Anda di halaman 1dari 14

ASSALAMUALAIKUM.Wr.

Wb

ILMU, IMAN DAN


AMAL
KONSEP ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM
Kata “ilmu” yang dipakai dalam bahasa Indonesia merupakan deviasi dari bahasa Arab,
‘alima, ya’lamu,’ilman/’ilmun, yang berarti: mengerti, memahami benar-benar. Dalam
bahasa Inggris ilmu disebut dengan sciener, dari bahasa latin scientia (pengetahuan) –
scire (mengetahui).
Pengertian ilmu dalam KBBI adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Ilmu dibagi menjadi dua cabang besar yaitu :
1. Ilmu tentang Allah SWT (Ilmu Rabi’)
2. Ilmu tentang makhluk-makhluk ciptaan Allah SWT (Ilmu Matbu’)
Dalam Islam, Ilmu/sains menempati posisi yang sangat mulia. Kemuliaan ilmu
ini ditandai dengan perintah Allah S.W.T untuk menuntut ilmu. Bahkan sejak
pertama Adam diciptakan, Allah S.W.T telah mengajarkannya ciri-ciri hukum
yang berkenaan dengan alam raya, sebagaimana dijelaskan oleh firman-Nya
dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah/2 ayat 31:

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian


mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:”Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!” (Q.S al-Baqarah:31)
Lanjutan ....
Potensi manusia untuk mengetahui sifat, ciri, dan hukum sesuatu, atau kemampuan
manusia untuk berpengetahuan dan mengolah ilmu jelas merupakan anugrah terbesar
yang diberikan oleh Allah S.W.T kepada manusia yang tidak diberikan kepada
makhluk lainnya. Dengan potensi yang diberikan tersebut, wajarlah bilamana
dikatakan bahwa Allah S.W.T adalah guru manusia yang pertama dan karena itu ilmu
pada dasarnya adalah baik, karena asal ilmu hanyalah dari Allah S.W.T.
Agam Islam mengajarkan bahwa salah satu dari sifat Allah S.W.T yaitu “ ‘Alim
( Maha Mengetahui) “ dan untuk dapat mendekatkan diri pada Zat Yang Maha Tahu
ini, maka salah satu jalan utamanya adalah dengan Ilmu.
Karena itulah sangat relevan dan masuk akal sekali ketika Islam pertama kali
diwahyukan, Allah SWT memulainya dengan suatu pembukaan yang sangat
mengagumkan yaitu Iqra’.
Allah SWT hendak menegaskan bahwa orang yang berilmu sama sekali tidak sama
dengan orang yang tidak berilmu. Sebab orang yang berilmu memiliki derajat dan
prestise yang lebih tinggi satu paket dengan sikap beriman. Allah SWT berfirman
dalam surat al-Mujadalah ayat 11:

“...Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Dalam Islam menuntut ilmu adalah bukti pengabdian kepada Allah SWT. Ilmu
adalah kunci untuk memahami petunjuk Allah SWT melalui tanda-tanda (ayat) yang
diberikan. Dengan kata lain, tidak sempurna ibadah seseorang jika tidak dibarengi
oleh ilmu. Sebab itulah menuntut ilmu dalam Islam hukumnya adalah wajib (fardu),
sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi kaum muslim laki-laki dan muslim perempuan.”

Jika demikian adanya, maka tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak belajar.
Istilah wajib belajar dalam Islam tidak saja mengandung pengertian bahwa ilmu nitu
wajib dikejar, tetapi lebih dari itu kewajiban itu juga terkait dengan bentuk
pengabdian kepada Allah SWT Yang Maha Alim.
INTEGRASI IMAN, ILMU DAN AMAL
Bagi seorang Muslim, Iman adalah bagian terpenting dalam kehidupan dan
kesadaran beragamanya. Menurut Nurcholis Madjid, iman itu melahirkan tata
nilai bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (rabbaniyah), yaitu tata nilai yang
dijiwai oleh kesadaran bahwa hidup manusia itu berasal dari tuhan dan menuju
kepada Tuhan (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un), “Sesungguhnya kita berasal
dari tuhan dan kita akan kembali kepada-Nya”. Maka Tuhan adalah asal dan
tujuan seluruh makhluk.
Iman itu terkait erat dengan amal. Sebab iman itu sifatnya abstrak dan hal itu
perlu direalisasikan dalam amal praktis agar iman itu dapat bernilai dan
bermanfaat. Dengan kata lain amal itu merupakan tuntutan langsung dari iman
yang spiritual. Tidak ada iman tanpa amal, dan demikian pula sia-sialah amal
tanpa iman.
Menurut Nurcholis Madjid, ciri utama masyarakat Islam masa lalu
adalah semangat keterbukaannya. Semangat keterbukaan itu,
menurutnya adalah wujud nyata rasa keadilan yang di emban umat
Islam sebagai “umat menegah” (umatan washatan) .
Dasar keimanan Islam itu memberi kemantapan dan keyakinan
kepada diri sendiri yang sungguh besar. Dengan dasar iman yang
tak tergoyahkan itu seorang muslim merasa mantap dan aman,
bebas dari rasa takut dan khawatir. Juga karena imannya, ia tidak
pernah menderita rasa rendah diri berhadapan dengan orang atau
bangsa lain, betapapun hebatnya orang atau bangsa lain itu.
PARADIGMA HUBUNGAN AGAMA DAN ILMU
PENGETAHUAN
Hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan sebenarnya merupakan kajian filsafat
ilmu yang bernama “epistemologi” atau teori tentang ilmu pengetahuan. Dalam islam,
pembicaraan mengenai hubungan agama (islam) dan ilmu pengetahuan menjadi salah
satu agenda utama dalam “Islamisasi” ilmu pengetahuan. “Ilmu perlu di-Islamisasikan”
penjelasan untuk hal ini paling tidak berkisar pada tiga hal.
1. Islam tidak mengenal pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum.
2. Pada kenyataan nya, di Barat telah terjadi pemisahan antara ilmu dan agama
sebagai akibat adanya sekularisasi segala bidang, termasuk pada sekularisasi ilmu
dan agama.
3. Akibat sekularisasi yang terjadi di dunia Barat berpengaruh luas pada kesadaran
mengenai konsep ilmu yang sekuler.
Di dunia Barat usaha untuk tidak memisahkan antara ilmu
dan agama juga dilakukan oleh mereka yang memiliki
kesadaran akan bahaya ilmu tanpa dibarengi oleh agama.
Albert Einsten, ilmuan jenius dan ternama
memperingatkan hal ini dengan mengatakan “Religion
without science is blind, science without religion is lame”
(Tanpa sains, agama menjadi buta, dan tanpa agama, sains
menjadi lumpuh).
Menurut Ismail Raji al-Faruqi, selama umat islam tidak mempunyai metodologi
sendiri, umat islam akan selalu berada dalam bahaya. Kesatuan pengetahuan
maksudnya pengetahuan harus menuju kepada kebenaran yang satu. Oleh karena
itu, langkah-langkah yang harus dilakukan menurut al-Faruqi sebagaimana di kutip
oleh Khudori Soleh.
Kesatuan (Keesaan) Tuhan, bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT, yang
menciptakan dan memelihara alam semesta.
Kesatuan ciptaan, bahwa semua yang ada di dalam semesta ini, baik yang fisik
materil maupun yang non-fisik atau non-materil, adalah kesatuan yang
integral.
Kesatuan kebenaran dan pengetahuan.
Kesatuan hidup.
Kesatuan manusia.
Tujuan dari Islamisasi ilmu adalah untuk merespon ilmu pengetahuan modern yang
sekularistik dan Islam yang terlalu religius, dan distukan dalam model yang utuh dan
integral tanpa ada pemisahan antara keduanya. Caranya adalah dengan melakukan
langkah-langkah berikut :
 Penguasaan terhadap disiplin-disiplin modern
 Penguasaan terhadap khazanah atau warisan keilmuan Islam.
 Penerapan ajaran-ajaran tertentu dalam Islam yang relevan ke setiap wilayah
ilmu pengetahuan modern
 Pencarian jalan bagi sintesa kreatif antara khazanah atau tradisi Islam dengan
ilmu pengetahuan modern.
 Peluncuran pemikiran islam pada jalur yang memandu pemikiran tersebut ke
arah pemenuhan kehendak Ilahiyah.
Kemuliaan orang Berilmu

Imam Al-Ghazali berkata : “Barangsiapa berilmu,


membimbing manusia dan memanfaatkan ilmunya untuk
orang lain:
(1) bagaikan matahari, selain menerangi dirinya juga
menerangi orang lain, dan
(2) bagaikan minyak kasturi, yang harum dan menyebarkan
keharumannya kepada orang yang berpapasan
dengannya.”
Sekian dan Terimakasih
Wassalamu’alaikum, Wr.Wb

Anda mungkin juga menyukai