Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDEKATAN FILOSOFI DALAM PENDEKATAN STUDI


ISLAM

Dosen Pengampu :

Drs. Mahfuz, M.Pd. I

Disusun oleh kelompok 4 :

1. Dyan Farih Azizah (21531040)


2. Efri Juliansah (21531044)
3. Eva Pebrianti (21531049)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS


TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP

TAHUN AJARAN 2022


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang atas izin dan
kuasanya penyusun dapat menyusun makalah tentang “Pendekatan filosofi
dalam Pendekatan Studi Islam” dengan tepat waktu penulis rencanakan dengan
sebaik mungkin.

Makalah ini disusun dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai


materi Pendekatan Filosofis dalam Pendekatan Studi Islam serta dalam rangka
memenuhi tugas dari matakuliah Bahasa Indonesia di institut Agama Islam
Negeri Curup

Dalam penyusunan makalah ini,penulis mengucapkan banyak


terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan menyelesaikan
makalah ini dengan baik Akhir kata penulis mohon maaf apabila ada
kekurangan atau kesalahan dalam penulisan ini, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan agar makalah ini dapat bermanfaat untuk
para pembaca umum dan khususnya untuk penulis sendiri.

Wassalamualaikumussalam warahmatulallahi wabarakatuh.

Kepahiang, 22 Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Filosofis.....................................................................................3


B. Model Pendekatan Filsafat Konterporer dalam Kajian Islam.........................................6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam yang kita kenal dan yakini selama ini sebagai agama yang
akan membawa kita kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Namun
apakah islam yang kita kenal dan yakini itu memang begitu adanya atau
banyak hal yang pada hakikatnya tidak sesuai dengan apa yang
sebenarnya diajarkan Nabi Muhammad SAW, sebagai penyampai
wahyu dari Allah SWT. Berbagai pertanyaan menelisik tentang islam
masih sering bergelayut di pikiran kita.
Islam bagaikan sebuah bola yang mengapung di atas air,
permukaannya yang meyentuh air hanya seper sepuluh, kita tidak bisa
mengetahui bola itu secara utuh hanya dari sepersepuluh yang
mengapung di atas air tersebut. Begitu pula dengan islam, islam bukan
monodimensi tapi multidimensi, jika ingin memahaminya secara
menyeluruh walau kelak tidak akan pernah mencapai finalitas keimanan
kita, tetapi usaha untuk memahaminya itu lebih penting, kita perlu
memahami islam melalui berbagai dimensi dan dengan berbagai
pendekatan. Salah satunya dengan pendekatan filosofis.
Menggunakan filsafat dalam mengkaji islam ibarat menjadikan
filsafat sebagai pisau analisis untuk membedah islam secara mendalam,
integral dan komprehensif untuk melahirkan pemahaman dan pemikiran
tentang islam yang senantiasa relevan pada setiap waktu dan ruang
karena dengan pendekatan filsafat, sumber-sumber otentik ajaran islam
islam digali dengan menggunakan akal, yang menjadi alat tak
terpisahkan dalam proses penggunaan metode ijtihad, tanpa lelah tak
kunjung henti. Dan filsafat berperan membuka wawasan berfikir umat
untuk menyadari fenomena perkembangan wacana keagamaan
kontemporer yang menyuarakan nilai-nilai keterbukaan, pluralitas dan
inklusivitas. Studi filsafat sebagai pilar utama rekonstruksi pemikiran
dapat membongkar formalisme agama dan kekakuan pemahaman agama
atau dalam istilah M. Arkon sebagai tads al aka d al di niyyah sebagai
salah satu sumber ekslusivisme agama dan kejemudan umat. Salah satu
problem krusial pemikiran dan pemahaman keagamaan sekarang ini,
misalnya adalah perumusan pemahaman secara utuh visi ilahi dan visi
manusiawi tanpa dikotomi sedikitpun.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Pendekatan filsafat?
2. Bagaimana Pendekatan filsafat kontenporer dalam kajian islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Pendekatan filsafat.
2. Untuk memahami Pendekatan filsafat Kontenporer dalam kajian
islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Filosofis
Kata filosof berasal dari kata filsafat dari bahasa yunani,
philosophia, yang terdiri atas dua kata : philos (cinta) atau philia
(persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan,
pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi
secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran.
Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam
pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan
arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan
pengerian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan
hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki
kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang
independen dan bersifat spiritual.
Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta
mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya
terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai
kebenaran arti “adanya” sesuatu. Pengertian filsafat yang umumnya
digunakan adalah pendapat yang dikemukakan oleh Sidi Gazalba.
Menurutnya, filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik,
radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah
atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.
Menurut Rene Descartes, yang dikenal sebagai “Bapak Filsafat
Modern”, filsafat baginya adalah merupakan kumpulan segala
pengetahuan di mana tuhan, alam dan manusia menjadi pokok
penyelidikan. Dari berbagai definisi di atas, dapat diketahui bahwa
filsafat pada dasarnya adalah pertanyaan atas segala hal yang “ada”.
Pertanyaan akan muncul tentu dengan berpikir, berpikir pasti
menggunakan akal. Dan filsafat juga bisa dikatakan sebagai upaya
menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai segala sesuatu yang
ada dengan memanfaatkan atau memberdayakan secara penuh akal
budi manusia yang telah dianugrahkan oleh Tuhan yang Maha Esa.
Berpikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan
dalam memahami ajaran agama, dengan memahami ajaran agama,

3
dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama
dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis
yang demikian sebenarnya sudah banyak digunakan oleh para ahli.
Misalnya dalam buku berjudul Hikmah Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu
yang ditulis oleh Muhammad Al- Jurjawi, di dalam buku tersebut ia
berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-
ajaran agama dalam mengajarkan agar shalat berjamaah. Tujuannya
antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara
berdampingan dengan orang lain. Dengan mengerjakan puasa
misalnya agar seseorang dapat merasakan lapar dan menimbulkan
rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan, dan
berbagai conto lainnya.
Dalam islam ada dua inti dari segala sesuatu yakni sesuatu yang
bersifat ke Tuhanan (ilahi), yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadits
dan berbagai kitab Allah lain nya. Ia bersifat Mutlak. Dan yang
kedua adalah yang bersifat kemanusiaan (insani), berbentuk figh
atau pemahaman manusia, kesan di otak manusia yang muncul dari
berbagai teks yang di abaca dan alami (pengalaman) atau latar
belakang pendidikan, ekonomi, social, psikologi dan lain
sebagainya. Bahkan ibn Khaldun menambahkan satu aspek yakni
iklim. Kemudian inilah yang dinamakan Historisitas Keagamaan. Ia
lalu menjadi tafsir atau perspektif (setiap individu beragama).
Filsafat sebagai salah satu bentuk metodologi pendekatan
keilmuan, sama halnya dengan cabang keilmuan yang lain. Sering
kali dikaburkan dan diracunkan dengan paham atau aliran-aliran
filsafat tertentu seperti rasionalisme, eksistensialisme, pragmatism,
dan lain-lai. Ada perbedaan antara kedua wilayah tersebut,
bahwasannya wilayah pertama bersifat keilmuan, open-ended,
terbuka dan dinamis. Sedangkan wilayah kedua bersifat ideologis,
tertutup dan statis. Yang pertama bersifat inklusif (seperti sifat pure
sciences), tidak bersekat-sekat dan tidak terkotak-kotak, sedangkan
yang kedua bersifat ekslusif (seperti halnya applied sciences),
seolah-olah terkotak-kotak dan tersekat-sekat oleh perbedaan tradisi,
kultur, latar belakang perkumpulan sosial dan bahasa. Siapa pun
yang bergerak pada wilayah “applied sciences” pada dasarnya harus
dibekali persoalan-persoalan dasar yang digeluti oleh “pure
sciences”, sedangkan yang bergerak pada wilayah “pure sciences”,
tidak harus tahu dan menjadi expert pada setiap wilayah “applied
sciences”. Cara berpikir dan pendekatan kefilsafatan yang pertama,
yakni yang bersifat keilmuan, open ended, terbuka, dinamis dan

4
inklusif yang tepat dan cocok untuk diapresiasi dan diangkat
kembali ke permukaan kajian keilmuan.
Filsafat sebagai pendekatan keilmuan setidaknya ditandai antara
lain dengan tiga ciri.
1. Kajian, telaah dan penelitian filsafat selalu terarah kepada
pencarian atau perumusan ide-ide dasar atau gagasan yang
bersifat mendasar-fundamental (fundamental ideas) terhadap
objek persoalan yang dikaji. Ide atau pemikiran fundamental
biasanya diterjemahkan dengan istilah teknis kefilsafatan
sebagai “al-falsafatu al-ula”, substansi, hakekat atau esensi.
Pemikiran fundamental biasanya bersifat umum (general),
mendasar dan abstrak.
2. Pengenalan, pendalaman persoalan-persoalan dan isu-isu
fundamental dapat membentuk cara berfikir kritis (critical
thought).
3. Kajian dan pendekatan falsafati yang bersifat seperti dua hal
diatas, akan dapat membentuk mentalitas, cara berpikir dan
kepribadian yang mengutamakan kebebasan intelektual
(intellectual freedom), sekaligus mempunyai sikap toleran
terhadap berbagai pandangan dan kepercayaan yang berbeda
serta terbebas dari dogmatism dan fanatisme.
Mengkaji islam secara filosofis, akan menjadikan segala
sesuatu disandarkan kepada konteks baik itu berupa kebaikan
sosial impact, rasionalitas dan lain-lain. Ia juga akan
bersandar pada analisa rasio manusia, yang akan bersifat
relatif. Kegiatan berfilsafat menurut Louis O. Kattsoff adalah
kegiatan berpikir secara:
1. Mendalam, dilakukan sedemikian rupa hingga dicari
sampai ke batas akal tidak sanggup lagi.
2. Radikal, sampai ke akar-akar nya sehingga tidak ada lagi
yang tersisa.
3. Sistematik, dilakukan secara teratur dengan
menggunakan metode berpikir tertentu.
4. Universal, tidak dibatasi hanya pada satu kepentingan
kelompok tertentu, tetapi menyeluruh.
Filsafat dalam segala usahanya untuk mengetahui
berbagai hakikat dari segala sesuatu, begitu pula ketika ia
dipakai dalam mengkaji islam, tidak selalu mencapai
hasil yang maksimal, yang terpenting adalah upaya
(memanfaatkan hasil usaha), yang akan membuat suatu

5
perubahan ke arah yang lebih baik lagi atau kemajuan.
Manfaat yang bisa didapatkan ketika seseorang
menggunakan pendekatan filosofis dalam kajian nya
adalah sebagai berikut:
Agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat
dimengerti dan dipahami secara seksama. Setiap individu
dapat memberi makna terhadap segala sesuatu yang
dijumpainya dan mengambil hikmah sehingga ketika
melakukan ibadah atau apa pun, ia tidak akan mengalami
degradasi spritualitas yang menimbulkan kebosanan.
Membentuk pribadi yang selalu berpikir kritis (critical
thought). Adanya kebebasan intelektual (intellectual
freedom). Membentuk pribadi yang selalu toleran.
B. Model pendekatan filsafat Konterporer dalam kajian islam
Jamali Sahrodi menyebutkan setidaknya ada tiga jenis atau
model yang termasuk pendekatan filsafat modern (konterporer) yang
digunakan dalam studi islam (Islamic studies) saat ini yaitu :
pertama, pendekatan Hermeneutika, kedua, pendekatan Teologi-
Filosofis, dan ketiga, pendekatan Tafsir Falsafi.
1. Pendekatan Hermeneutik
Kata harmeneutik berasal dari bahasa Yunani hermeneuein
yang berarti “Menafsirkan, dan dari kata hermeneuein ini
dapat ditarik kata benda hermeneia yang berarti “penafsiran”
atau “interprestasi” dan hermeneutes yang berarti interpreter
(penafsir). Kata ini sering diasosiasikan dengan nama salah
seorang dewa Yunani, Hermes yang dianggap sebagai utusan
para dewa bagi manusia. Hermes adalah utusan para dewa di
langit untuk membawa pesan kepada manusia. Hermeneutika
secara terminologis dapat didefenisikan sebagai tiga hal:
1). Mengungkapkan pikiran seseorang dalam kata-kata,
menerjemahkan dan bertindak sebagai penafsir.
2) Usaha mengalihkan dari satu bahasa asing yang maknanya
gelap tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang bisa
dimengerti oleh si pembaca, dan
3) pemindahan ungkapan pikiran yang kurang jelas, diubah
menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.
Fungsi hermeneutika adalah untuk mengetahui makna dalam
kata, kalimat dan teks. Hermeneutika juga berfungsi
menemukan instruksi dari symbol. Hermeneutika oleh josef

6
Bleicherr, sebagaimana dikutip Khoiruddin Nasution, dapat
dipetakan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Hermeneutika sebagai metodologi,
2. Hermeneutika sebagai filsafat/filosofis, dan
3. Hermeneutika sebagai kritik.
Salah satu kajian penting hermeneutika adalah bagaimana
merumuskan relasi yang pas antara nash (text), penulis
atau pengarang (author), dan pembaca (reader) dalam
dinamika perkumpulan penafsiran/pemikiran nash
termasuk dalam nash-nash keagamaan dalam islam. Perlu
disadari, semestinya kekuasaan (otoritas) atas nash adalah
hanya mutlak menjadi hak Tuhan. Hanya Tuhan sajalah
yang (author) yang tahu persis apa yang sebenarnya dia
kehendaki dan yang di inginkan dalam firman-firman-nya
sebagaimana tertuang dalam nash. Manusia sebagai
penafsir (reader), hanya mampu memosisikan dirinya
sebagai penafsir atas nash yang diungkapkan Tuhan
dengan segala kekurangan dan keterbatasannya. Dengan
demikian, penafsiran yang paling relevan dan paling
benar mestinya hanyalah keinginan dan kehendak si
pengarang, dan bukan terletak di tangan penafsir.
Istilah hermeneutika dalam pengertian teori penafsiran
kitab suci ini pertama kali dimunculkan oleh J.C.
Dannhauer dalam bukunya Hermeneutika Sacra Siva
Methodus Expondarum Sacrarum Litterarum. Istilah
hermeneutika dalam hal ini dimaksudkan sebagai
kegiatan memahami kitab-kitab suci yang dilakukan para
agamawan. Kata hermeneutika dalam pengertian ini
muncul pada abad 17-an, meskipun sebenarnya kegiatan
penafsiran dan pembicara-an tentang teori-teori
penafsiran, baik itu terhadap kitab suci, sastra maupun
dalam dalam bidang hukum, sudah berlangsung sejak
lama. Dalam agama yahudi misalnya, tafsir terhadap
teks-teks Taurat dilakukan oleh para ahli kitab, yaitu
mmereka yang membangkitkan hidupnya untuk
mempelajari dan menafsirkan hukum-hukum agama yang
dibawa oleh para ahli kitab, yaitu mereka yang
membangkitkan hidupnya untuk memepelajari dan
menafsirkan hukum-hukum agama yang dibawa oleh
para Nabi. Berbeda dengan kaum Yahudi, awal tradisi

7
Kristen dengan pengalaman akan yesus yang dianggap
wafat dan bangkit lagi, juga menerapkan tafsir pada teks-
teks perjanjian lama, dimana tafsir tersebut bisa
dikategorikan hermeneutika, karena perjanjian lama
dipahami secara kristiani dan hasilnya kemudian disebut
perjanjian Baru.
Pada perkembangan selanjutnya ketika memasuki Zaman
Modern, munculnya Friedrich Ernst Daniel
Schleiermacher, seorang bapak Hermeneutika Modern
karena melahirkan kembali hermeneutika melalui konsep
hermeneutikanya yang disebut sebagai hermenutika
Romantik.
Istilah hermeneutika sendiri dalam sejarah keilmuan
Islam, Khususnya tafsir Al-Qur’an klasik, memang tidak
ditemukan istilah tersebut popular justru dalam masa
kemunduran. Meski demikian, menurut Farid Esack,
sebagaimana dikutip Fakhruddin Faiz, dalam bukunya
Qur’an: Liberation and Pluralism, praktik hermeneutika
sebenarnya telah dilakukan oleh umat islam sejak lama,
khususnya ketika menghadapi Al-Qur’an. Bukti dari hal
itu adalah:
a. Problematika Hermeneutika senantiasa dialami dan
dikaji, meski tidak ditampilkan secara defenitif. Hal
ini terbukti dari kajian-kajian mengenai asbabun
nuzul dan nasakh-mansukh.
b. Perbedaan antara komentar-komentar yang aktual
terhadap Al-Qur’an (tafsir) dengan aturan, teori atau
metode penafsiran telah ada sejak mulai munculnya
literature-literatur tafsir yang disusun dalam bentuk
ilmu tafsir.
c. Tafsir tradisional itu selalu dimaksudkan dalam
kategori-kategori, misalnya tafsir syiah, tafsir
mu’tazilah, tafsir hukum, tafsir filsafat, dan lain
sebagainya. Hal itu menunjukan adanya kelompok-
kelompok tertentu, ideologi-ideologi tertentu,
periode-periode tertentu, maupun horison-horison
tertentu dari tafsir.
Dalam dunia pemikiran islam, adalah Hassan Hanafi
yang pertama kali memperkenalkan hermeneutika
dalam bukunya berjudul: les methods dexeges essai

8
sur la science des fordemens de la comprehension,
Ilmu Ushul al-fiqh pada tahun 1965.
Selain di Mesir, seperti Hassan Hanafi, Muhammad
Abduh dan Nasr Hamid Abu Zayd sendiri, tokoh
islam yang menggeluti kajian hermenuatika antara
lain: di india, Ahmad khan, Amir Ali dan Ghulam
Ahmad Parves, yang berusaha melakukan
demitologisasi konsep-konsep dalam Al-Qur’an yang
dianggap bersifat mitologis. Di Aljazair muncul
Mohammed Arkounyang menggagas ide cara baca
semiotic terhadap Al-Qur’an. Lalu Fazlurrahman
yang merumuskan hermenuatika semantic terhadap
Al-Qur’an , dan kemudian dikenal sebagai double
Movemen”
2. Pendekatan Teologis- Filosofis
Kajian keislaman dengan menggunakan pendekatan teologi-
filosofis bermula dari kemunculan pemahaman rasional di
kalangan mutakallimin (ahli kalam) di kalangan umat islam,
yakni Mazhab Mu’tazilah kemunculan gerakan mu’tazila
merupakan tahap yang teramat penting dalam sejarah
perkembangan intelektual Mu’tazilah menyodorkan konsep-
konsep teologi (ilmu kalam) dengan berbasiskan metodologi
dan apistemologi disiplin filsafat Yunani yang pada saat itu
tengah berpenetrasi dalam perkembangan intelektual dunia
islam (masa pemerintahan Bani Abbas) akibat proyek
penterjemahan literature-literatur Yunani yang dilakukan
para sarjana muslim pada kurun waktu tersebut. Kehadiran
mazhab teologi rasional ini berupaya memberikan jawaban-
jawaban dengan pendekatan filosofis atas doktrin-doktrin
pokok tauhid yang pada saat itu tengah menjadi materi-
materi perdebatan dalam blatika pemikiran islam.islam
meskipun bukan golongan rasionalis murni, namun jelas
mereka adalah pelopor yang amat bersungguh-sungguh untuk
digiatkannya pemikiran tentang ajaran-ajaran pokok islam
secara lebih sistematik dimulai dengan titik tolak bahwa akal
mempunyai kedudukan yang sama dengan wahyu dalam
memahami agama. Sikap ini adalah kosekwensi logis dari
dambaan mereka kepada pemikiran sistematis. Kebetulan
pula pada masa-masa akhir kekuasaan Umayyah itu sudah
terasa adanya gelombang pengaruh Hellenisme dikalngan

9
umat. Karena pembawaan rasional mereka kaum Mu’tazilah
merupakan kelompok pemikir muslim yang dengan cukup
antusias menyambut invasi filsafat itu. Meskipun terdapat
berbagai kesenjangan kepada faham Mu’tazilah tingkat awal
itu, namun tesis-tesis mereka jelas merupakan sekumpulan
dogma yang ditegakkan di atas prinsip-prinsip rasional
tertentu. Karena berpikir rasional dan sistematis itu
sesungguhnya tuntutan alami agama Islam, maka
penalarannya, di bidang lain, juga menghasilkan pemikiran
yang rasional dan sistematis pula, seperti di bidang hukum
syariah yang dirintis oleh imam syafi’I (W 204 H/819M)
perumusan pertama prinsip-prinsip yurisprudensi (Ushul al-
figh).
Para era pemikiran islam kontenporer, kajian islam dengan
pendekatan teologi-filosofis banyak dilakukan oleh beberapa
tokoh orientalis (outsider) seperti dilakukan oleh W.
Montgomery Watt melalui karyanya, Free Will and
Predestination in Early Islam (1948), Islamic Theology and
Thrology (1960) dan the Formative Period of Islamic
Thought (1973). Sumber-sumber kajian kalam (teologi oleh
para sarjana barat banyak memanfaatkan literature teologi
islam klasik seperti karya-karya al-Syahrastani seperti al-
Milal wa al Nihal, al- Baghadi, Al- Farq Bayn al-Firaq dan
al-Asyari, Maqolat Al- Islamiyah.
3. Pendekatan Tafsir Falsafi
Al- Dzahabi, sebagaimana dikutip Jamali Sahrodu,
menjelaskan bahwa tafsir falsafi adalah penafsiran ayat-ayat
al-Qur’an berdasarkan pendekatan-pendekatan filosofis, baik
yang berusaha untuk mengadakan sistesis dan sikretisasi
antara teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan
ayat-ayat Al-Qur’an . timbulnya tafsir jenis ini tidak terlepas
dari perkenalan umat Islam dengan filsafat Hellenisme yang
kemudian merangsang mereka untuk menggeluti kemudian
menjadikannya sebagai alat untuk menganalisasi ajaran-
ajaran islam khususnya Al-Qur’an. Tafsir falsafi juga
diartikan sebagai suatu tafsir yang bercorak filsafat, dalam
menjelaskan makna suatu ayat, mufassir mengutip atau
merujuk pendapat para filsuf. Persoalan yang
diperbincangkan dalam suatu ayat dimaknai atau
didefenisikan berdasarkan pandangan para ahli filsafat.

10
Makna suatu ayat ditakwilkan sehingga sesuai dengan
pandangan mereka. Ibnu Sina adalah salah satu contoh tokoh
yang berkecenderungan menggunakan tafsir jenis ini ketika
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an salah satu karyanya dalam
bidang ini adalah Al-isarat wa al tanbihat: al-Qism Ats-Tsani
at-Taii’ah. Dalam karyanya tersebut ibnu sina, misalnya
memberikan penafsiran filosofis terhadap ayat 35 surat an-
Nur yang Artinya: Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit
dan Bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar.
Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang
(yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun
yang tumbuh tidak di sebelah barat(nya), yang minyaknya
(saja) hamper-hampir menerangi, walupun tidak disentuh api.
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing
kepada cahaya-nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagu manusia, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS 24:35)
Selain tiga model pendekatan filsafat dalam kajian islam
yang telah disebut di atas, tasawuf falsafi juga bisa disebut
sebagai disiplin kajian berpendekatan filsafat. Tasawuf
falsafi, atau biasa juga disebut tasawuf nazhari, merupakan
tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antar visi misi
dan visi rasional sebagai pengasahanya. Tasawuf falsasi
menggunakan termilogi filosofis dalam pengungkapannya.
Termilogi filosofis tersebut berasal dari bermacam-macam
ajaran filsafar yang telah mempengaruhi para tokohnya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendekatan filosofis dalam pengkajian islam semata-mata
ditunjukkan untuk mencari klarifikasi akademis-keilmuan hubungan
antara ide-ide yang mendasar dan fundamental tentang fenomena
relijiusitas dan kenyataan konkrit pengalaman dan pengamalan
keagamaan manusia (dalam hal ini, Muslim) pada wilayah kultural-
historis. Filsafat dalam segala usahanya untuk mengetahui berbagai
hakikat dari segala sesuatu, begitu pula ketika ia dipakai dalam
mengkaji islam, tidak selalu mencapai hasil yang maksimal, yang
terpenting adalah upaya (memanfaatkan hasil usaha) yang akan
membuat suatu perubahan ke arah yang lebih baik lagi atau kemajuan.
Oleh karena itu filsafat selalu dinamis, dan tentu orang yang
memakainya juga akan bersifat sama.
B. Saran

12
DAFTAR PUSTAKA

Islamic Studies Di Perguruan Tinggi, Pendekatan Integratif-


Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006
Abdullah, M. Amin, Antologi Studi Islam, Teori&Metodologi,
Yogyakarta : Sunan Kalijaga Press, 2000.
Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, Jilid I, Jakatra: Bulan Bintang,
1967.
Muslim, Imam, Shahih Muslim, Juz I. Nata, Abuddin, Metodologi
Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Poerwadarminta, J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1991.
Remin, Bernard, Protentan Biblical Interpretation, Trans Silas C.Y
Chan, Monterey Park Ca: Living Publishing, 1983.
Shofiyullah, Kuliah Pengantar” Pendekatan Dalam Pengkajian Islam”,
Senin, 20 Februari 2012. PPs UIN Sunan Kalijaga.
Suhartono, Suparlan, Dasar-Dasar Filsafat “Cogito Rrgo Sum” Aku
Berpikir Maka Aku Ada (Rene Descartes), Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2009.
Thanhir, Lukman S, Studi Islam Interdisipliner, Aplikasi Pendekatan
Filsafat, Sodiologi Dan Sejarah, Yogyakarta: QIRTAS
(Kelompok Penerbit Qalam), 2003.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia,
Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Woodhouse, Mark B, A Preface to Philosophy, Belmont California:
Wadsworth Publishing Company, 1984

13

Anda mungkin juga menyukai