Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nazareth Nababan

NIM : 17-3208

Mata kuliah : Teologi Komunikasi

Dosen : Pastor Alfonsus Very Ara

Refleksi Pribadi mengenal Teologi Komunikasi

Pada dasarnya Komunikasi merupakan suatu interaksi yang dibangun oleh masing-
masing pribadi, yang mengakui dirinya saling membutuhkan sehingga dijalin sebuah ikatan
atau hubungan demi mencapai tujuan bersama. Komunikasi secara fundamental memilki
subjek yang berinisiatif (yang memulai/Beginner) dan subjek yang menanggapi
(penanggap/responsive). Tentu melalui sistem komunikasi yang demikian, Allah sebagai
esensi Maha Agung dalam kacamata manusia, yang telah membangun dasar komunikasi
tersebut terhadap kita. Demikian pula yang tercatat di dalam Kejadian 12:1-3, Allah yang
telah membuka diri terhadap pengenalannya dengan umat manusia, yaitu Abraham. Allah
membuka diri melalui panggilannya, Abraham membuka untuk mendengar panggilannya itu
serta menanggapinya. Kejadian 12:1-3,”Pergilah..., engkau akan menjadi berkat”, maka
perintah dan janji pun diberikan (ayat 2-3). Abraham sebagai responsive menghidupi
keterpilihan dan panggilan itu, sehingga ayat 4 Abraham tidak mengajukan diskusi kembali
dan segera melaksanakan perintah itu.

Sama hal nya dengan kehidupan saya pribadi. Sulit sekali untuk menjadi seorang
Abraham di zaman ini dan benar pada hakikatnya saya sendiri belajar bukan untuk menjadi
seorang Abraham (imitatio). Diatas itu, bagi saya panggilan ini merupakan keterpilihan Allah
demi tercapainya tujuan-Nya yaitu Keselamatan. Sama seperti Abraham, ia sendiri tidak
mengetahui apa alasan Pribadi Allah itu memilih dia sebagai bapa orang-orang percaya.
Tetapi apa yang diberikan Abraham? Yaitu sebuah tanggapan atau pun jawab “YA”.
Tanggapan itu terlihat ketika Abraham tidak berkompromi lagi dengan “keterpilihannya” itu.
Saya yakin jalan hidup saya ini adalah sebuah keterpilihan dan saya berusaha mulai dari awal
keterpilihan itu, untuk selalu memberikan respons yang positive kepada-Nya. Allah akan
turut bekerja di dalam orang-orang yang menanggapi panggilannya sehingga ia turut terpilih.
Keterpilihan saya ini adalah suatu awal yang baru untuk hidup bertindak, berpikir,
memutuskan dan menjejaki sebagai mahasiswa Teologi. Citra pemberita Firman haruslah
mulai saya jejaki dari awal ini sehingga melalui kehadiran saya kelak berdampak harmonis
dalam hidup di tengah-tengah umat.

Tentu perubahan yang saya bangun dari dini di kampus ini adalah sebagai perwujudan
persiapan memasuki hidup yang Allah janjikan bagi perjalanan hidup. Janji Allah kepada
Abraham adalah melalui pribadinya, orang-orang di seluruh bumi mendapat berkat.

Defenisi berkat masing-masing hati tentu berbeda, ada saja yang menyebutnya
sebagai kehidupan, kekayaan, kesejahteraan hidup atau bahkan kedamaian hati. Berbagai
karunia dari berkat-berkat itu telah Allah rangkai hidup di manusia. Tujuan utama itu adalah
untuk membangun kehidupan manusia sebagai janji keterpilihan itu. Allah dalam hal ini
mengindikasikan dirinya sebagai penjamin hidup, esensi yang dapat diharapkan dan
diandalkan, dan sang perangkai hidup manusia. Pribadi saya sendiri mengenai Allah, Dia
adalah pribadi yang perlu ditaksirkan setiap hari mengenai tujuan-tujuan dan melihat
petunjuk-petunjuk-Nya sehingga saya dipenuhi dengan janji tersebut.

Tetapi jalan menuju penggenapan janji itulah yang menjadi masalah hidup hari ini
besok dan masa depan. Tanggapan atas keterpilihan itu perlu dimurnikan yaitu iman. Ibarat
seorang dosen tidak akan mampu memberikan nilai A, jika mahasiswa belum melewati
rangkain ujian-ujian itu. Dalam menjalani hidup sebagai mahasiwa teologi, berbagai
pertanyaan kerap muncul dalam usaha menggeluti maksud pernyataan Allah dalam hidup.
Salah satu pergumulan yang kerap hadir adalah Allah tetap memelihara orang-orang yang
telah turun semangatnya untuk menjadi pewarta di kampus ini. Apakah status sebagai calon
pewarta menjadi label saja di kemudian hari? Atau Allah sedang memberikan kesempatan
kepada mereka untuk kembali kepada panggilan dasar mereka sebagai pewarta? Keterpilihan
ini memang pada dasarnya memberikan kepada kita sebuah tanggung jawab. Kita
mempertanggungjawabkan iman kita kepada Yesus Kristus melalui persekutuan kita dengan
nya. Tanggung jawab itulah yang menjadi dasar ujian bagi diri saya sendiri. Misalnya kaum-
kaum awam di sekitar dan di gereja sendiri, selalu memberikan label kepada kami calon-
calon pelayan sebagai yang kudus. Hal ini sedikit membuat saya risih karena menimbulkan
sedikit jurang pemisah dengan mereka. Umat menganggap mereka penuh dosa sedangkan
kami para calon pelayan adalah yang kudus bagi Allah. Contoh-contoh yang demikian yang
bagi diri saya sendiri rumit untuk membangun kehidupan rohani bersama mereka. Umat
menjadi lebih tertutup untuk terbuka kepada pelayan-pelayan akhir-akhir ini.
Layaknya Musa, teori keterpilihan itu sangat melekat bagi dirinya. Masih ada Harun
dari kaum Lewi dan saudara laki-lakinya sendiri, tetapi Musa lah yang dipilih oleh Allah
untuk melepaskan umatnya dari perbudakan. Keluaran 3:10,” jadi sekarang, pergilah...
untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir”. Teks ini menunjukkan sebuah
keterpilihan Musa pertama kali oleh Allah sendiri untuk menjalankan sebuah tanggung
jawab. Dan identitas pun diberikan oleh Allah yang menyebut Keluaran 3:14,” AKU
ADALAH AKU”. Allah itu menyebut dia yang adalah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah
Yakub. Dan tidak lama setelah itu, komunitas Israel pun didirikan oleh Musa sebagai
tanggung jawabnya kepada Allah. Allah tidak lah kita sebut sebagai Allah jika tidak bisa
diandalkan dan dipercayakan pada setiap pergumulan mereka. Dalam perjalan menuju tanah
terjanji (Kel 13) Allah mulai untuk membina, memimpin, mengatur, dan membimbing
umatnya untuk menjadi Kudus bagi-Nya. Hal ini terlihat dalam peristiwa Mara dan Elim (Kel
15:22-27), Manna dan Sabat (Kel 16:1-36), dan puncaknya yaitu TUHAN menampakkan diri
di gunung Sinai (Kel 19:-25). Taurat melahirkan kehidupan. Artinya melalui sikap mematuhi,
memedomani, meneladani, dan mengingat hukum Allah, Allah akan selalu memelihara
mereka hingga janji yang sebelumnya telah diirarkan Alllah terpenuhi atas mereka. Ujian itu
pun hadir bagi mereka di tempat ini. Manusia adalah hanyalah daging karena itu, manusia
tidaklah manusia jika tidak mendapat pencobaan. Allah menghendaki jalan yang memutar
untuk sampai ke tanah terjanji, yaitu melalui padang gurun menuju laut teberau. Dalam
perjalanan ini, Allah terlihat membangun spritualitas mereka dan juga membangun komunitas
mereka melalui relasi antar sesama.

Dalam hidup saya sendiri, spritualitas kerap saya bangun diantara komunitas saya di
kampus ini, tetapi tidak jarang ada perasaan untuk melihat sisi negatif sesama sehingga
membagi-bagi kelompok sesama untuk alasan sebuah kebutuhan. Ajang untuk melihat
kelebihan dan kemurahan teman pun dimulai dari sini. Kelompok pertama, untuk orang-
orang pintar dan bijaksana, kelompok kedua, untuk orang-orang yang sedikit kurang mampu
dan lemah. Tetapi relasi itu tetaplah terjalin demikian baik, melainkan mata ini sendiri yang
telah membagi mereka. Mengapa? Dampak positif akan selalu hadir jika kita memiliki relasi
antar sesama yang positif, demikian sebaliknya dampak negatif akan hadir jika kita
membangun dampak negatif dalam relasi kita. Perjumpaan saya terhadap orang-orang akan
saya lihat melalui 3 indikasi, yaitu komunikasi, tatapan mata dan gaya hidup. Tentu orang
membutuhkan teman-teman terbaik bagi dirinya sendiri yang dapat menemani, diandalkan
dan sepenangungan. Tidak jarang terjadi perselisihan antar sesama, tetapi hal demikian bukti
bahwa kita saling memperhatikan sesama kita. Dengan kata lain, kita telah mengusahakan
yang terbaik bagi sesama kita dengan memberikan nasihat dan motivasi. Melalui perjumpaan
untuk saling memberi nasihat itu, kita berada dalam area untuk saling mengerti satu dengan
yang lain. Demikian komunitas kita akan memberikan umpan baliknya kepada diri kita yaitu
kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai