalah keberanian.
Golongan terendah: golongan ini terdiri dari rakyat biasa, para petani, tukang
dan pedagang. Mereka bertugas untuk menanggung kehidupan ekonomi
negara. Kebajikan mereka adalah pengendalian diri.
24
Aristoteles
1. Pengelompokan Karya-karya Aristoteles
Hasil karya Aristoteles sangat banyak dan sangat sulit untuk menyusun semua
karyanya itu secara sistematis. Di satu pihak, karya-karyanya tersebut terbagi dalam
8 bagian, yaitu:
Logika
Filsafat Alam
Psikologi
Biologi
Metafisika
Etika
Politik
Ekonomi
2. Logika
Logika merupakan inti ajaran Aristoteles tentang cara berpikir secara ilmiah.
Dalam inti ajaran ini, Aristoles berbicara tentang bentuk-bentuk pikiran itu sendiri,
terutama pengertian, pertimbangan dan penalaran serta hukum-hukum yang
menguasai pemikiran.
2.1. Pengertian
25
Secara konkret, ada anjingku, anjingmu, anjingnya. Anjing-anjing ini merupakan
bagian dari anjing dalam pengertian umum, seperti anjing kampung, anjing
herder, anjing kikik, dll.
Akan tetapi, golongan atau jenis anjing dalam pengertian umum ini bisa
dikelompokkan ke dalam pengertian anjing yang lebih umum lagi, yaitu
golongan binatang menyusui.
Penggolongan ini juga masih dikategorikan ke ciri yang lebih umum lagi sebab
binatang menyusui bukan hanya anjing, tetapi masih ada jenis binatang yang
lain.
Binatang menyusui hanya salah satu jenis dari binatang menyusui yang lain
sehingga anjing dikelompokkan ke dalam pengertian yang lebih umum yaitu
binatang.
Akhirnya, pengelompokkan anjing sebagai binatang dikategorikan ke dalam
sifat yang lebih umum, yaitu makhluk hidup.
Penggolongan menurut sifat hingga menemukan sifat yang lebih umum akan
senantiasa diperluas hingga tidak bisa diturunkan dari kelompok tertinggi dan
terumum, yaitu kelompok yang mencakup segala-galanya dan bisa mengungkapkan
kenyataan tentang segala sesuatu. Kelompok pengertian yang sifatnya paling umum,
mencakup segalanya ini disebut kategori.
2.2. Pertimbangan
26
Ada aneka bentuk pertimbangan: ada pertimbangan yang sifatnya
meneguhkan, menyangkal dan ada pertimbangan khusus atau umum.
Sebutan metafisika dan fisika tidak bisa dibedakan secara jelas. Metafisika
bukan sebutan yang berasal dari Aristoles, melainkan dari Andronikos tatkala dia
menyusun kembali karya-karya Aristoles tentang Filsafat Pertama: filsafat yang
berbicara tentang hal-hal gaib. Karya tersebut ditempatkan sesudah karya-karya
Aristoteles tentang fisika sehingga dinamakan meta ta fusika.
Kata meta bermakna ganda: sesudah dan di belakang. Judul meta ta fusika
dipandang sebagai judul yang tepat untuk mengungkapan wawasan Aristoteles
mengenai hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala fisik.
4. Yang Ada
Ajaran Aristoteles tentang yang ada berakar pada ajaran Plato, gurunya,
terutama tatkala Plato berusaha memecahkan persoalan yang dihadapi Herakleitos
dan Parmenides berdasarkan perspektif keberadaan manusia. Namun, pemecahan
Plato bukanlah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan titik persoalan tersebut, sebab
baik Herakleitos maupun Parmenides diperhadapkan pada pokok persoalan yang
27
sulit: apakah kenyataan itu berada dalam ada yang tidak berubah atau di dalam
gejala yang senantiasa berubah?
Yang serba bergerak dan berubah diakui keberadaannya dan dikenal melalui
pengamatan;
yang tetap dan tidak berubah, yaitu idea-idea dikenal dengan akal.
Dengan demikian, Plato mengakui adanya dua bentuk yang ada, yaitu:
Hubungan antara kedua bentuk yang ada itu dijelaskannya sebagai berikut:
ada yang tampak, yang berubah merupakan pengungkapan dari ada yang
tidak tampak, yaitu idea-idea.
Aristoteles tidak setuju dengan solusi yang diberikan Plato. Baginya, ada atau
ousia (hanya dimiliki oleh benda-benda yang konkrit) artinya yang sungguh-sungguh
nyata, ada dalam wujud benda yang konkrit. Di luar benda-benda yang konkrit
atau pun yang berada di sampingnya dinyatakan tidak ada. Ada yang bersifat
umum, yang mengungkapkan jenis sesuatu ditemukan di dalam benda yang konkrit
dan bersama-sama dengan benda yang konkrit itu.
Dari paparan ini tampak bahwa bagi Aristoteles, yang sungguh-sungguh ada
terarah kepada dunia empiris, dunia pengalaman. Sasaran pengetahuan ilmiah
adalah hal yang umum yang ada di dalam benda-benda yang konkrit.
28
5. Potensi dan Aksi
Menurut para filsuf Elea (Parmenides, Zeno), gerak dan perubahan merupakan
khayalan. Aristoteles menolak pandangan tersebut. Ditegaskannya bahwa yang ada
dalam arti yang mutlak adalah segala sesuatu yang berwujud. Yang tidak ada
hanya bisa menjadi ada secara mutlak atau menjadi ada yang berwujud konkrit
hanya jika melalui sesuatu. Di antara yang ada dan yang tidak ada secara mutlak
itu terdapat ada yang nyata-nyata mungkin atau yang ada sebagai kemungkinan,
sebagai bakat, sebagai potensi, sebagai dunamis.
Yang ada sebagai potensi pada dirinya sendiri bukanlah sesuatu, walaupun
memiliki kemungkinan untuk menjadi sesuatu. Yang ada sebagai potensi cenderung
menjadi ada yang berwujud sehingga yang ada sebagai potensi bisa dilihat
sebagai perealisasian dari ada yang berwujud. Pada prinsipnya, keduanya harus
dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan.
Dalam lingkup pengertian yang lebih luas, gerak dan perubahan mencakup hal
menjadi dan binasa serta segala perubahan lainnya, baik dalam lingkup bilangan
maupun dalam lingkup mutu dan ruang. Sesungguhnya, setiap gerak mewujudkan
sebuah perubahan dari apa yang ada sebagai potensi ke ada yang berwujud. Oleh
karena itu, setiap gerak mewujudkan suatu perpindahan dari apa yang ada sebagai
potensi ke ada yang berwujud.
Menurut Aristoteles, ada yang berwujud dari dirinya sendiri tidak memiliki
potensi untuk mengubah dirinya sendiri. Untuk itu diperlukan suatu penggerak yang
dari dirinya sendiri memiliki kesempurnaan dan tidak perlu disempurnakan lagi.
Penggerak pertama yang tidak bisa digerakan oleh penggerak yang lain ini tidak
bisa dibagi-bagi, tidak memiliki keluasan serta bersifat fisik. Kuasanya tidak
terhingga dan kekal. Penggerak pertama tidak berasal dari dunia, sebab di alam
jagat ini tiap gerak digerakan oleh sesuatu yang lain. Penggerak pertama adalah
Allah. Dia adalah penyebab gerak abadi, yaitu penggerak yang tidak bisa
digerakkan, karena bebas dari materi. Allah adalah Actus Purus, Aktus Murni.
29
yang dimiliki bersama oleh segala sesuatu yang menjadi dan binasa. Dari dan
melalui materi pertama, bentuk segala sesuatu disempurnakan.
Pengertian materi dan bentuk, asas gerak dan tujuan dipergunakan untuk
mengembalikan segala sesuatu kepada dasar atau asasnya yang terakhir. Bentuk ada
atau asas ada (eidos, morfe) sudah digagaskan Plato dalam ajarannya tentang idea.
Namun, bentuk dalam konsep Aristoteles sangat berbeda dengan bentuk dalam
pemahaman Plato.
Bagi Plato, bentuk, eidos atau idea adalah pola bagi segala sesuatu yang ada
di dunia ini dan tempatnya berada di luar dunia nyata ini, berdiri sendiri,
terpisah dari benda-benda yang konkrit.
Bagi Aristoteles, bentuk, eidos merupakan asas imanen atau asas yang berada
di dalam benda yang konkrit dan secara sempurna menentukan jenis benda itu
serta menjadikan benda yang berwujud konkrit disebut dengan nama sesuatu
(meja, kayu, dll).
Baginya, semua pengertian yang terkonsep dalam pemikiran manusia (meja,
kursi, dll) tidak sesuai dengan realitas idea yang berada di dunia idea, tetapi
sesuai dengan jenis benda yang konkrit. Kesatuan benda-benda yang ada
(konkret, nyata) bukan berada di luar benda tersebut, melainkan di dalam
benda itu sendiri.
Secara mutlak, materi adalah asas atau lapisan bawah yang paling umum dan
terakhir. Setiap benda konkret tersusun dari materi: materi mutlak perlu untuk
membentuk segala sesuatu.
Materi in se (pada dirinya sendiri) berarti: terlepas dari segala bentuk, tidak
memiliki kenyataan, tetapi tidak berdiri sendiri.
Materi bukanlah hal yang sama sekali tidak ada. Materi adalah kenyataan
yang belum terwujud, belum ditentukan, tetapi memiliki potensi, bakat untuk
menjadi terwujud dan ditentukan oleh bentuk.
Di dalam materi, ada potensi, kemungkinan untuk menjadi nyata karena
kekuatan yang membentuknya.
Bentuk bisa menjadikan materi sebagai sesuatu yang nyata. Walaupun
demikian, bentuk bukanlah pola kekal dari segala sesuatu yang nyata dan
bukan hanya idea.
Bentuk merupakan tujuan yang kelak dicapai oleh materi serta kekuatan yang
menjadikan materi sebagai sesuatu yang nyata.
Walaupun demikian, materi dan bentuk tidak bisa dipisahkan. Materi tidak
bisa ada tanpa bentuk dan bentuk tidak bisa ada tanpa materi. Setiap benda
yang konkret tersusun dari bentuk dan materi.
Materi adalah rangkuman dari segala sesuatu yang belum ditentukan dan
belum berwujud; bentuk memberikan kesatuan kepada benda tersebut.
Walaupun materi baru berwujud apabila dibentuk, namun materi tidak pasif.
Materi bisa menentang kekuatan yang membentuknya. Akibatnya, materi tidak
pernah mendapatkan bentuknya yang sempurna seperti yang ada pada
jenisnya (setiap benda adalah penampakkan yang kurang sempurna dari
jenisnya).
30
Setiap benda yang sudah berbentuk bisa menjadi materi bagi benda yang
lain: sepotong kayu terbentuk dari materi dan bentuk. Kayu tersebut bisa dipahat
menjadi sebuah patung. Potongan kayu berfungsi sebagai materi, sedangkan patung
menjadi bentuknya.
Gagasan mengenai bentuk dan materi tidak hanya berlaku bagi benda-benda
buatan manusia, tetapi juga bagi hal-hal alamiah yang di dalam dirinya memiliki
potensi, atau kemungkinan untuk berkembang atau memiliki sumber gerak: biji memiliki
potensi untuk bertumbuh dan berkembang menjadi sebatang pohon.
Menurut Aritoteles, setiap gerak memiliki tujuan. Dunia ini memiliki dan
bergerak menuju tujuan tertentu. Perkembangan dunia tergantung pada tujuannya itu.
Segala sesuatu yang ada di alam ini memiliki tujuan dan setiap benda yang
berwujud konkrit di alam ini memiliki potensi untuk merealisasikan dirinya sesuai
dengan tujuannya itu. Tujuan setiap pergerakan adalah menyempurnakan bentuknya.
Namun, tujuan final dari pergerakan semua badan jagat raya ini bukan untuk
mencapai kesempuranaan, melainkan terarah pada Penggerak yang Tidak bisa
Digerakkan (tidak berada di dalam ruang yang terbatas, tidak bersifat bendani),
bentuk atau Aktus Purus, yaitu Allah sendiri. Dia adalah Penggerak segala badan
jagat ini.
8. Manusia
Tubuh adalah materi, jiwa adalah bentuk; tubuh adalah potensi, jiwa adalah
aktus. Jiwa adalah aktus pertama (aktus yang paling asasi). Karena jiwa, maka tubuh
menjadi tubuh yang hidup. Jiwa adalah asas hidup, asas segala arah hidup yang
menggerakan tubuh dan memimpin semua perbuatan manusia menuju tujuannya.
Terjadinya jiwa dihubungkan dengan pengembangan tubuh. Tatkala manusia mati,
jiwa pun binasa sehingga tiada pra-eksistensi jiwa dan tiada jiwa yang tidak dapat
mati.
31
9. Pengenalan
Pengenalan Inderawi
Pengenalan inderawi memberikan pengetahuan tentang bentuk benda,
tanpa materi. Hal ini terjadi karena di dalam benda itu sendiri sudah
terkandung kualitasnya (bunga merah: kualitas merah sudah terkandung
di dalam bunga itu sendiri).
Pengenalan atau pengetahuan inderawi hanya bertautan dengan
kenyataan konkrit dari sebuah benda.
Pengenalan rasional
Pengenalan rasional menyentuh dan mengenal hakikat dan jenis sesuatu.
Pengenalan rasional menuntun manusia kepada pengetahuan rasional,
dan tidak bertautan dengan pengetahuan tentang hal-hal yang konkrit.
Pengenalan rasional hanya bersentuhan dengan hal-hal yang umum.
Jalan menuju pengenalan atau pengetahuan rasional adalah abstraksi:
tatkala melihat sebuah meja, hakekat meja yang berbentuk tertentu
dilepaskan sebab akal tidak memiliki idea bawaan. Dengan akalnya,
manusia harus melepaskan atau mengabstraksikan ideanya berdasarkan
benda-benda konkret itu.
10. Etika
Tujuan yang ingin dikejar dan digapai adalah diri sendiri, bukan kepentingan
orang lain. Isi kebahagiaan setiap manusia yang bertindak atau berbuat
menghasilkan sesuatu adalah: kesempurnaan tindakan atau perbuatan itu sendiri.
32
11. Negara
33
FILSAFAT HELENISME dan ROMAWI
1. Pengantar
Landasan pemikiran filosofis Epikuros terorientasi pada satu tujuan hakiki, yaitu
menjamin kebahagiaan manusia. Itu berarti, inti pemikiran filosofisnya berintikan
ajaran tentang Etika, sedangkan Fisika dan Teori Pengenalan hanya berfungsi
sebagai persiapan menuju ajarannya tentang Etika.
2.1.1. Atom
Menurut Epikuros, tiada suatu pun yang ada yang berasal dari yang tidak ada
dan tiada suatu pun yang ada dan kemudian menjadi tidak ada. Alam semesta itu
kekal dan tidak terbatas. Alam ini dibentuk dari benda-benda yang bisa diamati dan
oleh ruang kosong yang ditempati benda-benda tersebut.
Benda-benda itu terbentuk dari atom yang sudah ada sejak kekal bersamaan
dengan adanya ruang kosong. Semua atom tidak bisa dibagi dan tidak bisa binasa;
memiliki bentuk, berat dan besarnya, kendati bentuknya berbeda-beda; sangat kecil
sehingga tidak bisa diamati.
Semua atom bergerak. Pada awalnya, karena terlalu berat, maka atom-atom
itu bergerak dari atas ke bawah ibarat hujan atom. Akan tetapi, ada beberapa atom
yang menyimpang sehingga terjadi tabrakkan dan penimbunan atom. Karena
peristiwa tabrakan ini, maka atom-atom itu berputar: yang berat bergerak ke tengah;
yang ringan ke tepi.
Di dalam dan melalui gerak dan tabrakan atom-atom inilah alam raya
terbentuk. Para dewa tidak campur tangan dalam pembentukan dan perkembangan
alam ini.
2.1.2. Jiwa
Menurut Epikuros, jiwa itu adalah atom yang berbentuk bulat dan licin.
Sesungguhya, hakekat jiwa adalah: tubuh halus di dalam tubuh. Jiwa itu tidak akan
34
pernah ada apabila tidak ada tubuh yang kasar. Setelah hidup fisik (tubuh kasar) di
dunia ini berakhir, jiwa dilarutkan kembali ke dalam atom sehingga tiada lagi.
2.1.3. Pengenalan
2.1.4. Etika
Ketenangan jiwa manusia diancam oleh ketakutan atas murka para dewa, maut
dan nasib. Baginya, ketakutan itu tidak berdasar dan tidak masuk akal sebab para
dewa tidak campur tangan dalam urusan dunia ini.
Berakar pada keyakinan ini, maka ditegaskannya bahwa di akhirat tidak ada
hukuman. Setelah mengalami kematian tubuh, manusia tidak akan mengalami
penderitaan apa pun di akhirat. Maut bukanlah sesuatu yang jahat. Selama masih
hidup, manusia tidak akan mati dan apabila mati, maka manusia dianggap tidak ada
lagi.
Manusia tidak perlu takut terhadap nasib sebab tidak ada nasib dan manusia
sendirilah yang menguasai nasib serta semua perbuatannya. Sebagaimana atom bisa
mengubah pergerakannya (kemungkinan perubahan itu selalu ada), demikian juga
manusia bisa mengubah kehendaknya dan menentukan keadaannya. Itu berarti, tidak
ada nasib.
Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa seseorang harus hidup miskin.
Kebahagiaan tidak terletak pada harta dan kenikmatan yang diperoleh darinya.
Kunci kebahagiaan adalah: perasaan yang memungkinkan seseorang untuk
menentukan perbuatannya yang mampu mendatangkan kebahagiaan. Apabila
seseorang terpaksa memilih dari pelbagai bentuk keinginannya, maka kemungkinan
yang harus dipilih adalah keinginan yang bisa memberikan kenikmatan yang
mendalam dan lama. Berkenaan dengan itu, salah satu sarana untuk menopang
kebahagiaan adalah persaudaraan.
Aristippos dan Epikuros mengajarkan tentang hal yang sama, yaitu teori
kenikmatan (hedone). Perbedaannya: menurut Aristippos, kenikmatan badaniah lebih
berbobot daripada kenikmatan rohaniah; bagi Epikuros, ketenangan batin yang
bersifat rohani lebih berbobot dibandingkan dengan kesehatan badaniah.
2.2. Stoa
Stoa didirikan oleh Zeno. Sesungguhnya sebutan Stoa diturunkan dari kata Stoa
Poikila (tempat Zeno mengajar, yaitu di gang, di antara tiang-tiang). Sejarah aliran
Stoa meliputi tiga tahap, yaitu:
Stoa Yunani Kuno (336-264 Sebelum Masehi). Inti ajarannya mirip dengan
ajaran Antisthenes.
Stoa zaman pertengahan (150-100 Sebelum Masehi. Zaman ini disebut dengan
zaman Helenisme dan Romawi.
Stoa Baru pada Zaman Romawi (50-200 Masehi. Tokoh-tokonya: Seneca dan
Kaisar Markus Aurelius.
36
2.2.1. Filsafat dan Fungsinya
Pandangan Stoa tentang dunia bersifat materialis. Menurut aliran ini, sesuatu
dikatakan nyata apabila bersifat jasmani. Segala sesuatu yang tidak nyata, tidak
mengambil tempat dianggap tidak ada.
Di antara kaum Stoa ada yang percaya akan adanya Allah. Bagi mereka
Allah itu bersifat jasmani, bendani. Allah diidentikan dengan alam.
Segala sesuatu dijadikan berkat kekuatan Ilahi atau kekuatan alam. Kekuatan
Ilahi yang bersifat jasmani ini menjiwai segala sesuatu, ibarat api atau nafsu meresapi
seluruh jagat raya ini.
Dari kekuatan Ilahi yang berfungsi sebagai nafsu dunia ini muncul empat anasir
(stoikheia), yaitu api (yang terpenting), hawa, air dan tanah. Keempat anasir ini saling
meresapi. Dari keempat anasir ini berkembang dunia dan seisinya. Perkembangan itu
terjadi dalam satu tahun dunia.
Di akhir tahun dunia ini, seluruh jagat akan dilarutkan lagi ke dalam api.
Sesudah itu akan dimulai kembali sebuah perkembangan baru. Inilah urutan terjadinya
dunia secara ritmis.
Dunia ini dikuasai oleh logos, yaitu akal atau ratio Ilahi. Logos juga dimengerti
sebagai tata tertib dunia yang melahirkan segala sesuatu, mengatur dan memimpin
segala sesuatu kepada suatu tujuan. Konsekuensinya, segala sesuatu ditaklukan dalam
dan oleh hukum logos, kepada nasib yang tidak bisa diubah.
2.2.4. Kejahatan
Menurut aliran Stoa, kejahatan di dunia ini hanya bersifat semu. Segala sesuatu
dianggap jahat apabila dilihat dari keseluruhan dunia ini yang pada prinsipnya baik.
Segala sesuatu dianggap sebagai perusak keselarasan dunia ini apabila dilihat
hakekat dari sebagian keselarasan itu sendiri.
37
2.2.5. Jiwa
Jiwa manusia bersifat jasmani sebab jiwa merupakan bagian dari nafsu dunia
atau nafsu ilahi. Jiwa memiliki hubungan dengan tubuh: jiwa adalah napas hidup: jiwa
menjiwai serta menggerakan tubuh.
Pusat jiwa adalah hati; jiwa juga menjadi tempat akal dan pusat kehangatan
hidup. Namun yang memimpin manusia adalah akal, yaitu bagian jiwa yang berfungsi
untuk memerintah. Jiwa memiliki alat-alat yang keluar dari hati, pusat jiwa. Yang
berfungsi sebagai tangan jiwa adalah panca indera, kekuatan untuk berbicara dan
untuk berbiak. Setelah mati, maka jiwa manusia akan larut ke dalam jiwa dunia.
2.2.6. Logika
Bagi Stoa, logika merupakan pagar filsafat yang memagari ladang dengan
aneka tumbuhan yang tumbuh dan berkembang di dalamnya. Sebagai pagar, logika
terdiri dari: logika formal, ajaran tentang pengenalan dan retorika.
Kendati mengajarkan perihal logika formal, namun ajaran ini dipandang tidak
terlalu penting bagi Stoa. Ajaran ini dimunculkan hanya untuk mengoreksi ajaran
Aristoteles yang beralih dari logika penggolongan ke logika proposisi.
2.2.6.2. Pengenalan
2.2.6.3. Retorika
38
2.2.7. Etika
Berkenaan dengan etika, Stoa mengajarkan bahwa manusia bagian dari dunia.
Manusia mengemban tugas luhur, yaitu hidup selaras dengan keselarasan dunia. Tugas
ini hanya mungkin terpenuhi apabila manusia menjalani hidup yang selaras dengan
dirinya sendiri, yaitu hidup sesuai dengan akal, baik akalnya sendiri maupun dengan
tata-tertib dunia yang akali atau hukum dunia yang bersifat ilahi.
Menurut Stoa, akal yang benar atau akal yang selaras dengan akal dunia
adalah kebajikan. Apabila seseorang mengembangkan cara hidup demikian, maka
orang tersebut akan mengalami kebahagiaan.
Cita-cita tertinggi yang ingin dicapai adalah apatheia, yaitu keadaan tanpa
pathe, tanpa rasa. Walaupun demikian, apatheia tidak dipahami sebagai keadaan di
mana manusia tidak lagi memiliki perasaan, tetapi keadaan di mana manusia mampu
menguasai segala gerak perasaannya sehingga sekalipun merasa sakit, orang
tersebut tidak akan pernah mengeluh atau meminta untuk dikasihani.
Aliran ini juga menegaskan bahwa ada aneka bentuk rasa (efek):
Ada nafsu (hedone) yang muncul karena pengertian yang keliru terhadap
benda-benda duniawi saat ini.
Ada keinginan (epithumia) yang muncul karena pengertian yang keliru tentang
benda di masa depan.
Ada kesedihan (lupe) yang muncul karena pengertian yang keliru terhadap
kejahatan masa kini.
Ada kesakitan (phebos) yang muncul karena pengertian yang keliru terhadap
kejahatan di masa yang akan datang.
39
Secara teoritis, Stoa bersifat materialis. Namun dalam lingkup praktis, aliran ini
bermaksud untuk membebaskan manusia dari belenggu benda dengan mencita-
citakan hidup rohani demi memperoleh ketenangan batin.
2.3. Skeptisisme
Salah seorang filsuf yang beraliran Skeptisisme adalah Pyrrho dari Elis. Inti
pemikirannya adalah relativisme.
Oleh karena itu, manusia dituntut untuk sedikit mungkin bertindak. Kunci
kebahagiaan terletak pada titik ini: dengan penuh kesengajaan, manusia tidak
berbuat dan tidak membuat penilaian.
Penamaan ini tidak mengandung arti bahwa aliran ini merupakan kelanjutan
murni Filsafat Pythagoras. Kepustakaan yang diterbitkan pada awal Sebelum Masehi
memunculkan dua nama, yaitu Pythagoras dan Plato untuk memperlihatkan bahwa
tulisan-tulisan tersebut sungguh-sungguh pengulangan dari gagasan Pythagoras dan
Plato.
Pengikut aliran ini bernama Appolonius (hidup di abad I Sebelum Masehi). Inti
ajaran aliran ini merupakan perpaduan antara ajaran Aristoteles dan Stoa, terutama
ajaran Plato. Pandangan dualisme Plato yang membuat perbedaan tegas antara
dunia rohani dan dunia bendawi dijelaskan dengan cara lain oleh aliran ini
(Neopythagorisme).
Bagi aliran ini, yang ilahi adalah yang ada, yang tidak bergerak, realitas
yang sempurna, substansi yang tidak berjasad. Sedangkan realitas yang bendawi,
pada dirinya merupakan gerak yang tidak teratur, potensi murni sehingga dijadikan
sebagai pengandaian bagi eksistensi segala sesuatu.
40
pola tersebut. Akan tetapi, menurut aliran ini, idea-idea serentak diakui sebagai
bilangan (pengaruh gagasan Pythagoras).
Antara yang ilahi dan yang bendawi tidak memiliki hubungan antara satu
dengan yang lainnya, maka keanekaragaman dunia ini terjadi bukan karena
penciptaan yang ilahi, melainkan karena hasil karya jiwa-dunia yang berfungsi
sebagai demiourgos (tukang). Sebagai penghubung antara alam rohani dan alam
bendawi, maka diciptakan banyak tokoh setengah dewa dan demon-demon.
Yang ilahi tidak bisa didekati, terlalu tinggi dan jauh dari manusia. Oleh
karena itu, manusia tidak bisa memuja dan menyembahnya. Akan tetapi, beberapa
pengikut aliran ini yang mengakui bahwa yang ilahi serentak diakui sebagai yang
imanen.
2.4.2. Manusia
Menurut aliran ini, manusia memiliki dua daya, yaitu: Pertama, daya untuk
mengenal dunia rohani (nous), daya intuitif. Daya ini bekerja sama dengan akal
(dianoia) dan berkat kerja sama tersebut, manusia mampu berpikir dan berbicara
tentang hal-hal yang bersifat rohani. Kedua, daya pengamatan (aisthesis). Berkat
daya ini, manusia bisa mengamati segala sesuatu secara langsung hingga memperoleh
gambaran, gagasan serta pengetahuan berdasarkan pada pengamatan itu sendiri.
Manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Kedua unsur ini berdiri sendiri, yang satu
terpisah dari yang lain. Jiwa berada di dalam tubuh, seperti terkurung dan terpenjara
di dalamnya. Satu-satunya kekuatan yang mampu melepaskan jiwa dari kungkungan
tubuh adalah kematian. Akan tetapi ada juga sekelompok aliran ini yang
mengajarkan tentang perpindahan jiwa.
Yang Ilahi tidak bisa dikenal, namanya tidak bisa diucapkan dan sifat-sifatnya
tidak bisa dimengerti. Yang Ilahi jauh lebih tinggi dari yang bendawi.
41
Di antara yang ilahi dan yang bendawi terdapat tokoh-tokoh setengah dewa,
para demon. Tokoh-tokoh ini sangat berpengaruh terhadap proses perjalanan segala
sesuatu di dunia ini.
Adanya dunia bukan hanya karena kehendak yang ilahi, melainkan juga
karena bantuan yang lain, yaitu asas yang bertentangan dengan yang ilahi, yaitu
jiwa-dunia yang jahat. Dunia merupakan perpaduan dari yang ada dan yang tidak
ada, yang baik dan yang jahat. Yang baik berasal dari yang ilahi; yang jahat
berasal dari jiwa-dunia.
2.5.2. Jiwa
Menurut aliran ini, jiwa manusia merupakan salah satu dari demon-demon yang
rendah. Setelah mengalami proses penyucian dalam tubuh, jiwa akan kembali ke
dalam persekutuan dengan demon-demon tersebut.
Inti ajaranya adalah sebagai berikut: di dalam yang ilahi dibedakan antara:
Ilah yang pertama, yaitu ilah dalam arti sempit: ilah tersebut tidak
berhubungan dengan dunia ini;
Ilah yang kedua adalah demiourgos. Ilah ini menyebabkan adanya dunia;
Ilah yang ketiga merupakan hasil karya dari demiourgos, yaitu dunia ini.
42
FILSAFAT YAHUDI
1.1. Allah
Allah adalah sosok Adikodrati. Dia adalah Roh, tidak dijadikan, tidak memiliki
sifat-sifat manusiawi, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, tidak berwujud.
Allah itu transenden, tidak berada di dunia; Allah berada di seberang sana.
Allah itu tidak memiliki nama. Manusia hanya mengenal bahwa Allah itu ada, namun
tidak tahu bagaimana rupa-Nya.
Allah adalah Sang Ada. Kendati sosok-Nya tidak bisa dikenal, manusia bisa
menjelaskannya dari perspektif yang positif: Allah itu Esa. Dia memiliki kesempurnaan
tertinggi, keindahan yang asali, kebaikan yang mutlak dan Mahakuasa. Dia memiliki
aksi, kerja, tidak bisa disangkal.
Secara mutlak, Allah berbeda dan harus dibedakan dari kosmos: Allah itu Roh,
sedangkan kosmos adalah benda. Allah tidak bisa dipersatukan dengan dunia kosmos.
Lleh karena itu dibutuhkan pengantara.
Semua sebutan ini dipersatukan dalam istilah Logos: Pengantara Allah dan
dunia. Logos adalah idea dari semua idea, kebijaksanaan, kekuatan dunia yang
universal. Walaupun demikian, Logos bukanlah Allah dan bukanlah makhluk biasa;
Logos bukan tidak dijadikan dan tidak dijadikan seperti makluk duniawi lainnya.
43
Logos adalah Allah kedua, Anak Allah yang sulung, Juru Bahasa Allah, Wakil Allah,
Parakletos.
1.2. Dunia
Menurut Philo, dunia tidak dijadikan, tetapi dibentuk oleh Logos. Kekuatan
Logos memasuki benda, mengenakan benda sebagai pakaiannya sehingga benda
tersebut bisa terbentuk menjadi dunia menurut gambar dan rupa-Nya sendiri.
1.3. Manusia
Jiwa manusia dibedakan atas dua, yaitu: Psukhe (jiwa sebagai kekuatan hidup)
dan nous, dianoia, psukhe logike (jiwa yang bersifat akali). Sebagai kekuatan hidup,
jiwa berada di dalam darah dan tidak bisa binasa; sedangkan jiwa akali adalah jiwa
yang lebih tinggi sebab bersifat ilahi.
Sebelum dilahirkan, manusia sudah memiliki jiwa. Jiwa tersebut tidak bisa
binasa. Jiwa memasuki tubuh dari luar dan dipenjara di dalam tubuh. Akibatnya,
kehidupan di dunia ini menjadi sebuah kejahatan. Kematian mewujudkan sebuah
kebebasan sebab seseorang dibangkitkan kepada kehidupan yang sejati dan
kepada kebebasan.
Tujuan hidup manusia adalah menjadi sama dengan Allah. Satu-satunya jalan
menuju Allah adalah pengetahuan. Agar manusia bisa memperoleh pengetahuan,
maka dibutuhkan bantuan Logos, Sang Sumber Pengetahuan.
Untuk menerima daya kerja Logos, manusia dituntut untuk menjauhkan diri dari
dunia dan segala bentuk hawa nafsu, menantang segala perangsang yang berasal
dari luar diri serta terarah kepada dirinya sendiri.
1.5. Kebajikan
44
mengarahkan manusia untuk bertindak saleh (susilah); c) Ekstase: menenggelamkan diri
ke dalam yang Ilahi.
2. Neoplatonisme
Pendiri aliran ini adalah Ammonius Sakkas dari Aleksandria (175-242). Akan
tetapi, dia tidak meninggalkan tulisan apapun sehingga ajarannya tidak bisa
diketahui oleh dunia. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Plotinos. Adapun pandangan
filosofis Plotinos:
Allah tidak termasuk dalam dunia ini, tetapi dalam dunia yang tidak bisa
diamati dan melampaui dunia ini.
Allah itu Esa dan tidak bisa dibandingkan dengan apa pun yang ada.
Allah mengatasi semua hal yang berlawanan, karena Dia Esa dan Sempurna.
Manusia tidak akan pernah mampu mendekati Allah dengan nalar sebab di
dalam pemikiran manusia masih ada pembedaan antara subyek dan obyek,
serta pembedaan antara perbuatan memikirkan dan pikiran.
Allah tidak memiliki predikat dan tidak memiliki sifat, juga tidak bisa dikatakan
apakah memiliki kesadaran dan kehendak atau tidak.
Allah itu Esa, yang Pertama, Yang Kekal, Yang Tertinggi, Yang Terbaik, Yang
mengatasi Semua Perlawanan, Bebas dari semua Pengertian sebab dalam diri-
Nya, Dia Sempurna (dipengaruhi oleh ajaran Neopytagorisme, Platonisme
Tengah dan Philo.
45
2.3. Asal Usul Alam Semesta
Jagat raya dan seisinya berasal dari Yang Ilahi.
Yang Ilahi adalah Sumber yang mengalirkan segala sesuatu keluar atau
laksana terang harus bersinar dalam kegelapan.
Sejak kekal, dunia sudah ada secara terpendam di dalam Yang Ilahi.
Proses asalnya alam ini sebagai berikut:
semakin jauh hal-hal yang mengalir dari sumbernya, semakin tidak
sempurna keadaannya.
Pengaliran itu terjadi secara bertahap.
Tahap pertama adalah nous (roh, roh ilahi, bukan Allah), yaitu dunia
ide, dunia roh.
Nous tidaklah sempurna sebab pada tahap ini Yang Esa sudah
membedakan diri dalam kedwitunggalan yang terdiri dari
memikir dan pikiran, karya akal dan isi akal, subyek dan obyek.
Karya memikir bukanlah perbuatan menguraikan, melainkan suatu
pandangan rohani, sebuah permenungan untuk memperlihatkan
bahwa di dalam perbuatan memikir tidak ada obyek yang
dipikirkan yang berada di luar pikiran.
Di dalam dirinya, perbuatan memikir itu memiliki obyeknya
tersendiri. Karena perbuatan memilikir, “yang ilahi” sadar bahwa
Dia ada. Dia berpikir, maka Dia berada. Yang ada identik
dengan memikir. Yang dipikir atau obyek pikiran itulah idea.
Tahap kedua adalah jiwa (psukhe): jiwa dunia (dunia yang bersifat
jiwani).
Nous adalah gambar “Yang Esa”, sedangkan jiwa adalah
gambar nous.
Jiwa berhubungan dengan nous yang terang dan benda yang
gelap.
Jiwa menjadi penghubung atau pengantara antara nous dengan
benda.
Seperti nous, jiwa itu dwitunggal: memiliki identitas dan
perubahan atau kesamaan dan variasi.
Di antara jiwa dunia dan dunia benda terdapat jiwa-jiwa
perorangan.
Dalam keseluruhannya, jiwa dunia hadir dalam setiap jiwa dan
setiap jiwa mendukung jagat raya.
Jiwa perorangan serentak mewujudkan dan mengungkapkan jiwa
dunia.
Sebelum manusia lahir, jiwa sudah ada. Oleh karena itu, Plotinus
mengajarkan adanya pra-eksistensi jiwa dan ada perpindahan
jiwa.
46
Konsekuensinya: 1) dualisme antara dunia yang tampak dan
dunia yang tidak tampak ditiadakan; 2) baik roh maupun benda
hanya menjadi mata rantai atau alat penghubung untuk
mengalirkan segala sesuatu yang keluar dari Yang Ilahi.
Walaupun demikian, tetap ada perbedaannya:
o Benda-benda adalah bagian dari kegelapan yang membatasi
terang dan harus diterangi oleh sinar.
o Benda merupakan lapisan dasar segala hal yang tampak,
namun tidak memiliki realitas.
o Benda hanya memiliki potensi (kemungkinan) yang
memungkinkan segala sesuatu berada di dalam ruang dan
waktu.
o Agar potensi itu menjadi kenyataan, maka dibutuhkan bentuk.
o Bentuk terdapat dalam jiwa dunia, sejauh jiwa dunia
dipandang sebagai Logos atau idea dunia yang tampak.
o Konsekuensinya, yang dipandang sebagai idea adalah dunia
roh atau nous.
o Hal ini digambarkan dengan lambang ini: terang yang asali
bersinar di dalam kegelapan sehingga dengan sendirinya jiwa
dunia dihubungkan dengan benda. Penyatuan antara bentuk
dan benda menyebabkan adanya dunia dan dengan demikian
jagat mewujudkan gambaran tentang dunia idea.
o Jagat berada dalam satu kesatuan yang organis. Di jagat ini,
jiwa dunia menjadi asas segala fungsi sehingga semua
kekuatan bisa dihubungkan antara satu dengan yang lainnya.
2.4. Manusia
2.4.1. Jiwa Manusia
Sejak kekal, jiwa manusia berada dalam jiwa dunia dan bersama jiwa dunia
memandang Yang Ilahi.
Menurut tabiatnya, jiwa harus melahirkan tubuh. Namun jiwa lebih suka
menciptakan suatu tubuh sehingga darinya jiwa menemukan gambarannya
sendiri. Akibatnya, penggabungan jiwa dengan tubuh menjadi sebuah hukuman.
Manusia memiliki tiga substansi: roh (nous), jiwa (psukhe) dan tubuh (soma).
Ketiga substansi ini membentuk manusia sebagai satu keseluruhan dan jiwa
(tempat kesadaran) menjadi pusat.
Tubuh mewujudkan alat bendani, sedangkan roh berada dalam kesatuan
dengan nous yang tertinggi, yaitu Yang Ilahi.
47
Jalan untuk kembali (remanasi) kepada Yang Ilahi ini bertahap-tahap sama
seperti inti ajarannya tentang emanasi (pengaliran keluar).
Adapun jalan remanasi yang diajarkan Plotinus: melakukan kebajikan umum,
berfilsafat dan mistik
2.4.3.2. Berfilsafat
2.4.3.3. Mistik
48