Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nazareth Nababan

NIM : 17.3208

Mata Kuliah : Teologi Sosial

Dosen : Pdt. Dr. Sanggam M.L Siahaan, M.Th

Buku : Kekerasan Gender terhadap Buruh Perempuan

Penulis : Sanggam Siahaan

Bahan : Bab 2 “Buruh Perempuan”

A. Pengertian dan Konsep Hak Buruh Perempuan

Buruh perempuan memiliki sejumlah pengertian menurut Undang-undang maupun sosiolog,


diantara lain: Pasal 49 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, perempuan berhak
untuk memilih, dipilih, diangkat dalam buruhan, jabatan, dan profesi sesuai dengan
persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Ayat 2 menyebut mereka membutuhkan
perlindungan khusus sebagai buruh dan ayat 3 menyebut faktor alasan biologis, buruh
perempuan dijamin dan dilindungi oleh hukum. Isi undang-undang tersebut, tercakup ke
dalam defenisi Imam Syahputra, hak buruh perempuan meliputi hak menerima ganti rugi
kecelakaan kerja, hak beruntung negosiasi, hak memperoleh buruhan buruh, memiliki hak
meminta izin pemutusan hubungan kerja. Setiap buruh memiliki kesempatan yang sama tanpa
adanya diskiriminasi untuk memperoleh buruhan.

B. Konsep Buruh Upahan

Problematika sesungguhnya terkait buruh perempuan ini adalah perihal kelemahan secara
undang-undang Ketenagakerjaan dalam upaya implementasi perlindungan hak mereka.
Semisal, kebijakan penetapan upah masih banyak menemukan kendala secara regional
maupun provinsi. Penulis mengungkapkan beberapa pengertian upah, antara lain: Undang-
undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2), upah harus memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun, upah dari sisi pengusaha berkata
demikian, G Reynold, upah merupakan biaya produksi yang harus ditekans serendah-
rendahnya agar harga barang nantinya tidak menjadi terlalu tinggi agar keuntungan menjadi
lebih tinggi. Hal inilah yang sampai sekarang menjadi masalah terbesar dan sulit untuk
dijembatani. Hal ini juga disebabkan perbedaan kepentingan masing-masing yang berbeda
antara buruh dan pengusaha. Namun disamping hal itu juga, Ruky menyambut anggapan
tersebut dengan enam faktor yang mempengaruhi tingkat patokan upah, antara lain:

1. Ketetapan Pemerintah : Ketetapan Upah minimum Regional (UMR) dan Upah


Minimum Sektoral Regional (UMSR)
2. Tingkat Upah di Pasaran
3. Kemampuan Perusahaan (Company’s ability to pay)
4. Kualifikasi SDM yang digunakan: SDM dan tingkat teknologi yang digunakan
5. Kemauan Perusahaan : Tingkat kewajaran subjektif perusahaan
6. Tuntutan Buruh : Musyawarah buruh dan pengusaha

Problematika selanjutnya adalah dimana terdapat sejumlah pengusaha yang melanggar


praktisi pengupahan buruh, dengan membayar lebih rendah dari ketentuan upah minimum
yang telah ditetapkan pemerintah setempat. Apabila pengusaha memperjanjikan pembayaran
upah yang lebih rendah dari upah minimum, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum.
Hak ini sebenarnya harus memperhatikan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

C. Konsep Waktu Kerja Buruh Perempuan

Hakikatnya sederhana, dimana buruh perempuan juga harus memerlukan istirahat dalam
bekerja, karena menjaga kesehatan fisiknya harus dibatasi waktu kerjanya dan diberikan hak
beristirahat. Namun, ketentuan yang belum terlaksana disini adalah larangan buruh wanita
untuk bekerja pada malam hari kecuali karena sifat dan jenis buruhannya harus dilakukan
oleh perempuan. Davis dan Newstorm menyatakan adanya beberapa karakteristik buruhan
dan lingkungan kerja yang mengandung stres kerja yang salah satunya terbatas waktu dalam
mengerjakan buruhan. Harrington, menyatakan lama waktu bekerja meningkatkan human
error atau kesalahan kerja. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan sering kali memberikan
tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya buruh dikejar untuk menyelesaikan tugas tepat
waktu sesuai yang ditetapkan perusahaan.

Sedangkan jika diperhadapkan dengan perempuan, mereka memiliki sejumlah kekhususan,


utamanya fisik biologis, psikis moral, dan sosial kesusilaan. Waktu dan Kinerja buruh
perempuan didasarkan pada tujuan awal yang melatarbelakangi gerakan perlindungan bagi
buruh perempuan pada masa revolusi industri terhadap praktik eksploitasi jam kerja yang
berkepanjangan. Filosofinya bahwa buruh perempuan statusnya merupakan salah satu faktor
keterbatasan fisik, psikis, dan harkat martabatnya. Untuk itu dipandangan perlu mengatur
waktu kerja dan waktu bagi para buruh perempuan.

Buku : Aspek-aspek Teologi Sosial

Penulis : J. B Banawairatma (editor)

Bahan : Orang Kecil Dalam Kerajaan Allah ( Tom Jakobs, SJ)

A. Yesus dan Kaum Melarat

Kata ptokos (miskin) dalam Perjanjian Baru, diartikan benar-benar kekurangan, melarat
sungguh. Miskin hampir sama dengan pengemis. Kata ptokos juga berarti orang yang secara
materia miskin. Mereka tidak hanya tanpa harta milik, mereka juga tidak mendapat
pendidikan. Tidak mempunyai tempat di masyarakat, tidak terpandangn dan tidak memiliki
nilai. Mereka miskin dari segi ekonomi maupun sosial. Dunia Perjanjian Baru menyebut
mereka tergolong ke dalam orang buta, orang lumpuh, orang kusta, dan orang tuli. Pada
zaman Yesus, kehidupan Palestina tidak hanya berat, tetapi sungguh-sungguh miskin. Rakyat
dihisap oleh orang Romawi, khususnya pajak. Menurut Flavius Josephus, pada tahun 65
Masehi ada 40.000 tuna wisma di Palestina. Waktu itu banyak gelandangan di Israel. Mereka
sungguh lapar, haus, sakit. Mereka benar-benar miskin, dan sungguh tidak memiliki apa-apa.
“Roh Tuhan ada di atas-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar
baik kepada orang-orang miskin” (Yes 61:1). Ucapan Yesus ini dipandang sebagai ringkasan
karya Yesus, dimana Ia menyampaikan kabar gembira kepada orang miskin. Pokok kegiatan
Yesus adalah pewartaan Kerajaan Allah. Namun penegasan Matius 5:3 dan Luk 11:5,
menyatakan bahwa Kerajaan Allah ditujukan kepada kaum miskin. “Berbahagialah” kata
Yesus kepada orang miskin ini. “Karena kamu mempunyai kerajaan Allah, karena kamu akan
dipuaskan, karena kamu akna tertawa, karena sengsaramu akan berakhir”. Kerajaan Allah
datang, kaum miskin bukan lagi kaum tertindas. Tuhan tidak menerima lagi ketidakadilan
ini. Kerajaan Allah berarti pengakhiran kemiskinan, penghapusan kemalangan.

Kata miskin mencakup semua kemalangan lain. Tetapi pewartaan Injil mancakup
penyembuhan dan tanda kehadiran Kerajaan Allah. “Orang buta melihat, orang lumpuh
berjalan,”(Yes26:19), adalah indikasi kegiatan Yesus berpusat pada pemberitaan kabar baik
kepada orang miskin. Kerajaan Allah itu bermakna ganda, antara lain sebagai daya kekuatan
Allah yang dinamis, dan kaum miskin diajak untuk menyadari kekuatan Allah itu diantara
mereka. Kerajaan Allah itu tidak berkarya secara lahiriah saja, sebagai daya penyembuh
badan, melainkan berkarya sebagai dorongan yang memberikan daya hidup kepada mereka
yang tidak berdaya lagi. Kerajaan Allah berarti daya baru untuk berjuang. Kerajaan Allah
tampak sebagai pembebas, daya kekuatan bagi mereka yang hanya dapat menemukannya
dalam dirinya sendiri, dan tidak dapat bersandar kepada apa dan siapapun juga diluar mereka.

B. Paulus dan Strategi Pastoral

Perlu diketahui lingkungan pekerjaan Paulus sangatlah berbeda dengan situasi pekerjaan
Yesus. Tempat kegiatan Paulus bukan Palestina, melainkan Yunani. Gaya hidup paulus
tercermin sebagai tukang tenda, dan juga menggantungkan hidupnya dari kebaikan orang
lain. Namun hidup Paulus adalah nomaden, ia tidak tinggal lama dalam satu tempat. Dalam
Kisah Para Rasul, tiga perjalanan Paulus, khususnya kedua dan ketiga meliputi seluruh
daerah Asia Kecil dan Yunani. Di Yunani, Paulus bekerja sebagai pembentuk jemaat. Stretegi
pastoralnya adalah membentuk kelompok kecil dimana iman berkembang dalam komunikasi
bersama dan dengan mewartakan Injil kepada orang lain. Paulus menghadapi situasi sosial-
politik di Yunani yang lain sama sekali dengan situasi hidup Yesus dengan para rasul-Nya.
Disana tidak ada kemiskinan yang mencolok. Maka Paulus lebih bersifat pribadi individual
dan terutama tertuju pada keimanan akan Kristus sebagai peristiwa keselamatan. Hal ini
terlihat dalam Gal 3:28” Tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani lagi, tidak ada hamba
atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu adalah satu di dalam
Kristus”.

Masalah sosial yang dihadapi oleh Paulus, yaitu masalah sosial-politis, perbedaan dan
diskriminasi dalam masyarakat. Perbedaan dalam tingkat materiallah mengakibatkan
perbedaan dalam pangkat dan tingkat sosial. Dan itulah yang ingin dicela Paulus, sebab
dalam Kristus semua adalah saudara. Ajaran kristiani tidak biasa dalam pandangan dan
kebiasaan sosial. Hidup orang kristiani tidak ditentukan oleh pandangan dan adat kebiasaan
umum, melainkan oleh kesadaran akan kesatuan dalam Kristus. Di dalam susunan dan
struktur masyarakat yang umum umat kristiani hidup dengan suatu visi dan pandangan baru.
Bagi paulus pangkat dan kedudukan dalam masyarakat tidak penting lagi, karena ia punya
pegangan yang lebih luhur. Oleh karena itu ia berjuang supaya orang lain dapat mengatasi
rintangan dalam komunikasi, yang ada dalam masyarakat karena soal jenjang dan pangkat.
Paulus memperjuangkan suatu pembaharuan dalam kehidupan bersama. Tetapi tidak dengan
cara kesaksian profetis, melainkan dengan membangun kelompok kelompok kristiani yang
berpadu dalam iman akan Kristus.

C. Gereja
1. Hidup Sebagai Saudara

Bagi paulus, segala perhatiannya dipusatkan pada kesatuan dalam jemaat. Dalam konteks itu
ia juga berbicara mengenai orang yang kecil, orang yang lemah. Ia tidak mendambakan suatu
perubahan sistem politis, namun menekankan kesatuan jemaat. Khususnya mereka yang
berkedudukan tinggi ditegaskan bahwa perbedaan sosial tidak boleh menjadi rintangan dalam
komunikasi antara para anggota jemaat. Ajarannya mengenai orang miskin, berpegang teguh
pada prinsip satu keluarga yang harus hidup sebagai saudara dan dengan membentuk
kelompok kesatuan antara mereka sendiri, mereka juga dapat menjadi sumber perubahan bagi
struktur masyarakat seluruhnya.

2. Tergerak Oleh Yesus

Albert Nolan seorang dominikan Afrika Selatan, berjuang membela hak orang kulit hitam di
negaranya sendiri. beliau mengatakan demikian, Yesus tidak mendirikan organisasi,
melainkan inspirasi kepada suatu gerakan. Yesus tidak memimpin organisasi, melainkan
membangkitkan suatu gerakan, yang berpusat pada Dia sendiri. Yesus adalah tetap inspirasi
mereka. Orang beriman kristiani, mengalami, menghayati, dan merasakan bahwa Yesus
hidup dalam diri mereka. Yesus bukan teori, Yesus bukan ajaran. Yesus adalah praksis hidup.
Kembali kepada Yesus berarti memintingkan orthopraxis, diatas orthodoxi. Yesus tidak
mengutuk atau mencela sistem susunan masyarakat politik. Yesus menerima bahwa dalam
susunan sosio-politik ada susunan jenjang, ada atas dan bawah, ada lapisan. Namun kita tidak
sedang membentuk gereja serupa dengan lembaga sosial dan politik, melainkan gerakan yang
digerakkan oleh Roh Kudus.

Tanggapan:

Hal menarik berbicara tentang buruh perempuan sebagai orang kecil dalam lingkungan
pekerjaan, adalah ketidakadilan. Hal ini didasarkan oleh sejumlah aturan yang berat sebelah,
diantara perbedaan seksualitas dengan laki-laki dan tentu pelanggaran terhadap Undang-
undang yang menetapkannya. Jika kita perhadapakan kedua tulisan diatas, sebenarnya
memiliki keterpautan yang jauh. Secara eksplisit, buruh tidak sama dengan orang miskin
yang dikemukan Perjanjian Baru. Sesungguhnya, Buruh Perempuan masih memiliki pendapat
untuk meniti dan meneruskan kehidupan, secara indivual maupun keluarga. Hal ini
menandakan, kesepadanan buruh sebagai orang yang susah dari segi ekonomi dan sosialis,
tidak dapat disejajarkan. Namun, jika kita analisa lebih dalam, sejumlah peraturan perundang-
undangan yang dilanggar, hal ini memberi indikasi dan persinggungan buruh dan orang
miskin dalam pemaparan Perjanjian Baru. Sejatinya, pembelakuan kinerja buruh secara tidak
etis, melebihi jam kerja, tidak memberikan waktu istirahat, tidak memperhatikan kondisi
fisik, dan sejumlah kesejahteraan lain, menjadi cikal bakal marginalisasi seorang buruh
perempuan, di mata seorang kapitalis masa kini. Sejumlah tindakan ketidakadilan itu, akan
mendorong human error seorang buruh, dalam bekerja secara optimal. Dan tindakan ini yang
mengarahkan kita, memandang begitu rendahnya posisi buruh perempuan. Dan inilah objek
kajian Teologi Sosial masa kini, meninjau kajian teologis seorang buruh perempuan sebagai
orang miskin dihadapan Allah, namun juga sebagai orang yang rendah dimata seorang
kapitalis.

Anda mungkin juga menyukai