Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Sejarah Perkembangan dan Kesalahpahaman Bimbingan


dan Konseling

Mata Kuliah: Bimbingan Konseling


Dosen Pengampu: M. Afrizal, M. Pd

Disusun Oleh :
1. Enggita Pratistha (21531047)
2. Fachmi Amar (21531050)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 1B


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) CURUP
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum, konsep bimbingan dan konseling telah lama dikenal manusia melalui
sejarah. Sejarah tentang pengembangan yang berawal dari Amerika lalu masuk ke
Indonesia yang pada masa itu potensi individu dapat ditelusuri dari masyarakat Yunani
Kuno. Mereka menekankan upaya untuk mengembangkan dan menguatkan individu
melalui pendidikan.
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan
manusia. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat maupun
kemampuannya. Ada manusia yang sangup mengtasi persoalan tanpa bantuan pihak lain,
tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibantu
orang lain. Khususnya bagi yang terakhir inilah bimbingan dan konseling sangat
diperlukan.
Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita,
mengingat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah merupakansuatu kegiatan bantuan dan
tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di
sekolah dalam rangka meningkatkanmutunya. Hal ini sangat relevan jika dilihat dari
perumusan bahwa pendidikan itu adalah merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk
mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat, dan kemampuannya).
Kepribadianmenyangkut masalah perilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi
masalah akademik dan ketrampilan. Tingkat kepribadian dan kemampuan yang dimiliki
oleh seseorang adalah merupakan suatu gambaran mutu dari orang bersangkutan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling?
2. Apa saja Kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling.
2. Untuk mengetahui apa Kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Bimbingan Konseling


a) Sejarah Perkembangan Bimbingan Konseling di Amerika
Perkembangan Bimbingan konseling berawal di Amerika Serikat yang dipelopori
oleh seorang tokoh besar yaitu Frank Parson melalui gerakan yang terkenal yaitu
guidance movement (gerakan bimbingan). Awal kelahiran gerakan ini dimaksudkan
sebagai upaya mengatasi semakin banyaknya veteran perang yang tidak memiliki
peran. Oleh karena itu, Frank Person berupaya memberi bimbingan vocational
sehingga veteran-veteran tersebut tetap dapat berkarya sesuai kondisi mereka.
Selanjutnya, gerakan ini berkembang tidak semata pada bimbingan vocational, tapi
meluas pada bidang-bidang lain yang akhirnya masuk pula dalam pendidikan formal.
Dalam pendidikan formal, bimbingan (dan konseling) ini dimaksudkan sebagai
upaya untuk membantu siswa (peserta didik) mencapai titik optimal perkembangan
mereka. Pencapaian-pencapaian itu dilakukan oleh petugas yang (di Indonesia)
dikenal dengan sebutan guru pembimbing atau guru BK (bimbingan dan konseling),
di Amerika Serikat dikenal dengan sebutan konselor sekolah. Dalam mencapai tujuan
tersebut guru pembimbing melakukan berbagai upaya. Salah satu upaya yang
sekaligus menjadi ujung tombak dari keseluruhan kegiatan bimbingan adalah kegiatan
konseling.
Kegiatan konseling tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Dalam arti untuk
melakukan kegiatan ini dibutuhkan kemampuan (keterampilan) khusus tentang
praktik konseling, karena kegiatan konseling bukan kegiatan menasihati, memarahi,
atau sekadar obrolan ”omong kosong”. Pelatihan-pelatihan konseling yang diberikan
pada (bimbingan konseling) sedikit banyak memecah kekacauan pandangan dan
tindakan tentang tugas-tugas pembimbing bahkan keberadaan bimbingan konseling
itu sendiri.
Karakteristik seperti itu menjadikan guru pembimbing atau guru bimbingan dan
konseling memiliki tipe kerja tersebut, yang seandainya disamakan dengan guru-guru
bidang studi lain akan jauh berbeda. Sebenarnya antara guru pembimbing dengan
guru-guru bidang studi memiliki kesamaan yaitu dalam visi dan misi pendidikan.
Sementara strategi yang ditempuh yang menjadikan mereka tampak berbeda. Guru
bidang studi banyak berinteraksi dengan peserta didik di ruang kelas, melaksanakan
semua instrumen kegiatan belajar mengajar. Sementara guru pembimbing lebih
banyak berkecimpung dalam proses konseling yang semuanya itu dilakukan tidak
secara klasikal dengan memakai ruang kelas. Guru pembimbing lebih akan memakai
pendekatan yang bersifat individual dan ”santai”.
Keberadaan ini yang menuntut kejelian serta ”kecerdasan” kita dalam memaknai
bimbingan konseling. Akan sangat berat bila pikiran kita dipaksa untuk menyamakan
bimbingan konseling dari kaca mata tugas-tugas guru bidang studi biasa. Tampaknya,
bila ditarik dari sisi pesimis, munculnya sikap diskriminatif berpangkal dari tafsir
bahwa bimbingan dan konseling hanya sisipan atau pelengkap ”penderita” dari
keseluruhan pendidikan formal, kalau memang tidak karena sikap kita dari semula
telah diskriminatif ataupun korup (?). Tak berlebihan bila akhirnya kondisi ini yang
memicu lahirnya tindakan-tindakan diskriminatif pada petugas-petugas bimbingan
konseling di lapangan. Di Amerika Serikat sendiri tanpa bermaksud membandingkan
apalagi menjiplak bimbingan konseling terus berkembang dan telah berperan
sebagaimana keberadaannya. Kondisi Indonesia tentu lain, sekali lagi, surat pembaca
di atas menjadi contoh bagaimana keterbatasan pengetahuan pada apa yang disebut
dengan imbingan konseling telah melahirkan tindakan-tindakan yang perlu terus
dikoreksi.
Di negara yang bimbingan konselingnya telah maju terutama Amerika Serikat,
pergerakan tentang bimbingan dan konseling yang memberikan makna berbeda terus
berlangsung. Miller (1961) meringkaskan perkembangan bimbingan konseling ke
dalam 5 periode:
a. Gerakan bimbingan yang diprakarsai oleh Frank Parson; pengertian bimbingan
baru mencangkup bimbingan jabatan;
b. Pada periode ke dua, gerakan bimbingan lebih menekankan pada bimbingan
pendidikan;
c. Pada periode ke tiga, pelayanan untuk penyelesaian diri mendapat perhatian
pertama. Pada periode ini disadari benar bahwa pelayanan bimbingan tidak hanya
disangkut pautkan dengan usaha-usaha pendidikan saja. Tidak pula hanya
mencolokkan individu untuk jabatan-jabatan tertentu saja, melainkan juga bagi
penigkatkan kehidupan mental;
d. Periode ke empat, gerakan bimbingan menekankan pentingnya proses
perkembangan individu; dan
e. Periode ke lima, tampak adanya dua arah yang berbeda yaitu kecenderungan yang
ingin kembali ke periode pertama dan kecenderungan yang lebih menekankan
pada rekonstruksi dan personal dalam rangka membantu pemecahan masalah
yang dihadapi individu.
Mengingat perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia belum cukup
mantap, istilah bimbingan baru diakui secara legal dalam undang-undang sistem
pendidikan nasional.
Bimbingan konseling berawal pada tahun 1907 di amerika serikat ketika jessed
avis menerapkan bimbingan pertama program konseling di center high school;
Detroit, Michigan. Bimbingan konseling mengalami penigkatan popularitas, yang
menuju depresi besar sebagai pendidik terfokus pada mengajar siswa di lingkungan
progresif.
Faktor yang menyebabkan pengembangan bimbingan dan konseling di amerika
serikat mulai tahun 1890-an dengan gerakan reformasi sosial. Kesulitan orang yang
tinggal di daerah kumuh perkotaan dan meluasnya penggunaan tenaga kerja anak.

b) Sejarah Bimbingan Konseling di Indonesia


Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia tidak terlepas dari
perkembangan di negara asalnya yaitu Amerika serikat. Bermula hanya pakar
pendidikan yang menamatkan pendidikannya pendidikannya di negeri paman sam itu
dan kembali dengan membawa konsep-konsep bimbingan konseling yang baru. Hal
itu terjadi sekitar tahun 60’an.
Perkembangan bimbingan dan konseling Indonesia cenderung berorientasi kepada
layanan pendidikan (intruksional) dan pencegahan. Sejak tahun 1975 bimbingan
konseling digalakan oleh sekolah-sekolah. Dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah lebih banyak menangani siswa-siswa yang bermasalah pada
perkembangan potensi jiwa.
Di Amerika, sejarah bimbingan dimulai permulaan abad ke 20 dan didirikannya
Focatinal Bureau tahun 1908 oleh frank parsons. Menurut Ather E Traxles dan Robet
D. Morth disebutkan beberapa kejadian penting yang mewarnai sejarah dan
perkembangan bimbingan dan konseling diantaranya:
- Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 timbul lah suatu gerakan kemanusiaan
yang menitik beratkan pada sejarah teraan manusia dan kondisi sosialnya.
- Agama para rohaniawan berpandang bahwa dunia adalah dimana adanya
pertentangan yang secara terus menerus antara baik dan buruk. Dengan adanya
pertentangan tersebut mendorong tumbuhnya gerakan bimbingan di sekolah.
- Aturan kesehatan mental timbulnya dengan tujuan berlakuan yang manusiawi
terhadap penderita penyakit jiwa pengobatan dan cara pencegahannya. Hal ini
mendorong para pendidik untuk lebih peka terhadap masalah ganguan kejiwaan.
- Perubahan dalam masyarakat akibat dari perang dunia pertama dan kedua
berkembang pengetahuan dan teknologi wajib belajar dan lain-lain. Hal ini
mendorong para pendidik untuk memperbaiki anak. Sesuai dengan anak agar
mereka dapat menyelesaikan pendidikan dengan berhasil
- Gerakan mengenal siswa sebagai individual. Gerakan ini kuat sekali kaitannya
dengan gerakan tes pengukuran. Bimbingan diadakan di sekolah untuk memahami
siswa-siswinya secara individual.

Di Indonesia bimbingan pada hakekatnya telah berakar dalam seluruh kehidupan


dan perjuangan bangsa Indonesia. Namun perlu diakui bahwa bimbingan yang bersifat
profesional dan ilmiah belum berkembang mantap atas dasar filsafat manusia.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia dalam pendidikan sebelum
kemerdekaan. Dekade 40’an, dekade 50’an, dekade 60’an, dekade 70’an, dekade
80’an. Setiap decade memiliki karateristik yang berbeda-beda menurut keadaan
masing-masing.
 Sebelum kemerdekaan
Orang Indonesia yang akan cinta terhadap nasionalisme dan kemerdekaan.
Untuk memerjuangkan kemajuan Indonesia dengan pendidikan. Salah satunya
adalah taman siswa yang dipelopori oleh K.H Hajar Dewantara, yang dengan
gigihnya menanamkan nasionalisme di kalangan para siswa.
 Pada dekade 40’an
Dalam bidang pendidikan lebih banyak ditandai dengan perjuangan.
Merealisasikan kemerdekaan memulai pendidikan, sebagai bangsa yang
merdeka sesuai dengan jiwa pancasila dan UU 1945. Pokok ini pulalah yang
mendorong tokoh utama dalam bimbingan pada saat itu.
 Pada dekade 50’an
Keluar perubahan kurikulum yang pertama sebagian dan penyempurnaan dari
rencana belajar pada tahun 1946 dan 1947 keluar UU pokok-pokok pendidikan
(no. 4/50) nomor 12/1945 tahun 1951 keluar peraturan pemerintah no. 65/61
UU no. 24 tahun 1956 tentang pengelolaan SD oleh departemen negeri,
pembenahan sistem pendidikan.
 Pada dekade 80’an
Setelah mulai penataan dalam dekade 70’an, maka dalam dekade 80’an ini
bimbingan agar diupayakan mantap, kemantapan terutama diusahakan untuk
menuju kepada perwujudan bimbingan yang professional.
Kelahiran dan perkembangan bimbingan di Indonesia
Sesungguhnya perubahan dalam beberapa lembaga terutama dalam lembaga
pendidikan formal, perubahan-perubahan tersebut berpengaruh langsung atau tidak
langsung terhadap kondisi masa kini. Sebagai faktor besar perkembangannya di
amerika, bimbingan berlaku pula di Indonesia yang serupa.
Namun rakyat Indonesia yang memiliki kekhasan kondisi yang megakibatkan
perlunya bimbingan dan mendorong perkembangan bimbingan di sini.
Meskipun demikian belum sampai pada kondisi masa kini, sejarah bimbingan di
Indonesia dapat di teropong pada keadaan yang lebih lampau dan bertujuan untuk
menjajaki kemungkinan adanya benih-benih bimbingan sebagai reaksi dalam
pendidikan dan pembelajaran kolonial.
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari
dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan)
pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah
satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang
kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan
berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP
Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP
Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil
disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada
PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat
Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan
Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan
dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru
BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan
PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara
legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989
tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan
pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah
masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan
membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.Sampai tahun
1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi
pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP.
Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah,
kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir
bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK
Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di
dalamnya.n
Termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok
dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995
sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di
Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi
Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di
sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.

B. Kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling


Uraian terdahulu mengemukakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling
merupakan barang impor yang pengembangannya di Indonesia masih tergolong baru.
Untuk penggunaan istilah saja, terutama istilah penyuluhan dan konseling, masih belum
ada kesepakatan semua pihak, maka dapat dimengerti kalau sampai sekarang masih
banyak kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling itu.
Kesalahpahaman dalam seperti itu lebih mungkin lagi terjadi mengingat pelayanan
bimbingan dan konseling dalam waktu yang relatif tidak begitu lama telah tersebar luas.
Terutama ke sekolah-sekolah, bahkan sampai keseluruh pelosok tanah air. Bidang
bimbingan dan konseling yang telah tersebar luas itu digeluti oleh berbagai pihak dengan
latar belakang yang sangat bervariasi. Sebagian besar diantara mereka tidak memiliki
latar belakang pendidikan bidang bimbingan konseling.
Di samping itu, literature yang memberikan wawasan, pengertian, dan berbagai
seluk beluk teori dan praktek bimbingan dan konseling yang dapat memperluas dan
mengarahkan pemahaman mereka itu juga masih sangat kurang. Kesalahpahaman
tersebut pertama-tama perlu dicegah penyebaranya, dan kedua perlu diluruskan apabila
diinginkan agar gerakan pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya dapat
berjalan dan berkembang dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan dan
praktek penyelenggaraanya.
Kesalahpahaman yang sering dijumpai dilapangan antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dengan
pendidikan
Ada dua pendapat yang ekstrim berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan
konseling, yaitu :
a. Pendapat yang mengatakan bahwa bimbingan dan konseling sama saja dengan
pendidikan. Pendapat ini menganggap bahwa pelayanan khusus bimbingan dan
konseling tidak perlu disekolah. Bukankan sekolah telah menyelenggarakan
pendidikan ? jadi, dengan sendirinya bimbingan dan konseling sudah termasuk
kedalam usaha sekolah yang menyelenggarakan pendidikan itu. Sekolah tidak
perlu bersusahpayah melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling secara
mantapn dan mandiri. Mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata
dari usaha pendidikan. Pendapat ini akhirnya cenderung terlalu mengutamakan
pengajaran dan mengabaikan aspek-aspek lain dari pendidikan serta tidak
melihat sama sekali pentingnya bimbingan dan konseling.
b. Pendapat yang menyatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus
benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga yang benar-benar ahli
dengan perlengkapan (alat, tempat dan sarana) yang benar-benar memenuhi
syarat.
Memang bimbingan dan konseling disekolah secara umum termasuk kedalam
ruang lingkup upaya pendidikan disekolah, namun tidak berarti bahwa dengan
penyelenggaraan pengajaran (yang baik) saja seluruh misi sekolah akan dapat
dicapai dengan penuh. Kenyataan menunjukan bahwa masih banyak hal yang
menyangkut kepentingan siswa yang harus ditanggulangi oleh sekolah yang tidak
dapat teratasi dengan pengajaran semata-mata. Jika sekoilah dengan penuh perhatian
menyimak dan mengikuti kepentingan siswa, maka akan tampaklah berbagai hal
yang perlu mendapat penanganan khusus demi perkembangan siswa itu secara
optimal. Usaha bimbingan dan konseling dapat memainkan peranan yang amat
berarti dalam melayani kepentingan siswa, khususnya yang belum terpenuhi secara
baik. Dalam hal ini, peranan bimbingan dan konseling ialah menunjang seluruh
usaha sekolah demi keberhasilan anak didik.

2. Konselor Disekolah Dianggap Sebagai Polisi Sekolah


Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor disekolah adalah sebagai
polisi sekolah yang menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan
sekolah. Anggapan ini mengatakan “barang siapa diantara siswa-siswa melanggar
peraturan dan disiplin sekolah harus berurusan dengan konselor”. Tidak jarang pula
konslor disekolah diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian. Konselor
ditugaskan mencari mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk
mengambil tindakan bagi siswa-siswi yang bersalah. Konselor didorong untuk
mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia telah berbuat sesuatu
yang tidak pada tempatnya atau kurang wajar, atau merugikan.
Berdasarkan pandangan itu , wajar bila siswa tidak mau datang kepada
konselor karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor berarti
menunjukkan aib, ia mengalami ketidakberesan tertentu, ia tidak dapat berdiri sendiri,
ia telah berbuat salah, atau predikat-predikat negatif lainnya. Padahal, sebaliknya dari
segenap anggapan yang merugikan itu disekolah konselor haruslah menjadi teman dan
kepercayaan siswa serta tempat pencurahan kepentingan siswa.
Petugas Bimbingan dan konseling bukanlah pengawas ataupun polisi yang
selalu mencurigai dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas Bimbingan
dan konseling adalah kawan pengiring penunjuk jalan, pembangun kekuatan dan
Pembina tingkah laku-tingkah laku positif yang dikehendaki.

3. Bimbingan dan Konseling Dianggap Semata-mata Sebagai Proses Pemberian Nasihat


Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian
nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya
bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh
kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
Disamping memerlukan pemberian nasihat, pada umumnya klien sesuai dengan
masalah yang dialaminya, memerlukan pula pelayanan lain seperti pemberian
informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalihtangan
kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua siswa dan
masyarakat dan lain sebagainya.
Konselor juga harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut serta
mensinkronisasikan yupaya yang satu dengan upaya yang lainya sehingga
keseleluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan bersinambungan.

4. Bimbingan dan Konseling Dibatasi Hanya Menangani Masalah yang Bersifat


insidental.
Memang sering kali pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari
masalah yang dihadapi klien sekarang, yang sifatnya dadakan. Namun, Pada
hakikatnya pelayanan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu
yang lalu, sekarang dan yang akan datang. Maka petugas BK harus terus
memasyarakatkan dan membangun suasana bimbingan dan konseling serta mempu
melihat hal hal tertentu yang perlu diolah ditanggulangi, diarahkan, dibangkitkan dan
secara umum diperhatikan demi perkembangan individu.

5. Bimbingan Dan Konseling Dibatasi Hanya untuk Klien-klien Tertentu Saja


Pelayanan bimbingan dan konseling bukan tersedia dan tertuju hanya untuk
klien-klien tertentu saja, tetapi terbuka untuk segenap individu ataupun kelompok
yang memerlukanya. Misalnya, disekolah pelayanan bimbingan dan konseling
tersedia dan tertuju untuk semua siswa. Bimbingan dan konseling tidak mengenal
penggolongan siswa-siswa atas dasar mana golongan siswa tertentu memperoleh
pelayanan yang lebih dari golongan siswa yang lainya. Semua siswa berhak dan
memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan bimbingan dan
konseling kapan, bagaimana , dan dimana pelayanan itu diberikan, pertimbanganya
semata-mata didasarkan atas sifat dan jenis masalah yang dihadapi serta ciri-ciri
keseorangan siswa yang bersangkutan. Petugas bimbingan dan konseling membuka
pintu yang selebar-lebarnya bagi siapa saja siswa yang ingin mendapatkan atau
memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling.

6. Bimbingan dan Konseling Melayani Orang Sakit atau Kurang Normal


Bimbingan dan konseling tidak melayani orang sakit atau kurang normal
karena bimbingan dan konseling hanya melayani orang-orang yang normal yang
mengalami masalah tertentu. Malalui bantuan psikologi yang diberikan konselor
diharapkan orang tersebut dapat terbebas dari masalah yang menghadapinya. Jika
seseorang mengalami keabnormalan tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter
untuk penyembuhannya. Konselor yang memiliki kemampuan tinggi akan mampu
mendeteksi dan mempertimbangkan lebih jauh tentang mantap atau kurang
mantapnya fungsi-fungsi yang ada pada klien sehingga klienya itu perlu dikirim
kepada dokter maupun psikiater atau tidak . penanganan masalah oleh ahlinya secara
tepat akan memberikan jasmani yang telah kuat bagi keberhasilan pelayananan.

7. Bimbingan Dan Konseling Bekerja Sendiri


Pelayanan bimbingan dan konseling bukan proses yang terisolasi, melainkan
proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial, lingkungan. Oleh karenanya
pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu
berkerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan
masalah yang sedang dihadapi klien. Meisalnya, Disekolah masalah-masalah yang
dihadapi siswa tidak berdiri sendiri. Masalah itu sering kali terkait dengan orang tua,
guru, dan pihak-pihak lain, terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah,
sekolah dan masyarakat sekitar.

8. Konselor Harus Aktif, Sedangkan Pihak Lain Pasif


Sesuai dengan asas kegiatan, disamping konselor yang bertindak sebagai pusat
penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien harus secara
langsung aktif terlibat dalam proses tersebut. Jika kegiatan yang pada dasarnya
bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini
konselor maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat atau bahkan tidak
berjalan sama sekali.

9. Menganggap Pekerjaan Bimbingan dan Konseling Dapat Dilakukan


Siapapun.
Pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja, dan
dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran saja.
“TIDAK”. Jika pekerjaan bimbingan dan konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-
prisip keilmuan (mengikuti filosofi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan
kata lain dilaksanakan secara professional, maka pekerjaan ini tidak bisa dilakukan
oleh sembarang orang.
Salah satu keprofesionalanya bimbingan dan konseling adalah pelayanan itu
harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan konseling.
Keahlianya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di
perguruan tinggi.

10. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berpusat Pada Keluhan Pertama Saja
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat
gejala-gejala atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika
permasalahan itu dilanjutkan, dialami, dan dikembangkan, sering kali ternyata bahwa
masalah yang sebenarnya lebih jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar
tampak atau disampaikan itu. Konselor tidak boleh terpukau oleh keluhan atau
masalah yang pertama yang disampaikan oleh klien. Konselor harus mampu
menyelami sedalam-dalamnya masalah klien yang sebenarnya.
11. Menyamakan Pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan Pekerjaan Dokter atau
Psikiater
Pekerjaan bimbingan dan konseling tidak lah persis sama dengan pekerjaan
dokter atau psikiater. Dokter atau psikiater berkerja dengan orang sakit, sedangkan
konselor berkerja dengan orang yang normal (sehat namun sedang mengalami
masalah). Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual
dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling
memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan
orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, modifikasi perilaku, teknik-teknik khas
bimbingan dan konseling.

12. . Menganggap Hasil Pekerjaan Bimbingan dan Koseling Harus Segera Dilihat.
Usaha-usaha bimbingan dan konseling bukanlah hal yang instant, tapi
menyangkut aspek-aspek psikologi/mental dan tingkah laku yang kompleks. Maka
proses ini tidak bisa didesak-desakkan agar cepat matang dan selesai. Pendekatan
ingin mencapai hasil segera justru dapat melemahkan proses itu sendiri. Ini bukan
berarti bahwa usaha bimbingan dan konseling boleh santai-santai saja menghadapi
masalah klien, karena proses bimbingan dan konseling adalah hal yang serius dan
penuh dinamika, maka harus wajar dan penuh tanggung jawab.

13. Menyamaratakan Cara Pemecahan Masalah Bagi Semua Klien


Cara apapun yang dipakai untuk mengatasi masalah harus disesuaikan dengan
pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak semua masalah bisa
diselesaikan dengan cara yang sama, bahkan masalah yang sama sekalipun. Pada
dasarnya, pemakaian suatu cara tergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah,
tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan konseling dan sarana yang
tersedia.

14. Memusatkan Usaha Bimbingan dan Konseling Hanya pada Penggunaan


Instrumentasi Bimbingan dan Konseling (Misalnya Tes, Inventori, Angket, dan Alat
Pengungkap Lainnya)
Perlu diketahui bahwa perlengkapan dan sarana utama yang pasti ada dan
dapat dikembangkan pada diri konselor ialah keterampialan pribadi. Dengan kata lain,
ada dan digunakan instrument (tes, inventori, angket, dan sebagainya itu) hanyalah
sekadar pembantu. Ketiadaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat,
ataupun melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh
sebab itu konselor hendaklah tidak menjadikan ketiadaan instrument seperti itu
sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apalagi tidak melaksanakan layanan
bimbingan dan konseling sama sekali. Petugas bimbingan dan konseling yang baik
akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha
mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.

15. Bimbingan dan Konseling Hanya dibatasi Mengenai Masalah-masalah yang ringan
Memberikan sifat ringan atau berat kepada masalah yang dihadapi klien
tidaklah perlu dan hal itu tidak akan membantu meringankan usaha pemecahan
masalah itu sendiri. Tanpa menyebut bahwa masalah yang dihadapi itu berat atau
ringan, tugas bimbingan dan konseling ialah menanganinya dengan cermat dan tuntas.
Kadar penanganan (berat maupun ringan) semata-mata disesuaikan dengan
pribadi klien ,jenis masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan konselor, sarana
yang tersedia dan kerja sama dengan pihak-pihak lain. Jika konselor telah
mengerahkan seluruh kemampuan dan sarana yang penuh dan masalah klien belum
teratasi juga maka pengalihtanganan klien perlu dilakukan. Perlu dicatat bahwa
pengalihtanganan klien tidak harus sekaligus kepada psikiater atau ahli-ahli lain diluar
bidang bimbingan dan konseling. Alih tangan ini pada tahap pertama sedapat-
dapatnya dilakukan kepada sesama konselor sendiri yang memiliki keahlian yang
lebih tinggi
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sejarah terbentuknya bimbingan dan konseling pertama kali dipelopori oleh seorang
tokoh besar Amerika Frank Parson melalui gerakan yang terkenal yaitu guidance
movement (gerakan bimbingan). Gerakan tersebut bertujuan untuk mengatasi masalah
banyaknya veteran perang yang sudah tidak produktif lagi atau tidak memiliki peran lagi.
Bimbingan dan konseling di Indonesia bermula dari pakar pendidikan yang
menamatkan pendidikannya pendidikannya di amerika tempat asal bimbingan dan
konseling terbentuk dan kembali dengan membawa konsep-konsep bimbingan konseling
yang baru ke Indonesia pada tahun 60’an
Perkembangan bimbingan dan konseling Indonesia cenderung berorientasi kepada
layanan pendidikan (intruksional) dan pencegahan. Sejak tahun 1975 bimbingan
konseling digalakan oleh sekolah-sekolah dan dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah lebih banyak menangani siswa-siswa yang bermasalah pada
perkembangan potensi jiwa saja.

B. Saran
Pada Bimbingan dan Konseling Pengaruh masalah terhadap kejiwaan seseorang
cukup besar. Sehingga ketika manusia ditimpa masalah tidak sedikit dari mereka yang
menempuh jalan pintas sebagai solusi. Namun tidak sedikit pula dari mereka yang
cenderung menggunakan upaya kekeluargaan dan salah satunya adalah bimbingan dan
konseling ini. Teruslah berkembang dan menjadi manusia yang bermanfaat bagi sekitar,
karena kehidupan yang singkat ini akan terasa berharga jika kita dapat memberi bukan
meminta.
Pembaca hendaknya mengetahui tentang kesalahpahaman yang sering terjadi
dalam bimbingan konseling sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan pembaca serta agar tidak terjadi kekeliruan dalam proses pelayanan
bimbingan dan konseling.
Beberapa kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling ini muncul akibat dari
kurangnya pemahaman terhadap konsep dasar bimbingan dan konseling baik dalam
prinsip, fungsi, asas dan tujuan dari pelayanan bimbingan dan konseling.
DAFTAR PUSTAKA

S Willis Sofyan, Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung: Alfabeta, 2007.

Ketut Sukardi Dewa, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
Jakarta: Rineka Cipta, 2000.

Mappiare Andi, Pengantar Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Surabaya: Usaha Nasional,
1984.

Prayitno, Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

http://konselingindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4

http://harunnihaya.blogspot.com/2010/08/sejarah-awal-lahirnya-bimbingan-dan.html

http://konselingstainpontianak.blogspot.com/.../konsep-dasar-bimbingan-dan-konseling.html

Prayitno.H. 2003. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta

Priyatno.1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai